Anda di halaman 1dari 24

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/331716199

MODUL EKONOMI MANAJERIAL: ESTIMASI PERMINTAAN

Chapter · March 2019

CITATIONS READS

0 35,571

2 authors:

Wahdi Suardi Fakultas Ekonomi Uninus


Universitas Islam Nusantara Universitas Islam Nusantara
38 PUBLICATIONS   8 CITATIONS    76 PUBLICATIONS   21 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Research Assignment View project

KAJIAN PADS PADA SEKTOR PAJAK PENERANGAN JALAN UMUM DI KOTA BANDUNG View project

All content following this page was uploaded by Fakultas Ekonomi Uninus on 30 March 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

DEMAND ESTIMATION

1. Konsep Dasar
Telah diuraikan di jelaskan sebelumnya bagaimana urgensinya sebuah
perusahaan mengetahui dengan jelas factor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi
volume penjualannya/permintaannya. Begitu juga bagi pemerintah, informasi tentang
factor-faktor yang mempengaruhi konsumsi/permintaan terhadap BBM dan listrik
misalnya, sangat diperlukan untuk menentukan ketika harus menetapkan berapa besar
pengurangan subsidi untuk listrik atau BBM. Secara teknis, mengestimasi permintaan
adalah pekerjaan untuk memperoleh fungsi permintaan atas sesuatu barang/jasa. Dari
sebuah fungsi permintaan, selanjutnya kita dapat menganalisis aspek-aspek lainnya
yang berkaitan dengan permintaan, termasuk melakukan proyeksi dan mengenali
elastisitas permintaan (elastisitas harga, elastisitas silang, elastisitas pendapatan, dan
elastisitas lainnya).
Terdapat beberapa pendekatan untuk mengestimasi permintaan, mulai dari
yang sederhana hingga yang relatif komplek, diantaranya adalah melalui survey
konsumen, klinik konsumen, eksperimen pasar, dan analisis regresi. Analisis regresi
secara sederhana adalah teknik statistik untuk mengestimasi hubungan kuantitatif
antara variabel ekonomi yang dependen (dalam konteks ini adalah permintaan)
dengan variabel yang independen (dalam konteks ini adalah faktor-faktor yang kita
duga mempengaruhi permintaan). Bila kita menggunakan satu variabel independen,
berarti kita menggunakan Analisa regresi sederhana. Bila menggunakan lebih dari satu
variabel independen, berarti kita menggunakan Analisis regresi berganda. Dibandingkan
dengan ketiga metode lainnya, penggunaan analisis regresi untuk mengestimasi
permintaan relatif lebih objektif, lebih banyak memberikan informasi, dan lebih efisien.

2. Langkah-Langkah Penggunaan Analisis Regresi


Langkah pertama adalah menentukan spesifikasi model yang akan digunakan,
yaitu mengidentifikasi dan kemudian menentukan faktor-faktor yang diduga sangat
kuat pengaruhnya terhadap permintaan akan barang yang sedang kita amati, berikut
alasan dan pertimbangan yang mendukungnya. Dari banyak factor yang berhasil kita
identifikasi, kemudian melalui diskusi atau berdasarkan penelitian-penelian
sebelumnya, akhirnya kita harus memilih/menentukan sekian factor saja yang diduga
paling kuat pengaruhnya untuk dimodelkan dan di analisa. Langkah kedua adalah
mengumpulkan data sesuai dengan jenis factor-faktor tadi. Data itu dapat dikumpulkan
menurut rangkaian waktu (time series) seperti bulanan, triwulanan, atau tahunan, atau
berdasarkan pengamatan atas unit ekonomi (perusahaan misalnya) yang berbeda
(Cross Sectional Data).

Wahdi Suardi - 1
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

Langkah ketiga adalah menentukan bentuk fungsi permintaan (hubungan


fungsional antara permintaan dengan faktor-faktor yang kita duga mempengaruhi
permintaan) sesuai dengan spesifikasi model yang telah kita tentukan. Modelnya dapat
linier atau non-linier. Misalnya kita telah menetapkan bahwa permintaan terhadap
barang X (Qx) dipengaruhi oleh harganya (Px). Bila hubungannya kita pilih dalam model
linear, maka spesifikasinya dapat kita nyatakan dalam persamaan linear berikut:

bo, b1, dan bn sering disebut sebagai parameter atau koefisien fungsi permintaan yang
nilainya akan kita taksir. Kalau kita memilih model non-linear, maka spesifikasinya
dapat dinyatakan dengan persamaan:

Model non-linier di atas dapat kita ubah menjadi model double log linier dengan
menggunakan logaritma normal (ln) seperti berikut:

Keuntungannya menggunakan bentuk ini, karena masing-masing parameter tersebut


secara langsung menunjukan nilai elastisitasnya (elastisitas harga, elastisitas
pendapatan, elastisitas silang, dan sebagainya) yang sedang kita estimasi. Misalnya
koefisien b1 langsung menunjukkan elastisitas harganya. Sebaliknya dalam bentuk
linear, nilai b1, dan b2, bukan menunjukan masing-masing elastisitasnya, tetapi nilai
elastisitasnya harus dihitung lagi. Berikutnya bila kita pilih model semi-logaritmic, maka
spesifikasinya adalah:
 elastisitas harganya: ⁄

Sedangkan bila memilih model exponential, maka spesifikasinya adalah:


 elastisitas harganya:

Model mana yang harus dipilih, beberapa peneliti diantaranya menggunakan indicator
koefisien determinasi (R2) sebagai referensi, yaitu memilih model yang menghasilkan
R2 tertinggi.
Langkah berikutnya adalah memeriksa hasil perhitungan, yaitu pertama, periksa
apakah tanda masing-masing parameter sesuai dengan yang diharapkan (teori) atau
tidak. Misalnya tanda untuk variable harga adalah positif (+), maka akan mengundang
pertanyaan apakah hal ini logis secara teoritis (berlawanan dengan hukum
permintaan). Kedua adalah menginterpretasikan masing-masing koefisien fungsi
permintaan. Ketiga, hitung berapa besar koefisien korelasi (r), yaitu suatu ukuran yang
menunjukkan derajat keeratan hubungan antara dua buah variabel. Nilai r dapat
positif atau negative, terletak antara –1 dan +1, dan tidak menunjukan adanya
hubungan sebab akibat. Koefisien korelasi ( r ) yang mendekati -1, berarti hubungan

Wahdi Suardi - 2
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

kedua variabel yang diamati adalah negatif dan sangat erat. Sebaliknya bila mendekati
+1, hubungan keduanya adalah positif dan sangat erat. Koefisien korelasi ( r ) hanya
suatu ukuran hubungan atau ketergantungan/keeratan linier saja. Artinya r tidak
mempunyai arti apapun untuk menggambarkan hubungan atau fungsi permintaan
yang non linier.
Keempat, adalah menghitung koefisien determinasi (r2) untuk satu variable, dan
R2 untuk lebih regresi berganda). Koefisien determinasi merupakan indicator yang
menunjukkan berapa persen total variasi (perubahan) variabel dependen (dalam hal ini
permintaan/omset penjualan) yang dapat dijelaskan (explained) oleh variasi variabel
independennya (dalam hal ini adalah factor-faktor yang mempengaruhi permintaan
yang sedang kita analisis). Dengan kata lain, koefisien determinasi merupakan ukuran
keseluruhan yang menjelaskan sampai sejauhmana variasi variabel independen
menentukan variasi variabel dependen. R2 juga merupakan salah satu indicator
ketepatan/kelayakan estimasi atau goodness of fit. Artinya apakah persamaan regresi
yang kita buat itu mendekati nilai aktualnya atau tidak, makin mendekati berarti
makin tepat (fit). Dengan kata lain makin besar koefisien determinasi, makin baik (fit)
model yang kita gunakan. Indikator goodness of fit lainnya yang umum digunakan
dalam analisis regresi yaitu F-statistics (akan dijelaskan pada bagian analisis regresi
linier berganda). Walaupun tidak terlalu tepat, koefisien determinasi sering dijadikan
indicator derajat kepengaruhan variable independent terhadap variable dependen.
Kelima, adalah menguji signifikansi/keberartian parameter (koefisien) fungsi
permintaan hasil estimasi tersebut, baik secara parsial maupun secara simultan.
Menguji signifikansi masing-masing parameter secara parsial, di gunakan uji T ( t -
test). T-hitung dapat dicari dengan formula:

Kaidah keputusannya adalah :


Bila t hitung > t tabel : parameter yang bersangkutan signifikan
Bila t hitung < t tabel : parameter yang bersangkutan tidak signifikan

Keenam (hanya untuk analisis regresi berganda), apakah dalam pada hasil estimasi
tersebut timbul masalah ekonometrik (multikolinearitas, auto/serial korelasi,
heteroskedatis) atau tidak. Hasil estimasi akan baik apabila bebas dari masalah
ekonometrik.

3. Contoh Regresi Sederhana ( 1 variabel independen)


Spesifikasi model fungsi permintaan yang dipilih adalah: Qx = b0 + b1Px (Qx =
penjualan/permintaan dalam satuan unit, Px = harga jual/unit dalam satuan rupiah)

Wahdi Suardi - 3
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

THN Qx Px Qx.Px Px2 Qx2 ̂ ̂) ̂ )2

2009 10 137 1370 18769 100 12.01 -2.01 4.05


2010 11 135 1485 18225 121 12.16 -1.16 1.35
2011 12 132 1584 17424 144 12.38 -0.38 0.15
2012 13 130 1690 16900 169 12.53 0.47 0.22
2013 14 125 1750 15625 196 12.90 1.10 1.21
2014 15 90 1350 8100 225 15.49 -0.49 0.24
2015 16 92 1472 8464 256 15.34 0.66 0.43
2016 17 91 1547 8281 289 15.42 1.58 2.51
2017 18 80 1440 6400 324 16.23 1.77 3.13
2018 19 20 380 400 361 20.67 -1.67 2.79
145 1032 14068 118588 2185 145 0 16.07

̅̅̅̅ ̅̅̅̅

) ) )
) )

Jadi hasil estimasi fungsi permintaannya adalah: Qx = 22.15 – 0.074 Px.

Koefisien regresi sebesar – 0.074 menginformasikan kepada perusahaan bahwa setiap


harga jual dinaikan Rp 100, akan berdampak pada penurunan penjualan sebanyak 7.4
unit (atau sebaliknya). Nilai konstanta sebesar 22.15, menunjukkan bila barang tersebut
digratiskan (Px = 0), maka penjualan akan mencapai 22.17 unit. Selanjutnya berdasarkan
fungsi permintaan tersebut kita dapat memerkirakan/memprediksi permintaan pada
berbagai tingkat harga. Misalnya pada Px = 137, maka jumlah permintaan: ̂ = 22.15 –
0.074(137) = 12.01; pada Px = 135: ̂ = 22.15 – 0.074(135) = 12.16, dan seterusnya.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bila menggunakan fungsi permintaan yang
linear, kita tidak bisa langsung menemukan elastisitas harganya (koefisien regresi pada
fungsi permintaan, tidak menunjukkan nilai elastisitas harganya). Elastisitas harga baru bisa
dihitung bila kita menentukan pada tingkat harga berapa, atau dengan kata lain kita akan
menghitung elastisitas titik-nya. Misalnya kita ingin mengetahui berapa elastistas harga
pada tingkat harga (Px) = 100, maka permintaan: Qx = 22.15 – 0.074(100) = 14.75 unit.
Jadi pada harga itu elastisitas harganya adalah:

( ) ( ) )

Wahdi Suardi - 4
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

Koefisien elastisitas harga tersebut menginformasikan bahwa pada harga (Px) = 1000,
dan bila harga barang (Px) naik 1 persen, maka permintaan (Qx) akan turun o,5 persen
(ceteris paribus), dan sebaliknya. Tanda negative (-) pada fungsi permintaan tersebut
telah sesuai dengan teori, yaitu hukum permintaan.
Kemudian koefisien korelasinya ( r ) dapat dihitung dengan rumus:

) )
√{ ) }{ ) }

) ) )
√{ ) }{ ) ) }

Karena r = - 0,89 mendekati -1 berarti hubungan antara harga (Px) dan permintaan (Qx)
adalah negatif dan sangat erat. Selanjutnya koefisien determinasi ( r2 ) dapat dihitung
dengan:
)

Koefisien determinasi tersebut menunjukkan bahwa variasi perubahan volume


penjualan (Qx) dapat dijelaskan oleh variasi perubahan harganya (Px) sebesar 80,51%,
dan sisanya sebesar 19,49% lagi dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel harga.
Dengan kata lain, secara kasar (tidak terlalu tepat), fluktuasi volume penjualan
dipengaruhi oleh perubahan harganya sebesar 80,51%, dan sisanya 19,49% lagi
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diamati atau berada di luar model.
Berikutnya adalah menguji signifikansi koefisien regresi yaitu menguji apakah
nilai koefisien regresi (b1) yang diperoleh dari sampel dapat diharapkan mewakili
populasi. Apabila mewakili, berarti koefisien regresi (b1) terbukti signifikan secara
statistik. Langkah pertama pengujian yaitu merumuskan hipotesis nihil dan
alternatifnya:
H0 : β1 = 0 (variable independen tidak berhubungan dengan varabel dependen)
HA : β1 ≠ 0 (variable independen berhubungan dengan varabel dependen)

Dalam bahasa umum, kata tidak berhubungan/berhubungan sering ditafsirkan menjadi


tidak berpengaruh/berpengaruh. Langkah kedua yaitu menemukan nilai t-hitung
berdasarkan Standard Error of Estimate (Se) dan Standard Error of coefficient regression
(Seb). Standard Error of the Estimate adalah ukuran atau indicator yang menunjukkan
banyaknya kesalahan model regresi dalam memprediksikan nilai Qx. Sebagai pedoman
jika Standard error of the estimate kurang dari standar deviasi Qx, maka model regresi
semakin baik dalam memprediksi nilai Qx. Standard error of the estimate dihitung
dengan formula:

Wahdi Suardi - 5
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

̂)
√∑

Nilai koefisien regresi (b1) tergantung pada jumlah sampel yang ditarik, penambahan
atau pengurangan sampel akan mengakibatkan perubahan rentangan nilai b1. Makin
besar standar error mencerminkan nilai b1 sebagai penduga populasi semakin kurang
representatif. Sebaliknya, semakin kecil standar error maka keakuratan daya penduga
nilai b1 terhadap populasi semakin tinggi. Sedangkan Standard Error of coefficient
regression (Seb) dihitung dengan formula:

√∑ )

)

Langkah ketiga adalah menemukan t-tabel yang dapat diperoleh dari table distribusi t
dengan degree of freedom (df) = n – k = 10 - 2 -8. Kemudian misalnya menggunakan
level of significance (α) = 5% dan uji dua sisi, maka diperoleh nilai t-tabel sebesar 2,3060.

MENEMUKAN t - TABEL

Tabel t – distribution : Daerah


penerimaan Ho
Upper tail area α
DF
0.25 0.10 0.05 0.025
0,5 α
1 1,000 3,077 6,313 12,706 0,5 α
.. .. .. .. ..
8 0,7064 1,3968 1,8595 2,3060
… .. .. .. ..

- 5,750 - 2,3060 2,3060

Wahdi Suardi - 6
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

Langkah keempat yaitu membandingkan nilai t-hitung dengan t-tabel. Karena t-hitung
( - 5,750) > t-tabel (- 2,3060), maka hipotesis yang menyatakan harga tidak berpengaruh
terhadap permintaan, harus ditolak secara statistik. Sebaliknya kita harus menerima
hipotesis yang menyatakan bahwa harga berpengaruh signifikan terhadap permintaan.
Dengan demikian parameter b1 = - 0,074 terbukti signifikan secara statistik.
Sebagai perbandingan, berikut ditampilkan output penyelesaian regresi dengan
menggunakan aplikasi SPSS, dan hasilnya sama. Selain bisa dilakukan uji-t, dalam
SPSS disediakan alternative pengujian signifikansi koefisien regresi dengan indicator
sig atau p-value. Kriterianya yaitu bila nilai sig (0.000) < (0.05), maka koefisien
regresi tersebut signifikan secara statistic (atau sebaliknya).

Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .897a .805 .781 1.417
a. Predictors: (Constant), X

a
Coefficients
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model Coefficients Beta t Sig.
B Std. Error
1 (Constant) 22.151 1.404 15.776 .000
Px -.074 .013 -.897 -5.750 .000
a. Dependent Variable: Qx

Masih berdasarkan data di atas, kekarang kita coba menggunakan fungsi permintaan
yang non-linear: Qx = bo.Pxb1  kemudian diubah menjadi bentuk double log linier
menjadi Ln Qx = ln bo + b1.ln Px. Untuk keperluan perhitungan, semua data terlebih
dahulu diubah ke dalam bentuk logaritma normal (Ln). Hasil perhitungannya dapat
dilihat pada table coefficient berikut.

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 3.884 .411 9.458 .000
LnPx -.272 .090 -.730 -3.018 .017
a. Dependent Variable: LnQx

Persamaan regresi atau fungsi permintaan dapat ditulis kembali menjadi: Ln Qx =


3.884 – 0.272 Ln Px. Koefisien regresi b1 = - 0.272 langsung menunjukkan elastisitas
harganya (inelastic), yaitu bila harga naik 10%, maka permintaan akan turun 2,72%
(dan sebaliknya).

Wahdi Suardi - 7
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

4. Contoh estimasi permintaan dengan banyak faktor


Misalkan sebuah penelitian bertujuan untuk melihat pengaruh harga barang itu
sendiri (Px, dalam satuan rupiah), harga barang pesaing (Pz, dalam satuan rupiah),
pendapatan konsumen (I, dalam satuan rupiah), dan biaya promosi (Ad, dalam satuan
rupiah) terhadap permintaan/volume penjualan (Qx dalam satuan unit). Data
dikumpulkan dari 20 perusahaan sejenis (cross section) yang terpilih menjadi anggota
sample.

Model yang digunakan adalah regresi linear berganda: Qx = b0 + b1Px + b2Pz + b3I + b4Ad
+ ei dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 .984a .969 .960 5.49338 1.905
a. Predictors: (Constant), Ad, I, Px, Pz
b. Dependent Variable: Qx

Nilai adjusted R2 = 0,960, menunjukkan perubahan permintaan (Qx) dapat dijelaskan


oleh perubahan semua variable independent Pz, I & Ad sekira 96 persen. Sisanya,
sekira 4 persen lagi dijelaskan oleh factor lain di luar keempat variabel independent
tersebut. Pada analisis regresi linear berganda, peneliti lebih yakin menggunakan
indicator adjusted R2 daripada R2. Alasannya karena makin banyak variabel independen
yang dilibatkan, maka nilai R2 akan makin tinggi sehingga dari sudut pandang statistic,
hal ini dapat menyesatkan. Adjusted R2 dihitung dengan rumus berikut (Baye &
Prince, 2014):
)
̅ )
)

)
̅ )
)

(n = jumlah pengamatan; k = jumlah parameter termasuk konstanta)

Wahdi Suardi - 8
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

Seperti telah disinggung di muka, indikator lain untuk mengukur goodness of fit dalam
analisis regresi adalah statistic F, yaitu mengukur total variation explained dalam analisis
regresi relative terhadap unexplained variation. Makin tinggi nilai F-statistic, makin
tepat (fit) hasil estimasi. Statistic F dihitung dengan rumus berikut.

)
)

)
)

Untuk menentukan apakah F-hitung tersebut signifikan atau tidak, maka harus
dibandingkan dengan F-tabel. Nilai F-tabel diperoleh dengan langkah berikut: (a).
tentukan α, misal 5%, (b) tentukan nilai k (jumlah explanatory variable), dalam kasus
ini = 4 (V1), (c) tentukan nilai n-k-1 = 20 – 4 – 1 = 15 (v2), (d) maka nilai Ftabel (4, 15) 0,05
dapat diperoleh dari table distribusi F berikut sebesar 3.06.

V1
1 2 3 4
V2
1 ………. ………. ………. ……….
2 ………. ………. ………. ……….
….. …….. ……... …….. ……...
15 ……. ……. 3.06 …….
….. …….. ……... …….. ……...

Karena nilai Fhitung = 116,076 > Ftabel (4, 15) 0,05 = 3,06, maka persamaan regresi yang
kita taksir memenuhi perayaratan goodness of fit. Karena signifikan, maka dapat pula
ditafsirkan bahwa secara bersama-sama (simultan), variable harga barang itu sendiri
(Px), harga barang lain (Pz), pendapatan konsumen (I), dan biaya promosi (Ad), secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap permintaan/volume penjualan (Qx). Hasil
yang sama juga ditunjukkan oleh ouput SPSS, yaitu karena p-value atau
(0.005).

Wahdi Suardi - 9
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 14011.342 4 3502.835 116.076 .000b
Residual 452.658 15 30.177
Total 14464.000 19
a. Dependent Variable: Qx
b. Predictors: (Constant), Ad, I, Px, Pz

Berdasarkan ouput coefficient berikut, maka persamaan regresi atau dalam hal ini
adalah fungsi permintaan, dapat ditulis kembali menjadi:

Qx = 10,006 – 0,038 Px – 6,439 Pz – 0,151 I + 8,719 Ad

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 10.006 19.697 .508 .619
Px -.038 .352 -.018 -.108 .915 .076 13.095
Pz -6.439 2.867 -2.842 -2.246 .040 .001 767.805
I -.151 .091 -.079 -1.664 .117 .930 1.075
Ad 8.719 2.934 3.839 2.972 .009 .001 799.571
a. Dependent Variable: Qx

Fungsi permintaan tersebut menginformasikan bahwa:


 Setiap kenaikan harga barang sendiri (Px) sebesar Rp 1000 akan diikuti oleh
penurunan permintaan sebesar 38 unit, dan sebaliknya (ceteris paribus);
 Setiap kenaikan harga barang lain (Pz) sebesar Rp 100 akan menyebabkan
penurunan permintaan sebesar 643,9 unit, dan sebaliknya (ceteris paribus).
Tanda negative (-) koefisien Pz menunjukkan hubungan antara barang X dan
Z adalah komplementer;
 Setiap kenaikan pendapatan konsumen (I) Rp 1000 akan diikuti oleh
penurunan permintaan sebesar 151 unit, dan sebaliknya (ceteris paribus).
Karena koefisien ini bertanda negative (-), berarti barang lain tersebut
tergolong barang inferior;
 Setiap kenaikan biaya promosi (Ad) Rp 100 akan diikuti oleh peningkatan
permintaan sebesar 871,9 unit, dan sebaliknya (ceteris paribus).

Untuk menguji apakah masing-masing variable independent tersebut secara parsial


berpengaruh terhadap permintaan, digunakan ujit-t yaitu dengan membandingkan t-
hitung dengan t-tabel. Dengan menggunakan degree of freedom (df) = n – k = 20 – 5 =
15 dan level of significance (α) = 5% (pengujian 2 sisi), maka dari table distribusi – t
diperoleh nilai t–table sebesar 2,131. Dibandingkan dengan t-hitung masing-masing
variable independen, maka hanya 2 variabel yang secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap permintaan, yaitu harga barang lain (Pz) dan biaya promosi (Ad).

Wahdi Suardi - 10
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

MENEMUKAN t-TABEL

Tabel t – distribution :
Daerah
Upper tail area α
DF penerimaan
…. 0.10 0.05 0.025 Ho
1 ….. 3,077 6,313 12,706 0,5 α
0,5 α
.. .. .. .. ..
15 … 1,341 1,753 2,131
… … …. …. …

- 2,131 2,131

Cara lain adalah dengan membandingkan p-value atau sig dengan nilai α (5 % atau
0,05) dengan nilai sig. Kembali pada contoh di atas, variable harga barang lain (Pz)
signifikan karena sig (0,04) < α (0,05), dan factor biaya promosi (Ad) karena sig (0,009)
< α (0,05).

5. Masalah Ekonometrik (uji asumsi klasik)


Metode regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah
memenuhi persyaratan BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), yaitu non
multikolinieritas, non autokorelasi dan non heterokedastisitas. Multikolinearitas adalah
terjadinya korelasi (konsluiting) diantara beberapa atau semua variabel independen
sendiri. Misalnya permintaan (Qx) dimodelkan dipengaruhi oleh pendapatan (I) dan
kekayaan konsumen (W). Variabel I kemungkinan besar berkolinearitas dengan
variable W, karena orang kaya cenderung mempunyai pendapatan yang tinggi.
Akibatnya kita tidak bisa mengisolasi secara terpisah pengaruh I terhadap Y.
Penyebabnya adalah terjadi kekeliruan dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan (variabel independen). Konsukuensinya standard deviasi
akan tinggi, sehingga parameter/koefisien fungsi permintaan yang kita estimasi tidak
mempunyai ketepatan yang tinggi.
Salah satu cara untuk mendeteksinya adalah biasanya kolinearitas sering terjadi
ketika R2 sangat tinggi (0,7 – 1), atau sering juga ditunjukkan oleh hasil uji F yang
signifikan, tetapi dilain pihak berdasarkan uji-t, tak satupun atau sangat sedikit
koefisien/parameter fungsi permintaan yang significan. Selain itu, untuk mendeteksi
ada tidaknya gejala multikolinearitas dapat juga dengan dengan melihat pada matrik
korelasi (korelasi antar variabel bebas). Jika korelasi antar variabel melebihi 0,50
diduga terdapat gejala Multikolinearitas (Gujarati 1995). Selain itu multikoliearitas
dapat juga dideteksi dengan menggunakan indicator Tolerance (TOL) dan variance

Wahdi Suardi - 11
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

inflation factor (VIF). Nilai cut-off yang umum dipakai untuk menunjukkan tidak ada
gejala multikolinearitas adalah nilai TOL harus > 0,10 atau nilai VIF harus < 10. Cara
penanggulangan yang sering dilakukan adalah mengeluarkan salah satu variabel yang
berkolinearitas tersebut, atau menambah jumlah observasi/sample, atau merubah
model fungsionalnya. Kembali ke kasus fungsi permintaan, dari output print-out
coefficienta di atas tampak bahwa hanya variable pendapatan konsumen (I) yang tidak
terindikasi terkena “penyakit” multikolinearitas karena nilai VIF-nya (1,075) < 10 atau
TOL-nya (0.930) > 0.10.
Berikutnya adalah gejala Autokorelasi yang menunjukkan terjadinya korelasi
(konsluiting) antara serangkaian anggota observasi yang diurutkan menurut waktu
(time series data) atau yang diurutkan berdasarkan sampel (cross sectional data).
Misalnya harga tahun 2018, diperkirakan mempengaruhi harga pada tahun 2019.
Penyebabnya adalah bias spesifikasi, yaitu ada beberapa variabel yang tidak
dimasukan bentuk fungsional/model estimasi yang tidak benar. Kemudian bisa saja
sebagai akibat dari “manipulasi data”, yaitu misalnya data bulanan diperoleh dengan
cara membagi data tahunan dengan 12. Konsekuensinya, estimasi menjadi bias, yaitu
bila dilakukan penyampelan berulang, rata-rata hasilnya tidak akan sama.

Tabel Statistik Durbin Watson


K=1 K=4
n
dl du dl du
1 ………. ………. ………. ……….
…... ………. ………. ………. ……….
20 1.20 1.41 0.90 1.83
…... ………. ………. ………. ……….

Otokorelasi
Otokorelasi Tidak
Tidak ada
ada Otokorelasi
Otokorelasi
Tidak
Tidak jelas
jelas Tidak
Tidak jelas
jelas
positif
positif otokorelasi
otokorelasi negatif
negatif

0
0 dl
dl du
du 2
2 4-du
4-du 4-dl
4-dl
(0.90)
(0.90) (1.83)
(1.83) (2.17)
(2.17) (3.10)
(3.10)

Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model analisis


regresi, dapat digunakan pengujian serial korelasi dengan metode Durbin Watson
(DW). Apakah DW-hitung mengindikasikan ada tidaknya gejala otokorelasi, maka
harus dibandingkan dengan nilai kritis dL (Durbin Lower) dan dU (Durbin Upper) yang
ada pada tabel tabel statistik d Durbin-Watson. Kriteria keputusannya adalah tidak
ada otokorelasi bila terpenuhi syarat: DW > dU atau DW < ( 4 - dU ) atau dU < DW < (4
– dU). Menemukan nilai kritis dl & du dapat dijelaskan pada gambar di atas. Kembali
ke kasus fungsi permintaan diatas di atas, dari tabel model summaryb diperoleh nilai

Wahdi Suardi - 12
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

Durbin Watson = 1,905. Karena DW terletak antara dL (1,83) dan 4 - dU (2,17), maka hal
ini mengindikasikan tidak terjadi otokorelasi.
Uji heteroskedatisitas ditujukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance residual dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya.
Jika tidak ada perbedaan, maka disebut homoskedatis, dan sebaliknya bila berbeda
disebut heteroskedatis. Heteroskedatitas dicirikan oleh sebaran atau varian factor
pengganggu tidak konstan sepanjang observasi, dan biasanya terjadi pada data cross
section. Model regresi yang baik harus homoskedatis atau tidak terjadi
heteroskedatitas. Terdapat beberapa metode untuk menguji heteroskedatis,
diantaranya yaitu metode Glejser. Pertama lakukan analisis regresi linear sederhana
seperti biasa.
| |
Jika pengaruh variabel bebas terhadap nilai residual mutlak (RES2) signifikan (nilai Sig.
< 0,05) maka telah terjadi heteroskedastis, dan sebaliknya (Ui = nilai residual mutlak; X =
variabel bebas). Langkah pertama menguji heteroskedastis adalah meregresikan variabel
bebas terhadap variabel bebas (dalam kasus ini adalah permintaan – Qx).

Kemudian klik SAVE dan centang Unstandardized dan klik OK lagi sampai jendela
tertutup.

Wahdi Suardi - 13
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

Klik OK pada analisis regresi, abaikan outputnya, lihat datanya, bila benar akan
muncul variable baru dengan nama RES_1.

Kemudian klik Transform, Compute Variabel, pada kotak “Target Variabel” isi dengan
RES2, dan pada kotak “Numeric Expression” ketikkan rumus: ABS_RES(RES_1).

Klik OK, abaikan outputnya, dan bila benar, data varibel bertambah dengan RES2.

Wahdi Suardi - 14
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

Kemudian lakukan analisis regresi kembali, masukkan RES2 (nilai residual mutlak)
sebagai variabel dependennya.

Klik SAVE dan hilangkan centang Unstandardized, kemudian klik OK sehingga


diperoleh output coefficient a seperti berikut. Karena keempat variable bebas memiliki
nilai signifikansi (Sig.) > 0,05 maka keempat variable itu tidak mengandung gejala
Heteroskedastisitas.

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -1.985 9.831 -.202 .843
Px .055 .175 .245 .313 .759
Pz .820 1.431 3.434 .573 .575
I .052 .045 .257 1.145 .270
Ad -.771 1.464 -3.218 -.526 .606
a. Dependent Variable: RES2

6. Model demand estimation alternatif


Mengestimasi permintaan dengan menggunakan analisis regresi di atas sangat
umum digunakan karena relative mudah, namun untuk beberapa kasus/komoditas
mungkin tidak cukup memadai. Oleh karenanya beberapa ahli mengembangkan model
alternatif untuk mengestimasi permintaan agar diperoleh hasil yang lebih realistis,
konsisten dan tidak bias. Beberapa model yang cukup popular di kalangan peneliti

Wahdi Suardi - 15
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

diantaranya yaitu: Generalized Leontief, Translog, Linear Expenditure System (LES),


Rotterdam, dan Almost Ideal Demand System (AIDS). Uraian berikut menyajikan secara
ringkas beberapa hasil penelitian terutama di Indonesia yang menggunakan model
alternative tersebut. Bagi yang berminat untuk mendalaminya dapat mengakses ke
sumber rujukannya langsung.

6.1. Almost Ideal Demand System (AIDS)


. Salah satunya adalah model almost ideal demand system (AIDS) yang
dikembangkan oleh Deaton & Muellbaeur (1980). Model ini merupakan
pengembangan dari Kurva Engel dan fungsi permintaan yang diturunkan dari teori
maksimisasi utilitas. Model ini merupakan bentuk pengembangan dari model
permintaan sebelumnya yaitu model Rotterdam dan model Translog. Model AIDS
memiliki beberpa kelebihan, diantaranya yaitu karena mempertimbangkan aksioma
perilaku konsumen dalam menentukan seperangkat komoditas, maka dapat
digunakan untuk mengestimasi sistem persamaan yang terdiri atas beberapa kelompok
komoditas yang saling berkaitan. Karena model berbentuk semi-log, maka secara
ekonometrik model akan menghasilkan parameter yang lebih efisien. Parameternya
mudah diestimasi tanpa harus menggunakan metode non-linier, dan restriksi
permintaan dapat diterapkan dalam model, sehingga secara umum konsisten dengan
teori permintaan. Selain itu Kelebihan AIDS adalah restriksi dari model seperti
additivitas, homogenitas, dan simetri yang dapat diuji secara statistic.
Secara umum, fungsi permintaan AIDS dalam bentuk budget share dinyatakan
dalam persamaan:

∑ )

w = Porsi pengeluaran (budget share) untuk setiap komoditas, diperoleh dengan


rumus: );
p = harga setiap komoditas;
= koefisien slope yang berhubungan dengan komoditi ke-j dalam persamaan ke-I;
X = total pengeluaran untuk setiap komoditas, diperoleh dengan rumus:

n = Jumlah komoditas yang diteliti


P = Indek harga yang didefinisikan sebagai berikut:


∑ ∑

Wahdi Suardi - 16
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

α, γ, β = parameter yang diestimasi -i);


U = variabel stokastik ke-i yang memenuhi syarat: berdistribusi normal & expected
value-nya = nol;
i = Komoditas yang diteliti;
j = Komoditas lainnya

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam model AIDS adalah : (1) adding-up condition
yaitu : ∑ dan ∑ yang menunjukkan proporsi pengeluaran keseluruhan
komoditas adalah satu ; (2) homogeneity condition yaitu : ∑ yang menunjukkan
asumsi bahwa perubahan proporsional dalam seluruh harga dan pengeluaran tidak
memengaruhi jumlah barang yang dibeli ; dan (3) simetrivitas yaitu : ij – ji yang
menunjukkan konsistensi pilihan konsumen. Dari persamaan tersebut dapat elastisitas
permintaan dengan formula:

Elastisitas pengeluaran : Ƞi = 1 +βi/Wi


Elastisitas harga sendiri : ℇi = Pi/Wi - 1
Elastisitas silang : ℇj = Pj/Wi (untuk i ≠ j)

Model AIDS banyak digunakan oleh para peneliti, diantaranya, Chandra & P.
Moeis (2007) dalam penelitiannya tentang permintaan satur-sayuran di Kepulauan
Bangka-Belitung melaporkan diantaranya bahwa elastisitas harga komoditas sayur-
sayuran yaitu -0,80 (inelastis), elastisitas silang terhadap harga komoditas kelompok
padi & umbi -0.19 (inelastis, komplementer) dan elastisitas pendapatannya 0.89
(inelastis, barang normal, barang kebutuhan pokok). Kemudian Arifin et.al (2018) yang
mengembangkan model permintaan pangan di Indonesia hingga tahun 2045, juga
menggunakan model AIDS ketika menganalisis hubungan fungsional antara tingkat
pendapatan dengan konsumsi pangan. Kecuali jagung (maize), semua komoditas
pangan yang diteliti memiliki elastisitas pendapatan positif (barang normal).

Komoditi Perkotaan Pedesaan


Beras1) Q = 6.57 Ln(I) + 2.67 Q = 9.75 Ln(I) – 30.60
Kedelai1) Q = 1.16 Ln(I) – 7.38 Q = 2.70 Ln(I) - 30.05
Gula tebu1) Q = 1.2 Ln(I) – 9.47 Q = 3.44 Ln(I) - 37.13
Kangkung2) Ln Q = 0.12 Ln(I) – 0.10 Ln Q = 0.31 Ln(I) – 2.68
Q = tingkat konsumsi (kg/kapita/tahun) ; I = Pendapatan rumah tangga (kapita/tahun)
1) model semi-log ; 2) model double-log

Berikutnya Nurhotimah (2019) dalam penelitiannya tentang pola konsumsi


pangan rumah tangga miskin di Provinsi Jabar, mengungkapkan bahwa konsumsi
pangan rumah tangga miskin di Provinsi Jabar dipengaruhi oleh harga komoditas itu
sendiri, harga kelompok komoditas lain, pendapatan, jumlah anggota rumah tangga,
tipe wilayah (perdesaan/perkotaan), pendidikan kepala rumah tangga serta jenis
pekerjaan kepala rumah tangga. Dengan menggunakan model LA/AIDS ditemukan

Wahdi Suardi - 17
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

semua kelompok komoditas pangan memiliki nilai elastisitas harga sendiri negatif dan
kurang dari 1. Sedangkan elastisitas harga silang kelompok komoditas pangan
menunjukkan lebih banyak hubungan komplementer dengan kelompok komoditas
pangan lain daripada hubungan substitusi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kelompok komoditas padi-padian merupakan makanan pokok bagi rumah tangga
miskin di Provinsi Jabar sehingga sangat sulit untuk mencari barang substitusinya.
Elastisitas pengeluaran rumah tangga miskin secara keseluruhan menunjukkan hasil
elastisitas pengeluaran yang bernilai positif. Artinya,semua kelompok komoditas
pangan bersifat barang normal dan beberapa diantaranya termasuk ke dalam kategori
barang mewah (luxurious goods). Penelitian ini merekomendasikan agar pemerintah
membuat kebijakan untuk mengendalikan permintaan pangan melalui pengendalian
harga pangan.
Salah satu varian dari model LA-AIDS adalah Quadratic Almost Ideal Demand
System (QUAIDS) yang dikembangkan oleh Banks et.al (1997). Secara umum model
matematis QUAIDS adalah:
{ ( )}
{ ( )}
)
Dengan catatan:
h : Rumah tangga
: Proporsi pengeluaran rumah tangga untuk komoditas i
: Total pengeluaran
: Error term
) : Nonlinear price aggregator yang rumusnya:
)
( ) ( )
)

) ) )

Salah satu contoh penelitian yang menggunakan QUAIDS yaitu karya Vigantari
et.al (2011) yang mengestimasi elastisitas harga dan pendapatan beberapa kelompok
ikan menurut kelompok pendapatan di Indonesia. Data yang digunakan adalah data
Susenas 2008 (BPS modul konsumsi di wilayah Indonesia). Wilayah dikelompokkan
menjadi Sumatra, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan
Papua. Sedangkan kelompok ikan yang dianalisis adalah kelompok ikan segar, ikan
awetan, udang/hewan lain yang segar dan udang/hewan air lain yang diawetkan.
Hasil estimasi melaporkan bahwa nilai elastisitas pengeluaran ikan terhadap total
pengeluaran pangan untuk semua kelompok pendapatan lebih besar dari dari satu
(elastis) dengan kisaran 1,7 sampai 3,9, dan nilainya makin kecil dengan makin
meningkatnya pendapatan. Elastisitas pengeluaran kelompok ikan terhadap total
pengeluaran ikan semua juga bertanda positif dengan nilai berkisar dari 1,1 sampai 2,9.
Hal ini menunjukkan bahwa keempat kelompok ikan yang dianalisis merupakan

Wahdi Suardi - 18
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

barang normal. Elastisitas harga kelompok ikan segar dan ikan awetan pada semua
kelompok pendapatan bertanda negatif dengan nilai berkisar dari -0,4 sampai -0,8;
sedangkan elastisitas harga untuk udang/hewan air lain (bukan ikan) yang diawetkan
adalah -1.
Kemudian Nugroho & Suparyono (2015) dengan menggunakan model QUAIDS,
mencoba menganalisis pola permintaan daging (meliputi daging sapi, babi, kambing &
ayam) di Indonesia. Data yang digunakan adalah data cross-section hasil SUSENAS
modul dan kor tahun 2013 serta Survei Pertanian (SP) tahun 2013. Penelitian ini
melaporkan diantaranya, pertama, secara umum,keempat komoditas daging masuk
dalam kategori barang normal yang ditandai dengan nilai elastisits pendapatan lebih
dari nol. Nilai elastisitas pendapatan untuk komoditas daging sapi adalah yang paling
tinggi dan kambing adalah yang paling rendah. Dilihat dari sifat komoditasnya, daging
sapi dan babi termasuk barang superior (luxurious goods). Hal tersebut disebabkan
respons permintaan terhadap perubahan pendapatan pada komoditas daging sapi dan
babi dengan nilai lebih dari satu (elastis). Sedangkan untuk daging kambing dan ayam
dikategorikan sebagai necessary good. Kedua, dilihat dari sisi elastisitas harganya,
komoditas paling responsif adalah daging babi disusul daging, kambing, ayam, dan
sapi. Keempat komoditas tersebut mempunyai nilai elastisitas negatif, yang berarti
bahwa kenaikan harga komoditas tersebut akan direspons dengan penurunan
permintaan dalam bentuk berkurangnya porsi pengeluaran. Ketiga, dari nilai elastisitas
silangnya terungkap bahwa daging sapi dapat disubstitusi oleh daging kambing dan
ayam, daging babi hanya dapat disubstitusi oleh daging ayam, sedangkan daging
kambing dapat disubstitusi dengan daging sapi dan ayam. Sementara daging ayam
hanya dapat disubstitusi oleh daging babi. Hubungan saling melengkapi atau
komplementer terlihat pada daging sapi dan babi serta kambing dan babi.

6.2. Model Rotterdam


Model ini dikembangkan oleh Theil & Barten (Barnett & Seck, 2008). Meskipun
tidak diturunkan dari fungsi utilitas atau fungsi pengeluaran, namun model ini tetap
memenuhi kondisi integrability ketika kondisi kesimetrisan dan homogenitas
diberlakukan. Model ini banyak dipertimbangkan diantaranya juga karena mampu
mengatasi masalah data yang tidak stasioner karena harga dan kuantitas dinyatakan
dalam bentuk perbedaan log. Secara umum model Rotterdam (model harga absolut)
dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan dalam logaritma natural (Barten 1964 &
Theil 1965).

∑ ( ∑ )

Wahdi Suardi - 19
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

(wi = rata-rata porsi pengeluaran untuk komoditi i; p = harga; q = kuantitas; d ln p =


dp/p; d ln q = angka indek perubahan pendapatan ril; β = porsi pengeluaran marjinal).
Pembatasan koefisien estimasi seperti yang disyaratkan dalam teori ekonomi dapat
dilakukan terhadap model di atas, yaitu : (1) adding-up condition yaitu : ∑
∑ (2) homogeneity condition yaitu : ∑ dan (3) simetry : .
Kemudian masing-masing elastisitas permintaannya dapat dihitung dengan rumus:

Elastisitas pengeluaran :

Elastisitas harga sendiri & :


elastisitas silang (uncompensated)

Elastisitas harga sendiri & :


elastisitas silang (compensated)

Formula elastisitas pengeluaran tersebut menunjukkan bahwa barang mewah memiliki


nilai β positif dan sebaliknya barang kebutuhan pokok (necessity) memiliki nilai β
negatif. Karena porsi pengeluaran (budget share) untuk barang mewah meningkat
seiring dengan meningkatnya pendapatan, maka elastisitas pengeluaran untuk barang
tersebut akan mendekati satu atau konsumen menjadi lebih makmur, dan barang
mewah tersebut menjadi tidak/kurang mewah lagi. Elastisitas pengeluaran untuk
barang kebutuhan pokok akan mengecil seiiring dengan peningkatan pendapatan, dan
bila β = 0 berarti barang memiliki elastisitas = 1 (unitary) sehingga porsi pengeluaran
tidak akan berubah walaupun pendapatan berubah.
Salah satu penelitian yang memanfaatkan model Rotterdam dan cukup
menginspirasi pada jamannya adalah karya Lains (1989) tentang fungsi permintaan
BBM pada masa Orde Baru. Data konsumsi dan harga BBM (premium, minyak solar,
minyak tanah & BBM lainnya) yang diteliti berdasarkan data BPS periode 1971-1984.
Penelitian itu melaporkan bahwa diantaranya, pertama, elastisitas pendapatan untuk
premium = 1.085 (elastis, positif, luxurious goods), minyak tanah = 0.683 (inelastis,
positif, necessity goods), solar = 1.137 (elastis, positif, luxurious goods), dan BBM
lainnya= 1.048 (elastis, positif, luxurious goods). Dengan asumsi pendapatan
masyarakat terus bergerak meningkat, diperkirakan konsumsi BBM juga akan terus
meningkat. Kedua, mengenai elastisitas harganya, terungkap hanya solar yang
signifikan yaitu -0.83 (inelastic). Netralitas pengaruh harga terhadap jenis BBM non
solar diduga karena harganya yang dianggap relative rendah oleh masyarakat sebagai
akibat disubsidi oleh pemerintah. Netralitas pengaruh harga terhadap jenis BBM non
solar mempunyai implikasi bahwa pengurangan atau penghapusan subsidi tidak akan
berpengaruh banyak terhadap konsumsi BBM di Indonesia. Ketiga, hasil pengukuran
elastisitas silang menunjukkan bahwa penurunan jumlah konsumsi solar sebagai
akibat kenaikan harganya akan disubtitusi oleh premium, atau sebaliknya.

Wahdi Suardi - 20
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

Berikutnya karya Muzayyanah & Maharjan (2011) yang meneliti tentang


permintaan produk peternakan (daging, susu dan telur) di Indonesia periode 1990-2005
menemukan bahwa elastisitas pengeluaran untuk semua produk peternakan sesuai
dengan yang diharapkan yaitu bertanda positif dan signifikan pada level satu persen.
Daging dan susu tergolong sebagai barang mewah, sementara telur barang kebutuhan
pokok. Sementara dari sisi elastisitas harganya, semua produk peternakan tergolong
inelastic (kebutuhan pokok). Berkaitan dengan elastisitas silangnya, terungkap bahwa
daging dan telur dapat saling menggantikan, atau berarti tingkat konsumsi telur
dipengaruhi oleh harga daging. Kemudian Anwar et.al (2012) menggunakan model
Rotterdam meneliti tentang sembilan komoditi utama di Paskitan, yang meliputi
terigu, beras, susu, daging kambing, daging ayam, apel, mangga, kentang dan bawang.
Hasilnya mengungkapkan bahwa elastisitas pengeluaran untuk semua komoditas
sesuai dengan teori, yaitu positif (barang normal), dan inelastic (barang kebutuhan
pokok), kecuali bawang yang elastis. Elastisitas harga semua komoditas adalah
negative dan kurang dari satu (inelastic), artinya semua komoditas tergolong barang
kebutuhan pokok. Sementara dilihat dari sisi elastisitas silangnya, hubungan komoditi
beras-terigu, ayam-daging kambing, beras-daging kambing dan aple-mangga, masing-
masing tergolong saling mensubtitusi. Sedang yang termasuk saling melengkapi
adalah: terigu-daging ayam, beras-daging ayam, susu-buah2an, bawang-semua daging,
sayuran & kentang.

DAFTAR PUSTAKA
Alhabeeb, M., & Moffitt, L. J. (2013). Managerial Economics: A Mathematical Approach.
Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Anwar, A., Aziz, B., & Ali, S. (2012). THE ROTTERDAM DEMAND MODEL AND ITS
APPLICATION TO MAJOR FOOD ITEMS IN PAKISTAN. Journal of Basic and
Applied Scientific Research, 2(5), 5081-5087.
Arifin, B., Achsani, N. A., Martianto, D., Sari, L. K., & Firdaus, A. H. (2018, June).
Modeling the Future of Indonesian Food Consumption. Final Report. National
Development Planning Agency (Bappenas); World Food Programme(WFP);
Food & Agricultural Organization of the United Nations (FAO).
Banks, J., Blundell, R., & Lewbel, A. (1997). Quadratic Engel Curve and Consumer
Demand. The Review of Economic and Statistis, 527-539.
Barnett, W. A., & Seck, O. (2008, May 18). Rotterdam model versus almost ideal
demand system: will the best specification please stand up? Journal of Applied of
Econometrics, 795-824.
Barten, A. P. (1964). Consumer Demand Functions under Conditions of Almost
Additive Preferences . Econometrica, 1-38.
Baye, M. R. (2010). Managerial Economics and Business Strategy (7th ed.). New York:
McGraw-Hill/Irwin.

Wahdi Suardi - 21
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

Baye, M. R., & Prince, J. T. (2014). Managerial Economics and Business Strategy (8nd ed.).
New York: McGraw-Hill/Irwin.
Capps, O., Church, J., & Love, H. (2003). Specification issues and convidence intervals
in unilateral price efects analysis. Journal of Econometrics, 113, 3-31.
Chandra, A. D., & P.Moeis, J. (2007). Analisis Permintaan Sayur-sayuran Dalam
Pemenuhan Sendiri di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung . Makalah. Jakarta:
FE-UI.
Deaton, A., & Muellbauer, J. (1980, June). An Almost Ideal Demand System. The
American Economic Review, 70(3), 312-326.
Hirschey, M., & Bentzen, E. (2016). Managerial Economics (14 ed.). Cengage Learning
EMEA.
Jones, T. (2004). Business Economics and Managerial Decision Making. England: Jhon Wiley
& Sons Ltd.
Lains, A. (1989). Fungsi Permintaan BBM Versi Model Rotterdam di Indonesia Selama
Pemerintahan Orde Baru. Economics and Finance in Indonesia, 37(1), 49-81.
Maddala, G., & Miller, E. (1989). Microeconomics: Theory and Application. Singapore:
McGraw-Hill Book.Co.
Maurice, S. C., Smith, C. W., & Thomas, C. (1998). Managerial economics: Applied
Microeconomics for decision making. Illinois: Rihard D. Irwin, Inc.
Muzayyanah, M. A., & Maharjan, K. L. (2011). Livestock Product Demand in Indonesia:
Choosing Between AIDS and ROTTERDAM Demand Models. Journal of
Indonesian Economy and Business, 26(2), 176 – 186.
Nugroho, S., & Suparyono, S. W. (2015, Juli). Pola Permintaan Daging Tingkat Rumah
Tangga di Indonesia: Analisa Data Mikro 2013. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan
Indonesia, 16(1), 47-58.
NURHOTIMAH, I. I. (2019, February). POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH
TANGGA MISKIN DI PROVINSI JAWA BARAT: PENDEKATAN LINEAR
APPROXIMATION ALMOST IDEAL DEMAND SYSTEM(LA-AIDS). Tesis.
Program Magister Ekonomi Terapan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Padjadjaran.
Samuelson, W. F., & Marks, S. G. (2012). Managerial Economics (7th ed.). USA: Jhon
Wiley & Sons, Inc.
Theil, H. (1965). The Information Approach to Demand Analysis. Econometrics, 33(1),
67-87.
Virgantari, F., Daryanto, A., Harianto, H., & Kuntjoro, S. U. (2011). ANALISIS
PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA: PENDEKATAN MODEL QUADRATIC
ALMOST IDEAL DEMAND SYSTEM (QUAIDS). Jurnal Sosial Ekonomi &
Kelautan, 6(2), 191-203.
Webster, T. J. (2003). Managerial Economics: Theory and Practice. Elsevier.

Wahdi Suardi - 22
FAKULTAS EKONOMI UNINUS-2019
MODUL EKONOMI MANAJERIAL

Wahdi Suardi - 23

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai