Anda di halaman 1dari 28

SISTEMATIKA LAPORAN MANAJEMEN RUANG

KEPERAWATAN

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Manajemen keperawatan merupakan suatu proses bekerja melalui anggota staf


keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional. Manajemen
keperawatan merupakan pelayanan keperawatan profesional dimana tim
keperawatan dikelola dengan menjalankan empat fungsi manajemen, yaitu
perencanaan, pengorganisasian, motivasi dan pengendalian. Keempat fungsi tersebut
saling terkait serta saling berhubungan dan memerlukan ketrampilan-ketrampilan
teknis, hubungan antar manusia dan konseptual yang mendukung tercapainya asuhan
keperawatan yang bermutu, berdaya guna dan berhasil guna kepada klien. Dengan
alasan tersebut, manajemen keperawatan perlu mendapat perhatian dan prioritas
utama dalam pengembangan keperawatan di masa depan. Hal tersebut berkaitan
dengan tuntutan profesi dan tuntutan global bahwa setiap perkembangan dan
perubahan memerlukan pengelolaan secara profesional dengan memperhatikan
setiap perubahan yang terjadi.

Rumah sakit sebagai salah satu institusi penyelenggara pelayanan kesehatan


dituntut untuk memperhatikan masalah keselamatan. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia menetapkan lima isu penting terkait keselamatan dirumah
sakit, yaitu keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau
petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan kesehatan dirumah
sakit yang dapat berdampak kepada keselamatan pasien dan petugas,
keselamatan lingkungan (green productivity), dan keselamatan bisnis rumah
sakit (KKPRS, 2005).

Keselamatan pasien (patient safety) merupakan hal utama dalam pelayanan


kesehatan. Pelayanan yang bermutu tidak cukup dinilai dari kelengkapan teknologi,
sarana prasarana yang canggih dan petugas kesehatan yang profesional, melainkan
perlu dilihat proses pelayanan dan hasil pelayanan yang diberikan. Proses dan hasil
pelayanan tersebut harus mampu memberikan jaminan bagi pelanggan sehingga
terbebas dari risiko dan menggambarkan mutu pelayanan yang berkualitas di rumah
sakit (Cahyono, 2008). Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu
sistem dimana rumah sakit membuat suatu asuhan menjadi lebih aman, sistem
tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan kesalahan
dalam melakukan tindakan, atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan. Mutu pelayanan yang berkualitas dan keselamatan pasien berakar pada
pekerjaan sehari-hari setiap profesional perawatan dalam memberikan pelayanan
(Depkes, 2008).

Dalam memberikan layanan keperawatan yang berkualitas perawat selalu berusaha


berupaya untuk memenuhi harapan pasien, dengan demikian pasien akan selalu puas
terhadap pelayanan yang diberikan oleh seorang perawat, untuk mendapatkan
layanan keperawatan yang berkualitas diperlukan manajemen keperawatan yang
baik pula. Perawat sebagai pemberi pelayanan merupakan ujung tombak dari
pelayanan rumah sakit, hal itu disebabkan perawat yang selalu berinteraksi dengan
pasien selama 24 jam. Salah satu yang dapat mempengaruhi kualitas dari pelayanan
dan keselamatan pasien adalah manajemen yang ada di rumah sakit, hal tersebut
dikarenakan manajemen merupakan salah satu roda penggerak dalam menjalankan
rumah sakit (Nursalam, 2012).

Menurut studi yang telah dilakukan, Woke menyebutkan bahwa manajemen


pelayanan keperawatan di rumah sakit terintegrasi dengan pelayanan kesehatan yang
lain, karena sasaran yang ingin dicapai adalah pasien. Pelayanan keperawatan
diberbagai negara relatif sama, hanya saja di Indonesia memiliki keunikan tersendiri
dikarenakan faktor kemajemukan dari pendidikan perawat. Kemajemukan tersebut
yang telah mempengaruhi pada sistem pelayanan keperawatan, dan pada akhirnya
akan berdampak pada tidak konsistennya pelayanan keperawatan yang diberikan
termasuk dalam hal ini adalah keselamatan pasien (Supratman dan Sudaryanto,
2008). Fungsi manajemen belum sepenuhnya mampu diperankan oleh perawat di
Indonesia. Salah satu fungsi manajemen adalah directing dimana kegiatan supevisi
keperawatan termasuk di dalamnya, fakta menunjukkan pelaksana supervisi dan
kepemimpinan keperawatan di berbagai rumah sakit belum optimal. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Mularso (2006) dalam (Supratman dan
Sudaryanto, 2008). Menemukan bahwa kegiatan supervisi lebih banyak pada
kegiatan pengawasan, bukan pada kegiatan bimbingan, observasi dan penilaian
Supaya pelaksanakan manajemen keperawatan berjalan dengan baik diperlukan
seorang pemimpin yang memiliki kemampuan dan ketarampilan kepemimpinan
dalam pelayanan keperawatan yang efektif dan efisien. Pemimpin merupakan motor
penggerak dalam sebuah organisasi baik bagi sumber-sumber dan alat-alat melalui
pengambilan keputusan, penentuan kebijakan dan menggerakkan orang lain untuk
mencapai tujuan organisasi (Warsito, 2006). Pada jajaran manajer keperawatan,
kepala ruang merupakan manajer operasional yang memimpin secara langsung
dalam mengelola seluruh sumber daya di unit perawatan untuk menghasilkan
pelayanan yang bermutu dan menciptakan keselamatan pasien. Secara manajerial,
kepala ruang memiliki kemampuan yang akan ikut berpengaruh dalam keberhasilan
pelayanan keperawatan dan keselamatan pasien (Aditama, 2004).

Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah


sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini
mengacu kepada Patient Safety Solutions dari WHO (2007) yang digunakan juga
oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit dan dari Joint Commission
International (JCI). Sasaran keselamatan pasien diharapkan dapat mencegah atau
mengurangi cedera pasien dan meningkatkan keselamatan pasien (Kemenkes, 2011).

Sasaran keselamatan pasien meliputi: ketepatan identifikasi pasien, peningkatan


komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai,
kepastian tepat operasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi, pengurangan resiko
infeksi dan pengurangan resiko jatuh (Kemenkes, 2011). Enam sasaran tersebut
merupakan panduan untuk peningkatan keselamatan pasien. Dalam pelaksanaannya
keselamatan pasien tersebut tidak terlepas dari pelayanan keperawatan yang
didapatkan oleh pasien, menurut Gillies (2000) bahwa sekitar 40-60% pelayanan di
rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan, fenomena ini menunjukkan bahwa
pelayanan keperawatan merupakan bagian pelayanan kesehatan yang penting dalam
menentukan keberhasilan suatu pelayanan kesehatan dan juga keselamatan pasien
yang akan berujung kepada akreditasi rumah sakit.

Saat ini masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya kesehatan dan
menuntut tersedianya pelayanan yang bermutu dan menjamin keselamatan pasien.
Upaya keselamatan pasien bertujuan untuk dapat mengurangi angka Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD), dan Kejadian Nyaris Cedera (KNC). Apabila tingginya angka
KTD dan KNC akan memberikan dampak bagi rumah sakit yaitu bertambahnya
lama hari perawatan pasien dan tentunya akan terjadi peningkatan pengeluaran biaya
perawatan. Selain daripada itu juga dapat menimbulkan konflik antara dokter atau
petugas keperawatan dan pasien berupa tuntutan hukum sebagai akibat keluarga
pasien tidak menerima kejadian yang berujung pada ketidakselamatan pasien
(Kemenkes, 2008).
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan Umum dari makalah ini yaitu setelah dilakukan praktek selama 2 minggu
mahasiswa mampu melakukan pengelolaan manajemen pelayanan keperawatan
profesional tingkat dasar secara bertanggung jawab dan menunjukan sikap
kepemimpinan yang profesional.

2. Tujuan Khusus

Setelah melakukan praktek kepemimpinan dan manajeman keperawatan di Ruang


Flamboyan RS Cahaya Husada mahasiswa mampu :.

a. Menganalisa hasil kajian pada setiap sub unsur pada unsur input, unsur proses
dan unsur output.

b. Membuat identifikasi permasalahan yang ada, memprioritaskan masalah tersebut


dan menyusun rencana kegiatan.

c. Melaksanakan dan mengevaluasi tindakan sesuai rencana yang sudah disusun

3. Manfaat

a. Manfaat Teoritis

Sebagai sumber informasi khususnya bagi mahasiswa program profesi ners


dalam aplikasi manajemen keperawatan secara langsung.

b. Manfaat Praktis

Sebagai bahan masukan bagi perawat khususnya di Ruang Flamboyan RS


Cahaya Husada untuk meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan
yang mangacu kepada model praktek keperawatan profesional (MPKP).
BAB II

Tinjauan Pustaka
A. Planning

Planning atau perencanaan dimaksudkan untuk menyusun suatu perencanaan yang


strategis dalam mencapai suatu tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Perencanaan
disini dimaksudkan nntuk menentukan kebutuhan dalam asuhan keperawatan kepada
semua pasien, menegakkan tujuan, mengalokasikan semua anggaran belanja,
memutuskan ukuran dan tipe tenaga keperawatan yang dibutuhkan, membuat pola
struktur organisasi yang dapat mengoptimalkan efektifitas staff serta menegakkan
kebijaksanaan dan prosedur operasional untuk mencapai visi dan misi institusi yang
telah ditetapkan. (Nursalam, 2008)

B. Organizing

a. Struktur Organisasi

Masing-masing organisasi memiliki struktur formal dan informal yang


menentukan alur kerja dan hubungan timbal balik antar pribadi. Struktur fotmal
direncanakan dan dipublikasikan, struktur informal tidak direncanakan dan
samar. Seorang manajer perawatan harus mengerti dan memakai keduanya
secara efektif. Struktur formal organisasi merupakan penyusunan resmi jabatan
kedalam pola hubungan kerja yang akan mengatur usaha banyak pekerja dari
bermacam-macam kepentingan dan kemauan.

b. Job Deskriptions

Merupakan suatu uraian pembagian tugas sesuai peran yang ia jalankan,


misalnya sorang kepala ruang maka tugas dan tanggung jawabnya, jadi antara
satu dengan yang lainnya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda
sesuai dengan perannya.

c. Metode Penugasan

Metode penugasan yang ditetapkan harus dapat memudahkan pembagian tugas


perawat yang disesuaikan dengan pengetahuan dan ketrampilan perawat dan
sesuai dengan kebutuhan klien. Apabila metode penugasan tidak Kepala Ruang
Ketua Tim Ketua Tim Anggota Tim Anggota Tim Pasien Pasien diterapkan
maka pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien menjadi tidak
opimal.

Jenis model asuhan keperawatan menurut Grant & Massey (2012) dan Marquis
& Houston, antara lain :

1) Model Fungsional

Metode fungsional dilakukan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan


keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia ke II. Pada saat
itu karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap
perawat hanya melakukan 1 sampai 2 jenis intervensi (merawat luka kepada
semua pasien di bangsal)

Gambar Skema Model Fungsional

Kepala Ruang

Perawat Perawat Perawat


Perawat
Pengobatan Menyuntik Visite
Perawatan Luka

Pasien

2) Model Tim

Model ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbedabeda
dalam memberikan askep terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan
dibagi dalam group kecil yang saling membantu.

Gambar Skema Model Tim

Kepala Ruang

Ketua Tim Ketua Tim

Anggota Tim Anggota Tim

Pasien Pasien
3) Model Primer

Model penugasan dimana 1 orang perawat bertanggung jawab penuh selama


24 jam terhadap askep pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah
sakit.

Gambar Skema Model Primer

Kepala Ruang

Dokter Penunjang

Primary nurse

Pasien

Tugas gilir sore Tugas gilir sesuai


Tugas gilir kebutuhan
malam

4) Manajemen Kasus

Setiap perawat di tugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia


dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan
tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada
hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan 1 pasien 1
perawat, dan hal ini umumnya dilakukan untuk perawat privat atau
keperawatan khusus seperti isolasi dan intensive care.

5) Model Tim Primer

Pada model ini digunakan kombinasi dari kedua sistem. Menurut Ratna S.
Sudarsono (2000), penerapan model ini didasarkan pada beberapa alasan
yaitu :

a) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena sebagai


perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S1
keperawatan atau setara.
b) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni karena tanggung jawab
asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.

c) Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan kontinuitas asuhan


keprawatan dan accountabilitas asuhan keperawatan terdapat pada
primer.

C. Staffing

Program pendidikan dan pelatihan dirancang untuk meningkatkan prestasi


kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja.
Ada beberapa metode pendidikan dan latihan yang akan digunakan untuk
meningkatkan prestasi kerja. (Moenir, 1994)

1. Metode Seminar atau Konferensi

Biasanya diselenggarakan bagi pegawai yang menduduki jabatan sebagai kepala


atau pegawai yang dalam waktu singkat akan diserahi jabatan sebagai kepala.
Masalah-masalah baik yang menyangkut segi manajemen maupun
penyelenggaraannya atau proses dari kegiatan yang dipermasalahkan.

2. Metode Lokakarya (Workshop)

Penyelenggaraannya tidak jauh berbeda dengan seminar, letak perbedaannya


dengan seminar adalah pada materinya. Pada materi lokakarya bersifat teknis,
administrative dan sedikit bersifat manajerial.

3. Metode Sekolah atau Kursus

Metode ini digunakan sebagai usaha memberikan informasi adanya aturan-aturan


atau hal – hal baru dalam organisasi yang harus dimengerti dan dilaksanakan oleh
peserta. Metode ini juga digunakan untuk menambah pengetahuan baru bagi
peserta yang ada kaitannya dengan pekerjaan peserta. Pada akhir sekolah atau
kursus, biasanya diberikan ujian-ujian dengan atau tanpa kriteria kelulusan.

4. Metode Belajar Sambil Bekerja (Learning by Doing)

Pada metode ini latihan ketrampilan menjadi tujuan utama sehingga mereka dapat
menguasai teknik dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan kepada
mereka. Biasanya metode ini dilakukan oleh atasan pada bawahan secara
langsung dalam membimbing pegawai kantor.
D. Actuating

1. Motivasi

Motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yg memberi konstribusi


pada tingkat komitmen seseorang, hal ini termasuk faktor yang
menyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia
dalam arah tekad tertentu (Stoner, Freman 11995). Motivasi adalah
sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu (Ngalim,
2000). Dari pengertian diatas dapat diambil 3 point penting yaitu :
kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan muncul apabila seseorang
merasakan sesuatu yg kurang baik fisiologis maupun psikologis,
dorongan merupakan arahan untuk memenuhi kebutuhan tadi sedangkan
tujuan adalah akhir dari satu siklus motivasi. (Luthan, 2000)

2. Sistem klasifikasi pasien

Sistem klasifikasi pasien adalah metode pengelompokan pasien menurut jumlah


dan kompleksitas persyaratan perawatan mereka. Di dalam kebanyakan sistem
klasifikasi, pasien dikelompokkan sesuai dengan kebergantungan mereka pada
pemberi perawatan atau sesuai dengan waktu pemberian perawatan dan
kemampuan yang diperlukan untuk memberikan perawatan. Tujuan setiap
sistem klasifikasi pasien adalah untuk mengkaji pasien dan menghargai masing-
masing nilai angkanya yang mengukur volume usaha yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan perawatan pasien.

Untuk dapat mengembangkan sistem klasifikasi pasien yang akan dijalankan,


manajer perawat harus menentukan jumlah kategori pembagian pasien;
karakteristik pasien di masing-masing kategori, jumlah dan jenis prosedur
perawatan yang akan dibutuhkan oleh jenis pasien di dalam masingmasing
kategori, dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan prosedur tersebut,
memberikan dukungan emosional serta memberikan pengajaran kesehatan
kepada pasien masing-masing kategori. Karena tujuan sistem klasifikasi pasien
adalah menghasilkan informasi mengenai perkiraan beban kerja keperawatan,
masing-masing sistem membolehkan usaha kualifikasi waktu.

3. Ketenagaan keperawatan dan pasien

Tujuan manajemen ketenagaan di ruang rawat adalah untuk mendayagunakan


tenaga keperawatan yang efektif dan produktif yang dapat memberikan
pelayanan bermutu sehingga dapat memenuhi pengguna jasa.
a. Jenis Perawatan
Menurut Douglas, 1984 (dalam Swansburg, 1999) pada suatu
pelayanan profesional, jumlah tenaga yang diperlukan tergantung pada
jumlah pasien dan derajat ketergantungan pasien. Douglas, 1984
mengklasifikasikan derajat ketergantungan pasien dibagi menjadi 3,
antara lain :
1) Perawatan minimal ( minimal care ) memerlukan waktu 1-2 jam per
24 jam.
Kriteria :
a) Kebersihan diri, mandi, dan ganti pakaian dilakukan sendiri
b) Makan dan minum sendiri
c) Ambulasi dan pengawasan
d) Pengobatan minimal, status psikologis stabil
e) Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap shift
f) Persiapan pengobatan, memerlukan prosedur
2) Perawatan intermediet ( intermediet care ), memerlukan waktu 3-4
jam per 24 jam.
Kriteria :
a) Kebersihan diri dibantu, makan dan minum dibantu
b) Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap 4 jam
c) Ambulasi dibantu, pengobatan lebh dari sekali
d) Foley cateter atau monitor intake dan output
e) Persiapan pengobatan, memerlukan prosedur
3) Perawatan maksimal ( total care ), memerlukan waktu 5-6 jam per
24 jam.
Kriteria :
a) Segalanya diberikan atau dibantu
b) Posisi yang diatur, observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam
c) Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intra vena
d) Pemakaian suction
e) Gelisah atau disorientasi
b. Kebutuhan Tenaga Keperawatan
Untuk memperkirakan kebutuhan tenaga keperawatan disuatu ruang
rawat inap dapat ditinjau dari :
1) Waktu keperawatan langsung, dihitung berdasarkan tingkat
ketergantungan.
2) Waktu keperawatan tidak langsung, waktu yang dibutuhkan
perawat dalam perawatan tidak langsung adalah 60 menit, meliputi:
membaca status, menulis, membuat rencana, kolaborasi dengan tim
kesehatan lain.
3) Waktu penyuluhan atau pendidikan kesehatan, waktu yang
dibutuhkan adalah 15-30 mnt, meliputi: aktivitas sehari-hari, obat-
obatan, kelanjutan perawatan dll

Perkiraan kebutuhan perawat harus memperhatikan kategori klien


yang dirawat, ratio perawat dan metode penugasan. Terdapat beberapa
formula dalam perhitungan kebutuhan tenaga, yaitu sebagai berikut :

a) Rumus Gillies
AxBx 365
tenaga Perawat =
( 365−C ) x jam kerja/hari
Keterangan:
A : jam perawatan/ 24 jam= rata-rata waktu yang dibutuhkan
pasien.
B : sensus harian= BORx jumlah tempat tidur.

BOR :jumlah pasien x 100%


Jumlah TT
C : jumlah hari libur= 76 hari (52 hari minggu, 12 hari cuti dan
12 hari libur nasional)
Proporsi dinas pagi: siang: malam adalah 47%: 36%: 17%.
Formulasi PPNI:
Tenaga Perawat = Ax52(minggu) x7 hari(TT x BOR)
41 ( minggu) x 40 jam / minggu
Keterangan:
A: jam perawatan/ 24 jam= rata-rata waktu keperawatan yang
dibutuhkan klien.
Catatan :

 Waktu perawatan menurut Gillies (2009) :

1) Waktu perawatan langsung

- Self care = ½ X 4 jam = 2 jam

- Partial care = ¾ X 4 jam = 3 jam

- Total care = 1 – 1½ X 4 jam = 4-6 jam

- Intensive care = 2 x 4 jam = 8 jam

- Rata-rata perawatan langsung = 4-5 jam

2) Waktu perawatan tak langsung : 38 menit/klien/hari

3) Waktu penyuluhan : 15 menit/klien/hari

 Ratio perawat ahli : trampil : 55 % : 45 %

 Proporsi dinas pagi : sore : malam : 47 % : 36 % : 17 %

b) Rumus Douglas

Σ perawat = Σ klien X derajat ketergantungan

Tabel Derajat Ketergantungan Klien

Σ klien Minimal care Partial care Total care

Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam

1 0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20

2 1,34 0,28 0,14 0,54 0,30 0,20 0,72 0,60 0,40


c) Rumus Depkes 2005

Berdasarkan :

 Tingkat ketergantungan klien

 Rata-rata klien/hari

 Jam perawatan yang diperlukan/hari/klien

 Jam perawatan yang diperlukan/ruangan/hr

 Jam kerja efektif setiap perawat

Cara perhitungan :

 Hitung jumlah perawat yang tersedia

1) Σ jam perawat Jam kerja efektif per shift


=A
Jam kerja efektif per shift

 Tambahkan dengan faktor koreksi hari libur/cuti/hr besar dan


tugastugas non keperawatan

2) Σ hr minggu/th + cuti + hr besar X hasil A = B

Jumlah hari kerja efektif

3) Tugas non keperawatan

= Jumlah tenaga keperawatan + B X 25% = C

 Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah : A + B + C

 Berdasarkan hasil workshop Depkes di Ciloto di tetapkan


bahwa

- Libur minggu : 52 hari


- Cuti tahunan : 12 hari

- Libur Nasional : 10 hari

- Sakit/ijin : 7-12 hari


c. Penjadwalan
Penjadwalan adalah satu aspek dari fungsi kepegawaian. Kepegawaian
adalah perhimpunan dan persiapan pekerja yang dibutuhkan untuk
melaksanakan misi dari sebuah organisasi. Penjadwalan adalah
penentuan pola jam kerja masuk dan libur mendatang untuk pekerja
dalam sebuah unit seksi atau divisi, kebijaksanaan penjadwalan
(Gillies, 1994)
Agar supervisor dan kepala perawat dapat mengatur jadwal waktu
personel yang libur dan yang masuk secara adil, harus ada departemen
atau divisi luas kebijaksanaan penjadwalan untuk memandu pembuatan
keputusan. Apabila kebijaksanaan menyangkut persoalan berikut tidak
ada maka manager perawat harus bersatu sebagai sebuah kelompok
untuk menyusun:
1) Orang dengan jabatan yang bertanggung jawab mempersiapkan
jadwal untuk personel di masing-masing unit.
2) Periode waktu untuk diliputi oleh masing-masing jadwal masuk atau
libur
3) Banyaknya pemberitahuan dimuka yang diberikan pada pekerja
menyangkut jadwal masuk atau libur
4) Waktu masuk atau libur total yang diperlukan oleh masing-masing
pekerja perhari perminggu dan perbulan.
5) Hari dimulainya minggu kerja
6) Dimulai dan diakhirinya waktu untuk masing-masing pergiliran
tugas
7) Jumlah pergiliran yang harus dipergilirkan diantara masing-masing
pekerja
8) Frekuensi yang diperlukan dari pergiliran pergantian
9) Keperluan pergiliran dari satu unit ke unit lain dan frekuensi dari
pergiliran tersebut.
10) Penjadwalan 2 hari libur perminggu atau rata-rata 2hari libur
perminggu
11) Frekuensi libur akhir pekan untuk personel tugas malam
12) Definisi dari libur akhir pekan untuk personel tugas malam
13) Perlunya perluasan hari libur yang berurutan dan yang tidak
berurutan
14) Hari kerja berurutan maksimum yang diperbolehkan
15) Jarak waktu minimum yang diharuskan antara urutan pergantian
tugas
16) Jumlah hari libur yang dibayar untuk diberikan pada masing-masing
pekerja
17) Jumlah hari libur yang diharuskan pertahun saat pegawai harus
dijadwalkan libur kerja
18) Panjangnya pemberitahuan dimuka untuk diberikan pegawai
mengenai jadwal tugas liburan masuk atau libur
19) Prosedur yang harus diikuti dalam meminta libur kerja pada hari
tertentu
20) Jumlah hari-hari libur yang dibayar untuk diberikan pada masing-
masing pekerja
21) Lamanya waktu pemberitahuan dimuka untuk diberikan pegawai
mengenai jadwal liburan.
22) Prosedur yang diikuti memohon waktu libur khusus
23) Pembatasan waktu penjadwalan liburan selama hari libur
thanksgiving, natal, tahun baru,
24) Jumlah personel masing-masing kategori yang akan dijadwalkan
untuk liburan atau hari libur pada saat tertentu
25) Prosedur penyelesaian perselisihan antar personel sehubungan
dengan permintaan waktu libur dan hari libur
26) Prosedur pemprosesan permintaan darurat utuk penyesuaian jadwal
waktu.
Biasanya supervisor permintaan darurat untuk penyesuaian jadwal
waktu dan libur personel perawat karena jadwal kerja harus disiapkan
beberapa minggu sebelumnya dan diperbaiki untuk penyesuaian
perubahan dalam sensus pasien, keadaan pasien yang sakit, permintaan
libur dari lebaran, banyak waktu yang berkaitan dengan kegiatan super
visi diluangkan dalam penyesuaian jadwal.

E. Kontroling

1. Definisi

Controling merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara


berkesinambungan, sistematis, obyektif dan terpadu dalam menetapkan
penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standart yang telah
ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai
dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan
menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu. (Azwar, 1996)
= A X hasil A = B

Fungsi pengawasan (controling) merupakan fungsi yang terakhir dari


proses manajemen. Fungsi ini mempunyai kaitan erat dengan ketiga fungsi
manajemen lainnya, terutama dengan fungsi perencanaan. Melalui fungsi
pengawasan dan pengendalian, standart keberhasilan (target, prosedur kerja,
dsb) selalu harus dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang
mampu dikerjakan. Jika ada kesenjanganatau penyimpangan diupayakan agar
penyimpangannya dapat dideteksi secara dini, dicegah, dikendalikan atau
dikurangi. Kegiatan fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar
efisiensi penggunaan sumber daya dapat lebih berkembang dan efektifitas
tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih terjamin.

2. Peran leadhershipt dalam controlling

 Mendorong staf untuk aktif terlibat dalam pengawasan mutu

 Mengkomunikasikan secara jelas standart yang diharapkan terhadap staf

 Mendorong / memotivasi standart tertinggi untuk kualitas yang maksimal


dengan menyediakan standart keamanan minimum
 Mengimplementasikan pengawasan mutu secara proaktif serta reaktif

 Menggunakan pengawasan sebagai metode untuk menentukan mengapa


tujuan tersebut tidak dapat dicapai

 Secara aktif mensyahkan hasil pengawasan mutu yang ditemukan yang


mempunyai kesatuan profesi dan kosumen

 Menghargai antara standart klinis dengan standar menggunakan sumber-


sumber yang meyakinkan pasien untuk menerima perawatan sesuai yang
diharapkan

 Bertindak sebagai role model terhadap staf untuk menerima tanggung


jawab dan tanggung gugat terhadap tindakan keperawatan

 Secara aktif berpartisipasi dalam usaha-usaha penelitian untuk


mengidentifikasi dan mengukur sensitifitas keperawatan sebagai hail
pelayanan pasien
BAB III

Analisa Situasional

KASUS 5
Keselamataan pasien adalah salah satu sistem dimana RS membuat asuhan
keperawatan lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil, dalam hal ini terdapat 6 sasaraan keselamatan pasien.
Dari data ruang Flamboyan RS Cahaya Husada dari data 6 bulan terakhir
ini terdapat temuan pasien jatuh di ruang rawat inap Cempaka (ruang rawat
inap laki-laki), baik jatuh dari tempat tidur maupun jatuh di kamar mandi
sejumlah 3 pasien. Total tempat tidur di Cempaka sejumlah 30 buah, dengan
model tempat tidur yang tidak bisa di seting rendah. Penutup tempat tidur,
terdapat 7 tempat tidur yang rusak pada penutup tempat tidurnya. Format
pengkajian resiko jatuh belum ada. Jumlah perawat di ruang Cempaka, DIII
Keperawatan sejumlah 15 orang, Ners : 2 orang. Perawat mengatakan
bahwa sosialisasi dari Bidang Keperawatan belum dilakukan secara optimal.
Bidang Keperawatan mengatakan akan disusun SOP untuk pencegahan
resiko jatuh akan dibuat oleh tim Keselamatan Pasien karena untuk
persiapan akreditasi rumah sakit.

A. Pengkajian manajemen Ruang Keperawatan (berdasarkan kasus) meliputi 5


fungsi :

1. Perencanaan

Berdasarkan kajian data tersebut, Ruang Flamboyan RS Cahaya


Husada tidak memiliki sistem perencanaan yang baik, karena dalam
memberikan pelayanan keperawatan pada pasien masih kurang tepat
untuk mencegah terjadinya cidera yang disebabkan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil,
dalam hal ini terdapat 6 sasaraan keselamatan pasien. Hal itu dapat
diukur masih adanya pasien yang jatuh dari tempat tidur ataupun dari
kamar mandi sehingga dapat dipengaruhi oleh ketiadaan kebijakan dan
sasaran kegiatan ruangan yang terstandarisasi sehingga pandangan ke
depan masih terhalangi.

Pembenahan manajemen ruangan dapat dimulai dari menyusun


kebijakan dan sasaran kegiatan ruangan sehingga rencana jangka pendek,
menengah, dan panjang dapat dilaksanakan secara optimal. Dengan
demikian, model manajemen ruangan dan asuhan keperawatan dapat
tesusun dengan sistematis.

2. Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah keseluruhan pengelompokan orang-orang,


alat-alat, tugas, kewenangan dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga
tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kegiatan
kesatuan yang telah ditetapkan pada proses pelaksanaan pelayanan
keperawatan. Szilagji mengemukakan bahwa fungsi pengorganisasian
merupakan proses mencapai tujuan dengan koordinasi kegiatan dan usaha,
melalui penataan pola struktur, tugas, otoritas, tenaga kerja dan komunikasi.
Tiga aspek penting dalam pengorganisasian, yaitu:

1) Pola struktur yang berarti proses hubungan interaksi yang


dikembangkan secara efektif.

2) Penataan tiap kegiatan yang merupakan kerangka kerja dalam organisasi

3) Struktur kerja organisasi termasuk kelompok kegiatan yang sama, pola


hubungan antar kegiatan yangberbeda, penempatan tenaga yang tepat
dan pembinaan cara komunikasi yang efektif antar perawat.

Metode asuhan keperawatan yang digunakan di ruang Flamboyan RS


Cahaya Husada yaitu metode tim dan metode fungsional. Pelaksanaan
metode penugasan yang kurang berjalan dengan baik. Pelaksanaan
dokumentasi asuhan keperawatan sudah berjalan dengan kurang semestinya
(tidak lengkap). Hal tersebut dapat dilihat dari format pengkajian resiko
jatuh yang belum ada sistem pendokumentasian asuhan keperawatan yang
tidak berjalan semestinya.

3. Ketenagaan

Berdasarkan data dari ruang Flamboyan RS Cahaya Husada dari data 6


bulan terakhir ini terdapat temuan pasien jatuh di ruang rawat inap Cempaka
(ruang rawat inap laki-laki), baik jatuh dari tempat tidur maupun jatuh di
kamar mandi sejumlah 3 pasien. Total tempat tidur di Cempaka sejumlah 30
buah, dengan model tempat tidur yang tidak bisa di seting rendah. Penutup
tempat tidur, terdapat 7 tempat tidur yang rusak pada penutup tempat
tidurnya. Jumlah perawat diruang Cempaka total SDM adalah 17 perawat.

Rata-rata jumlah perawat di ruang Cempaka memiliki 17 perawat


diantaranya:
Jenjang pendidikan Pelatihan Jumlah
Profesi Ners BTCLS 2
D III Keperawatan BTCLS 15
Total 17

Rata-rata jumlah pasien diantaranya:

Kategori Jumlah Pasien


Total care 5
Parsial care 10
Minimal care 12
Total 17
No Tingkat ketergantungan Jumlah kebutuhan tenaga

Tingkat Jumlah Pagi Sore Malam


Hasil ketergantungan pasien

1 Minimal care 12 12 x 0,17 = 12 x 12 x 0,07


2,04 0,14 = = 0,84
1,68

2 Partial care 10 10 x 0,27 = 10 x 0,15 10 x 0,10


2,7 = 1,5 =1

3 Total care 5 5 x 0,36 = 5 x 0,3 = 5 x 0,2 =


1,8 1,5 1

Jumlah 17 6.54 = 7 4,68 = 5 2,84 = 3


Perhitungan berdasarkan rumus Douglas

Berdasrkan perhitungan dinas perawat diatas :

a. Dinas pagi = 6,54 ( 7 perawat )

b. Dinas sore = 4,68 ( 5 perawat )


c. Dinas malam = 2,84 ( 3 perawat )

Sehingga total jumlahnya adalah 15 perawat


Faktor libur dan cuti = 25% x 15 = 3,75 perawat = 4 perawat
Jadi berdasarkan perhitungan diatas jumlah perawat yang
dibutuhkan berdasarkan ketergantungan pasien adalah :
(P+S+M+L+1) = (7+5+3+4+1) = 20 Perawat.
Jadi jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan adalah sebanyak 20 orang
perawat. Sehingga dapat disimpulkan ketenagaan perawat di ruang masih
jauh dari kebutuhan tenaga perawat sesuai dengan hasil perhitungan rumus
dauglas.

Sarana dan prasarana diruangan :


NO. JENIS ALAT JUMLAH ALAT
TERPAKAI RUSAK
Alat-alat kesehatan:
1. Stetoskop 5
dewasa
2, Bak instrumen 16
3. Kom kecil 10
4. Sterilisasi set 6
5. Alat suction 1
6. Alat timbangan 1
7. Kursi roda 5 1
8. Urinal 25
9. Torniquet 2
10. Nebulizer 1
11. Bengkok 1
12. Sampah medis 4
13. Sampah non 15
medis
14. Tabung o2 1
transport
15. EKG 2
16. Pispot pr/lk 11
17. Tensi 3
18. SPO2 2
19. Ambubag besar 3
20. Flometer 30
21. Blood warmer 2
Alat non medis:
1. Tempat tidur 30 7
2. Standar infus 39 4
3. AC/Kipas 1/13
4. Televisi 1
5. Kulkas 1
6. Kursi penunggu 3
7. Meja dokter -
8. Kursi dokter -
9. Almari linen 2
10. Almari alkes 1
11. Baskom mandi 30
12. Komputer 1
13. Loker obat 1
14. Tempat linen 1
kotor
15. Rak sepatu -
16. Antiseptik 13
handrub
Linen:
1. Sprei 100
2. Sarung bantal 98
3. Stik laken 30
4. Selimut 115
5. Perlak 20
7. Baju operasi 57

4. Penggerakkan (actuating)
Berdasarkan dari data kasus diatas Perawat mengatakan bahwa sosialisasi
dari Bidang Keperawatan belum dilakukan secara optimal. Bidang
Keperawatan mengatakan akan disusun SOP untuk pencegahan resiko
jatuh akan dibuat oleh tim Keselamatan Pasien karena untuk persiapan
akreditasi rumah sakit.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa proses penggerakan atau


pengarahan pada proses keperawatan diruang Cempaka kurang berjalan
dengan baik. Karena fungsi manajemen yang memantau dan menyesuaikan
perencanaan, proses dan sumber efektif tidak terealisasikan dengan baik.
Hak tersebut dibuktikan dengan adanya performa kinerja perawat tidak
sesuai dengan standart SOP yang berlaku.

5. Kontroling (pengendalian, evaluasi dan pengarahan)


d. Pengarahan
Berdasarkan dari data kasus diatas Perawat mengatakan bahwa sosialisasi
dari Bidang Keperawatan belum dilakukan secara optimal. Belum
optimalnya sistem pengawasan dan pengarahan pada staff menunjukkan
adanya proses pengendalian yang tidak efektif. Dalam proses
pengendalian, sebuah kinerja diukur menggunakan standart yang telah
ditentukan dari pihak rumah sakit. Belum optimalnya sistem
pengawasan, pengarahan pada staf perawat berpengaruh pada
kinerja perawat.
e. Pengendalian
Sistem reward dan sangsi yang tidak jelas dan supervise yang
dilakukan pada saat akan dilakukan akreditasi RS.
f. Evaluasi
Proses evaluasi dirasakan kurang sehingga berdampak pada tidak
optimalnya kinerja perawat.
B. Analisa SWOT
OPORTUNITY
STRENGHT WEAKNESS TREAT
FAKTOR (KESEMPATAN
(KEKUATAN) (KELEMAHAN) (ANCAMAN)
)
M1 Memiliki Kurangnya  Dapat Terdapat RS
(ketenaga tenaga jumlah tenaga merekrut lain dengan
an) kesehatan yang perawat, perawat tenaga
telah memiliki harusnya 20 fresh kesehatan
sebagaimana graduate dengan
sertifikasi
mengikuti lulusan 10 kompetensi
rumus terbaik dari setingkat
perhitungan akper dengan RS
Douglas, tetapi cahaya Cahaya
masih kurang 3. husada tiap Husada
tahun.
 Sebagai
tempat
pendidikan
& pelatihan
bagi tenaga
kesehatan
karena dekat
dengan
kampus
nakes
M2  Peralatan  Proses  Dapat Letak
(Material kedokteran kalibrasi alkes mengajukan demografis
) yang canggih yang kurang Perjanjian yang kurang
dan mutakhir. terjadwal Kerja Sama kondusif
secara rutin. (PKS) dengan sehingga
 Pendokumenta beberapa sering
sian yang asuransi melakukan
masih kurang. kesehatan perbaikan
 Kurangnya milik swasta sarana dan
keamanan maupun BPJS. prasarana
untuk
keamanan
keselamatan
pasien.
M3 Adanya SOP Belum Dapat Kualitas
(metode) tentang sistem optimalnya mengirimkan nakes yang
pemberian sistem tenaga perawat lebih rendah
sanksi dan pengawasan, untuk mengikuti dari RS lain
penghargaan pengarahan pada pelatihan karena tidak
terhadap staf perawat tentang adanya
perawat berpengaruh kredensial system
pada kinerja keperawatan di kredensial
perawat, RSUP.
sehingga
perawat bekerja
tidak sesuai
dengan standar
operasional
prosedur (SOP).
C. Fishbone
1. Belum optimalnya penerapan pemberian obat dengan prinsip 6 benar di ruang HCU Anak

MAN (PERAWAT) MATERIAL

Belum terpaparnya perawat di SOP pencegahan risiko jatuh belum


ruangan tentang prinsip 6 disusun dan disosialisasikan bidang
Kurang optimal fungsi controlling sasaran keselamatan pasien dan Keperawatan dan belum dilakukan
dari kepala ruangan terhadap Penyusunan mengenai SOP secara optimal oleh tim keselamatan
perawat ruangan maupun terhadap pencegahan risiko jatuh pasien
penerapan 6 sasaran patient safety

Ketidakefektifan petugas
Belum optimalnya
dalam penerapan
penerapan pemberian
Patient Safety
obat dengan prinsip 6 benar

Ruang rawat tidak ada SOP Fasilitas Rumah sakit Fasilitas Rumah
terkait pencegahan risiko yang belum memadai sakit yang belum
pasien jatuh atau 6 sasaran Perawat kurang untuk SOP memadai untuk
keselamatan pasien memperhatikan tentang 6 pencegahan risiko tempat tidur banyak Sosialisasi bidang
sasaran keselamatan jatuh yang rusak dan tidak Keperawatan belum dilakukan
pasien sehingga ada 3 bisa di setting secara optimal oleh tim
pasien yang jatuh dari rendah/ masih kuno keselamatan pasien
tempat tidur dan kamar
mandi.

MARKET MACHINE METHOD


D. Menetapkan Prioritas Masalah

No Masalah C A R L Skor Prioritas

1 belum optimal pengawasan, 5 5 5 5 I

2 kurangnya tenaga perawat, 5 4 4 5 II

3 belum optimalnya pendokumentasian 4 4 4 3 III


SOP/ASKEP

Ket :

C = Capability yaitu ketersediaan sumber daya (dana, sarana dan peralatan)

A = Accessblity yaitu kemudahan, masalah yang ada mudah diatasi atau tidak.
Kemudahan dapat didasarkan pada ketersediaan metode/cara/teknologi serta penunjang
pelaksanaan seperti peraturan atau juklak.

R = Readiness yaitu kesiapan dari tenaga pelaksana maupun kesiapan sasaran, seperti
keahlian atau kemampuan dan motivasi.

L = Leverage yaitu seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan yang lain dalam
pemecahan masalah yang di bahas

5: sangat penting, 4:penting, 3:cukup penting, 2: kurang penting, 1:sangat kurang


penting
E. Plan of Action (POA)
N Sasaran/ Yang Waktu
Masalah Pokok Kegiatan Uraian Kegiatan Target PJ
o tujuan terlibat Pelaksanaan
1 Belum optimalnya Sosialisasi a. Koordinasi Perawat diruang 100% KaRu dan 5-6
pengawasan
pelaksanaan dengan Karu Flamboyan RS perawat seluruh September
perawat dalam tentang Cahaya mendapatkan perawat 2022
meningkatkan peningkatan Husada informasi diruang
pengawasan pada pengawasan pada Flamboya
pasien pasien n
b. Mensosialisasikan
peningkatan
pengawasan pada
pasien
2 kurangnya tenaga
perawat
3 belum optimalnya Sosialisasi a. Koordinasi Perawat diruang
100% KaRu dan 5-6
pendokumentasian
pendokumentasian dengan KaRu Flamboyan RS perawat seluruh September
askep resiko jatuh b. Menyiapkan Cahaya mendapatkan perawat 2022
SOP/ASKEP pada perawat di materi tentang Husada informasi diruang
ruangan pengkajian Flamboya
c. Koordinasi n
dengan KaRu dan
perawat ruangan
d. Mensosialisasikan
pengkajian
kepada perawat
ruangan

Anda mungkin juga menyukai