Environment A. Pengertian dan Sejarah Perkembangan K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang telah populer dengan sebutan K3, dewasa ini impelementasinya telah menyebar secara luas di hampir setiap sektor industri. Keselamatan dan Kesehatan Kerja [K3] secara filosofi didefinisikan sebagai Upaya dan pemikiran untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani mauoun rohaniah diri manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya beserta hasil karyanya dalam rangka menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Secara keilmuan, K3 didefinisikan sebagai ilmu dan penerapannya secara teknis dan teknoligis untuk melakukan pencegahan terhadap munculnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dari setiap pekerjaan yang dilakukan dari sudut pandang ilmu hukum, K3 didefinisikan sebagai Suatu upaya perlindungan agar setiap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja senantiasa dalam keadaan yang sehat dan selamat serta sumber-sumber proses produksi dapat dijalankan secara aman, efisien dan produktif. Meski K3 secara keilmuan telah menyebar secara luas dan banyak dipelajari dan diimplementasikan, namun demikian, sedikit diantara kita yang mengetahui tentang, siapa, kapan, dimana dan bagaimana K3 mulai dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat. Di bawah ini secara ringlas akan dijelaskan sejarah perkembangan K3 untuk lebih memahami dan mengapresiasi K3 sebagai bagian dari keilmuan yang telah banyak membawa manfaat bagi kehidupan manusia. Dari berbagai literatur yang ada, dapat diberikan gambaran secara ringkas tentang sejarah perkembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai berikut: Sekitar tahun 1700 sebelum masehi, Raja Hamurabi dari kerjaan Babylonia dalam kitab undang-undangnya, salah satu pasalnya menyatakan bahwa Bila seorang ahli bangunan membuat rumah untuk seseorang dan pembuatannya tidak dilaksanakan dengan
Safety, Health and Environment 1
Modul 1 Pendahuluan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) baik, sehingga rumah itu roboh dan menimpa pemilik rumah hingga mati, maka ahli bangunan tersebut akan dibunuh. Pada zaman Mozai lebih kurang 5 abad setelah Raja Hamurabi, dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa Ahli bangunan bertanggung jawab atas keselamatan para pelaksana dan pekerjanya, dengan menetapkan pemasangan pagar pengaman pada setiap sis luar dari atap rumah. Sekitar tahun 80 sesudah masehi, seorang ahli Encyclopedia dari banga Roma yang bernama PLINIUS, mensyaratkan agar para pekerja tambang harus memakai tutup hidung atau masker karena banyaknya debu di tempat kerja tambang tersebut. Pada tahun 1450 masehi, Dominico Fontana diserahi tugas penting untuk membangun Obelisk di tengah lapangan St. Pieter Roma. Untuk hal tersebut ia selalu mensaratkan agar para pekerjanya memakai topi baja untuk melindungi kepalanya. Demikian seterusnya, komitmen para ahli terus berlanjut untuk memberikan perlindungan keselamatn dan kesehatan bagi orang yang terlibat dalam setiap usaha yang dilakukannya. Sejak terjadinya revolusi industri di negara Inggris Raya, dimana begitu banyak terjadi kasus-kasus kecelakaan yang membawa banyak korban, maka para pengusaha pada waktu itu berpendapat bahwa hal tersebut merupakan bagian dan pekerjaan yang harus ditanggungoleh para pekerja itu sendiri. Pada mulanya tidak ada langkah yang diambil untuk mengurangi kecelakaan dan penderitaan para korban. Namun akhirnya, banyak yang berpendapat bahwa membiatkan korban berjatuhan tanpa adanya ganti rugi dianggap tidak manusiawi. Pada tahun 1931, Heinrich, H.W. dalam bukunya yang sangat terkenal berjudul INDUSTRIAL ACCIDENT PREVENTION, mempelopori dan memperkenalkan prinsip-prinsip mendasar bagi program keselamatan kerja yang berlaku hingga saat sekarang ini.
Safety, Health and Environment 2
Modul 1 Pendahuluan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Berangkat dari pemikiran Heinrich tersebut, maka gerakan keselamatan dan kesehatan kerja selanjutnya dapat dilakukan secara teroganisir dan terarah. Pada tahun 1970, pemerintah Indonesia mengundangkan suatu undang-undang yaitu Undang-Undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hak untuk dapat bekerja secara aman, sehat dan produktif merupakan hak semua orang yang harus dijunjung tinggi. Pada tahun 1991, Amerika Serikat memberlakukan undang-undang Works Compesation Law, dimana dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa tidak memandang apakah kecelakaan terjadi akibat kesalahan si korban atau tidak, dan yang bersangkutan akan mendapat ganti rugi, bila kecelakaan yang menimpanya terjadi dalam pekerjaan. Undang-undang ini menandai permulaan usaha pencegahan kecelakaan kerja yang lebih terarah. Sementara itu, pemerintah Indonesia pada tahun 1992, melakukan hal serupa dengan mengeluarkan undang-undang tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerja akibat peristiwa yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan kejadian meninggal dunia.
B. Poin-Poin Penting dalam K3
Keselamatan Kerja merupakan unsur perlindungan terhadap tenaga kerja dan aset perusahaan, dalam hal ini pengendalian secara teknis dan teknologis terhadap potensi bahaya terjadinya kecelakaan kerja adalah hal yang utama dalam uoaya pencegahan kecelakaan kerja dan peningkatan kinerja K3 di perusahaan. Kecelakaan Kerja adalah suatu kerugian dan kerusakan yang selalu mengancam jiwa dan harta benda baik terhadap tenaga kerja, keluargnaya maupun pengusaha. Maka upaya pencegahan kecelakaan
Safety, Health and Environment 3
Modul 1 Pendahuluan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar dalam upaya memberikan perlindungan kepada seluruh aset perusahaan. Kesehatan Kerja dilaksanakan dengn tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja, sehingga tenaga kerja sebagai pelaku pembangunan dapat merasakan dan menikmati hasil dari pembangunan. Upaya pelayanan kesehatan kerja dalam suatu bidang usaha memegang peranan sangat penting, karena menyangkut sumber daya manusia, produktivitas dan kesejahteraan. Keberhasilan dalam merealisasikan usaha kesehatan lerja akan berdampak positif dalam meninngkatkan produktivitas perusahaan dan pendapatan serta kesejahteraan tenaga kerja. Upaya-upaya yang dapat dipergunakan dalam rangka merencanakan dan melaksanakan pengendalian bahaya yangada, sebagai salah satu cara pencegahan adanya penyakit akibat kerja adalah pengenalan faktor dan potensi bahaya yang merupakan langkah pertama, yang selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap faktor dan potensi bahaya yang ada pada semua tempat kerja, karena tidak ada tempat kerja yang ebas dari faktor dan potensi bahaya.
Safety, Health and Environment 4
Modul 1 Pendahuluan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Sumber: Tarwaka. 2017. Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Menajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.
Safety, Health and Environment 5
Modul 1 Pendahuluan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)