Anda di halaman 1dari 7

CRITICAL REVIEW JURNAL

Judul Jurnal : Pengaruh Computer Anxiety, Technology Acceptance terhadap


Computer Self-Efficacy

Nama : Amelia Salsabila Ekasari

Kelas : Akuntansi REG B

NIM : 19350313

Mata Kuliah : Sistem Informasi Akuntansi

1. Pendahuluan

Komputer sebagai teknologi dalam berbagai bentuk dan tipe merupakan komponen
penting dari sistem informasi. Tanpa adanya teknologi yang mendukung, maka sistem informasi
tidak akan dapat menghasilkan informasi tepat waktu. Komponen teknologi mempercepat sistem
informasi dalam pengolahan data. Oleh karena itu, teknologi dapat memberikan nilai tambah
untuk organisasi (Tjandra, 2007). Komputer sebagai Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
merupakan sekumpulan perangkat dan sumber daya teknologi yang digunakan untuk
berkomunikasi, penciptaan, penyebaran, penyimpanan dan pengolahan informasi atau teknologi
yang dapat mereduksi batasan ruang dan waktu untuk mengambil, memindahkan, menganalisa,
menyajikan, penyimpan dan menyampaikan informasi data menjadi sebuah informasi.

Perkembangan teknologi informasi di bidang akuntansi menyebakan dunia pendidikan


baik menengah maupun pendidikan tinggi sebagai tempat belajar dan berlatih para calon akuntan
(novice accountan) saat ini sudah banyak yang memasukkan pelajaran/mata kuliah akuntansi
dari akuntansi dasar sampai dengan akuntansi lanjutan yang dilengkapi dengan mata kuliah
komputer akuntansi ke dalam struktur kurikulumnya. Hal ini sebagai salah satu wujud kepekaan
dunia pendidikan terhdap perkembangan dunia tehnologi informasi.
Kunci awal dari keberhasilan penerapan software komputer akuntansi adalah
kemauan pengguna (user) dalam hal ini adalah novice accountant untuk menerima
teknologi komputer tersebut. Salah satu faktor yang menjelaskan tentang model
pendekatan penerimaan teknologi adalah Technology Acceptance Model (TAM).
Tujuan utama TAM adalah memberikan penjelasan tentang penentuan penerimaan
teknologi komputer secara umum dan memberikan penjelasan tentang perilaku/sikap
pengguna (Davis, dkk., 1989).
2. Kajian Teori

a. Technology Acceptance Model (TAM)

Model Penerimaan Teknologi atau TAM (Technology Acceptance Model)


diperkenalkan oleh Fred D. Davis tahun 1989, model ini merupakan adaptasi dari
Teori Tindakan Beralasan atau Theory Reasoned Action (TRA) yang
dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen . TAM memiliki tujuan untuk memberikan
penjelasan secara parsinomi atas faktor penentu adopsi dari perilaku pengguna
teknologi informasi terhadap penerimaan penggunaan teknologi informasi itu
sendiri (Davis et al. 1989).

b. Perceived Ease of Use


Dalam Davis (1989), perceived ease of use sebuah teknologi didefinisikan
sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa komputer dapat dengan
mudah dipahami dan digunakan. Davis et al. (1989) dan Shun Wang et al. (2003)
mendefinisikan persepsi kemudahan penggunaan sebagai ukuran dimana pengguna
di masa yang akan datang mengganggap suatu sistem adalah bebas hambatan.

c. Perceived Usefulness
Perceived usefulness didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana penggunaan
suatu teknologi dipercaya akan mendatangkan manfaat bagi orang yang
menggunakannya (Davis, 1989). Persepsi terhadap kemanfaatan sebagai
kemampuan subjektif pengguna di masa yang akan datang di mana dengan
menggunakan sistem aplikasi yang spesifik akan meningkatkan kinerja dalam
konteks organisasi. Hal serupa juga diungkapkan Shun Wang et al. (2003) bahwa
persepsi kemanfaatan merupakan definisi dimana seseorang percaya dengan
menggunakan suatu sistem dapat meningkatkan kinerja mereka. Perceived
usefulness diukur melalui indikator seperti meningkatkan kinerja pekerjaan,
menjadikan pekerjaan lebih mudah serta secara keseluruhan teknologi yang
digunakan dirasakan bermanfaat.
d. Theory of Reasoned Action (TRA)
Theory of Reasoned Action (TRA) menyatakan bahwa individu akan menggunakan
komputer jika mereka mengetahui adanya keuntungan atau hasil positif dalam
penggunaan komputer tersebut. Individu akan menggunakan TIK jika mempunyai
alasan yang tepat dan menguntungkan, contohnya pekerjaan dapat diselesaikan
lebih cepat dengan hasil yang lebih baik sehingga kinerja individu tersebut dapat
dikatakan meningkat.

e. Computer anxiety
Computer anxiety adalah suatu kecenderungan seseorang menjadi susah, khawatir,
atau ketakutan mengenai penggunaan teknologi informasi (komputer) pada masa
sekarang atau pada masa yang akan datang. Peneliti yang lain, yaitu Rifa dan
Gudono (1999) mendefinisikan computer anxiety adalah suatu tipe stress tertentu
yang berasosiasi dengan kepercayaan yang negatif mengenai komputer,
masalahmasalah dalam menggunakan komputer, dan penolakan terhadap mesin.

f. Locus of Control
Locus of control merupakan keyakinan individu bahwa individu bisa
mempengaruhi kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kehidupannya. Locus of
control terdiri dari dua bagian yaitu internal locus of control dan external locus of
control. Internal locus of control adalah individu yang meyakini bahwa apa yang
terjadi selalu berada dalam kontrolnya, dan selalu mengambil peran serta tanggung
jawab dalam setiap pengambilan keputusan. Mereka mengendalikan apa yang
terjadi pada diri mereka. Kaum internal lebih aktif mencari informasi sebelum
mengambil keputusan, dan lebih termotivasi untuk berprestasi, serta melakukan
upaya yang lebih besar untuk mengendalikan lingkungan mereka. External locus of
control adalah individu yang meyakini bahwa kejadian dalam hidupnya berada di
luar kontrolnya, yang melihat bahwa apa yang terjadi pada diri mereka dikendalikan
oleh kekuatan luar, seperti misalnya kemujuran dan peluang.

g. Computer Self Efficacy


Computer self efficacy oleh Indriantoro (2000:21) didefinisikan sebagai keahlian
pemakai komputer (user) dalam hal aplikasi komputer, sistem operasi komputer,
penanganan file dan perangkat keras, penyimpanan data dan penggunaan tombol
keyboard. Pemakai komputer yang dimaksud adalah novice accountant assistant,
yaitu mahasiswa yang berperan sebagai calon asisten akuntan. Keahlian
menggunakan komputer sebagai judgement kapabilitas seseorang untuk
menggunakan komputer/ sistem informasi/teknologi informasi.

3. Model

Model Penelitian ini adalah model penelitian Asosiatif dengan pendekatan


kuantitatif (positivism). Penelitian ini dilakukan pada variabel independen yaitu
Computer Anxiety ,Technology Acceptance, Computer Self-Efficacy Locus of Control.
Penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif memberikan deskripsi dari data-
data yang ada. Dengan analisis regresi linear berganda dan dengan menggunakan
bantuan program SPSS.

4. Hasil Temuan

Adapun dari penelitian yang telah di lakukan, peneliti mendapatkan beberapa


temuan yaitu :

a. Pengaruh antara Corporate Governance terhadap Audit Fee

Berdasarkan pengolahan data yang diperoleh, hasil pengujian variabel corporate


governance terhadap audit fee, dapat diketahui bahwa adanya pengaruh positif
antara variabel corporate governance terhadap audit fee. Hal tersebut
mengasumsikan adanya pengaruh positif signifikan antara corporate governance
terhadap audit fee. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang
menerapkan corporate governance akan menghasilkan kualitas audit yang tinggi,
sehingga membayar lebih tinggi untuk audit fee. Hal ini tidak sesuai dengan
penelitian Boo dan Sharma (2008) bahwa tidak ada hubungan signifikan antara
corporate governance dan audit fee karena perusahaan dengan corporate
governance yang baik tidak membutuhkan assurance (keamanan) lebih dari auditor
eksternal sebab perusahaan telah diawasi berbagai regulator. Hal ini berbeda di tiap
negara tergantung regulasi dan hukum yang berlaku.

b. Pengaruh antara Internal Audit terhadap Audit Fee

Berdasarkan pengolahan data yang diperoleh, hasil pengujian variabel internal


audit terhadap audit fee, dapat diketahui bahwa tidak adapengaruh antara variabel
internal audit terhadap audit fee. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa jumlah
rapat komite audit yang dilaksanakan didalam perusahaan tidak berpengaruh
terhadap audit fee, karena internal audit hanya sebatas membantu organisasi
mencapai tujuannya dengan melakukan pendekatan sistematis dan disiplin untuk
mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas manajemen resiko, pengendalian dan
proses tata kelola. Hal tersebut tidak ada pengaruh terhadap audit fee perusahaan.

c. Pengaruh antara Kompensasi Insentif terhadap Audit Fee

Berdasarkan pengolahan data yang diperoleh, hasil pengujian variabel


kompensasi insentif terhadap audit fee, menunjukkan tingkat signifikan β3 sebesar
-0,062 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,852 berada lebih besar pada α = 0,05
dan t hitung = -0,188 lebih kecil dari t tabel = 2,0281. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa H3 ditolak. Hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis yang
di ajukan. Hal tersebut mengasumsikan tidak ada pengaruh antara pemberian
kompensasi insentif terhadap audit fee. Karena program kompensasi dimaksudkan
untuk mengurangi konflik kepentingan antara pemilik dengan manajemen karena
adanya maksimisasi nilai perusahaan (melalui program kompensasi) berarti juga
meningkatkan kesejahteraan manajemen
5. Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

1) Corporate governanve mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap


pemberian audit fee audit pada perusahaan emiten yang secara konsisten mengikuti
survey Corporate Governance Perception Index selama periode tahun 2011-2014.
Perusahaan yang memilki skor Corporate Governance Perception Index lebih
terpercaya cenderung membayarkan audit fee yang lebih tinggi.

2) Internal audit tidak ada pengaruh terhadap audit fee perusahaan, karena internal
audit hanya sebatas membantu organisasi mencapai tujuannya dengan melakukan
pendekatan sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan
efektifitas manajemen resiko, pengendalian dan proses tata kelola. Hal tersebut
tidak ada pengaruh terhadap audit fee perusahaan.

3) Pemberian kompensasi insentif kepada CEO tidak ada pengaruh antara


pemberian kompensasi insentif terhadap audit fee. Karena program kompensasi
dimaksudkan untuk mengurangi konflik kepentingan antara pemilik dengan
manajemen karena adanya maksimisasi nilai perusahaan (melalui program
kompensasi) berarti juga meningkatkan kesejahteraan manajemen. Hal tersebut
tidak ada pengaruh terhadap audit fee perusahaan.

B. Saran
1) Penelitian selanjutnya dapat menambah jumlah sampel perusahaan dari jenis
industri lainnya tidak hanya emiten dalam perusahaan Corporate Governance
Perception Indeks, hal ini dapat dilakukan agar dapat diketahui apakah adanya
perbedaan pemberian audit fee disetiap jenis industri.

2) Penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menganalisis audit fee dengan


menggunakan periode waktu yang lebih panjang karena periode yang lebih panjang
diharapkan dapat memungkinkan mengukur audit fee yang lebih baik.

3) Pengukuran terhadap variabel audit fee pada penelitian mendatang sebaiknya


menggunakan perusahan-perusahaan yang mencantumkan data tentang audit fee.
Pada penelitian ini data mengenai audit fee masih diproksikan menggunakan
logaritma natural dari professional fee.
4) Masih rendahnya Adjusted R2 dari model yang diuji dalam penelitian ini
menunjukan bahwa variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini
mungkin mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap audit fee perusahaan.
Sehingga penelitian selanjutnya diharapkan menambah atau mempertimbangkan
untuk menggunakan variabel lainnya, diluar variabel yang digunakan dalam
penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai