Pelaksanaan K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan lingkungan kerja
yang aman, sehat dan sejahtera, bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
serta bebas pencemaran lingkungan menuju peningkatan produktivitas sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Seperti kita ketahui, bahwa kecelakaan kerja bukan hanya menimbulkan korban jiwa
maupun kerugian material bagi pekerja dan pengusaha tetapi dapat juga mengganggu
proses produksi secara menyeluruh dan merusak lingkungan yang akhirnya
berdampak kepada masyarakat luas. Karena itu perlu dilakukan upaya yang nyata
untuk mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja secara maksimal. Apabila kita lakukan analisis secara mendalam maka
kecelakaan, peledakan, kebakaran dan penyakit akibat kerja pada umumnya
disebabkan tidak dijalankannya syarat-syarat K3 secara baik dan benar, sehingga
tercipta suatu kegiatan kerja yang aman. Sejalan dengan teori-teori penyebab
kecelakaan yang terbaru, maka pihak manajemen harus bertanggungjawab terhadap
keselamatan kerja para pekerjanya.
Walaupun telah banyak usaha yang dijalankan, namun Indonesia masih menempati
urutan ke lima (terburuk) di kawasan ASEAN. Pelaksanaan K3 adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera,
bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta bebas pencemaran
lingkungan menuju peningkatan produktivitas sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Seperti kita ketahui,
bahwa kecelakaan kerja bukan hanya menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
material bagi pekerja dan pengusaha tetapi dapat juga mengganggu proses produksi
secara menyeluruh dan merusak lingkungan yang akhirnya berdampak kepada
masyarakat luas. Karena itu perlu dilakukan upaya yang nyata untuk mencegah dan
mengurangi risiko terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja secara
maksimal.Apabila kita lakukan analisis secara mendalam maka kecelakaan, peledakan,
kebakaran dan penyakit akibat kerja pada umumnya disebabkan tidak dijalankannya
syarat-syarat K3 secara baik dan benar.
1.
I. ISI
1. 1. Pengertian K3
Keselamatan kerja adalah membuat kondisi kerja yang aman dengan dilengkapi
alat-alat pengaman, penerangan yang baik, menjaga lantai dan tangga bebas dari air,
minyak, nyamuk dan memelihara fasilitas air yang baik (Tulus Agus, 1989). Menurut
Malthis dan Jackson (2002), keselamatan kerja menunjuk pada perlindungan
kesejahteraan fisik dengan dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan atau cedera
terkait dengan pekerjaan. Pendapat lain menyebutkan bahwa keselamatan kerja berarti
proses merencanakan dan mengendalikan situasi yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja melalui persiapan prosedur operasi standar yang menjadi acuan
dalam bekerja (Rika Ampuh Hadiguna, 2009).
Lalu Husni (2005) menyatakan bahwa keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan
kerja, yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah
kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan sebagai
suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan
proses yang telah diatur dari suatu aktivitas. Menurut Rika Ampuh Hadiguna (2009),
kecelakaan kerja merupakan kecelakaan seseorang atau kelompok dalam rangka
melaksanakan kerja di lingkungan perusahaan, yang terjadi secara tiba-tiba, tidak
diduga sebelumnya, tidak diharapkan terjadi, menimbulkan kerugian ringan sampai
yang paling berat, dan bisa menghentikan kegiatan pabrik secara total.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu program yang dibuat pekerja
maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan
dan penyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan
penyakit akibat kerja (Lestari dan Trisyulianti, 2011).
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) adalah bagian dari system
manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan
bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan K3 dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (Endroyo, 2006).
Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja
memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial
(Lalu Husni, 2005). Selain itu, kesehatan kerja menunjuk pada kondisi fisik, mental
dan stabilitas emosi secara umum dengan tujuan memelihara kesejahteraan individu
secara menyeluruh (Malthis dan Jackson, 2002). Sedangkan menurut Prabu
Mangkunegara (2001) pengertian kesehatan kerja adalah kondisi bebas dari gangguan
fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebakan lingkungan kerja. Kesehatan dalam
ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu
keadaan bebas dari penyakit. Menurut Undang-undang Pokok Kesehatan RI No. 9
Tahun 1960, Bab I Pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan yang
meliputi keadaan jasmani, rohani dan kemasyarakatan, dan bukan hanya keadaan
yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan-kelemahan lainnya.
Menurut Veithzal Rivai (2003) dalam Kusuma (2011), pemantauan kesehatan kerja
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang dirancang
untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di tempat kerja agar
tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di tempat kerja dengan
mematuhi/ taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja, yang
tercermin pada perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja (Rijuna Dewi,
2006). Menurut Rizky Argama (2006) dalam Kusuma (2011), program Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja
maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan dan
penyakit kerja akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali
hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan
kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
1. 2. Tujuan K3
Dessler (1992) dalam Kusuma (2011) mengatakan bahwa program keselamatan dan
kesehatan kerja diselenggarakan karena tiga alasan pokok, yaitu:
1. Moral. Para pengusaha menyelenggarakan upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit kerja
pertama sekali semata-mata atas dasar kemanusiaan. Mereka melakukan hal itu untuk
memperingan penderitaan karyawan dan keluarganya yang mengalami kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.
2. Hukum. Dewasa ini, terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
ikhwal keselamatan dan kesehatan kerja, dan hukuman terhadap pihak-pihak yang
melanggar ditetapkan cukup berat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan itu,
perusahaan dapat dikenakan denda, dan para supervisor dapat ditahan apabila ternyata
bertanggungjawab atas kecelakaan dan penyakit fatal.
3. Ekonomi. Adanya alasan ekonomi karena biaya yang dipikul perusahaan dapat jadi cukup
tinggi sekalipun kecelakaan dan penyakit yang terjadi kecil saja. Asuransi kompensasi
karyawan ditujukan untuk member ganti rugi kepada pegawai yang mengalami kecelakaan
dan penyakit akibat kerja.
4. Untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
(Kusuma, 2011).
1. 3. Manfaat K3
Schuler dan Jackson (1999) dalam Kusuma (2011) mengatakan, apabila perusahaan
dapat melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik, maka
perusahaan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:
Menurut Robiana Modjo (2007) dalam Kusuma (2011), manfaat penerapan program
keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan antara lain:
Malthis dan Jackson (2002) dalam Kusuma (2011) menyebutkan, manfaat program
keselamatan dan kesehatan kerja yang terkelola dengan baik adalah:
1. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (XI Bab dan 18 Pasal):
1) Bab I (Pasal 1) menjelaskan tentang istilah-istilah
8) Bab VIII (Pasal 12) tentang kewajiban dan hak tenaga kerja
Tentang:
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPK3) dan Tata cara Penunjukan
Ahli Keselamatan Kerja, terdiri dari 16 pasal. Peraturan Menteri ini mewajibkan
pengusaha atau pengurus tempat kerja yang mempekerjakan 100 orang pekerja atau
lebih atau menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai risiko besar
terjadi peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif membentuk P2K3.
Keanggotaan P2K3 adalah unsur pengusaha dan unsur pekerja. Sekretaris P2K3
adalah ahli K3 dari perusahaan yang bersangkutan.
(Bismo, 2008).
1. B. Penerapan 5S
1. S1 – Seiri (Ringkas)
Seiri secara langsung berarti mengatur segala sesuatu dengan rapi. Di tempat kerja
banyak sekali benda yang seringkali dapat menyebabkan timbulnya gangguan
operasional dalam bekerja, antara lain tentang keluhan setiap orang yang
mengeluhkan sempitnya ruang kerja mereka karena terlalu banyak barang.
Penerapan :
a)Periksa Rak-rak
c)Periksa Lantai
Bagian paling ujung atau sudut lantai merupakan tempat yang perlu mendapat perhatian.
Cek alat berat yang tidak dipakai dan tidak berguna, trolley/kereta dorong.
Umumnya di antara barang produksi ada tumpukan bahan baku atau sisa material yang
cenderung mengalami penurunan mutu.
Cek, di antara barang produksi yang tidak diketahui mutunya biasanya ditumpuk di tempat
tersembunyi. Misalnya yang tersimpan di bawah conveyor, di bawah jendela, di bawah meja
kerja dan di sekitar jalur jalan.
Periksa tempat pembuangan oli (oil bin), yaitu jenis pembuangan yang dilarang untuk
digunakan di pabrik.
Periksa bahan baku yang tidak dipindahkan selama 5 tahun dan telah berkarat
Cek palet kereta dorong dan container yang tidak dipakai namun masih saja disimpan.
Periksa sisa-sisa tumpukan bahan baku.
Periksa mesin dan peralatan yang tidak dipakai namun masih saja disimpan.
Cek rak, lemari dinding tempat dokumen dan lemari dinding tempat dokumen yang tidak
dipakai.
Cek produk sample atau produk demo.
1. S2 – Seiton (Kerapian)
Menjaga kerapian barang bahkan pada saat tergesa-gesa sekalipun yang berarti kita
harus selalu meletakkan barang di tempatnya sehingga jika diperlukan mendadak
maka mudah dicari dan dapat langsung diperoleh dengan mudah untuk digunakan.
Rapikan tempat kerja Anda (SEIRI). Semua barang yang tidak berguna atau tidak
sedang dipakai harus dibersihkan dan hanya menyisakan barang yang benar-benar
bermanfaat di tempatnya. Walau pun telah merapikan tempat kerja masih saja muncul
masalah tentang menyimpan barang yang saat ini masih dipakai. Apakah sistem
penyimpanan sekarang cukup memadai dan apakah terjadi kecelakaan yang
menimbulkan kerusakan saat digunakan? Apakah kita harus menghabiskan waktu
untuk membereskan barang-barang ini?
Penerapan :
1. S3 – Seiso (Kebersihan)
Secara langsung kebersihan berarti “menyapu dan membersihkan dalam usaha
merapikan tempat kerja. Area kerja tanpa sampah atau kotoran dapat menciptakan
kondisi kerja yang lebih nyaman. Menyeka dan mengelap adalah cara yang paling
umum untuk memeriksa adanya kelalaian bekerja. Mesin dalam kondisi kotor dapat
menimbulkan masalah lebih lanjut.
Penerapan :
1. S4 – Seiketsu (Standarisasi)
Penerapan
1. S5 – Shitsuke (Rajin-Disiplin)
Melakukan evaluasi dan penilaian serta membuat kesimpulan. Hal ini untuk melatih
pekerja agar mengikuti kebiasaan kerja yang baik dan disiplin di tempat kerja secara
ketat. Oleh karena itu 5S bertujuan mengelola S4 sehingga prosedur pelaksanaan
dapat dilatih secara ketat. Segera sesudah tempat kerja dapat menyerap kebiasaan
kerja tersebut, maka tujuan 5S akan tercapai.