Anda di halaman 1dari 12

K3 5S

January 18, 2012 foodeolas Leave a comment Go to comments

Pelaksanaan K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan lingkungan kerja
yang aman, sehat dan sejahtera, bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
serta bebas pencemaran lingkungan menuju peningkatan produktivitas sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Seperti kita ketahui, bahwa kecelakaan kerja bukan hanya menimbulkan korban jiwa
maupun kerugian material bagi pekerja dan pengusaha tetapi dapat juga mengganggu
proses produksi secara menyeluruh dan merusak lingkungan yang akhirnya
berdampak kepada masyarakat luas. Karena itu perlu dilakukan upaya yang nyata
untuk mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja secara maksimal. Apabila kita lakukan analisis secara mendalam maka
kecelakaan, peledakan, kebakaran dan penyakit akibat kerja pada umumnya
disebabkan tidak dijalankannya syarat-syarat K3 secara baik dan benar, sehingga
tercipta suatu kegiatan kerja yang aman. Sejalan dengan teori-teori penyebab
kecelakaan yang terbaru, maka pihak manajemen harus bertanggungjawab terhadap
keselamatan kerja para pekerjanya.

Sedangkan 5 S, seringkali kita jumpai dalam spanduk-spanduk perusahaan slogan


mengenai 5 S. Suatu slogan dari program penciptaan langkah menuju suatu budaya
disiplin. 5 S merupakan sebuah program dari Jepang, yang memiliki kepanjangan dari
Seiri (pemilahan), Seiton (penataan), Seiso (Pembersihan), Seiketsu (Pemantapan),
dan Shitsuke (Disiplin). Ini merupakan langkah-langkah untuk Membudayakan sikap,
perilaku, dan pada akhirnya membentuk sebuah budaya disiplin di tempat
kerja.Budaya disiplin merupakan suatu budaya yang sangat sulit untuk dibentuk.
Apalagi pada suatu tempat yang kata disiplin itu menjadi suatu hal yang asing. Seperti
halnya di Indonesia, budaya disiplin ini seringkali dikampanyekan, hingga pemerintah
mencanangkan gerakan disiplin nasional (GDN) pada tanggal 20 mei 1995. Namun,
pada pelaksanaannya membentuk budaya disiplin itu sangatlah sulit.program 5 S yang
sering kita Lihat di Spanduk-spanduk perusahaan dapat diterapkan dilingkungan
keluarga ataupun masyarakat

Secara historis, keselamatan kerja telah banyak diperhatikan sejak zaman


dahulu.Hammurabi, raja Babilonia pada tahun 2040 SM telah membuat dan
memberlakukan suatu peraturan bangunan yang dikenal sebagai The Code of
Hammurabi. Beberapa pasal dalam peraturan tersebut antara lain:

1. apabilaseseorang membuat bangunan dan bangunan tersebut runtuh sehingga menimbulkan


korban jiwa maka pembuat bangunan tersebut harus dihukum mati
2. apabila bangunan yang dibuat runtuh dan menimbulkan kerusakan padahal milik orang lain
maka pembuat bangunan harus mengganti semua kerusakan yang ditimbulkannya. Jadi
aspek keamanan telah menjadi persyaratan utama yang mutlak harus dipenuhi sejak zaman
dahulu kala, (Suhendro2003).
Lima abad kemudian, Mozai raja setelah Hammurabi mengharuskan para ahli
bangunan bertanggung jawab pula pada keselamatan para pelaksana dan pekerjanya,
(Suma’mur 1981). Masalah-masalah keselamatan kemudian meluas ke
Yunani,Romawi dan lain-lain, misalnya di Perancis tahun1840, Inggris tahun 1644,
Belgia tahun 1810, Denmark dan Swiss tahun 1877, AmerikaSerikat tahun 1886, dan
sebagainya. Selanjutnya diadakan kongres-kongres internasional misalnya di Paris
tahun 1889, di Bern tahun 1891 dan di Milan tahun 1894, Suma’mur (1981). Pada
abad sembilan belas, di tahun 1904 perhatian terhadap kecelakaan dan kondisi kerja di
dalam pekerjaan pembangunan diadakan untukmelayani permintaan masyarakat,
tetapi sampai 1926 peraturan pembangunan yang telah dihasilkan adalah dalam
lingkup terbatas yaitu hanya diberlakukan bagi lokasi yang di atasnya ada gaya
mekanis yang digunakan. Dari 1930 sampai 1948 peraturan-peraturan tersebut telah
menjadi ketinggalan zaman sebab intervensi Perang Dunia Kedua, Davies (1996).
Setelah itu, karena bertambahnya angka kecelakaan, maka diberlakukan berbagai
peraturan baru, misalnya The Building (Safety Health and Welfare) Regulation 1948;
The Construction (General Provision) Regulation 1961; Contruction (Health and
Welfare) Regulation 1966; The Health and safety at Work (HSW) Act 1974;
Management of Health and Safety at Work Regulation 1992; Construction Design
and Management (CDM) 1994; The Construction Health, Safety and Welfare (CHSW)
Regulation1996, Davies (1996). Kemudian muncul Health and safety in roof work
HSG33 (Second edition) HSE Books 1998 ISBN 0 7176 14255; Health and safety in
construction HSG150 (Second edition) HSE Books 2001ISBN 0 7176 2106 5
(Anonimb, 2011).

Sedangkan di Indonesia, keselamatan kerja sudah diadakan sejak zaman penjajahan


Belanda, namun sasarannya lebih banyak ke hasil kerja dan alat-alat kerja disbanding
memperhatikan pekerjanya. Program itu lebih dikenal dengan “kerja paksa”. Setelah
merdeka, perhatian tentang keselamatan dan kesehatan serta kesejahteraan pekerja
mulai banyak diperhatikan terbukti dari peraturan-peraturan dan undang-undang yang
dihasilkan. Bersumber dari pasal 27 ayat 2 UUD 1945, terbit beberapa UU dan
kemudian PP dan Keputusan Menteri,yang antara lain sebagai berikut. UU Kerja
tahun1951, UU Kecelakaan tahun 1951, PP tentang istirahat bagi pekerja tahun 1954,
UU No. 1tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, UU No.13 tahun 2003 tentang
Ketena-gakerjaan, PerMenaker No. 01/1980 tentang K3 padaKonstruksi Bangunan,
SKB Men PU dan Menaker No. 174/Men/1986 – 104/kpts/1986 tentang Keselamatan
& Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi, Keputusan MenPU No.
195/kpts/1989 tentang K3 pada tempat konstruksi di lingkungan PU, Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan danKesehatan Kerja., Surat Edaran Menteri PUNomor: 03/SE/M/2005
Perihal Penyelenggaraan Jasa Konstruksi untuk Instansi Pemerintah TA 2005.

Walaupun telah banyak usaha yang dijalankan, namun Indonesia masih menempati
urutan ke lima (terburuk) di kawasan ASEAN. Pelaksanaan K3 adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera,
bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta bebas pencemaran
lingkungan menuju peningkatan produktivitas sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Seperti kita ketahui,
bahwa kecelakaan kerja bukan hanya menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
material bagi pekerja dan pengusaha tetapi dapat juga mengganggu proses produksi
secara menyeluruh dan merusak lingkungan yang akhirnya berdampak kepada
masyarakat luas. Karena itu perlu dilakukan upaya yang nyata untuk mencegah dan
mengurangi risiko terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja secara
maksimal.Apabila kita lakukan analisis secara mendalam maka kecelakaan, peledakan,
kebakaran dan penyakit akibat kerja pada umumnya disebabkan tidak dijalankannya
syarat-syarat K3 secara baik dan benar.

1.
I. ISI

1. A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1. 1. Pengertian K3

Keselamatan kerja adalah membuat kondisi kerja yang aman dengan dilengkapi
alat-alat pengaman, penerangan yang baik, menjaga lantai dan tangga bebas dari air,
minyak, nyamuk dan memelihara fasilitas air yang baik (Tulus Agus, 1989). Menurut
Malthis dan Jackson (2002), keselamatan kerja menunjuk pada perlindungan
kesejahteraan fisik dengan dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan atau cedera
terkait dengan pekerjaan. Pendapat lain menyebutkan bahwa keselamatan kerja berarti
proses merencanakan dan mengendalikan situasi yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja melalui persiapan prosedur operasi standar yang menjadi acuan
dalam bekerja (Rika Ampuh Hadiguna, 2009).

Menurut Suma’mur (1981), tujuan keselamatan kerja adalah:

1. Para pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja.


2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja dapat digunakan sebaik-baiknya.
3. Agar semua hasil produksi terpelihara keamanannya.
4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan gizi pegawai.
5. Agar dapat meningkatkan kegairahan, keserasian dan partisipasi kerja.
6. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
7. Agar pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Lalu Husni (2005) menyatakan bahwa keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan
kerja, yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah
kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan sebagai
suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan
proses yang telah diatur dari suatu aktivitas. Menurut Rika Ampuh Hadiguna (2009),
kecelakaan kerja merupakan kecelakaan seseorang atau kelompok dalam rangka
melaksanakan kerja di lingkungan perusahaan, yang terjadi secara tiba-tiba, tidak
diduga sebelumnya, tidak diharapkan terjadi, menimbulkan kerugian ringan sampai
yang paling berat, dan bisa menghentikan kegiatan pabrik secara total.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu program yang dibuat pekerja
maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan
dan penyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan
penyakit akibat kerja (Lestari dan Trisyulianti, 2011).

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) adalah bagian dari system
manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan
bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan K3 dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (Endroyo, 2006).

Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari kesehatan masyarakat


yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial
yang mempengaruhi kesehatan pekerja (dalam hal ini Dosen, Mahasiswa dan
Karyawan). Bahaya pekerjaan (akibat kerja), Seperti halnya masalah kesehatan
lingkungan lain, bersifat akut atau khronis (sementara atau berkelanjutan) dan efeknya
mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap kesehatan dapat secara
langsung maupun tidak langsung. Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan,
oleh karena selain dapat menimbulkan gangguan tingkat produktifitas, kesehatan
masyarakat kerja tersebut dapat timbul akibat pekerjaanya.

Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja
memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial
(Lalu Husni, 2005). Selain itu, kesehatan kerja menunjuk pada kondisi fisik, mental
dan stabilitas emosi secara umum dengan tujuan memelihara kesejahteraan individu
secara menyeluruh (Malthis dan Jackson, 2002). Sedangkan menurut Prabu
Mangkunegara (2001) pengertian kesehatan kerja adalah kondisi bebas dari gangguan
fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebakan lingkungan kerja. Kesehatan dalam
ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu
keadaan bebas dari penyakit. Menurut Undang-undang Pokok Kesehatan RI No. 9
Tahun 1960, Bab I Pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan yang
meliputi keadaan jasmani, rohani dan kemasyarakatan, dan bukan hanya keadaan
yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan-kelemahan lainnya.

Tujuan kesehatan kerja adalah:

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua lapangan


pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental maupun kesehatan sosial.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh
tindakan/kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari kemungkinan bahaya yang
disebabkan olek faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
5. Kesehatan kerja mempengaruhi manusia dalam hubunganya dengan pekerjaan dan
lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis yang meliputi, antara lain: metode
bekerja, kondisi kerja dan lingkungan kerja yang mungkin dapat menyebabkan kecelakaan,
penyakit ataupun perubahan dari kesehatan seseorang (Uhud dkk, 2008).

Menurut Veithzal Rivai (2003) dalam Kusuma (2011), pemantauan kesehatan kerja
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Mengurangi timbulnya penyakit.


2. Pada umumnya perusahaan sulit mengembangkan strategi untuk mengurangi timbulnya
penyakit-penyakit, karena hubungan sebab-akibat antara lingkungan fisik dengan
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan sering kabur. Padahal,
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan jauh lebih merugikan, baik bagi
perusahaan maupun pekerja.
3. Penyimpanan catatan tentang lingkungan kerja.
4. Mewajibkan perusahaan untuk setidak-tidaknya melakukan pemeriksaan terhadap kadar
bahan kimia yang terdapat dalam lingkungan pekerjaan dan menyimpan catatan mengenai
informasi yang terinci tersebut. Catatan ini juga harus mencantumkan informasi tentang
penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan dan jarak yang aman dan pengaruh berbahaya
bahan-bahan tersebut.
5. Memantau kontak langsung.
6. Pendekatan yang pertama dalam mengendalikan penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan adalah dengan membebaskan tempat kerja dari bahan-bahan kimia atau
racun. Satu pendekatan alternatifnya adalah dengan memantau dan membatasi kontak
langsung terhadap zat-zat berbahaya.
7. Penyaringan genetik.
8. Penyaringan genetik adalah pendekatan untuk mengendalikan penyakit-penyakit yang paling
ekstrem, sehingga sangat kontroversial. Dengan menggunakan uji genetik untuk menyaring
individu-individu yang rentan terhadap penyakit-penyakit tertentu, perusahaan dapat
mengurangi kemungkinan untuk menghadapi klaim kompensasi dan masalah-masalah yang
terkait dengan hal itu.

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang dirancang
untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di tempat kerja agar
tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di tempat kerja dengan
mematuhi/ taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja, yang
tercermin pada perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja (Rijuna Dewi,
2006). Menurut Rizky Argama (2006) dalam Kusuma (2011), program Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja
maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan dan
penyakit kerja akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali
hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan
kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.

1. 2. Tujuan K3

Dessler (1992) dalam Kusuma (2011) mengatakan bahwa program keselamatan dan
kesehatan kerja diselenggarakan karena tiga alasan pokok, yaitu:
1. Moral. Para pengusaha menyelenggarakan upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit kerja
pertama sekali semata-mata atas dasar kemanusiaan. Mereka melakukan hal itu untuk
memperingan penderitaan karyawan dan keluarganya yang mengalami kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.
2. Hukum. Dewasa ini, terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
ikhwal keselamatan dan kesehatan kerja, dan hukuman terhadap pihak-pihak yang
melanggar ditetapkan cukup berat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan itu,
perusahaan dapat dikenakan denda, dan para supervisor dapat ditahan apabila ternyata
bertanggungjawab atas kecelakaan dan penyakit fatal.
3. Ekonomi. Adanya alasan ekonomi karena biaya yang dipikul perusahaan dapat jadi cukup
tinggi sekalipun kecelakaan dan penyakit yang terjadi kecil saja. Asuransi kompensasi
karyawan ditujukan untuk member ganti rugi kepada pegawai yang mengalami kecelakaan
dan penyakit akibat kerja.
4. Untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Berdasarkan Undang-Undang no.1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1, syarat keselamatan


kerja yang juga menjadi tujuan pemerintah membuat aturan K3 adalah :

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.


2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian –
kejadian lain yang berbahaya.
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan.
6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran.
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis,
peracunan, infeksi dan penularan.
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang.
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan
barang.
17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
19. kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

(Kusuma, 2011).

1. 3. Manfaat K3
Schuler dan Jackson (1999) dalam Kusuma (2011) mengatakan, apabila perusahaan
dapat melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik, maka
perusahaan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:

1. Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.


2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen.
3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena
menurunnya pengajuan klaim.
5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari partisipasi dan ras
kepemilikan.
6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan citra perusahaan.
7. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungannya secara substansial.

Menurut Robiana Modjo (2007) dalam Kusuma (2011), manfaat penerapan program
keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan antara lain:

1. Pengurangan Absentisme. Perusahaan yang melaksanakan program keselamatan dan


kesehatan kerja secara serius, akan dapat menekan angka risiko kecelakaan dan penyakit
kerja dalam tempat kerja, sehingga karyawan yang tidak masuk karena alasan cedera dan
sakit akibat kerja pun juga semakin berkurang.
2. Pengurangan Biaya Klaim Kesehatan. Karyawan yang bekerja pada perusahaan yang
benar-benar memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja karyawannya kemungkinan
untuk mengalami cedera atau sakit akibat kerja adalah kecil, sehingga makin kecil pula
kemungkinan klaim pengobatan/ kesehatan dari mereka.
3. Pengurangan Turnover Pekerja. Perusahaan yang menerapkan program K3 mengirim pesan
yang jelas pada pekerja bahwa manajemen menghargai dan memperhatikan kesejahteraan
mereka, sehingga menyebabkan para pekerja menjadi merasa lebih bahagia dan tidak ingin
keluar dari pekerjaannya.
4. Peningkatan Produktivitas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Sulistyarini (2006) di
CV. Sahabat klaten menunjukkan bahwa baik secara individual maupun bersamasama
program keselamatan dan kesehatan kerja berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja.

Malthis dan Jackson (2002) dalam Kusuma (2011) menyebutkan, manfaat program
keselamatan dan kesehatan kerja yang terkelola dengan baik adalah:

1. Penurunan biaya premi asuransi,


2. Menghemat biaya litigasi,
3. Lebih sedikitnya uang yang dibayarkan kepada pekerja untuk waktu kerja mereka yang
hilang,
4. Biaya yang lebih rendah untuk melatih pekerja baru.
5. Menurunnya lembur,
6. Meningkatnya produktivitas.

1. 4. Landasan Formal Hukum

1. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (XI Bab dan 18 Pasal):
1) Bab I (Pasal 1) menjelaskan tentang istilah-istilah

2) Bab II (Pasal 2) tentang ruang lingkup yang meliputi keselamatan dan


kesehatan kerja disemua tempat kerja baik didarat, di dalam tanah, di permukaan air,
di dalam air maupun di udara di wilayah Republik Indonesia.

3) Bab III (Pasal 3 dan 4) mengenai syarat-syarat keselamatan kerja

4) Bab IV (Pasal 5 – 8) tentang pengawasan

5) Bab V (Pasal 9) tentang pembinaan K3

6) Bab VI (Pasal 10) tentang Panitia Pembina K3 (P2K3)

7) Bab VII (Pasal 11) tentang kecelakaan kerja

8) Bab VIII (Pasal 12) tentang kewajiban dan hak tenaga kerja

9) Bab IX (Pasal 13) tentang kewajiban bila memasuki tempat kerja

10) Bab X (Pasal 14) tentang kewajiban pengurus

11) Bab XI (Pasal 15 – 18) tentang ketentuan penutup

1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 155/Men/1984

Merupakan penyempurnaan KEPMENAKER No. 125/Men/1982 tentang


Pembentukan Susunan dan Tata Kerja DK3N, DK3W dan P2K3, pelaksanaan dari
Undang-Undang keselamatan kerja pasal 10 yang antara lain menetapkan tugas dan
fungsi P2K3 sebagai berikut :

1) Tugas Pokok: memberi saran dan pertimbangan kepada pengusaha/menyusun


tempat kerja yang bersangkutan mengenai masalah-masalah K3.

2) Fungsi: menghimpun dan mengolah segala data atau permasalahan keselamatan


dan kesehatan kerja ditempat kerja yang bersangkutan serta membantu pengusaha
manajemen mengadakan serta meningkatkan penyuluhan, pengawasan, latihan dan
penelitian K3

3) Keanggotaan: P2K3 beranggotakan unsur-unsur organisasi pekerja dan


pengusaha manajemen.

1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1987:

Tentang:
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPK3) dan Tata cara Penunjukan
Ahli Keselamatan Kerja, terdiri dari 16 pasal. Peraturan Menteri ini mewajibkan
pengusaha atau pengurus tempat kerja yang mempekerjakan 100 orang pekerja atau
lebih atau menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai risiko besar
terjadi peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif membentuk P2K3.
Keanggotaan P2K3 adalah unsur pengusaha dan unsur pekerja. Sekretaris P2K3
adalah ahli K3 dari perusahaan yang bersangkutan.

(Bismo, 2008).

1. B. Penerapan 5S

1. S1 – Seiri (Ringkas)

Seiri secara langsung berarti mengatur segala sesuatu dengan rapi. Di tempat kerja
banyak sekali benda yang seringkali dapat menyebabkan timbulnya gangguan
operasional dalam bekerja, antara lain tentang keluhan setiap orang yang
mengeluhkan sempitnya ruang kerja mereka karena terlalu banyak barang.

Penerapan :

a)Periksa Rak-rak

 Periksa barang yang tidak dipakai dan tidak berguna


 Cek barang lain selain barang yang sudah ditetapkan.
 Rak paling atas dan bawah merupakan tempat utama menyimpan barang-barang ini.

b) Periksa Lemari dinding perkakas/laci/kabinet

 Cek semua perkakas seperti palu, pemotong dan lain-lain.


 Cek alat pengukur seperti kompas, jangka geser (vernier) dan meteran penunjuk (dial gauge).
 Periksa barang pribadi yang biasanya tersimpan di sini, seperti majalah, komik kartun dan
lain-lain.

c)Periksa Lantai

 Bagian paling ujung atau sudut lantai merupakan tempat yang perlu mendapat perhatian.
 Cek alat berat yang tidak dipakai dan tidak berguna, trolley/kereta dorong.
 Umumnya di antara barang produksi ada tumpukan bahan baku atau sisa material yang
cenderung mengalami penurunan mutu.
 Cek, di antara barang produksi yang tidak diketahui mutunya biasanya ditumpuk di tempat
tersembunyi. Misalnya yang tersimpan di bawah conveyor, di bawah jendela, di bawah meja
kerja dan di sekitar jalur jalan.
 Periksa tempat pembuangan oli (oil bin), yaitu jenis pembuangan yang dilarang untuk
digunakan di pabrik.

d) Cek penyimpanan suku cadang dan bahan baku:


 Periksa suku cadang dan bahan baku yang selama bertahun-tahun tidak pernah dipindahkan
dan berdebu, perlu diperhatikan.

e)Periksa di luar area kerja

 Periksa bahan baku yang tidak dipindahkan selama 5 tahun dan telah berkarat
 Cek palet kereta dorong dan container yang tidak dipakai namun masih saja disimpan.
 Periksa sisa-sisa tumpukan bahan baku.
 Periksa mesin dan peralatan yang tidak dipakai namun masih saja disimpan.

f) Periksa Kantor (termasuk kantor yang terletak di dalam area kerja).

 Cek rak, lemari dinding tempat dokumen dan lemari dinding tempat dokumen yang tidak
dipakai.
 Cek produk sample atau produk demo.

1. S2 – Seiton (Kerapian)

Menjaga kerapian barang bahkan pada saat tergesa-gesa sekalipun yang berarti kita
harus selalu meletakkan barang di tempatnya sehingga jika diperlukan mendadak
maka mudah dicari dan dapat langsung diperoleh dengan mudah untuk digunakan.

Rapikan tempat kerja Anda (SEIRI). Semua barang yang tidak berguna atau tidak
sedang dipakai harus dibersihkan dan hanya menyisakan barang yang benar-benar
bermanfaat di tempatnya. Walau pun telah merapikan tempat kerja masih saja muncul
masalah tentang menyimpan barang yang saat ini masih dipakai. Apakah sistem
penyimpanan sekarang cukup memadai dan apakah terjadi kecelakaan yang
menimbulkan kerusakan saat digunakan? Apakah kita harus menghabiskan waktu
untuk membereskan barang-barang ini?

Penerapan :

a) Memuang segala sesuatu yang tidak berguna.

b) Membersihkan rak-rak penyimpanan

c) Menentukan tempat penyimpanan

d) Membuat tanda yang menunjukkan tempat penyimpanan

e) Memberi label Barang-barang yang telah disimpan

f) Di mana barang itu terletak seharusnya terdapat dalam tabel

g) Pemeriksaan –pemberian label—penyimpanan kembali di tempatnya untuk


mempertahankan kondisi normal.

1. S3 – Seiso (Kebersihan)
Secara langsung kebersihan berarti “menyapu dan membersihkan dalam usaha
merapikan tempat kerja. Area kerja tanpa sampah atau kotoran dapat menciptakan
kondisi kerja yang lebih nyaman. Menyeka dan mengelap adalah cara yang paling
umum untuk memeriksa adanya kelalaian bekerja. Mesin dalam kondisi kotor dapat
menimbulkan masalah lebih lanjut.

Penerapan :

1. 1. Membersihkan lantai (menyapu, menghilangkan dan membersihkan kotoran).


2. 2. Tetapkan batasan untuk membagi area.
3. 3. Hilangkan penyebab timbulnya kotoran yang mengotori area tersebut.

1. 4. Pemeriksaan mesin melalui pembersihan

1. S4 – Seiketsu (Standarisasi)

Standarisasi merupakan sebuah kegiatan di mana setiap orang harus berupaya


mempertahankan kemajuan yang telah dicapai melalui S1, S2 dan S3. Pada waktu
yang sama penerapan control visual (visual control photograph) sebagai sarana
perbaikan juga dianggap sebagai standarisasi karena dapat membantu meningkatkan
alat bantu visual guna memastikan implementasi bergerak ke arah yang benar. Karena
itu, S4 dapat dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu:

 Standarisasi untuk mempertahankan kestabilan S1, S2 dan S3.

o Standarisasi melalui visualisasi sehingga implementasi berjalan dengan tepat dan


memenuhi standar (control visual).

Penerapan

1. Set standar area


2. Membahas standar yang ditetapkan oleh masing-masing small group dan memperbaiki
perbedaan untuk memenuhi standar departemen.
3. Mengumpulkan standar departemen untuk dikembangkan sebagai standar bersama
perusahaan.
4. Membuat perbaikan sehingga sesuai dengan standar baru yang ditetapkan oleh
Administrator (standar perusahaan). Kemudian menerapkan standar tersebut dalam
kelompok.

1. S5 – Shitsuke (Rajin-Disiplin)

Melakukan evaluasi dan penilaian serta membuat kesimpulan. Hal ini untuk melatih
pekerja agar mengikuti kebiasaan kerja yang baik dan disiplin di tempat kerja secara
ketat. Oleh karena itu 5S bertujuan mengelola S4 sehingga prosedur pelaksanaan
dapat dilatih secara ketat. Segera sesudah tempat kerja dapat menyerap kebiasaan
kerja tersebut, maka tujuan 5S akan tercapai.

Keuntungan dari penerapan 5S / 5R adalah :


1. Menciptakan tempat kerja terbaik dengan prinsip kaizen (perbaikan berkesinambungan).
2. 5S/5R sebagai barometer manajemen : perusahaan yang lancar dikendalikan oleh setiap
orang.
3. Perusahaan sebagai alat penjualan : promosi bukan dengan kata-kata tetapi dengan
penampakan di lingkungan kerja.
4. 5S / 5R sebagai ilmu perilaku : perbuatan lebih meyakinkan daripada kata-kata.
5. Menggunakan pengalaman di perusahaan untuk membersihkan batin : mengubah cara
berpikir dan perilaku pribadi.
6. Menggugah tanggung jawab setiap orang di tempat kerja.

1. Setiap orang akan mampu menemukan masalah lebih cepat.


2. Setiap orang akan memberikan perhatian dan penekanan pada tahap perencanaan.
3. Mendukung cara berpikir yang berorientasi pada proses.
4. Setiap orang akan berkonsentrasi pada masalah-masalah yang lebih penting dan
mendesak untuk diselesaikan.

Setiap orang akan berpartisipasi dalam membangun sistem yang baru

Anda mungkin juga menyukai