Model TAM dilandasi oleh Theory of Reasoned Action (TRA) (Ajzen dan Fisbein, 1980,
dalam Sanjaya, 2005). TRA adalah suatu well-researched intention sebagai model
khusus yang telah terbukti berhasil untuk memprediksi dan menjelaskan tentang
perilaku seseorang dalam memanfaatkan dengan beraneka ragam bidang.
TRA telah digunakan untuk memprediksi suatu perilaku dalam banyak hal. TRA juga
dapat di jelaskan sebagai sebuah model yang mempelajari secara luas psikologi sosial
berkaitan dengan perilaku seseorang yang dilakukan secara sadar (Fishbein & Ajzen,
1975. dalam Sanjaya, 2005). Dalam TRA, perilaku merupakan seperangkat perbuatan
dan tindakan seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu dan kemudian
dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang diyakini. Jadi minat berperilaku adalah
suatu ukuran tentang tujuan seseorang untuk melakukan tindakan khusus. Attitude
adalah perasaan positif seseorang tentang penentuan tujuan dan target perilaku.
Berdasarkan TRA, pengguna suatu system ditentukan oleh persepsi individu dan sikap
yang pada akhirnya akan membentuk perilaku seseorang dalam penggunaan suatu
teknologi informasi.
Menurut Venkatesh & Morris (2000) dalam Sanjaya (2005), TAM di gunakan untuk
melihat pemahaman individual yang secara terus menerus menggunakan teknologi
informasi dalam
aktifitanya. Penggunaan sistem informasi pada individu untuk melakukan aktivitas dan
pemanfaatannya masih menjadi perhatian penting bagi peneliti, walaupun terdapat
kemajuan yang cukup berarti dalam kemampuan hardware dan software.
Tujuan dari TAM adalah untuk dapat menjelaskan faktor-faktor utama perilaku
pengguna teknologi informasi tehadap penerimaan pengguna teknologi informasi itu
sendiri. Model ini menggambarkan bahwa pengguna sistem infornasi akan dipengaruhi
oleh variabel manfaat (usefuliness) dan variabel kemudahan pemakaian (ease of use),
dimana keduanya memiliki determinan yang tinggi dan validitas yang telah teruji secara
empiris. TAM meyakini bahwa penggunaan sistem informasi akan meningkatkan
kinerja individu atau organisasi, disamping itu penggunaan sistem informasi tergolong
lebih mudah dan tidak memerlukan usaha keras untuk memakainya.
Namun pada perkembangan selanjutnya, sejumlah peneliti dibidang TAM tidak
menyertakan variabel attitude dalam analisisnya, karena berdasarkan fakta empiris
ditemukan hubungan mediasi attitude yang lemah antara belierfs dan behavior
intention (Vankatesh, 1999 dalam Wijaya, 2006).
Pada akhirnya, maksud dan tujuan TAM tak lain adalah untuk menyediakan
dasar dalam rangka mengetahui pengaruh dari faktor eksternal terhadap
kepercayaan internal, sikap, dan niat. TAM diformulasikan untuk mencapai
tujuan ini melalui pengidentifikasian sejumlah kecil variabel pokok, yang
didapatkan dari penelitian sebelumnya terhadap teori maupun faktor penentu
dari penerimaan teknologi, serta menerapkan TRA sebagai latar belakang
teoretis dalam memodelkan relasi antara-variabel.
Akuntansi Sosial sering juga disebut Akuntansi Lingkungan ataupun Akuntansi Sosial Ekonomi, oleh
Belkoui (2000), yang diterjemahkan Ramanathan, didefinisikan sebagai proses seleksi variabel-
variabel kinerja sosial tingkat perusahaan, ukuran dan prosedur pengukuran; yang secara sistematis
mengembangkan informasi yang bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja sosial perusahaan dan
mengkomunikasikan informasi tersebut kepada kelompok sosial yang tertarik, baik di dalam maupun
di luar perusahaan.
Sedangkan menurut Haniffa (2002), Akuntansi sosial mengidentifikasi, menilai dan mengukur aspek
penting dari kegiatan sosial ekonomi perusahaan dan negara dalam memelihara kualitas hidup
masyarakat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkannya.
Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia mengakibatkan timbulnya berbagai hal yang tidak
pasti, sehingga indikator-indikator ekonomi seperti tingkat suku bunga, laju inflasi, fluktuasi nilai
tukar rupiah, indeks harga saham gabungan, dan sebagainya sangat rentan terhadap masalah-
masalah sosial. Hal ini membuktikan bahwa aspek sosial dan aspek politik dapat mengundang dua
sentiment pasar yang bermuara pada instabilitas ekonomi. Kondisi seperti ini tentunya berdampak
sangat buruk bagi peta bisnis dan iklim investasi di indonesia, terutama untuk mendapatkan
kepercayaan investor asing untuk menanamkan modalnya di indonesia. Upaya – upaya pemerintah
untuk meyakinkan dunia internasional dan stablitas sosial, politik, dan keamanan belum
menunjukkan tanda- tanda yan berarti karena tidak di dukung oleh data dan fakta yang sebenarnya.
Bahkan, para investor asing berencana untuk melakukan realokasi bisnis dan investasinya ke negara-
negara Asia tenggara lainnya seperti Vietnam, thailand, dan kamboja yang di anggap lebih kondusi
untuk investasi.
D. Tanggapan Perusahaan
Sebelum tahun 1960-an, beberapa perusahaan telah dianggap sebagai “warga Negara yang baik”.
Perusahaan-perusahaan tersebut memperoleh reputasi ini dengan menghasilkan produk-produk
berkualitas, memperlakukan pekerja dengan rasa hormat, memberikan kontribusi kepada
komunitas, atau membantu fakir miskin.
Dipihak lain, banyak perusahaan dan asosiasi industri berperang untuk mengubah peraturan
pemerintah yang baru atau mencoba untuk menguranginya melalui ketidak patuhan. Dalam kasus
ini, manajemen mungkin merasa bahwa beberapa dari peraturan tersebut, seperti undang-undang
perlindungan lingkungan, akan memiliki dampak ekonomi negatif terhadap perusahaan mereka
karena biaya untuk mematuhi undang-undang tersebut jika tidak sesuai dengan manfaatnya.
Secara ringkas, literatur awal dari akuntansi sosial menyatakan bahwa para akuntan diperlukan
untuk menghasilkan data mengenai tanggung jawab perusahaan dan bahwa ada pihak-pihak lain
yang berkepentingan (selain perusahaan) yang akan tertarik dengan data-data ini.
nilai atau harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat
pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying division).
Transfer pricing juga disebut dengan intracompany pricing, intercorporate pricing, interdivisi
onal atau internal pricing yang merupakan harga yang diperhitungkan untuk
keperluan pengendalian manajemen atas transfer barang dan jasa antar anggota.
Menurut Gunadi (2007) Transfer pricing merupakan jumlah harga atas penyerahan
barang atau imbalan atas penyerahan jasa yang telah di sepakati oleh kedua belah pihak dalam
dan jasa antara beberapa divisi pada suatu kelompok usaha dengan harga yang tidak wajar,
bisa dengan menaikkan (mark up) atau menurunkan harga (mark down), kebanyakan
perusahaan multinasional adalah perusahaan yang beroperasi di lebih dari satu negara di
Transfer pricing dapat terjadi dalam satu grup perusahaan dan antar perusahaan yang
terikat dalam hubungan istimewa. Dalam suatu grup perusahaan, transfer pricing sering
dan internal pricing. Istilah tersebut menunjukkan bahwa pengaturan harga tersebut tidak
sebatas kepada pengaturan harga antar-perusahaan dalam satu grup perusahaan saja, tetapi
jasa dan harta tak berwujud, seperti yang telah disebutkan di atas merupakan pengertian yang
netral. Akan tetapi, istilah transfer pricing sering dikonotasikan sebagai sesuatu yang tidak
baik (abuse of transfer pricing), yaitu pengalihan atas penghasilan kena pajak (taxation
income) dari suatu perusahaan multi-nasional ke negara-negara yang tarif pajaknya rendah
dalam rangka untuk mengurangi total beban pajak dari grup perusahaan nasional tersebut.
kegiatan untuk memperbesar biaya atau merendahkan tagihan yang bertujuan untuk
memperkecil jumlah pajak yang terutang. Dengan demikian, manipulasi transfer pricing dapat
dilakukan dengan cara memperbesar biaya atau memperkecil penjualan melalui mekanisme
harga transfer dengan tujuan untuk mengurangi pembayaran pajak. Sehingga, manipulasi
transfer pricing terjadi dengan cara menetapkan harga transfer menjadi “terlalu besar atau
terlalu kecil” dengan maksud untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Karena dengan
memperkecil jumlah pajak yang terutang, keuntungan yang diterima oleh perusahaan multi-
Jadi diambil dapat diambil kesimpulan Transfer pricing adalah mekanisme penetapan
harga yang tidak wajar atas transaksi penyediaan barang atau penyerahan jasa oleh pihak-
pihak yang memiliki hubungan istimewa (related parties). Transfer pricing biasanya
mengakibatkan hilangnya potensi pajak yang seharusnya diterima negara Inilah sebabnya,
kegiatan yang bersifat manipulatif ini sering dikaitkan dengan kerugian Negara.