Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Technology Acceptance Model (TAM)

Technology Acceptance Model (TAM) diadopsi dari model The Theory of

Reasoned Action (TRA), dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang

terhadap suatu hal akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. Teori ini

membuat model perilaku seseorang sebagai suatu fungsi dari tujuan perilaku. Tujuan

perilaku ditentukan oleh sikap atas perilaku tersebut. Oleh karena itu, dapat dipahami

bahwa reaksi dan persepsi pengguna SI (Sistem Informasi) akan mempengaruhi sikapnya

dalam penerimaan penggunaan SI. Model TAM menempatkan faktor sikap dari tiap-tiap

perilaku pengguna dengan dua variabel yaitu kemanfaatan (usefulness) dan kemudahan

penggunaan (ease of use) sebagai instrumen untuk menjelaskan varians pada minat

pengguna (user’s intention).

TAM berfokus pada sikap terhadap pemakai teknologi informasi, di mana

pemakai mengembangkannya berdasarkan persepsi manfaat dan kemudahan dalam

pemakaian teknologi informasi. Sasaran dari TAM adalah untuk menyediakan sebuah

penjelasan dari faktor-faktor penentu penerimaan komputer yang umum. TAM kurang

umum dibandingkan dengan TRA. TAM didesain hanya untuk perilaku penggunaan

komputer, namun karena menggabungkan berbagai temuan yang diakumulasi dari riset-

riset dalam beberapa dekade, maka TAM sesuai sebagai modelling penerimaan komputer.
Tujuan inti dari TAM adalah untuk menyediakan sebuah gambaran yang

mendasari pengaruh faktor-faktor ekstenal terhadap kepercayaan (belief) internal, sikap

dan tujuan. TAM diformulasikan dalam usaha untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut

dengan mengidentifikasi variabel-variabel yang mendasar seperti yang disarankan oleh

riset-riset sebelumnya yang menyalurkan faktor kognitif dan afektif dari penerimaan

komputer dan menggunakan TRA sebagai dasar teoritis untuk model hubungan teoritis

diantara variabel-variabel tersebut. TRA digunakan sebagai dasar teoritis untuk

menentukan hubungan sebab akibat antara dua kunci belief, yaitu (1) persepsi kegunaan,

dan (2) persepsi kemudahan dari penggunaan terhadap sikap user dan tujuan perilaku

adopsi komputer sesungguhnya. Kedua kunci belief tersebut relevan untuk perilaku

penerimaan komputer (dalam Kurniawan 2008).

Persepsi kegunaan didefinisikan sebagai prospek kemungkinan subyektif user

yang menggunakan sistem aplikasi khusus, yang akan meningkatkan kinerjanya dalam

organisasi. Persepsi kemudahan dari penggunaan diartikan sebagai tingkat dimana

sasaran yang diharapkan user membebaskan diri dari serangkaian usaha-usaha tertentu

(dalam Kurniawan 2008).

TAM mempostulatkan bahwa penggunaan komputer ditentukan oleh tujuan

perilaku sama seperti TRA, namun perbedaannya adalah bahwa tujuan perilaku ditinjau

secara bersama-sama ditentukan oleh sikap individu terhadap penggunaan sistem dan

perasaan kegunaan. Hubungan antara penggunaan sistem dan tujuan perilaku yang

digambarkan dalam TAM menunjukkan secara tidak langsung bentuk-bentuk tujuan

individu untuk melakukan tindakan yang positif. Hubungan antara perasaan kegunaan

dan tujuan perilaku didasarkan pada ide bahwa dalam penyusunan organisasi, orang-
orang membentuk tujuan-tujuan terhadap perilakunya yang diyakini akan meningkatkan

kinerjanya. Hal ini karena kinerja yang meningkat merupakan instrumen untuk mencapai

berbagai reward yang terletak di luar pekerjaan itu sendiri, seperti peningkatan gaji dan

promosi (Vroom, dalam Goodhue dan Thompson, 1995).

2.1.2 Theory of Planned Behavior (TPB)

Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut dari

Theory of Reasoned Action (TRA) (Ajzen, 1991 dan Jogiyanto, 2008). TRA menjelaskan

bahwa perilaku (behavior) dilakukan karena individu memiliki niat atau keinginan untuk

melakukannya (behavioral intention). Niat perilaku akan menentukan perilaku seseorang.

TRA mengusulkan bahwa niat perilaku adalah suatu fungsi dari sikap (attitude) dan

norma subjektif (subjective norm) terhadap perilaku. Ajzen (1988) dalam Jogiyanto

(2008) menjelaskan niat (intention) berubah menurut waktu. Selain itu hasil TRA jangka

pendek lebih signifikan dibandingkan dengan hasil TRA jangka panjang. Ajzen

mengembangkan teori TPB dengan menambahkan konstruk yang belum ada di TRA

yaitu kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control). TPB secara eksplisit

mengenal kemungkinan bahwa banyak perilaku yang tidak semuanya di bawah kontrol

penuh individu sehingga konsep dari kontrol perilaku persepsian ditambahkan untuk

menangani perilaku-perilaku semacam ini. Niat (intention) didefinisikan sebagai

keinginan untuk melakukan perilaku. Niat tidak selalu statis dan dapat berubah seiring

berjalannya waktu (Jogiyanto, 2008). Niat erat kaitannya dengan motivasi, yaitu

dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan

sesuatu tindakan dengan tujuan tertentu. Niat yang baik akan mendorong timbulnya
motivasi untuk berbuat baik. Niat tidak selalu statis dan dapat berubah seiring

berjalannya waktu sehingga dapat disimpulkan semakin lebar interval waktu, semakin

mungkin terjadi perubahan pada niat (Jogiyanto, 2008). Dalam Theory of Planned

Behavior (TPB), perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul karena adanya niat

untuk berperilaku (behavioral intention) (Jogiyanto, 2008). Lebih lanjut, niat berperilaku

ditentukan oleh tiga macam kepercayaan, antara lain:

1. Kepercayaan perilaku (behavioral belief), yaitu kepercayaan tentang

kemungkinan terjadinya perilaku. Kepercayaan perilaku akan menghasilkan suatu

sikap menyukai atau tidak menyukai terhadap perilaku.

2. Kepercayaan normatif (normative belief), yaitu kepercayaan tentang ekspektasi

normatif dari orang lain dan motivasi untuk menyetujui ekspektasi tersebut.

Kepercayaan normatif menghasilkan tekanan sosial atau norma subjektif.

3. Kepercayaan kontrol (control belief), yaitu kepercayaan tentang keberadaan

faktor-faktor yang akan memfasilitasi atau merintangi kinerja dari perilaku dan

kekuatan persepsian dari faktor-faktor tersebut. Kepercayaan kontrol akan

menghasilkan kontrol perilaku persepsian.

2.1.3 Persepsi Kemanfaatan (Perceived Usefulness)

Jogiyanto (2007) mendefinisikan manfaat (perceived usefulness) sebagai

sejauhmana seseorang percaya bahwa penggunaan suatu teknologi akan meningkatkan

kinerja pekerjaannya. Kemanfaatan penggunaan TI (teknologi informasi) dapat diketahui

dari kepercayaan pengguna TI dalam memutuskan penerimaan TI, dengan satu

kepercayaan bahwa penggunaan TI tersebut memberikan kontribusi positif bagi


penggunanya. Seseorang mempercayai dan merasakan dengan menggunakan komputer

sangat membantu dan mempertinggi prestasi kerja yang akan dicapainya, atau dengan

kata lain orang tersebut mempercayai penggunaan TI telah memberikan manfaat

terhadap pekerjaan dan pencapaian prestasi kerjanya. Kemanfaatan penggunaan TI

tersebut menjadi sebuah variabel tersendiri yang diteliti oleh para peneliti, khususnya

untuk melihat penerimaan penggunaan TI bagi organisasi perusahaan.

Menurut Thompson, et al (1991;1994) dalam Nasution (2004) kemanfaatan TI

merupakan manfaat yang diharapkan oleh pengguna TI dalam melaksanakan tugasnya.

Pengukuran kemanfaatan tersebut berdasarkan frekuensi penggunaan dan

diversitas/keragaman aplikasi yang dijalankan. Thompson (1991) dalam Nasution (2004)

juga menyebutkan bahwa individu akan menggunakan TI jika mengetahui manfaat

positif atas penggunaannya.

Davis (1989), melakukan penelitian untuk melakukan mengembangkan

pengukuran yang lebih baik untuk memprediksi dan menjelaskan penggunaan teknologi.

Fokus didalam penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pada dua konstrak yaitu yang

teoritikal manfaat dan kemudahan yang diteorikan menjadi determinan dasar dalam

pemanfaatan sistem. Penelitian ini menemukan beberapa hal penting yaitu skala baru

ditemukan yang memiliki sifat psychometric yang kuat dan menunjukan hubungan

empirical yang signifikan dengan pemanfaatan minat berperilaku.

Penelitian Davis (1989) juga menunjukkan peran perceived usefulness dan

perceived ease of use sebagai pendorong para pemakai dalam menggunakan sistem.

Perceived usefulness ternyata lebih kuat hubungannya dengan pemanfaatan perilaku

dibandingkan dengan perceived ease of use.


Igbaria, et al. (1995) dalam Handayani (2007), melakukan pengujian dengan

menghubungkan suatu konsep model dalam peenggunaan mikro komputer secara

terintegrasi sehingga di dalam penelitian ini menggunakan TAM untuk memperluas

investigasinya untuk melihat dampak faktor-faktor eksternal misalnya, individual,

organisasional dan karateristik sistem dalam penerimaan pemakai teknologi

mikrokomputer. Igbaria, et al. (1995) dalam Handayani (2007), menganalisis model ini

dengan dua konstrak yang terpisah yaitu (1) kepercayaan perceived usefulness dan

perceived ease of use, (2) dukungan organisasi (dukungan manajemen dan dukungan

computing end user), dan (3) pemanfaatan mikrokomputer perceived usage dan variety of

use. Hasil penelitian Igbaria, et al. (1995) dalam Handayani (2007), menunjukan bahwa

faktor-faktor yang diinvestigasi memberikan kontribusi kepada pemanfaatan mikro

komputer.

Faktor-faktor eksternal juga mempengaruhi perceived usefulness dan variabel-

variabel endogeneos lainnya, seperti yang dijelaskan dalam Davis, et al. (1989) bahwa

kepercayaan (perceived usefulness dan perceived ease of use) merupakan konstrak yang

signifikan berhubungan dengan pemanfaatan pelaporan sendiri. Igbaria, et al (1995)

dalam Handayani (2007), juga menunjukan bahwa manfaat adalah lebih penting sebagai

determinan pemanfaatan mikro komputer dibandingkan perceived ease of use.

Secara individual ditunjukkan bahwa computer attitude memiliki pengaruh yang

signifikan pada perceived usefullness dan perceived ease of use. Di lain pihak, Computer

self efficacy mempunyai pengaruh relatif kecil untuk perceived usefullness dan tidak

signifikan pengaruhnya dalam perceived ease of use.


2.1.4 Persepsi Kemudahan (Perceived Ease of Use)

Kemudahan penggunaan (ease of use) didefinisikan sebagai sejauhmana

seseorang percaya bahwa penggunaan teknologi akan bebas dari usaha (Jogiyanto, 2007).

Kemudahan dalam penggunaan teknologi dapat menjadi suatu katalisator potensial untuk

meningkatkan minat berperilaku dalam penggunaan teknologi informasi.

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan perceived ease of use dilakukan

Davis (1989) yang menunjukkan ada pengaruh baik perceived usefulness dan perceived

ease of use sebagai determinan pemanfaatan sistem tetapi untuk perceived ease of use

hubungannya dengan penggunaan sistem tidak sekuat perceived usefulness. Subramanian

(1994), menunjukkan perceived ease of use tidak mempunyai pengaruh yang signifikan

dalam memprediksikan pemanfaatan teknologi pada masa yang akan datang. Szajna

dalam Sanjaya (2005), menunjukan perceived ease of use mampu digunakan untuk

memprediksi minat berperilaku responden dalam menggunakan teknologi informasi.

Venkatesh dan Davis dalam Sanjaya (2005), melakukan pengujian untuk

memahami ukuran persepsi kemudahan. Mereka berpendapat bahwa persepsi kemudahan

ternyata berhubungan sangat erat self efficacy dalam mempengaruhi minat berperilaku

bagi pemakai dalam penggunaan komputer. Venkatesh dan Morris dalam Sanjaya (2005),

menemukan bahwa wanita di dalam minatnya untuk menggunakan sistem ternyata sangat

kuat dipengaruhi oleh perceived ease of use dan norma subjektif.

2.1.5 Minat Penggunaan

Minat Penggunaan teknologi menunjukkan keputusan individu untuk

menggunakan atau tidak menggunakan teknologi dalam menyelesaikan serangkaian


tugasnya. Idealnya, dalam hubungannnya dengan faktor kecocokan tugas-teknologi,

penggunaan teknologi diukur dengan seberapa besar proporsi pemakai memilih untuk

menggunakan sistem. Operasionalisasi tersebut mencerminkan keputusan pemakai untuk

menggunakan teknologi berdasarkan hasil evaluasinya atas faktor kecocokan tugas

teknologi sehingga pemanfaatan teknologi berlangsung dalam situasi sukarela. Akan

tetapi, proporsi tersebut sangat sulit dalam studi lapangan. Sebagai pemecahannya, agar

pemanfaatan dikonseptualisasikan sebagai seberapa luas sistem informasi terintegrasi

pada setiap tugas rutin individu, baik karena pilihan individu atau karena mandate

organisasi. Konsep penggunaan tersebut mencerminkan pilihan individu (atau organisasi)

untuk menerima sistem, atau institusionalisasi sistem. Konsep ini dioperasionalisasi

dengan menanyakan seberapa tinggi ketergantungan pemakai terhadap sederetan daftar

sistem informasi berbasis komputer yang tersedia pada organisasi.

Minat penggunaan teknologi berhubungan dengan cara perusahaan merencanakan

dan mengatur teknologi informasi dalam mencapai manfaat potensial dan efektif (Croteau

dan Bergeron, 1992). Teknologi informasi diterapkan sesuai dengan strategi bisnis. Oleh

karenanya, perusahaan dapat mengadopsi berbagai tipe penggunaan teknologi tergantung

pada strategi bisnisnya. Persepsi tentang kemudahan dalam menggunakan teknologi

informasi merupakan faktor yang dominan untuk menjelaskan persepsi dari manfaat dan

penggunaan suatu sistem. Persepsi tentang manfaat mempunyai pengaruh yang kuat

terhadap penggunaan sistem. Pemanfaatan teknologi berhubungan dengan perilaku

menggunakan teknologi tersebut untuk menyelesaikan tugas. Thompson, et al. (1991)

melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan personal

komputer dengan menggunakan teori perilaku yang diajukan oleh Triandis (1980).
Pemanfaatan teknologi informasi merupakan manfaat yang diharapkan oleh pengguna

sistem informasi dalam melaksanakan tugasnya, pengukurannya berdasarkan intensitas

pemanfaatan, frekuensi pemanfaataan, dan jumlah aplikasi atau perangkat lunak yang

digunakan.

2.1.6 Perilaku Penggunaan

Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas, yang merupakan akhir

jalinan yang saling mempengaruhi antara berbagai macam gejala seperti perhatian,

pengamatan, pikiran, ingatan, dan fantasi. (Notoatmodjo, 2003 : 135). Menurut Skinner

dalam Notoatmodjo (1997), mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan

antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respon). Sedangkan menurut Taufik (2007),

perilaku merupakan suatu kegiatan atau kegiatan organisme makhluk hidup yang

bersangkutan. Davis (1989) menggunakan pengukuran pemakaian sesungguhnya, dan

Igbaria, et al. (1995) menggunakan pengukuran pemakaian persepsian yang diukur

sebagai jumlah waktu yang digunakan untuk berinteraksi dengan suatu tekonologi dan

frekuensi penggunaannya (Jogiyanto, 2007:117).

2.1.7 Peranan Teknologi Informasi

Teknologi informasi memainkan peranan penting dalam perekayasaan ulang

dalam proses bisnis. Kecepatan, kemampuan pemrosesan informasi dan konektivitas

komputer serta teknologi internet dapat secara mendasar meningkatkan efisiensi para

bisnis, seperti juga meningkatkan komunikasi dan kerjasama (O’Brian, 2005: 76).
Peranan teknologi informasi pada aktivitas manusia pada saat ini sangat besar.

Teknologi informasi telah menjadi fasilitator utama bagi kegiatan-kegiatan bisnis,

memberikan andil besar terhadap perubahan mendasar pada struktur, operasi dan

manajemen organisasi. Berkat teknologi ini, berbagai kemudahan dapat dirasakan

manusia. Menurut Kadir (2003), peranan teknologi informasi meliputi:

1) Teknologi informasi menggantikan peran manusia. Dalam tugas ini, teknologi

informasi melakukan otomasi terhadap suatu tugas atau proses.

2) Teknologi informasi memperkuat peran manusia, yakni dengan menyajikan

informasi terhadap suatu tugas atau proses.

3) Teknologi informasi berperan dalam restrukturisasi terhadap peran manusia.

Dalam hal ini, teknologi berperan dalam melakukan perubahan-perubahan

terhadap sekumpulan tugas atau proses.

2.1.8 Bisnis Merchant

Sistem informasi dapat didefinisikan secara teknis sebagai suatu komponen yang

saling berhubungan yang mengumpulkan (mendapatkan-kembali), memproses,

menyimpan dan mendistribusikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan,

koordinasi dan pengawasan dalam organisasi (Laudon dan Laudon, 2005). Bisnis

Merchant merupakan salah satu aktivitas usaha yang dilakukan oleh Bank dalam upaya

memberikan layanan transaksi perbankan kepada nasabahnya dengan cara memasang

atau menempatkan EDC dan/atau Imprinter di tempat usaha merchant.

Bank dalam Bisnis Merchant, bertindak sebagai Acquiring dari VISA dan Master

Card yang dapat menerima dan memproses transaksi yang dilakukan dengan
menggunakan Kartu Kredit ataupun Kartu Debit. Acquirer adalah Bank (Acquiring Bank)

yang dapat menerima dan memproses transaksi pembayaran dengan Kartu Kredit maupun

Kartu Debit berdasarkan lisensi dari VISA International atau Master Card International.

Mesin Electronic Data Capture (EDC) adalah alat yang dipergunakan untuk

Transaksi Kartu yang terhubung secara On-Line dengan sistem jaringan Bank

(http://www.bnicardcenter.co.id/01/08/2013). Proses transaksi EDC yang terjadi, mulai

dari saat terjadinya transaksi hingga munculnya tagihan untuk pemegang kartu dapat di

lihat pada Gambar 2.1 berikut :

Gambar 2.1 Proses Transaksi EDC

Sumber: Data diolah (2015).

2.2 Pembahasan hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian tentang persepsi kemanfaatan dan persepsi kemudahan sebagai

prediktor minat penggunaan dan pengaruhnya pada perilaku penggunaan pernah

dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti yaitu, Shomad (2013), Imandari dkk
(2013), Pratiwi (2012), Adiwibowo dkk (2014), Farizi dan Syaefullah (2014), namun

hasil dari penelitian-penelitian tersebut tidak konsisten.

Shomad (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh kepercayaan, persepsi

kegunaan, persepsi kemudahan, dan persepsi risiko terhadap perilaku penggunaan E-

Commerce dengan objek penelitian mahasiswa S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang yang pernah menggunakan layanan e-

commerce. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah minat, perilaku,

kepercayaan, persepsi kegunaan, persepsi kemudahan, persepsi risiko. Sebanyak 231 data

dapat diolah dengan menggunakan Partial Least Square (PLS). Hasil analisis untuk

model ini menunjukkan bahwa konstruk minat berpengaruh positif terhadap perilaku

penggunaan layanan e-commerce, serta konstruk persepsi kegunaan, persepsi kemudahan

berpengaruh positif terhadap minat menggunakan e-commerce, dan persepsi risiko

berpengaruh negatif terhadap minat menggunakan e-commerce. Sebaliknya, konstruk

kepercayaan tidak berpengaruh terhadap minat menggunakan e-commerce. Hal ini berarti

bahwa perilaku untuk menggunakan e-commerce dipengaruhi oleh minat, serta konstruk

minat dipengaruhi oleh persepsi kegunaan, persepsi kemudahan, dan persepsi risiko.

Imandari dkk (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh persepsi

kemanfaatan dan persepsi kemudahan terhadap minat berperilaku dalam penggunaan e-

learning dengan objek penelitian adalah dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas

Brawijaya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah persepsi kemanfaatan,

persepsi kemudahan, dan minat berperilaku. Sampel dalam penelitian ini sejumlah 54

orang responden dari populasi sejumlah 114 orang responden. Sejumlah 54 kuesioner

dibagikan kepada responden, namun hanya 47 kuesioner yang kembali dan dapat diolah.
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis statistik

inferensial menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa persepsi kemanfaatan berpengaruh positif signifikan terhadap minat berperilaku

dalam penggunaan e-learning dan persepsi kemudahan berpengaruh positif signifikan

terhadap minat berperilaku dalam penggunaan e-learning.

Pratiwi (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh persepsi manfaat, persepsi

kemudahan penggunaan dan pengalaman terhadap perilaku penggunaan mobile banking

dengan dimediasi niat penggunaan mobile banking nasabah Bank BCA di Surabaya.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah persepsi manfaat, persepsi

kemudahan penggunaan, pengalaman, niat penggunaan, dan perilaku penggunaan.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh nasabah Bank BCA di

wilayah Surabaya. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 (seratus)

responden. Responden yang dimaksud adalah nasabah yang menggunakan mobile

banking. Teknik sampling pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari persepsi manfaat,

persepsi kemudahan penggunaan serta pengalaman secara bersama-sama berpengaruh

signifikan terhadap perilaku penggunaan mobile banking dengan dimediasi niat

penggunaan mobile banking nasabah bank BCA di Surabaya.

Adiwibowo dkk (2014) melakukan penelitian tentang analisis perilaku

penggunaan teknologi informasi pada perguruan tinggi berstatus BHMN dengan objek

penelitian dosen, mahasiswa, dan staff civitas akademika FBEP UPI dengan jumlah

sampel sebesar 290 orang yang diambil secara simple random sampling. Variabel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah variabel kegunaan persepsian, kemudahan


penggunaan persepsian, pengaruh sosial, kemampuan diri, dan penyebab perilaku. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa responden menilai penggunaan internet relatif tidak sulit

dan memberikan manfaat bagi pencapaian kinerja pekerjaannya. Responden menilai

tinggi kemampuan diri dalam menggunakan internet dan menilai sedang pengaruh sosial

terhadap keputusannya untuk menggunakan internet. Responden memiliki sikap

penerimaan penggunaan internet yang tinggi, menunjukkan minat yang tinggi untuk

menggunakan internet dan menunjukkan tingginya penggunaan internet secara aktual.

Sikap penggunaan internet banyak dipengaruhi oleh persepsi manfaat penggunaan

internet dan pengaruh sosial. Minat untuk menggunakan internet banyak dipengaruhi oleh

pengaruh sosial dan kemampuan diri. Penggunaan internet secara aktual banyak

dipengaruhi oleh pengaruh sosial pengguna internet. Sikap positif terhadap penggunaan

internet juga berpengaruh pada penggunaan internet secara aktual melalui variabel minat.

Farizi dan Syaefullah (2014) melakukan penelitian tentang  pengaruh persepsi

kegunaan, persepsi kemudahan, persepsi risiko dan kepercayaan terhadap minat

menggunakan internet banking. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Brawijaya Malang dengan menggunakan metode survey. Peneliti

memperoleh responden sebanyak 114 orang mahasiswa Jurusan Akuntansi yang pernah

menggunakan layanan internet banking. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah  variabel persepsi kegunaan, persepsi kemudahan, persepsi risiko, kepercayaan,

dan minat. Hasil analisis untuk model ini menunjukkan bahwa konstruk persepsi

kegunaan, persepsi risiko, dan kepercayaan berpengaruh terhadap minat untuk

menggunakan layanan internet banking. Sebaliknya, konstruk persepsi kemudahan tidak

berpengaruh terhadap minat untuk menggunakan layanan internet banking. Hal ini berarti
bahwa minat untuk menggunakan layanan internet banking dipengaruhi oleh persepsi

kegunaan, persepsi risiko, dan kepercayaan.

Persamaan penelitian ini dengan yang dilakukan oleh Shomad (2013), Imandari

dkk (2013), Pratiwi (2012), Adiwibowo dkk (2014), Farizi dan Syaefullah (2014) adalah

sama-sama meneliti variabel persepsi kemanfaatan (perceived usefulness) dan persepsi

kemudahan (perceived ease of use).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Shomad (2013),

Imandari dkk (2013), Pratiwi (2012), Adiwibowo dkk (2014), Farizi dan Syaefullah

(2014) adalah penelitian ini menggunakan variabel minat penggunaan sebagai variabel

intervening antara variabel persepsi kemanfaatan dan persepsi kemudahan terhadap

perilaku penggunaan.

Anda mungkin juga menyukai