Anda di halaman 1dari 3

F5.

Upaya Surveillance, Pencegahan dan Pemberantasan


Penyakit Menular dan Tidak Menular

”DIARE”

Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyakit dengan insidensi tinggi di dunia dan dilaporkan
terdapat hampir 1,7 milyar kasus setiap tahunnya. Penyakit ini sering menyebabkan kematian
pada anak usia di bawah lima tahun (balita). Dalam satu tahun sekitar 760.000 anak usia balita
meninggal karena penyakit ini.
Didapatkan 99% dari seluruh kematian pada anak balita terjadi di negara berkembang.
Sekitar ¾ dari kematian anak terjadi di dua wilayah WHO, yaitu Afrika dan Asia Tenggara.
Kematian balita lebih sering terjadi di daerah pedesaan, kelompok ekonomi dan pendidikan
rendah. Sebanyak ¾ kematian anak umumnya disebabkan penyakit yang dapat dicegah, seperti
kondisi neonatal, pneumonia, diare, malaria, dan measles.
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti
Indonesia karena memiliki insidensi dan mortalitas yang tinggi. Diperkirakan 20-50 kejadian
diare per 100 penduduk setiap tahunnya. Kematian terutama disebabkan karena penderita
mengalami dehidrasi berat. 70-80% penderita adalah mereka yang berusia balita. Menurut data
Departemen Kesehatan, diare merupakan penyakit kedua di Indonesia yang dapat menyebabkan
kematian anak usia balita setelah radang paru atau pneumonia.
Penularan diare dapat dengan cara fekal-oral, yaitu melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh enteropatogen, kontak tangan langsung dengan penderita, barang-barang yang
telah tercemar tinja penderita atau secara tidak langsung melalui lalat. Cara penularan ini dikenal
dengan istilah 4F, yaitu finger, flies, fluid, field.
Adapun faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen diantaranya
adalah tidak memberikan ASI secara penuh pada bayi usia 4-6 bulan, tidak memadainya
penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan, kebersihan
lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis,
serta cara penyapihan yang tidak baik. Kejadian diare dapat dicegah dengan memperhatikan air
minum yang aman dan sanitasi yang higienis.

Permasalahan
Di Sulawesi Tengah tahun 2015, target penemuan kasus diare yaitu 61.561 kasus.
Berdasarkan laporan bulanan program Diare menurut Kabupaten/Kota tahun 2015, jumlah kasus
Diare yang ditangani di sarana kesehatan adalah sebanyak 55.211 kasus dengan persentase yaitu
9,7 %. Secara keseluruhan, poporsi kasus diare dominan pada jenis kelamin Perempuan (92,2%)
dari pada jenis kelamin laki-laki (88,9%).
Tingginya angka kejadian diare balita merupakan masalah yang penting di masyarakat
sehingga perlu untuk didapatkan data yang memadai. Faktor-faktor risiko yang menyebabkan
diare perlu digali untuk memberikan wawasan dan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat
akan pentingnya pencegahan kejadian diare tersebut.
Salah satu pasien anak yang terdiagnosa Diare adalah An. Al Ghifary, 10 tahun. Pasien
datang dengan keluhan BAB cair yang dialami sejak 3 hari lalu, sehari BAB cair +4-5x. BAB
cair berwarna kuning, bau biasa, tidak ada darah dan tidak ada lendir. Terdapat nyeri perut dan
muntah satu kali sbeelum ke puskesmas. Anak lemas tapi masih kuat makan dan minum, terdapat
demam ringan dan buang air kecil biasa. Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama.

Pemilihan Intervensi
Selain dilakukan intervensi farmakoterapi, konseling mengenai penyakit diare juga
dilakukan. Konseling dilakukan di poli PKM Sarudu 1 dengan pendekatan secara personal.
Kemudian dilakukan kunjungan rumah bertepatan dalam kunjungan rumah pembangunan
jamban sehat karena pasien tinggal bersama kedua orang tua beserta nenek dan kakeknya yang
saat itu mendapat bantuan dana pembangunan jamban sehat.

Pelaksanaan
Pelaksanaan konseling dilakukan pada tanggal 8 Juli 2021 di poli PKM Sarudu oleh dr
dokter internship secara personal

Monitoring
Dari hasil kunjungan rumah didapatkan pasien tinggal bersama kedua orang tua beserta
nenek dan kakeknya. Rumah pasien berdinding papan, ruang tamu dan kamar lantainya terbuat
dari semen tanpa dipoles sedangkan di dapur dan kamar mandi hanya tanah. Sumber air pasien
adalah air sumur suntik. Pasien tidak memiliki jamban untuk buang air besar kerena jamban
sebelumnya sudah rusak sehingga tidak bisa digunakan dan pasien tidak memiliki dana untuk
membangun kembali jambannya. Jika BAB pasien BAB di plastik dan dibuang ke tempat
sampah yang berada di depan rumah pasien hanya berjarak 2 meter dari pintu masuk. Bau busuk
sampah didepan rumah pasien tercium ke dalam rumah. Sampah tersebut akan dibakar atau
diangkut ke tempat pembuangan sampah di tanah kosong tidak jauh dari rumah pasien. Dari sini
dapat diketahui bagaimana tingkat pengetahuan eluarga pasien mengenai perilaku hidup bersih
dan sehat.
Ibu pasien sangat komunikatif dan terbuka dalam penggalian informasi sejak datang ke
Puskesmas hingga dilakukan kunjungan ke rumah. Saat kunjungan rumah, kami juga melakukan
wawancara bersama keluarga lainnya. Keluarga pasien terlihat sangat antusias terlihat dari
bagaimana mereka komuniatif dalam melakukan tanya jawab dengan petugas.

Anda mungkin juga menyukai