Anda di halaman 1dari 39

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Technology Acceptance Model (TAM)

Teori model penerimaan teknologi atau Technology Acceptance Model (TAM) pertama

kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1986. Menurut Davis (1986:221) model

penerimaan teknologi (TAM) merupakan suatu model penerimaan pengguna terhadap

penggunaan sistem teknologi informasi. TAM memiliki tujuan untuk memberikan

penjelasan secara parsimoni atas faktor penentu adopsi dari perilaku pengguna

teknologi informasi terhadap penerimaan penggunaan teknologi informasi itu sendiri

(Davis, 1986:215).

TAM dikembangkan dari Theory of Reasoned Action (TRA) dan Theory of Planned

Behavior (TPB), kedua teori ini adalah landasan dasar teori TAM. TRA pertama kali

diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Ajzen dalam Jogiyanto (2007:125). Teori ini

menghubungkan antara keyakinan, sikap, kehendak dan perilaku. Kehendak merupakan

prediktor terbaik perilaku, artinya jika ingin mengetahui apa yang akan dilakukan

seseorang, cara terbaik adalah mengetahui kehendak orang tersebut. Konsep penting

dalam teori ini adalah fokus perhatian, yaitu mempertimbangkan sesuatu yang dianggap

penting. Kehendak ditentukan oleh sikap dan norma subyektif (Jogiyanto, 2007:165).

Sedangkan Theory of Planned Behavior (TPB), merupakan pengembangan dari Theory

of Reasoned Action (TRA) yang berkembang pada tahun 1967. Menurut Ajzen
12

(1991:14), Theory of Planned Behavior merupakan teori yang didasarkan pada asumsi

bahwa manusia biasanya akan berperilaku pantas (behave in a sensible manner).

Jogiyanto (2007:79) Mengembangkan teori ini dengan menambahkan konstruk yang

belum ada di TRA. Konstruk ini di sebut dengan kontrol perilaku persepsian (perceived

behavioral control). Konstruk ini ditambahkan di TPB untuk mengontrol perilaku

individual yang dibatasi oleh kekurangan-kekurangannya dan keterbatasan-keterbatasan

dari kekurangan sumber-sumber daya yang digunakan untuk melakukan perilakunya

(Hsu & Chiu dalam Jogiyanto, 2007:79). Dengan menambahkan sebuah konstruk ini,

yaitu kontrol perilaku persepsian (Perceived behavioral control), maka bentuk dari

model teori perilaku rencanaan (Theory of planned behavior atau TPB) tampak di

gambar 2.1 berikut ini.

Sumber: Jogiyanto ( 2007:79)

Gambar 2.1 Teori Perilaku Terencanaan (Theory of Planned Behavioral)

Technology Acceptance Model (TAM) muncul untuk menyempurnakan Theory of

Planned Behavioral. Variabel utama dalam TAM adalah persepsi kegunaan dan persepsi

kemudahan. Persepsi kegunaan didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang percaya


13

bahwa menggunakan sistem tertentu akan meningkatkan kinerja pekerjaannya.

Sementara itu persepsi kemudahan penggunaan menjelaskan persepsi pengguna tentang

jumlah usaha yang diperlukan untuk memanfaatkan sistem, atau sejauh mana pengguna

percaya bahwa menggunakan tertentu teknologi akan menjadi mudah (Davis et al,

1986:162).

Konstruk-konstruk technology acceptance model (TAM) yang belum di modifikasi

terdiri dari lima konstruk yaitu persepsi kemudahan (Perceived Ease of Use), persepsi

kemanfaatan (Perceived Usefulness), sikap penggunaan (Attitude Towards Behavior),

niat perilaku penggunaan (Behavioral Intention To Use), dan penggunaan sistem

sesungguhnya (Actual System Usage) sebagaimana dijelaskan pada gambar 2.2 dibawah

ini.

Sumber: Davis et al (1986:162)

Gambar 2.2 Model Theory Acceptance Model 1


14

Venkatesh & Davis (2000:145) mengembangkan TAM menjadi Technology acceptance

model 2 (TAM 2). Venkatesh & Davis (2000:145) mengintegrasikan dua proses yang

menurutnya penting dalam proses penerimaan teknologi, yaitu proses pengaruh sosial

yang terdiri atas konstruk norma subyektif, kesukarelaan, pengalaman dan gambar serta

proses intrumental kognitif yang terdiri atas konstruk relevansi pekerjaan, kualitas

keluaran, demonstrasibilitas hasil dan kegunaan yang dipahami. Venkatesh & Davis

menunjukkan bahwa manfaat yang dirasakan, persepsi kemudahan penggunaan, dan

norma subyektif semua secara tidak langsung mempengaruhi penggunaan sistem aktual

melalui niat perilaku. Venkantesh menyebutkan tiga faktor sosial itu antara lain norma

subjektif (subjective norm), sukarela (voluntariness), dan image.

Venkantesh juga menyebutkan empat instrumen kognitif yang dapat dijadikan faktor

yang mempengaruhi penerimaan pengguna terhadap sebuah teknologi yaitu relevansi

terhadap pekerjaan (job relevance), kualitas keluaran (output quality), penunjukan hasil

(result demonstrability), dan persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use).

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut.

Sumber: Venkatesh & Davis (2000:145)

Gambar 2.3 Model Technology Acceptance Model 2


15

Venkatesh & Bala (2008:7) menggabungkan Technology acceptance model 2 dan

model dari penentu persepsi kemudahan penggunaan untuk mengembangkan model

Technology Acceptance Model 3 (TAM 3). TAM 3 mengemukakan tiga hubungan yang

tidak diuji secara empiris pada teori Technology Acceptance Model sebelumnya.

Venkatesh dan Bala membentuk TAM 3 dengan menambahkan variabel yang termasuk

golongan adjustment dan anchor yang berhubungan dengan variabel persepsi

kemudahan penggunaan (Perceived ease of use). Untuk mengetahui perbedaan teori

TAM sebelumnya dengan TAM 3 dapat dilihat pada gambar 2.4.

Sumber: Venkatesh & Bala (2008:7)

Gambar 2.4 Model Technology Acceptance Model 3


16

Berikut adalah penjelasan masing-masing konstruk yang ada pada TAM 3 sesuai dengan

gambar 2.4

1. Subjective Norm adalah persepsi manusia ketika berpikir bahwa dia harus

melakukan sebuah perilaku (behaviour) atau tidak.

2. Experience merupakan variabel yang menjadi tolak ukur penentuan ketika

subjective norm akan menentukan persepsi kegunaan (perceived usefulness) sebuah

sistem informasi atau teknologi yang secara langsung juga akan menentukan

behavioural intention.

3. Voluntariness, selain pengalaman (experience), tingkat sukarela (voluntariness)

juga mempengaruhi subjective norm dalam menentukan behavioural intention.

4. Image adalah tingkatan dimana penggunaan sebuah teknologi informasi

dipersepsikan untuk meningkatkan status seseorang di mata masyarakat. Image

dapat secara langsung mempengaruhi persepsi kegunaan sebuah sistem informasi

atau sebuah teknologi dan tingkatan nya dapat dipengaruhi oleh subjective norm.

5. Perceived of Usefulness, komponen ini menunjukkan tingkat dimana seorang

manusia percaya bahwa dengan menggunakan sistem informasi akan membantuk

dirinya untuk meningkatkan performa pekerjaan.

6. Job Relevance, komponen ini berkaitan dengan persepsi manusia tentang seberapa

pentingnya sebuah sebuah informasi atau teknologi dalam membantu atau

mempengaruhi pekerjaan mereka.

7. Output quality, komponen ini berkaitan dengan tingkatan kepercayaan individu

manusia bahwa sebuah sistem informasi atau teknologi yang mereka gunakan akan

memberikan hasil yang baik untuk pekerjaan mereka.


17

8. Result of demonstrability, komponen ini berkaitan dengan hasil penggunaan

teknologi informasi yang dapat diukur.

9. Computer Self-efficacy, komponen ini menjelaskan tingkatan kepercayaan manusia

bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk melakukan tugas tertentu dengan

menggunakan komputer.

10. Perception of external control, komponen ini menjelaskan tingkatan kepercayaan

atau persepsi individu manusia bahwa adanya infrastruktur atau hal lain yang ada

untuk mendukung penggunaan sebuah sistem informasi.

11. Computer anxiety, berkaitan dengan psikologis manusia yang takut atau enggan

ketika berpikir bahwa dia kemungkinan akan menggunakan komputer.

12. Computer playfulness, komponen ini berkaitan dengan spontanitas manusia untuk

berinteraksi dengan komputer.

13. Perceived enjoyment, persepsi manusia dimana kegiatan menggunakan sebuah

sistem informasi dipersepsikan akan menyenangkan, terlepas dari kinerja yang

dihasilkan dari penggunaan sistem informasi.

14. Objective usability, komponen ini mengungkapkan tentang perbandingan tentang

usaha yang dibutuhkan sebuah sistem informasi untuk menyelesaikan sebuah tugas

tertentu. Komponen ini bukan merupakan sebuah persepsi manusia karena bersifat

objektif.

15. Perceived ease of use didefinisikan sebagai persepsi manusia bahwa sebuah sistem

informasi yang dia lihat mudah digunakan.


18

16. Behavioural intention berkaitan dengan tingkatan dimana seorang manusia sudah

memformulasikan rencana untuk melakukan atau tidak melakukan sebuah perilaku

di masa depan.

17. Komponen terakhir adalah komponen yang dipengaruhi oleh komponen-komponen

di atas, yaitu komponen use behaviour. Use behaviour adalah perilaku manusia

sebenarnya ketika menggunakan sebuah sistem informasi. Pada penelitian ini, teori

yang digunakan adalah terori TAM karena teori TAM merupakan model parsimoni

(Principle of Parsimony) merupakan suatu prinsip yang menyatakan bahwa

semakin sederhana sebuah model statistik dengan jumlah variabel dependen (yang

dipengaruhi) cukup informatif untuk menjelaskan model, semakin baik pula model

statistik tersebut, selain itu, TAM juga telah diuji dengan banyak penelitian yang

hasilnya TAM merupakan model yang baik.

2.1.1 Persepsi Kegunaan Penggunaan ( Perceived Usefulness)

Persepsi kegunaan (perceived usefulness) didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang

percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan meningkatkan kinerja pekerjaannya

(Jogiyanto, 2007:180). Sebuah sistem yang tinggi dalam persepsi kegunaannya akan

membuat pengguna percaya pada hubungan antara penggunaan dengan kinerja positif

(Davis, 1989:15). Persepsi kegunaan juga merupakan persepsi seseorang terhadap

kemanfaatan yang diartikan sebagai suatu ukuran dimana suatu teknologi dipercaya

akan mendatangkan manfaat bagi siapa saja yang menggunakannya (Wibowo, 2006:85).

Teknologi informasi diciptakan untuk memudahkan kegiatan atau pekerjaan manusia,

akan tetapi tidak secara keseluruhan manusia paham akan kegunaan dari teknologi
19

informasi tersebut, banyak faktor yang menyebabkan manusia tidak paham teknologi

informasi salah satunya yaitu pemahaman akan kinerja dari teknologi itu sendiri yang

masih kurang, dengan demikian jika seorang merasa percaya bahwa sistem informasi

berguna maka dia akan menggunakannya. Sebaliknya jika seseorang merasa percaya

bahwa sistem informasi kurang berguna maka dia tidak akan menggunakannya.

Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan konstruk perceived usefulness

mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap penerimaan penggunaan teknologi

sitem informasi dibandingkan dengan konstruk lainya. Konstruk persepsi kegunaan

dibangun atas banyak item, Davis (1986:45) menggunakan enam buah item untuk

membentuk konstruk ini. Keenam konstruk tersebut antara lain:

1. Work More Quickly: Suatu teknologi dikatakan bermanfaat atau berguna jika

mempersingkat suatu pekerjaan manusia.

2. Job Performance: Suatu teknologi dikatakan bermanfaat atau berguna jika

meningkatkan performa pekerjaan manusia. Peningkatan performa adalah

peningkatan dari segi kualitas pekerjaan manusia setelah menggunakan teknologi.

3. Increase Productivity: Suatu teknologi dikatakan bermanfaat atau berguna jika

penggunaaan teknologi tersebut meningkatkan produktivitas seseorang

dibandingkan dengan tidak mengggunakan teknologi.

4. Effectiveness: Suatu teknologi dikatakan bermanfaat atau berguna jika teknologi

tersebut mampu membantu seseorang dalam mencapai suatu tujuan.

5. Make Job Easier: Suatu teknologi dikatakan bermanfaat atau berguna jika

seseorang yang menggunakan teknologi tersebut merasakan kemudahan dalam


20

melakukan suatu pekerjaan dibandingkan dengan tidak menggunakan teknologi

tersebut.

6. Useful: Suatu teknologi dikatakan bermanfaat atau berguna jika seseorang yang

menggunakan suatu teknologi tersebut merasakan manfaat dan kegunaan dari

teknologi tersebut.

2.1.2 Persepsi Kemudahan Penggunaan (Perceived Ease of Use)

Menurut (Hartono, 2007:87), persepsi kemudahan penggunaan (Perceived Ease of Use)

didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu

teknologi akan bebas dari usaha. Persepsi kemudahan penggunaan didasarkan pada

sejauh mana calon pengguna mengharapkan sistem baru yang akan digunakan terbebas

dari kesulitan. Dengan demikian, persepsi mengenai kemudahan menggunakan ini

merujuk pada keyakinan individu bahwa sistem teknologi informasi yang akan

digunakan tidak merepotkan atau tidak membutuhkan usaha yang besar pada saat

digunakan.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konstruk persepsi kemudahan

penggunaan merupakan suatu kepercayaan, bahwa menggunakan suatu sistem informasi

dengan mudah dan tidak memberikan kesulitan membuat seseorang akan menggunakan

sistem informasi tersebut. Sebaliknya jika sesorang merasa percaya bahwa sistem

informasi tidak mudah digunakan maka dia tidak akan menggunakannya. Konstruk

persepsi kemudahan penggunaan juga dibentuk dari banyak item. Davis (1986:46) juga

menggunakan enam buah item untuk membentuk konstruk ini, keenam konstruk ini

antara lain:
21

1. Easy Of Learn: Suatu teknologi dapat dikatakan mudah jika penggunaan nya mudah

untuk dipelajari dan tidak memberikan efek kebingungan seseorang dalam mencoba

teknologi tersebut.

2. Controllable: Suatu teknologi dapat dikatakan mudah jika penggunaan teknologi

tersebut secara penuh mampu di kontrol oleh penggunanya, dengan kata lain

pengguna paham penggunaan teknologi tersebut.

3. Clear And Understable: Suatu teknologi dapat dikatakan mudah jika penggunaan

teknologi tersebut dapat dimengerti dan dipahami baik cara kerja serta tujuan

penggunaan teknologi tersebut.

4. Flexible: Suatu teknologi dapat dikatakan mudah jika penggunaan teknologi

tersebut sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pengguna.

5. Easy Become To Skillfull: Suatu teknologi dapat dikatakan mudah jika teknologi

tersebut dapat dipahami dan dipelajari dengan cepat, sehingga pengguna dapat

menjadi handal dalam menggunakan teknologi tersebut dengan kisaran waktu yang

bisa dikatakan cepat.

6. Easy To Use: Suatu teknologi dapat dikatakan mudah jika dalam penggunaan

teknologi tersebut tidak membutuhkan usaha lebih dibandingkan dengan tidak

menggunakan teknologi.

2.1.3 Sikap Terhadap Penggunaan (Attitude Toward Using)

Menurut Davis dalam Hartono (2008:117) dikatakan bahwa didalam TAM

mengkonsepkan attitude toward using sebagai sikap terhadap penggunaan sistem yang

berupa penerimaan ataupun penolakan sebagai dampak apabila seseorang menggunakan

teknologi informasi dalam pekerjaannya. Sikap penerimaan ataupun penolakan


22

seseorang terhadap teknologi informasi tergantung pada tingkat kepercayaan yang

dimiliki seseorang. Apabila seseorang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi

terhadap suatu teknologi informasi, maka seseorang tersebut akan menunjukkan sikap

positifnya berupa menerima suatu teknologi tersebut.

Setiadi (2003:213) dinyatakan bahwa sikap seorang konsumen dapat dilihat dari

keyakinan-keyakinan yang dimiliki serta pilihan seseorang terhadap suatu

merek/layanan. Sikap terhadap merek/layanan tertentu akan mempengaruhi seseorang

dalam berperilaku. Sikap yang ditunjukkan akan berdampak pada reaksinya tentang

menggunakan ataupun tidak menggunakan layanan tersebut.

Menurut Gordon Allport dalam Setiadi (2003:214) mendefinisikan sikap adalah

mempelajari tentang kecenderungan memberikan tanggapan baik disenangi ataupun

tidak disenangi terhadap suatu objek. Sedangkan menurut (Rangkuti, 2013:62)

mendefinisikan sikap adalah sebagai perasaan emosional, evaluasi, dan kecenderungan

tindakan yang menguntungkan ataupun tidak menguntungkan dari seseorang terhadap

suatu objek/layanan. Sehingga sikap yang ditunjukkan oleh seseorang dapat

menjelaskan mengenai penerimaan seseorang terhadap suatu teknologi informasi yang

digunakannya.

Sikap seseorang terdiri dari 3 komponen yaitu komponen kognitif, komponen afektif,

dan komponen perilaku (Ferrinadewi, 2008:98) Komponen kognitif menunjukkan

tentang keyakinan seseorang terhadap suatu produk/layanan, dapat berupa bagus

ataupun tidak bagus. Komponen afektif menunjukkan reaksi emosial terhadap suatu

produk/layanan, yang dapat berupa senang ataupun tidak senang. Dan komponen
23

perilaku biasanya menunjukkan respon seseorang terhadap sesuatu, yang dapat berupa

menggunakan ataupun tidak menggunakan.

Sikap dapat berpengaruh terhadap perilaku konsumen atau nasabah. Jika konsumen atau

nasabah memiliki sikap yang positif terhadap suatu layanan, memungkinkan konsumen

atau nasabah akan memutuskan untuk menggunakan layanan tersebut. dan begitu

sebaliknya, jika konsumen atau nasabah memiliki sikap yang negatif terhadap suatu

layanan, memungkinkan konsumen atau nasabah akan memutuskan untuk tidak

menggunakan layanan tersebut. Sehingga bank yang mengeluarkan layanan berbasis

teknologi tersebut dituntut agar dapat membentuk sikap positif nasabah terhadap

layanan (Rangkuti, 2013:68).

Hartono (2008:113), sikap seorang konsumen/nasabah terhadap teknologi informasi

dapat menunjukkan sejauh mana dia merasakan bahwa teknologi informasinya baik atau

jelek. Apabila konsumen atau nasabah merasa bahwa layanan berbasis teknologi

informasi tersebut baik, maka dimungkinkan nasabah akan menunjukkan sikap yang

positif dan bahkan membawa dampak untuk menggunakannya. Akan tetapi apabila

konsumen atau nasabah merasa bahwa layanan berbasis teknologi informasi tersebut

jelek, maka dimungkinkan nasabah akan menunjukkan sikap yang negatif dan bahkan

membawa dampak untuk tidak menggunakannya.

Menurut Wibowo (2008:3), sikap terhadap penggunaan (attitude toward using) dapat

diukur dengan indikator yaitu:

1. Keinginan untuk menggunakan

2. Keuntungan dalam menggunakan


24

3. Kesenangan dalam menggunakan

2.1.4 Perilaku Keinginan Untuk Menggunakan (Behavioral Intention to Use)

Menurut Hartono (2007:131) perilaku keinginan untuk menggunakan (behavioral

intention to use) adalah suatu keinginan (minat) seseorang untuk melakukan suatu

perilaku yang tertentu. Seseorang akan melakukan suatu prilaku (behavior) jika

mempunyai keinginan atau minat (behvioral intention) untuk melakukannya. Sedangkan

menurut Jogiyanto (2007:116), minat didefinisikan sebagai keinginan melakukan

perilaku, minat tidak selalu statis dapat berubah dengan berjalannya waktu.

Menurut Jogiyanto (2007:120), minat merupakan suatu fungsi dari dua penentu dasar

yaitu:

1. Penentu yang berhubungan dengan faktor pribadi Penentu ini adalah sikap terhadap

perilaku individual. Sikap ini adalah evaluasi kepercayaan atau perasaan positif

atau negatif dari individual jika harus melakukan perilaku tertentu yang

dikehendaki.

2. Penentu yang berhubungan dengan pengaruh sosial, penentu ini adalah norma
subyektif. Disebut dengan norma subyektif karena berhubungan dengan perskripsi

norma persepsian, yaitu persepsi atau pandangan seseorang terhadap tekanan sosial

yang akan mempengaruhi minat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku

yang sedang dipertimbangkan.

Minat pemanfaatan teknologi informasi (Behavioral intention) didefinisikan sebagai

tingkat keinginan atau niat memakai menggunakan sistem secara terus menerus dengan

asumsi bahwa mereka mempunyai akses terhadap informasi. Seseorang akan berminat
25

menggunakan suatu teknologi informasi yang baru apabila si pengguna tersebut

meyakini dengan menggunakan teknologi tersebut akan meningkatkan keinerja nya,

menggunakan teknologi dapat dilakukan dengan mudah, dan si pengguna mendapat

pengaruh dari lingkungan sekitarnya dalam menggunakan teknologi informasi tersebut

(Sekarini, 2013:189).

Menurut Jogiyanto (2007:146) dalam mengukur tingkat minat menggunakan dapat

dilihat dari tiga indikator yaitu:

1. Keinginan untuk menggunakan adalah dorongan dari dalam seseorang dimana


seseorang akan merasakan ketertarikan untuk menggunakan suatu hal yang dirasa

baru dalam dirinya.

2. Selalu mencoba menggunakan adalah keinginan untuk selalu menggunakan suatu


hal sesering mungkin.

3. Berlanjut di masa yang akan datang adalah perasaan dimana seseorang merasa
yakin bahwa ia akan setia dan akan tetap menggunakan suatu hal di masa yang

akan datang.

2.1.5 Penggunaan Aktual (Actual Use)

Berhasil atau tidaknya layanan berbasis teknologi yang baru saja diluncurkan dalam

meningkatkan pelayanan sangat bergantung pada sedikit banyaknya pengguna layanan

tersebut. Suatu teknologi yang diluncurkan akan berhasil jika pengguna (user) semakin

banyak jumlahnya dan terus menerus digunakan. Oleh karena itu, digunakannya

teknologi oleh seseorang menjadi faktor penting (Adhiputra, 2015:63). Menurut

Rangkuti (2013:63) mendefinisikan perilaku adalah sebagai tindakan yang diperlihatkan


26

oleh seseorang untuk membeli, menghabiskan ataupun menggunakan barang atau jasa

yang diharapkan dapat memberikan kepuasan dalam memenuhi kebutuhannya. Perilaku

yang dapat memenuhi kebutuhan seseorang, dapat mengurangi ketegangan dan stress

yang dirasakan karena kebutuhannya dapat terpenuhi.

Sedangkan menurut (Hartono, 2008:117), mendefinisikan perilaku adalah sebagai

tindakan yang dilakukan oleh seseorang terhadap suatu teknologi infomasi. Didalam

konteks penggunaan sistem teknologi informasi perilaku disebut juga sebagai

penggunaan yang sesungguhnya (actual usage) dari suatu teknologi informasi.

Digunakannya layanan berbasis teknologi informasi merupakan aspek penting dalam

mengembangkan layanan yang belum lama diluncurkan.

Penggunaan layanan yang belum lama diluncurkan dapat menjadi tolak ukur

keberhasilan suatu layanan. Keberhasilan layanan tersebut dapat dilihat dari jumlah

pengguna yang banyak dan seringnya digunakan dalam memenuhi kebutuhannya.

Seseorang akan merasa puas menggunakan layanan tersebut apabila meyakini bahwa

layanan tersebut mudah digunakan dan dapat meningkatkan poduktifitasnya, yang

tercermin dari kondisi nyata penggunaa (Adhiputra, 2015:63).

Menurut Feishbein dalam Budiyanto (1994:360) dikatakan bahwa perilaku dapat

ditentukan oleh sikap dan komponen normatif. Sikap disini dimaksudkan sebagai rasa

yang ditunjukkan oleh pengguna teknologi informasi. Sikap yang ditunjukkan ini dapat

berupa menerima ataupun menolak. Sedangkan untuk komponen normatif,

dimaksudkan sebagai gambaran konsep yang baru. Maksudnya bahwa hal tersebut

umumnya dioperasionalisasikan sebagai persepsi seseorang mengenai hal yang


27

dipikirkan oleh orang lain harus dilakukan oleh orang tersebut mengenai perilaku

tertentu.

Menurut Yasa, Ratnaningrum, & Sukaatmaja (2014:102), penggunaan nyata (actual

usage) dapat diukur dengan indikator yaitu:

1. Frekuensi Penggunaan.

2. Penggunaan teknologi dalam waktu yang panjang.

Sedangkan menurut Hendra & Iskandar (2016:9), penggunaan nyata (actual usage)

dapat diukur dengan menggunakan indikator yaitu:

1. Actual usage.

2. frekuensi penggunaan.

3. Kepuasan pelanggan.

2.2 Uang

2.2.1 Pengertian Uang

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) uang adalah alat tukar atau standar

pengukuran nilai (kesatuan hitung) yang sah, dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara

berupa kertas, emas, perak, atau logam lain yang dicetak dengan bentuk dan gambar

tertentu. Seiring perkembangan uang yang semakin pesat, definisi uang mempengaruhi

jenis-jenis uang yang masuk dalam definisi tersebut. Mankiw (2006:195)

mendefinisikan uang sebagai sesuatu yang secara umum diterima dalam pembayaran

barang dan jasa atau pembayaran atas utang. Tetapi definisi ini masih sangat sederhana.
28

Diperlukan definisi yang lebih kompleks dan lebih luas. Uang adalah persediaan aset

yang dapat dengan segera digunakan untuk melakukan tranksaksi.

Uang adalah segala sesuatu yang umum diterima sebagai alat penukaran dan sebagai

alat pengukur nilai, yang pada waktu bersamaan bertindak sebagai alat penimbun

kekayaan. Dari definisi ini, bahwa segala sesuatu yang sudah memenuhi definisi ini

sudah dianggap uang, baik itu terbuat dari logam, kertas atau benda lainnya yang sudah

diterima oleh masyarakat sebagai alat penukar, pengukur nilai dan sebagai alat

penimbun kekayaan. Dengan demikian pengertian uang adalah sebuah alat pembayaran

yang diterima secara umum untuk segala macam tranksaksi baik barang atau jasa.

2.2.2 Fungsi Uang

Uang merupakan bagian yang tidak dipisahkan dari denyut kehidupan ekonomi

masyarakat. Stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat

ditentukan oleh sejauh mana peranan uang dalam perekonomian oleh masyarakat dan

otorita moneter. Definisi uang bisa dibagi dalam dua pengertian, yaitu definisi uang

menurut hukum (law) dan definisi uang menurut fungsi. Definisi uang menurut hukum

yaitu sesuatu yang ditetapkan oleh undang-undang sebagai uang dan sah untuk alat

tranksaksi perdagangan. Sedangkan definisi uang menurut fungsi, yaitu sesuatu yang

secara umum dapat diterima dalam tranksaksi perdagangan serta untuk pembayaran

hutang-piutang.

Fungsi uang dalam perekonomian adalah sebagai alat untuk memenuhi bermacam-

macam kebutuhan hidup. Uang mempunyai beberapa fungsi. Fungsi- fungsi uang dapat

digolongkan dalam fungsi asli dan fungsi turunan. Yang termasuk fungsi ahli uang
29

adalah sebagai alat tukar dan alat satuan hitung. Sedangkan fungsi turunan mencakup

standar atau ukuran pembayaran yang ditunda, alat penyimpanan kekayaan dan alat

pengalih kekayaan. Uang dikenal mempunyai empat fungsi, dua diantaranya merupakan

fungsi yang sangat mendasar sedangkan dua lainnya adalah fungsi tambahan. Dua

fungsi dasar tersebut adalah peranan uang sebagai berikut:

1. Alat Tukar ( Means of Exchange)

Peranan uang sebagai alat tukar mensyaratkan bahwa uang tersebut harus diterima oleh

masyarakat sebagai alat pembayaran. Artinya, penjual barang mau menerima uang

sebagai pembayaran untuk barangnya karena percaya bahwa uang tersebut juga diterima

oleh orang lain (masyarakat umum) sebagai alat pembayaran apabila ia nanti

memerlukan untuk membeli suatu barang.

2. Alat Penyimpanan nilai/daya beli (Store of Value)

Terkait dengan sifat manusia sebagai pengumpul kekayaan. Pemegangan uang

merupakan salah satu cara untuk menyimpan kekayaan. Kekayaan tersebut bisa

dipegang dalam bentuk-bentuk lain seperti tanah, kerbau, berlian, emas, saham, mobil

dan sebagainya. Syarat utama untuk ini adalah bahwa uang harus menyimpan daya beli

atau nilai.

2.2.3 Evolusi Sistem Pembayaran

Fungsi dan bentuk uang mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hal ini dapat kita

lihat melalui evolusi sistem pembayaran (payments system). Pembayaran yang

dimaksud ialah cara bagaimana transaksi dilakukan dalam perekonomian. Sistem

pembayaran telah berubah sepanjang waktu, demikian pula dengan bentuk uang. Pada
30

awalnya, emas digunakan sebagai alat pembayaran utama kemudian aset kertas seperti

cek dan uang kertas mulai digunakan untuk sistem pembayaran dan dianggap sebagai

uang. Bahwa sistem pembayaran berujung pada memiliki makna penting terhadap

bagaimana uang akan didefinisikan di masa mendatang. Diawali dari uang komoditas

(commodity money), dimana uang terbuat dari logam berharga atau komoditas berharga

lainnya; misal, emas atau perak. Dari zaman dahulu uang komoditas dijadikan sebagai

alat pembayaran utama dikalangan masyarakat kecuali masyarakat yang primitif. Tentu

terdapat kelemahan atau permasalahan yang muncul dari uang komoditas ini. Selain

berat, uang komoditi juga sulit untuk dibawa dalam jumlah besar.

Terlebih kalau terjadi transaksi yang mempunyai nilai besar. Kemudian muncullah uang

berbentuk kertas yang dinamakan uang fiat (fiat money). Uang fiat berarti uang kertas

yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai alat pembayaran yang sah tetapi tidak dapat

dikonversikan ke dalam bentuk koin atau logam berharga. Kelebihan dari uang koin

adalah bentuknya yang lebih ringan. Tetapi uang kertas dapat diterima sebagai alat

pembayaran jika ada kredibilitas dari otoritas yang menerbitkan uang kertas tersebut.

Sama seperti uang koin, kelemahan dari uang kertas adalah mudah dicuri dan cukup

mahal untuk dibawa dalam jumlah besar.

Maka untuk mengatasi permasalahan dari kelemahan kelemahan alat pembayaran

sebelumnya, muncullah cek, yaitu suatu tahapan baru dalam evolusi sistem pembayaran.

Cek juga merupakan suatu hasil dari perkembangan perbankan modern. Pengertian cek

sendiri adalah suatu instruksi dari pihak pertama ke Bank pihak pertama untuk

mengirimkan uang dari rekening pihak pertama ke rekening pihak kedua ketika pihak
31

kedua tersebut menyetorkan cek yang diterimanya. Cek menutupi kelemahan uang

logam dan uang kertas, yaitu mahalnya jika dibawa dalam jumlah besar. Bentuk cek

hanya sehelai kertas yang dapat memungkinkan terjadinya transaksi dalam jumlah besar

tanpa harus membawa sejumlah besar mata uang. Penemuan cek adalah suatu inovasi

yang dapat meningkatkan efisiensi sistem pembayaran. Keuntungan lain dari cek adalah

dapat mengurangi kerugian seandainya cek tersebut dicuri, dan karena cek memberikan

bukti pembelian dengan nyaman. Tetapi terdapat juga permasalahan/kelemahan dari

cek. Pertama, dibutuhkannya waktu untuk memberikan cek dari pihak pertama ke pihak

kedua jika mereka berada di tempat yang berbeda, terlebih dengan kondisi

membutuhkan pembayaran dengan cepat. Kedua, tingginya biaya administrasi dalam

proses pencairan cek. Tahapan evolusi sistem pembayaran berikutnya adalah pada

zaman teknologi yang sudah mulai maju dan berkembang, yaitu pada saat ini.

Meluasnya penggunaan internet dan juga semakin murahnya komputer memunculkan

pembayaran secara elektronik.

Uang elektronik memudahkan masyarakat untuk berbelanja tanpa harus membawa uang

tunai dalam jumlah besar. Hanya tinggal membawa kartu, menggesek maka transaksi

selesai. Tidak perlu ada kembalian, karena jumlah pembelian langsung dipotong dari

saldo yang ada di kartu. Tetapi terdapat kelemahan dari alat pembayaran uang

elektronik yang berakibat uang tunai masih dipakai di masyarakat, yaitu pertimbangan

pribadi masyarakat akan keamanan, baik keamanan dari uang yang didalamnya maupun

data atau informasi dari nasabah. Karena sekarang ini sudah banyak kejahatan berbasis

teknologi yang disebut Cyber Crime.


32

Menurut Bank Indonesia alat pembayaran boleh dikatakan berkembang sangat pesat dan

maju. Jika kita menengok ke belakang yakni awal mula alat pembayaran itu dikenal,

sistem barter antar barang yang diperjual belikan adalah kelaziman di era pra-modern.

Dalam perkembangannya, mulai dikenal satuan tertentu yang memiliki nilai

pembayaran yang lebih dikenal dengan uang. Hingga saat ini uang masih menjadi salah

satu alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat

2.3 Uang Elektronik

Dalam salah satu publikasi Bank for International Settlement mendefinisikan uang

elektronik sebagai Produl Stored Value atau Prepaid dimana uang disimpan dalam

suatu media elektronik yang dimiliki seseorang. Uang elektronik yang dimaksud adalah

alat pembayaran elektronik yang diperoleh dengan menyetorkan terlebih dahulu

sejumlah uang kepada penerbit, baik secara langsung, maupun melalui agen-agen

penerbit, atau dengan pendebitan rekening di Bank, dan nilai uang tersebut dimasukkan

menjadi nilai uang dalam media uang elektronik, yang dinyatakan dalam satuan Rupiah,

yang digunakan untuk melakukan tranksaksi pembayaran dengan cara mengurangi

secara langsung nilai uang pada media elektronik tersebut. Menurut Peraturan Bank

Indonesia NOMOR:11/12PBI/2009, Uang elekronik adalah pembayaran yang

memenuhi unsur sebagai berikut:

1. Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang

kepada penerbit.

2. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau

chip.
33

3. Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan

penerbit uang elektronik tersebut.

Nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan

merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur

mengenai perbankan.

2.3.1 Macam-macam Uang Elektronik

Pada umumnya dikategorikan atas dua kelompok yaitu chip-based product dan server-

based product (Working paper Bank Indonesia, 2006:8).

1. Chip-based product

Jenis produk ini menggunakan kartu dengan teknologi Smart Card (kartu pintar). Kartu

pintar adalah kartu plastik, dan berisi satu atau lebih chip semikonduktor tertanam.

Kartu pintar biasanya memiliki tempat penyimpanan di EEPROM berfungsi sebagai

penyimpanan nilai elektronis (saldo) dan juga biasanya tersedia mikroprosesor untuk

melakukan proses data untuk saldo uang elektronik. Kemajuan teknologi baru-baru ini

juga telah mengembangkan kartu “contactless” pintar, dengan kata lain chip dapat

berkomunikasi dengan pembaca kartu dengan menggunakan identifikasi freukensi radio

atau tanpa dimasukkan ke dalam alat pembaca kartu.

2. Server-based product

Jenis produk ini berbasis server dimana nilai elektronis terletak pada sebuah server yang

terhubung melalui suatu jaringan komputer/internet. Mekanisme pemindahan dana

dilakukan melalui suatu jaringan komunikasi seperti internet pada saat melakukan suatu
34

pembayaran. Biasanya jenis produk ini digunakan oleh penerbit yang berasal dari

perusahaan operator telekomunikasi (non-perbankan) dikarenakan mereka sudah

memiliki jaringan komunikasi yang terhubung dengan alat pembaca.

Uang elektronik menawarkan transaksi lebih cepat dan nyaman dibandingkan dengan

uang tunai (cash), khususnya untuk transaksi yang bernilai kecil (micro payment), sebab

dengan uang elektronik transaksi tersebut dapat dilakukan dengan lebih mudah dan

murah serta menjamin kemanan dan kecepatan transaksi, baik bagi konsumen maupun

bagi pedagang. Keamanan dan kecepatan transaksi tentunya menjadi komoditi yang

diperlukan dan menjadi semacam enablers yang cukup efektif untuk terciptanya cash

less society.

2.4 Perilaku Konsumen

2.4.1 Pengertian Perilaku Konsumen

Dalam mengenal konsumen diperlukan pemahaman mengenai perilaku konsumen yang

merupakan perwujudan seluruh aktivitas jiwa manusia itu sendiri. Perilaku konsumen

adalah suatu tindakan-tindakan nyata individu atau kumpulan individu, misalnya suatu

organisasi yang dipengaruhi oleh aspek eksternal dan internal yang mengarahkan

mereka untuk memilih dan mengonsumsi barang atau jasa yang diinginkan.

Dalam Perilaku konsumen suatu studi unit pembelian dan proses pertukaran yang

melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman serta ide.

Setiadi (2008:3) Perilaku konsumen adalah suatu tindakan yang langsung terlibat dalam

mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, perilaku konsumen

merupakan kegiatan-kegiatan individu yang langsung terlibat dalam jasa, termasuk di


35

dalamnya proses pengambilan keputusan. Definisi sederhana ini mengandung konsep

penting. Pertama, konsumen tidak dapat mengelak dari proses pertukaran dimana segala

sumber transfer di antara kedua belah pihak. Proses pertukaran melibatkan serangkaian

langkah-langkah, dimulai dengan tahap perolehan atau akuisisi, lalu ketahap konsumsi

dan berakhir dengan disposisi produk atau jasa.

Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen setelah membandingkan dengan

harapannya. Seorang pelanggan jika mereka puas dengan nilai yang diberikan oleh

produk atau jasa maka sangat besar kemungkinan untuk menjadi pelanggan dalam

waktu yang lama. Kepuasan pelanggan dibagi dua macam yaitu kepuasan fungsional

dan kepuasan fisiologis. Kepuasan fungsional merupakan kepuasaan yang diperoleh

dari fungsi suatu produk yang dimanfaatkan sedangkan kepuasan fisiologis merupakan

kepuasan yang diperoleh dari atribut yang bersifat tidak berwujud dari produk(Umar,

2005:51).

Perilaku konsumen perlu dipelajari untuk mengetahui karateristik konsumen dalam

memasarkan suatu produk. Menurut (Sunarto, 2004:97) pemahaman tentang konsumen

dan proses konsumsi akan menghasilkan sejumlah manfaat, yang diantaranya adalah

kemampuan untuk membantu para manajer mengambil keputusan, memberikan para

peneliti pemasaran pengetahuan dasar ketika menganalisis konsumen membantu

legeslatif negara serta pembuat peraturan menciptkan hukum dan peraturan yang

berhubungan dengan pembelian dan penjualan barang atau jasa, dan membantu

konsumen menengah dalam pengambilan keputusan yang lebih baik perilaku konsumen

sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan


36

menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan

menyusuli tindakan ini.

Menurut Engel (1994:8) Subyek ini dapat dibagi dari beberapa perspektif yaitu: (1)

pengaruh konsumen, (2) menyeluruh, (3) antar budaya. Kategori-kategori ini akan

bertumpang tindih sampai jangkauan tertentu. Perilaku konsumen memiliki kepentingan

khusus bagi orang dengan berbagai alasan, berhasrat mempengaruhi atau mengubah

perilaku itu termasuk mereka yang kepentingan utamanya adalah pemasaran,

pendidikan, dan perlindungan konsumen serta kebijakan umum.

Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan:

pendekatam nilai guna (cardinal utility) dan pemdekatan nilai guna ordinal. Dalam

pendekatan nilai guna kardinal dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh

seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif. Dalam pendekatan nilai guna

ordinal, manfaat atau kenikmatan yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsi

barang-barang tidak dikuantifikasikan (Sadono Sukirno, 1994:153) . Seorang konsumen

bersedia membeli suatu barang ialah karena barang itu berguna baginya. Seorang

konsumen tidak hanya menginginkan satu macam saja, tetapi ia membutuhkan banyak

dan beragam barang.

Tiap-tiap macam barang itu ada gunanya bagi konsumen yang bersangkutan, ada barang

yang gunanya tinggi, ada yang gunanya sedang, dan sebaliknya juga ada yang gunanya

rendah. Analisis perilaku konsumen dengan pendekatan kardinal menggunakan asumsi

bahwa kepuasan seorang konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang dapat diukur
37

dengan satuan kepuasan yang akan diperoleh konsumen tersebut dalam jumlah tertentu.

Tambahan kepuasan yang didapat dari penambahan jumlah barang yang dikonsumsi ini

disebut kepuasan marjinal.

Perilaku konsumen Sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada diluar diri manusia

(eksternal) dan faktor-faktor yang ada di dalam diri manusia (internal). Faktor eksternal

yang utama adalah faktor kebudayaan dan sosial, sedangkan faktor internal yang utama

adalah daktor pribadi dan psikologis.

Perilaku konsumen dapat diartikan adalah tindakan yang dilakukan oleh konsumen

dalam pengambilan keputusan berdasarkan keinginan yang ada pada dirinya dan

memoeroleh manfaat setelah mengonsumsi terhadap pilihan dari keputusan yang telah

diambil, manfaat itu dipaparkan menjadi dua bentuk yaitu nilau guna cardinal dan nilai

guna ordinal atau dapat dikatakan nilai guna yang kepuasannya dapat dihitung, dan nilai

guna yang kepuasannya tidak dapat dihitung. Selain itu ada beberapa faktor yang

mempengaruhi konsumen dalam mengambil tindakannya antara lain dari faktor budaya,

sosial, psikologi, personal.

2.4.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Kotler dan Keller (2009:166) mengatakan bahwa, perilaku konsumen dipengaruhi oleh

faktor- faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis”. Beberapa faktor yang

mempengaruhi perilaku konsumen adalah sebagai berikut :

1. Faktor Budaya.

Menurut Kotler dan Keller (2009:166) budaya, sub-budaya, dan kelas sosial sangat

penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku
38

paling dasar. Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih

menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub- budaya

mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis. Pada dasarnya,

semua masyarakat manusia memiliki stratifikasi sosial. Stratifikasi lebih sering

ditemukan dalam bentuk kelas sosial, pembagian masyarakat yang relatif homogen dan

permanen, yang tersusun secara hierarkis dan yang para anggotanya menganut nilai,

minat, dan perilaku serupa.

Kelas sosial memiliki beberapa ciri. Pertama, orang-orang di dalam kelas sosial yang

sama cenderung berperilaku lebih seragam dar pada orang- orang dari dua kelas sosial

yang berbeda. Kedua, orang merasa dirinya menempati posisi inferior atau superior

dikelas sosial mereka. Ketiga, kelas sosial ditandai oleh sekumpulan variabel-seperti

pekerjaan, penghasilan, kesejahteraan, pendidikan, dan orientasi nilai-bukannya satu

variabel.

Keempat, individu dapat pindah dari satu tangga ke tangga lain pada kelas sosialnya

selama masa hidup mereka. Besarnya mobilitas itu berbeda-beda, tergantung pada

seberapa kaku stratifikasi sosial dalam masyarakat tertentu.

2. Faktor sosial.

Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok acuan,

keluarga, serta peran dan status sosial. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan

dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran menghasilkan status. Selain faktor

budaya, perilaku pembelian konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial diantarannya

sebagai berikut:
39

a. Kelompok Acuan

Kelompok acuan dalam perilaku pembelian konsumen dapat diartikan sebagai

kelompok yang dapat memberikan pengaruh secara langsung atau tidak langsung

terhadap sikap atau perilaku seseorang tersebut. Kelompok ini biasanya disebut dengan

kelompok keanggotaan, yaitu sebuah kelompok yang dapat memberikan pengaruh

secara langsung terhadap seseorang.

Adapun anggota kelompok ini biasanya merupakan anggota dari kelompok primer

seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan kerja yang berinteraksi dengan secara

langsung dan terus menerus dalam keadaan yang informal. Tidak hanya kelompok

primer, kelompok sekunder yang biasanya terdiri dari kelompok keagamaan, profesi

dan asosiasi perdagangan juga dapat disebut sebagai kelompok keanggotaan.

b. Keluarga

Menurut Kotler dan Keller (2009:171) dalam sebuah organisasi pembelian konsumen,

keluarga dibedakan menjadi dua bagian. Pertama keluarga yang dikenal dengan istilah

keluarga orientas. Keluarga jenis ini terdiri dari orang tua dan saudara kandung

seseorang yang dapat memberikan orientasi agam, politik dan ekonomi serta ambisi

pribadi, harga diri dan cinta. Kedua, keluarga yang terdiri dari pasangan dan jumlah

anak yang dimiliki seseorang. Keluarga jenis ini biasa dikenal dengan keluarga pro

kreasi.

c. Peran dan Status

Hal selanjutnya yang dapat menjadi faktor sosial yang dapat mempengaruhi perilaku

pembelian seseorang adalah peran dan status mereka di dalam masyarakat. Semakin
40

tinggi peran seseorang di dalam sebuah organisasi maka akan semakin tinggi pula status

mereka dalam organisasi tersebut dan secara langsung dapat berdampak pada perilaku

pembeliannya.

Contoh seorang direktur di sebuah perusahaan tentunya memiliki status yang lebih

tinggi dibandingkan dengan seorang supervisor, begitu pula dalam perilaku

pembeliannya. Tentunya, seorang direktur perusahaan akan melakukan pembelian

terhadap merek-merek yang berharga lebih mahal dibandingkan dengan merek lainnya.

3. Faktor Pribadi

Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut

meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, kepribadian

dan konsep diri, serta nilai dan gaya hidup pembeli. Faktor ini juga berpengaruh

terhadap hal yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian atas barang

dimana keadaan ekonomi dan pekerjaan menjadi hal terpenting ketika pendapatan

seorang konsumen memadai maka ia akan mengambil keputusan menggunakan sedikit

dari hasil gajinya untuk berbelanja. Keputusan pembelian juga dapat dipengaruhi oleh

karakteristik pribadi diantaranya sebagai berikut:

a. Usia dan Siklus Hidup Keluarga

Orang membeli barang dan jasa yang berbeda-beda sepanjang hidupnya yang dimana

setiap kegiatan konsumsi ini dipengaruhi oleh siklus hidup keluarga.

b. Pekerjaan dan Lingkungan Ekonomi

Pekerjaan dan lingkungan ekonomi seseorang dapat mempengaruhi pola konsumsinya.

Contohnya, direktur perusahaan akan membeli pakaian yang mahal, perjalanan dengan
41

pesawat udara, keanggotaan di klub khusus, dan membeli mobil mewah. Selain itu,

biasanya pemilihan produk juga dilakukan berdasarkan oleh keadaan ekonomi

seseorang seperti besaran penghasilan yang dimiliki, jumlah tabungan, utang dan sikap

terhadap belanja atau menabung.

c. Gaya Hidup

Kotler dan Keller (2009:175) gaya hidup dapat di artikan sebagai sebuah pola hidup

seseorang yang terungkap dalam aktivitas, minat dan opininya yang terbentuk melalui

sebuah kelas sosial, dan pekerjaan. Tetapi, kelas sosial dan pekerjaan yang sama tidak

menjamin munculnya sebuah gaya hidup yang sama. Melihat hal ini sebagai sebuah

peluang dalam kegiatan pemasaran, banyak pemasar yang mengarahkan merek mereka

kepada gaya hidup seseorang. Contohnya, perusahaan telepon seluler berbagai merek

berlomba-lomba menjadikan produknya sesuai dengan berbagai gaya hidup remaja yang

modern dan dinamis seperti munculnya telepon seluler dengan fitur multimedia yang

ditujukan untuk kalangan muda yang kegiatan tidak dapat lepas dari berbagai hal

multimedia seperti aplikasi pemutar suara, video, kamera dan sebagainya. Atau

kalangan bisnis yang menginginkan telepon seluler yang dapat menunjang berbagai

kegiatan bisnis mereka.


42

2.5 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu

Lani Miliani, Mustika


Mamlukha
Sufiati Purwanegara, Maya Indriastuti Dan
Keterangan Bintang
Dan Mia Tantri Diah Rizki Herdian (2014)
Larashati (2016)
Indriani (2013)
Inovasi
Persepsi manfaat,
Manfaat yang dirasakan, teknologi,
kemudahan yang dirasakan,
Variabel Bebas keamanan & resiko yang persepsi
norma subjekif, inovasi
dirasakan, pertimbangan kredibilitas,
teknologi, persepsi
bank Manfaat yang
kredibilitas
dirasakan
Variabel Terikat Minat penggunaan Penggunaan Penggunaan
Obyek Penelitian Uang Elektronik Uang Elektronik Uang Elektronik

Sampel probabilitas Sampel probabilitas Sampel Non


Teknik Sampling
(Random) (Random) Probabilitas

Pengukuran Skala Likert Skala Likert Skala Likert


Alat Analisis SPSS SPSS SPSS
Instrument
Kuesioner Kuesioner Kuesioner
Penelitian

Kesimpulan hasil
pembahasan
dalam penelitian
saat ini adalah
bahwa variabel
Hanya diterima variabel inovasi teknologi
persepsi kredibilitas dan manfaat yang
Dapat disimpulkan bahwa memiliki positif dan dirasakan
variabel manfaat yang signifikan terhadap merupakan faktor
dirasakan sebagai faktor pengaruh penggunaan uang yang
Hasil yang mempengaruhi niat elektronik. Sementara faktor mempengaruhi
untuk menggunakan / persepsi kemudahan penggunaan uang
reuse uang elektronik di penggunaan, norma elektronik.
Indonesia. subjektif, dan inovasi Sedangkan
teknologi negatif persepsi
mempengaruhi penggunaan kredibilitas
online banking. positif tidak
signifikan
terhadap
penggunaan uang
elektronik.

Sumber: Data Diolah, 2019


43

Tabel 2.1 menunjukan kesimpulan dari penelitian terkait penerimaan suatu teknologi

baru yang berkaitan dengan pembayaran digital, namun ada beberapa hal yang

membedakan antara penelitian terdahulu diatas dengan penelitian ini, perbedaan

tersebut yaitu:

pada penelitian yang dilakukan olehLani Miliani, Mustika Sufiati Purwanegara, dan

Mia Tantri Diah Indrianiyang berjudul adoption behavior of e-money usage, penelitian

ini sama-sama menggunakan technology acceptance model 1, yang membedakan adalah

variabel yang digunakan, jika pada penelitian ini peneliti memodifikasi variabel pada

model technology acceptance model 1 sehingga terciptanya model penelitian dengan

variabel yaitu manfaat yang dirasakan, persepsi keamanan dan resiko, pertimbangan

bank terhadap niat untuk menggunakan sedangkan pada penelitian ini menggunakan

keseluruhan variabel darimodel technology acceptance model 1 tanpa variabel

tambahan.

Pada penelitian yang dilakukan Maya Indriastuti dan Rizki Herdian yang bejudul

Influecers E-money I Banking Sector. Pada penelitian tersebut peneliti memodifikasi

variabel pada model technology acceptance model 1 sehingga terciptanya model

penelitian dengan variabel yaitupersepsi manfaat, kemudahan yang dirasakan, norma

subjektif, inovasi teknologi, persepsi kredibilitas terhadap penggunaan e-money.

Dan perbedaan dari penelitiaan Lani Miliani, Mustika Sufiati Purwanegara, dan Mia

Tantri Diah Indriani yang berjudul adoption behavior of e-money usage, penelitian yang

dilakukan Maya Indriastuti dan Rizki Herdian yang bejudul Influecers E-money I

Banking Sector dan Mamlukha Bintang Larashatiyang berjudul pengaruh inovasi


44

teknologi, persepsi kredibilitas dan manfaat yang dirasakan terhadap penggunaan e-

money bank mandiri di surabaya dengan penelitian ini adalah alat pengelolahan data

dimana pada penelitian terdahulu peneliti menggunakan SPSS sedangkan pada

penelitian ini menggunakan Partial least square (PLS).

2.6 Model Penelitian

Dalam penelitian diperlukan adanya landasan teoritis yang memadai, dibutuhkan suatu

kerangka pemikiran. Beberapa penelitian terdahulu yang menggunakan teori

Technology Acceptance Model (TAM), mengemukakan bahwa persepsi kegunaan

(perceived usefulness) telah banyak menunjukan pengaruhnya terhadap penerimaan

suatu teknologi, teknologi akan diterima apabila memberikan kegunaan atau

memberikan manfaat yang kongkrit terhadap si pemakai. Jika penggunaan chip-based

product dirasa lebih menguntungkan, maka pengguna dapat memilih menggunakan

chip-based product dibandingkan dengan uang tunai. Persepsi kegunaan dapat diukur

melalui enam indikator yang meliputi bekerja lebih cepat (work more quickly), kinerja

pekerjaan (job performance), meningkatkan produktivitas (increase productivity),

keefektifan (effectiveness), mempermudah pekerjaan (make job easier), nilai guna

(useful) sehingga suatu teknologi dapat dikatakan berguna apabila pengguna merasa

teknologi tersebut memberikan dampak sebagaimana dijabarkan oleh indikator tersebut.

Selain persepsi kegunaan (perceived usefulness) seseorang akan cenderung menerima

suatu teknologi apabila teknologi tersebut mudah digunakan. Persepsi kemudahan

penggunaan (perceived ease of use) didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang

percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas dari usaha. Jadi apabila
45

seseorang percaya bahwa suatu teknologi itu mudah untuk digunakan, maka orang

tersebut akan menggunakannya. Sehingga variabel kemudahan ini memberikan indikasi

bahwa suatu sistem dibuat bukan untuk mempersulit pemakainya, namun justru suatu

sistem dibuat dengan tujuan memberikan kemudahan bagi pemakainya. Persepsi

kemudahan dapat diukur melalui beberapa indikator yaitu mudah dipelajari (easy of

learn), mudah dikendalikan (controllable), dapat dikendalikan (clear and understable),

fleksibel (flexible), mudah untuk memahami cara kerja aplikasi (easy become to

skillfull), mudah digunakan (easy to use).

Penggunaan teknologi juga tidak terlepas dari sikap terhadap penggunaan (attitude

toward using). sikap terhadap penggunaan didefinisikan penerimaan atau penolakan

seseorang terhadap suatu teknologi dalam pekerjaannya. Sikap seseorang terdiri atas

unsur kognitif/cara pandang (cognitive), afektif (affective), dan komponen-komponen

yang berkaitan dengan perilaku (behavioral components). sikap terhadap penggunaan

dapat diukur melalui beberapa indikator yaitu keinginan untuk menggunakan,

keuntungan dalam menggunakan, kesenangan dalam menggunakan.

Perilaku keinginan untuk menggunakan (behavioral intention to use) merupakan tingkat

seberapa kuat atau dorongan seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Perilaku

keinginan untuk menggunakan dapat di ukur melalui beberapa indikator yaitu keinginan

untuk menggunakan, selalu mencoba menggunakan, berlanjut di masa yang akan

datang. Pengguaan aktual (actual use) diartikan sebuah perilaku nyata dalam

mengadopsi suatu sistem. Penggunan aktual dikonsepkan dalam bentuk pengukuran

terhadap frekuensi dan durasi waktu penggunaan teknologi. Penggunaan aktual dapat
46

diukur melalui beberapa indikator yaitu actual usage, frekuensi penggunaan, kepuasan

pelanggan.

Dengan menyesuaikan terhadap permasalahaan dan gejala yang ada, penulis

menggunakan teori model theory acceptance (TAM) model 1 tanpa melakukan adaptasi

variabel-variabel tambahan. Seseuai dengan tinjauan pustaka dan fenomena yang telah

diungkapkan, dapat disusun kerangka pemikiran teoritis sebagaimana gambar 2.5

berikut ini:

Persepsi
Kemudahan
Penggunaan
(Perceived
Ease Of Use)
Uang
Elektronik
Chip-Based
Product.

Perilaku
Sikap Terhadap Keinginan
Penggunaan Untuk Penggunaan
(Attitude Menggunakan Aktual (Actual
Toward Using) (Behavioral Use) Uang
Uang Intention To Elektronik
Elektronik Use) Uang Chip-Based
Chip-Based Elektronik Product.
Product. Chip-Based
Product.

Persepsi
Penggunaan
(Perceived
Usefulness)
Uang
Elektronik
Chip-Based
Product.

Sumber : Data Diolah 2019

Gambar 2.5 Model Penelitian


47

Dari gambar 2.5 dapat dijelaskan bahwa pada penelitian ini menggunakan analisis jalur

dimana eksternal variabels berpengaruh terhadap persepsi kemudahan penggunaan

(perceived ease of use) uang elektronik chip-based product dan persepsi penggunaan

(perceived usefulness) uang elektronik chip-based product. kemudahan penggunaan

(perceived ease of use) uang elektronik chip-based product dan persepsi penggunaan

(perceived usefulness) uang elektronik chip-based product akan mempengaruhi sikap

terhadap penggunaan (attitude toward using) uang elektronik chip-based product,

sedangkan kemudahan penggunaan (perceived ease of use) uang elektronik chip-based

product akan mempengaruhi persepsi penggunaan (perceived usefulness) uang

elektronik chip-based product karena suatu sistem yang mudah untuk digunakan atau

tidak membuatuhkan waktu yang lama untuk dipelajari sehingga membuat individu

memiliki kesempatan untuk mengerjakan sesuatu yang lain. Kemudahan penggunaan

(perceived ease of use) uang elektronik chip-based product akan mempengaruhi sikap

terhadap penggunaan (attitude toward using) uang elektronik chip-based product, sikap

terhadap penggunaan (attitude toward using) dikonsepkan sebagai sikap terhadap

pengguna sistem yang berbentuk penerimaan atau penolakan sebagai dampak bila

seseorang menggunakan sesuatu teknologi dalam pekerjaanya. Sikap terhadap

penggunaan (attitude toward using) akan mempengaruhi perilaku keinginan untuk

menggunakan (behavioral intention to use) uang elektronik chip-based product,

behavioral intention to use adalah kecenderungan perilaku untuk tetap menggunakan

suatu teknologi. Perilaku keinginan untuk menggunakan (behavioral intention to use)

uang elektronik chip-based product akan mempengaruhi penggunaan aktual (actual use)

uang elektronik chip-based product. actual system usage diartikan kondisi nyata
48

pengguna sistem yang dikonsepkan dalam bentuk pengukuran terhadap frekuensi dan

durasi waktu penggunaan teknologi

2.7 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana

masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan

sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan,

belum berdasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah

penelitian, belum jawaban yang empiris (Sugiyono, 2010:100). Hubungan antar variabel

dalam penelitian ini memiliki hipotesis sebagai berikut:

1. H1 : persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) uang

elektronik chip-based product memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

persepsi kegunaan penggunaan (perceived usefulness) uang elektronik chip-

based product.

2. H2 : persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) uang

elektronik chip-based product memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

sikap penggunaan (attitude toward using) uang elektronik chip-based product.

3. H3 : persepsi penggunaan (perceived usefulness) uang elektronik chip-based

product memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap sikap penggunaan

(attitude toward using) uang elektronik chip-based product.


49

4. H4 : persepsi penggunaan (perceived usefulness) uang elektronik chip-based

product memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku

menggunakan (behavioral intention to use) uang elektronik chip-based product.

5. H5 : sikap penggunaan (attitude toward using) uang elektronik chip-based

product memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku

menggunakan (behavioral intention to use) uang elektronik chip-based product.

6. H6 : perilaku menggunakan (behavioral intention to use) uang elektronik

chip-based product memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap intensi

penggunaan aktual (actual use) uang elektronik chip-based product.

Anda mungkin juga menyukai