Anda di halaman 1dari 9

ROHMAWATI/8/2131750008

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

1. Jelaskan dengan singkat dan jelas alasan adanya keharusanan pelaksanaan


K3 di dunia usaha dan dunia kerja.
2. Jelaskan dengan singkat dan jelas tahapan perkembangan pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja di dunia internasional.
3. Jelaskan dengan singkat dan jelas tahapan perkembangan pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia.
4. Data PT Jamsostek (Persero) dalam periode 2002-2005 (Tabel 1.1) terjadi
lebih dari 400 ribu kecelakaan kerja, lebih dari 6.000 kematian, lebih dari
40.000 cacat menetap dan kompensasi lebih dari Rp 550 miliar.
Kompensasi ini adalah sebagian dari kerugian langsung dari sekitar 7,5
juta pekerja sektor formal yang aktif sebagai peserta Jamsostek.
Diperkirakan kerugian tidak langsung dari seluruh sektor formal adalah
lebih dari Rp 2 triliun di mana sebagian besar merupakan kerugian dunia
usaha. Menurut saudara, apakah penyebab terjadinya kerugian ini ditinjau
dari sisi pekerja, mesin yang digunakan dan lingkungan kerjanya?
5. Survei ILO menyatakan bahwa dari tingkat ”competitiveness” karena
faktor keselamatan dan kesehatan kerja, Indonesia adalah negara kedua
dari bawah yaitu pada urutan ke-74 dari 75 negara yang dipantau ILO pada
tahun 2001. Dengan kata lain, rendahnya produktivitas tidak kondusif
dalam persaingan global. Menurut saudara, bagaimana upaya yang dapat
dilakukan antara pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk memperbaiki
catatan ini?
6. Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) telah
menyusun Visi, Misi, Kebijakan, Strategi dan Program Kerja Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Nasional. Salah satu program kerjanya adalah
harmonisasi peraturan, perundangan, standar dan pedoman bidang K3
serta adanya koordinasi dan sinergi antar-pengandil. Menurut saudara,
bagaimana upaya yang harus dilakukan agar tidak terjadi polarisasi
penanganan kebijakan K3 di dunia usaha dan dunia kerja?
7. Penelitian di beberapa negara menemukan adanya kasus pneumokoniosis
(radang paru) masih bermunculan setelah pensiun, misal pada pekerja
pertambangan batubara. Begitu pula masih terjadi penurunan pendengaran
pada pekerja walaupun telah dilakukan upaya pengendalian. Menurut
saudara, bagaimana bentuk tanggung-jawab dunia usaha dan dunia kerja
terhadap pekerjanya yang sudah pensiun tersebut?
8. Pada tahun 2009 kecelakaan kerja yang dilaporkan ke PT. Jamsostek
(Persero) adalah 96.697 kasus dari sekitar 8,44 juta peserta PT. Jamsostek
(Persero) yang aktif atau sekitar 1,14%. Jika asumsi kasus kecelakaan
kerja kejadiannya sama dengan tenaga kerja yang terdaftar pada PT
Jamsostek (Persero), maka dapat diperkirakan pada tahun 2009 ada sekitar
1.180.584 kasus kecelakaan kerja dari 104 juta tenaga kerja di Indonesia
(formal dan informal), dan sedikitnya ada 700.000 kasus penyakit terkait
kerja pada tahun yang sama. 28 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Jika
pekerja formal mendapatkan kompensasi dari perusahaannya, bagaimana
tanggung jawab pemerintah menurut saudara bagi pekerja informalnya?
Berikan argumentasi saudara dengan memperhatikan Undang-Undang
Dasar 1945 Republik Indonesia, pasal 27 ayat 2 dan amandemennya di
Pasal 28-h.

Jawaban

1. A. Diwajibkan oleh peraturan perundangan


Di kebanyakan negara, pelaksanaan K3 diwajibkan oleh peraturan
perundangan. Tujuan dari peraturan perundangan adalah untuk
memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan perlindungan pekerja
untuk mendapatkan pekerjaan yang produktif dan layak. Sehingga menjadi
jelas hak, kewajiban dan wewenang dari mereka yang terkait dalam
hubungan kerja, yaitu pekerja dan pemberi kerja.

B. K3 adalah hak asasi manusia


Sehat merupakan hak asasi manusia yang bersifat universal, karena
setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan. United Nations Declaration on Human Rights
ROHMAWATI/8/2131750008
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

yang dirumuskan pada tahun 1948 di Helzinski menyebutkan bahwa setiap


orang mempunyai hak asasi untuk bekerja, bebas memilih jenis pekerjaan
dan mendapatkan kondisi pekerjaan yang adil dan membuatnya sejahtera.
C. K3 meningkatkan keuntungan ekonomi
Pekerja yang sehat adalah faktor penentu bagi pertumbuhan sosial
dan ekonomi yang berkesinambungan bagi dunia usaha dan dunia kerja.
Kerugian usaha dapat bersumber dari kerugian finansial, kerugian akibat
produk rusak, tidak terjual atau dikembalikan, kerugian akibat bencana
alam, kerugian akibat kecelakaan, ledakan dan kebakaran, serta kerugian
akibat pekerja yang tidak sehat karena produktivitasnya menurun.\

2. Perkembangan K3 di Dunia
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada mulanya berkembang
dari kesadaran bahwa bekerja dapat menimbulkan gangguan kesehatan
atau penyakit akibat kerja yang memerlukan upaya pencegahan. Cedera
atau penyakit yang diakibatkan oleh kegiatan atau pekerjaan banyak
menimbulkan kerugian baik fisik maupun mental. Untuk menghindari
kerugian ini, manusia secara naluri melakukan upaya pencegahan yang
sederhana sesuai pengetahuan dan alat yang tersedia pada zamannya.
Sejarah upaya manusia melindungi kesehatannya dalam bekerja tercatat
paling awal adalah pada zaman prasejarah, yaitu orang Mesir telah
mengenal manfaat cadar bagi perlindungan respirasi saat menambang
cinabar (red mercury oxide). Di Timur Tengah ada catatan tentang efek
sinar matahari pada pekerja di tambang Nabi Sulaiman. Selanjutnya pada
abad pertengahan sebelum abad ke-19 tercatat Georgius Agricola,
Theophrastus Bombastus van Hohenheim Paracelsus dan Bernardino
Ramazini telah merintis pelaksanaan upaya kesehatan kerja untuk
mencegah terjadinya penyakit akibat kerja. Sejarah selanjutnya mencatat
bahwa banyak upaya kesehatan kerja yang telah dirintis dan tercatat dalam
sejarah modern. Di Eropa pada abad ke-19, Anthony Ashley Cooper, 7th
Earl of Shaftesbury (1801-1885) menurunkan jam kerja dan meningkatkan
kondisi kerja bagi pekerja anak dan wanita di tambang, pabrik dan di
tempat kerja lainnya. Robert Owen (1771-1858) memberlakukan kondisi
kerja yang baik di pabrik tekstilnya. Legislasi di pabrik dimulai oleh Sir
Robert Peel Sr. (1788-1850), tercatat pula Sadler (1780-1835) yang
mendukung perubahan pada parlemen. Dr. Thomas Legge (1863-1932)
adalah inspektor pabrik yang pertama di Inggris dan penulis buku
Industrial Maladies (1934). Beberapa nama yang juga tercatat banyak
berperan di bidang kesehatan kerja di negeri mereka antara lain Erisman
(1842-1915) di Rusia; dan Hamilton (1869-1970) di Amerika yang banyak
meneliti tentang keracunan timah hitam (Abrams, 2002: 37). Dari hasil
tinjauan pustaka, tercatat beberapa nama orang beserta karyanya yang
berjasa dalam tonggak sejarah perkembangan kesehatan kerja (dan juga
keselamatan kerja) di dunia, menurut kronologik dari zaman prasejarah,
abad pertengahan, khususnya di masa revolusi industri, sampai dengan
zaman modern (Gochfeld, 2005: 31-80).
ROHMAWATI/8/2131750008
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

3. A. Perkembangan K3 sebelum kemerdekaan (1900–1945)


Kegiatan kesehatan kerja di Indonesia belum diketahui dengan
pasti kapan dimulainya, namun sebelum abad ke-17 sudah diketahui
bahwa ilmu kedokteran kuno dan pengobatan tradisional telah digunakan.
Yang telah diketahui dengan pasti adalah pada zaman VOC telah dibentuk
dinas kesehatan yang pada awalnya merupakan dinas kesehatan militer
kerajaan Belanda. Sampai pada akhir abad ke-19, perlindungan terhadap
tenaga kerja masih sangat sederhana dan pada saat itu perlindungan lebih
diarahkan terhadap sarana produksi, berupa mesin dan ketel uap. Hal ini
tercermin dalam perundangan tentang ketel uap pada tahun 1852 yang
dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda. Dengan didirikannya dinas
stoomwezen, maka dapat dikatakan bahwa sejak saat itu pemerintah
Hindia Belanda mulai melakukan perlindungan hukum terhadap bahaya
yang langsung mengancam jiwa, walau baru terbatas pada pekerja yang
melayani ketel uap saja. Saat itu, industri dan perusahaan yang
berkembang masih terbatas pada perusahaan perkebunan dan pertanian
hasil hutan dan pertambangan, didukung oleh sarana transportasi kereta
api, sungai, darat, dan laut. Sebagian besar perusahaan berada di Pulau
Jawa. Upaya kesehatan saat itu ditujukan untuk memberikan pelayanan
kesehatan sekadarnya kepada para pasien agar mereka cukup sehat dan
mampu memproduksi bahan yang diperlukan Belanda. Pada awal abad ke-
20, pemerintah Hindia Belanda telah melangkah lebih maju dalam
perlindungan pekerja yaitu dengan membuat peraturan kebersihan,
keselamatan, dan kesehatan Sistem Pelaksanaan K3 11 yang masih
sederhana, sesuai keperluan waktu itu namun kesehatan kerja belum
berkembang seperti di Eropa yang mengalami revolusi industri.
Veilegheidsreglement telah ditetapkan pada tanggal 17 Oktober 1905
dengan Staatsblad No. 251. Peraturan perundangan ini dicabut dan diganti
dengan Veilegheidsreglement yang baru pada tahun 1910 dengan
Staatsblad No. 406. Veilegheidsreglement yang dalam Bahasa Indonesia
dikenal Undang-Undang Keselamatan, berlaku sampai diterbitkannya
Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Dienst van
Het Veilegheidstoezicht (Dinas pengawasan keselamatan kerja) didirikan
pada tahun 1925 menggantikan dinas uap atau Dienst van Het
Stoomvezen. Tugas dinas tersebut bertambah besar dengan dibebankannya
pengawasan terhadap pelaksanaan ordonansi tentang kerja malam bagi
wanita dan pekerja anak atau Vrowen Nachtarbeidts en Kinderarbeid
Ordonnanti, selain pengawasan terhadap pelaksanaan ordonansi
keselamatan. Pengaturan tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan
dituangkan sebagai Peraturan Khusus AA dalam Peraturan Khusus
Direktur Pekerjaan Umum No. 119966/Stw tanggal 19 Agustus 1910
(Peraturan Pelaksanaan Pasal 2 dari Staatsblad No. 406 tahun 1910).
Selanjutnya, banyak diberlakukan peraturan perundangan yang lebih
menitikberatkan pada keselamatan kerja, seperti di sektor perminyakan,
perkeretaapian, pelayaran, angkutan udara, dan tambang. Pada kurun
waktu antara tahun 1942–1945 yaitu zaman pendudukan Jepang di
Indonesia, kesehatan kerja tidak diperhatikan. Pengawasan keselamatan
kerja di pabrik dan tempat kerja lainnya tidak berfungsi, karena pada
waktu itu sedang berlangsung Perang Dunia II. Dinas Pengawasan
Keselamatan Kerja dan kantor cabangnya ditutup. Tidak diperoleh data
mengenai pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di zaman ini.
Perusahaan yang menyadari pentingnya masalah keselamatan kerja
melaksanakan sendiri pencegahan kecelakaan. Pada saat pendudukan
Jepang ini peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah
Hindia Belanda tidak dicabut atau diganti dengan peraturan yang baru.
B. Perkembangan K3 tahun 1945–1970
Segera setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945
ditetapkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang
kemudian dikenal sebagai UUD 1945. Pada Aturan Peralihan UUD 1945
pasal II dinyatakan bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada
masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang Dasar ini. UUD 1945 pasal 27 ayat (2) menyebutkan
ROHMAWATI/8/2131750008
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan. Pasal ini merupakan landasan bagi setiap
peraturan perundangan di bidang ketenagakerjaan. Setiap pekerja
mempunyai hak untuk 12 Keselamatan dan Kesehatan Kerja memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan
serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan nilai
agama. Pada tahun 1947 diterbitkan Undang-Undang No. 33 tentang
Kecelakaan, atau yang biasa disebut sebagai Undang-Undang Kompensasi.
Undang-Undang ini ingin menyatakan bahwa dalam keadaan sangat
kekurangan, Pemerintah RI akan tetap mengutamakan perlindungan
pekerja dari bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pada tahun
1948, dikeluarkan UndangUndang Kerja No. 12 oleh Negara Republik
Indonesia, yang kemudian diberlakukan untuk seluruh Indonesia dengan
UU No. 1 tahun 1951. Di samping itu, dengan Ordonansi No. 9 tahun
1949 diatur tentang Pembatasan Kerja Anak (staatsblad tahun 1949 No. 8).
Pada tahun 1957, dibentuk Lembaga Kesehatan Buruh, yang kemudian
berubah menjadi Lembaga Keselamatan dan Kesehatan Buruh dan
kemudian menjadi Lembaga Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
yang bertugas untuk mengembangkan ilmu Higiene Perusahaan dan
Keselamatan Kerja. Untuk menjamin diselenggarakannya higiene
perusahaan dan kesehatan kerja secara baik diterbitkan Peraturan Menteri
Perburuhan No. 7/PMP/1964 tentang Syarat-Syarat Kesehatan, Kebersihan
dan Penerangan di tempat kerja. Mengingat pentingnya sumber daya
manusia di bidang K3, oleh Menteri Tenaga Kerja diterbitkan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja RI No. 65 tahun 1969 tentang Penyelenggaraan
Kursus Latihan Kader Keselamatan Kerja. Dalam rangka menata
pengaturan dan pembinaan ketenagakerjaan, maka diundangkan UU No 14
tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
UndangUndang No. 14 tahun 1969 tersebut antara lain menyatakan bahwa
setiap tenaga kerja berhak rnendapat perlindungan atas keselamatan,
kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moral kerja, serta perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Perlindungan
terhadapkeselamatan dan kesehatan kerja merupakan sesuatu yang sangat
mendasar karena menyangkut jiwa manusia.

4. A. Sisi pekerja
Adanya kelalaian bekeja yang disebabkan oleh konsentrasi yang
terganggu ketika bekerja.
B. Sisi mesin
Adanya konsleting atau kerusakan pada mesin yang disebabkan
oleh kurangnya perawatan dan pengecekan sebelum pemakaian pada
mesin.
C. Sisi Lingkungan keja
Kurangnya pengawasan terhadap pekerja sehingga menyebabkan
kecelakaan yang tidak terkontrol.

5. • Derajat kesehatan pekerja di Indonesia harus ditingkatkan.


• Menambah pengetahuan pekerja akan kesehatan kerja, melalui aplikasi
kesehatan kerja.
• Sumber daya manusia di bidang kesehatan harus melaksanakan
pelayanan kesehatan kerja dengan baik
• Memberikan pemahaman kesehatan kerja oleh pemilik perusahaan atau
pengelola tempat kerja umum.
• Tingkatkan sinergi koordinasi para pemangku kepentingan upaya
kesehatan kerja di berbagai tingkat administrasi.
• Pelayanan kesehatan kerja yang merata, menjangkau seluruh masyarakat
pekerja. Para pekerja di pertambangan pada sektor formal umumnya
menerima pelayanan kesehatan yang baik, dan bagi pekerja di sektor
informal jaminan pelayanan kesehatan kerja juga baik.
• Penyesuaian perkembangan teknologi yang demikian cepatnya dengan
peningkatan cakupan pelayanan kesehatan kerja, sehingga mempengaruhi
kondisi lingkungan.
ROHMAWATI/8/2131750008
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

6. a) Membuat tindakan koreksi dan tindakan pencegahan pada setiap


kegiatan/ ketidak-sesuaian yang dilaksanakan secara kontinu oleh DK3N.
b) Membuat checklist pra pelaksanaan dan selama pelaksanaan yang
dilaksanakan secara kontinue oleh pengawas.
c) Membuat evaluasi kegiatan setiap terjadi kegiatan yang dilaksanakan
secara kontinue oleh DK3N.

7. Bagi perusahaan dunia hendaknya selalu melakukan screening terhadap


para pekerja yang rutin setiap 3 bulan sekali. Dan pemerintah hendaknya
mengawasi setiap pelaksanaan bagi industry agar para pekerjanya aman.

8. Pemerintah harus menjalankan hak-hak dan kewajiban dengan seimbang.


Dengan memperhatikan rakyat-rakyat kecil yang selama ini kurang
mendapat kepedulian dan tidak mendapatkan hak-haknya.

Anda mungkin juga menyukai