Anda di halaman 1dari 41

KESELAMATAN &

KESEHATAN KERJA
MODUL 03
Edi Soerjanto Ir. MSi
MODUL 03
SEJARAH &
BUDAYA K-3
• Sejarah Dunia : Era Revolusi
Industri/Industrialisasi/
Management/Mendatang
• Sejarah Indonesia
• IOGP - Budaya K3
Pengertian Keselamatan &
Kesehatan Kerja
• Keselamatan Kerja berarti sebuah persepsi
individu terhadap resiko, keadaan pikiran
di mana pekerja dibuat waspada terhadap
kemungkinan terjadinya kecelakaan di
sepanjang waktu, suatu keadaan yang
bebas dari resiko (Taylor et.al.,2004).
• Kesehatan Kerja adalah semua yang
berkaitan dengan kesehatan dan
keselamatan dalam tempat kerja dan
memiliki tujuan kuat dalam pencegahan
langsung bahaya yang ada (World Health
Organization (WHO).
• Keselamatan dan Kesehatan Kerja
memegang peranan penting dalam
memastikan pekerja dapat kembali ke
rumah dengan selamat dan bahkan lebih
baik dari kondisi ketika dia berangkat
bekerja.
• Prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja
juga digunakan untuk melindungi aset-aset
penting Perusahaan seperti bangunan, alur
produksi, serta aset lain sehingga terbebas
dari resiko kerugian akibat kecelakaan
kerja.
Fokus Utama K3
Fokus Utama dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja terdiri dari 3
(tiga) objektif yaitu:
• Mempertahankan dan mempromosikan kesehatan dan kapasitas
pekerja.
• Peningkatan lingkungan kerja dan bekerja untuk menjadi lebih
kondusif dalam arti keselamatan dan kesehatan kerja.
• Pengembangan organisasi kerja dan budaya kerja dalam arah yang
mendukung prinsip keselamatan dan kesehatan kerja sehingga
dapat mewujudkan iklim sosial yang positif dan meningkatkan
produktifitas.
Sejarah K3
• Perkembangan Keselamatan dan Promosi Keselamatan Tahun 1941
Kesehatan Kerja tidak dapat
dilepaskan dari perkembangan
industri sebagai tempat kerja.
• Perkembangan industri
memunculkan resiko-resiko
pekerjaan baru yang tidak terdapat
pada tempat kerja tradisional.
Catatan Penting dalam
Perkembangan K3 di Dunia

1556 Penerbitan buku yang ditulis oleh Dr. Agricola tentang tambang logam yang menimbulkan
penyakit terhadap buruh tambang.

1567 Penerbitan risalah yang dibuat oleh Dr. Paracelcus tentang penyakit-penyakit pada
pekerjaan penambangan dan peleburan.

Bernardino Ramazzini, terkenal sebagai Bapak Kedokteran Industrial, mempublikasikan


1700 buku pertamanya dalam Penyakit Akibat Kerja, De Morbis Artificium Diatriba (Penyakit-
penyakit pada pekerja).

Ketetapan pemeliharaan kesehatan dan moral pekerja magang dan pekerja lainnya di
1802 pabrik pemintalan kapas Inggris (ketetapan pertama dalam program kesehatan dan
keselamatan kerja).

1864 Peraturan Keselamatan Kerja di Tambang Pennsylvania diterapkan.


National Fire Protection Association (NFPA) didirikan di Amerika
1896 Serikat untuk mencegah kebakaran serta membuat standard.
US Public Health Service didirikan oleh Kantor Higiene Industri dan
1914 Sanitasi. Organisasi ini kelak akan mengganti namanya di tahun 1971
menjadi National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH).
Pendirian American Standard Association yang berhasil menerbitkan
banyak standard sukarela, beberapa di antaranya menjadi hukum
1918 positif. Saat ini lebih terkenal dengan nama American National
Standards Institute (ANSI).
Gordon memformalisasikan sebuah konsep epidemiologi yang dapat
digunakan sebagai landasan teori untuk pencegahaan kecelakaan.
1942 De Heaven menjelaskan bahwa struktur tempat kerja sebagai
penyebab utama dari kecelakaan akibat jatuh dari ketinggian.
Keputusan Tambang dan Penggalian diberlakukan di Inggris. Ini
1954 membuat tanggung jawab keselamatan berada pada manager
pertambangan.
Terbentuknya Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
1970 Amerika Serikat yang menjadi landasan bagi terbentuknya
Occupational Safety and Health Administration (OSHA).
Tragedi Flixborough terjadi dan menewaskan 28 orang. Flixborough
1974 disaster adalah ledakan pabrik kimia, di dekat desa Flixborough di
North Lincolnshire, England, 1 Juni 1974.
Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan di Tempat kerja mulai
1974 berlaku di Inggris. Pertama kalinya karyawan dan pekerja dilibatkan
dalam pembentukan sistem keselamatan dan kesehatan kerja.
Tragedi Piper Alpha terjadi dan menewaskan 167 orang. Merupakan
1988 tragedy ledakan di rig eksplorasi minyak di laut.
2006 Ratifikasi konferensi International Labour Organization (ILO).
Perilaku Tidak Aman Pekerja
Konstruksi
Era Revolusi Industri
• Keselamatan dan Kesehatan Kerja telah ada sejak dahulu. Dari jaman Mesir purba (Firaun),
hingga kerajaan Babilonia (Hamurabi), ada bukti2 prasasti bahwa para pekerja telah memakai
alat2 pelindung diri saat bekerja. Namun saat itu, belum mempunyai sistem, jadi memakai
APD (Alat Pelindung Diri) pun hanya kebijakan temporer saja.
• Hingga revolusi industri pada abad ke 16, di Eropa terutama Perancis dan Inggris, masih
belum ada aturan untuk perlindungan tenaga kerja. Bahkan, pada saat tersebut, banyak
karyawan yang dipekerjakan hingga 16 jam sehari ! Anak2 dibawah umur, yang seharusnya
menikmati masa sekolah, dipekerjakan dipabrik sebagai buruh. Karyawan yang sakit
menanggung resikonya sendiri. Hanya beberapa Perusahaan yang peduli dan
bertanggungjawab mengobati karyawannya hingga sembuh.
• Kebijakan bersifat sporadis dan temporer, tergantung kebijakan manajemen yang memimpin
Perusahaan saat itu. Jika manajer berganti, berganti pula kebijakan.
• Awal tahun 1800 di Perancis, keluar undang-undang pertama, diikuti Inggris, berisi
Perlindungan terhadap tenaga kerja yang bekerja di Pabrik pabrik, Perkebunan dan
Pertambangan.
Era Industrialisasi
Disebut juga Era Modern Industrialization, hal-hal yang mempengaruhi
perkembangan K3 adalah :
• Penggantian tenaga hewan dengan mesin-mesin seperti mesin uap yang baru
ditemukan sebagai sumber energi.
• Penggunaan mesin-mesin yang menggantikan tenaga manusia.
• Pengenalan metode-metode baru dalam pengolahan bahan baku (khususnya
bidang industri kimia dan logam).
• Pengorganisasian pekerjaan dalam cakupan yang lebih besar berkembangnya
bidang industri yang ditopang penggunaan mesin-mesin baru.
• Perkembangan teknologi menyebabkan mulai muncul penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan pemanjaan karbon dari bahan-bahan sisa pembakaran.
Era Industrialisasi
• Sejak Era Revolusi Industri sampai pertengahan abad 20, penggunaan
teknologi semakin berkembang menggantikan penggunaan
peralatan/hewan yang sifatnya tradisional, sehingga kebutuhan
keselamatan dan kesehatan dalam pekerjaan juga mengikuti
perkembangan tersebut.
• Perkembangan pembuatan peralatan pelindung diri, safety devices &
interlock dan alat-alat pengaman lainnya semakin dibutuhkan untuk
melindungi diri dalam pekerjaan.
Era Manajemen K3
•Perkembangan Era Manajeman Modern dimulai 1950 dengan teori Heinrich (1941) yang
meneliti penyebab kecelakaan. Bahwa 85% terjadi karena faktor manusia (unsafe act)
dan faktor kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition).
•Sistem automasi dikembangkan pada pekerjaan untuk mengatasi masalah sulitnya
melakukan perbaikan terhadap faktor manusia. Sistem automasi menimbulkan masalah
manusiawi yang berdampak pada kelancaran pekerjaan karena adanya blok-blok
pekerjaan dan tidak terintegritasinya masing-masing unit pekerjaan.
•Frank Bird dari International Loss Control Institute (ILCI) pada 1972 mengemukakan
Teori Loss Causation Model menyatakan faktor manajemen merupakan latar belakang
terjadinya kecelakaan.
•Setelah kasus kecelakaan di Bhopal tahun 1984, akhir abad 20 berkembang konsep
keterpaduan sistem manajemen K3 yang berorientasi pada koordinasi dan efisiensi
penggunaan sumber daya.
•Keterpaduan unit kerja seperti safety, health dan masalah lingkungan dalam sistem
manajemen menuntut kualitas terjamin, baik aspek input proses dan output, seperti
ditunjukkan standar Internasional ISO 9000, ISO 14000 atau ISO 18000.
Era Mendatang
• Tahun 1800-an, kematian dan cacat akibat kerja dianggap biasa, terutama di bidang
pertambangan dan pertanian. Bahaya di tempat kerja mulai diidentifikasi para ilmu
kedokteran. Ramuzzini, dikenal sebagai Bapak Pengobatan Kerja/ Occupational
Medicine, merekomendasikan penyelidikan ke dalam sejarah kesehatan pasien.
• Perkembangan K3 pada masa mendatang tidak hanya difokuskan pada
permasalahan K3 di lingkungan industri dan pekerja, tetapi mulai menyentuh
aspek-aspek yang bersifat publik atau masyarakat luas.
• Penerapan aspek-aspek K3 menyentuh segala sektor aktivitas kehidupan dan lebih
bertujuan menjaga harkat dan martabat manusia serta penerapan hak asasi
manusia demi terwujudnya kualitas hidup tinggi. Upaya ini lebih banyak
berorientasi kepada aspek perilaku manusia yang merupakan perwujudan aspek-
aspek K3.
Era Mendatang
• Dengan kemajuan industri, permesinan, alat mekanikal dan listrik menjadi bagian
integral dari kehidupan. Mekanisasi memberikan banyak keuntungan, tetapi meningkat
juga resiko, penyakit dan cedera pada orang yang terpapar.
• Penggunaan bahan kimia tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Bahan pembersih,
cat, perekat, bahan campuran hanyalah sedikit dari benda yang digunakan sehari-hari.
Pembuatan dan pemakaian bahan-bahan kimia dapat membahayakan tubuh atau bisa
menimbulkan resiko kebakaran.
• Dengan adanya hal-hal merugikan tersebut, maka timbul program pencegahan bahaya-
bahaya yang muncul di tempat kerja dalam bentuk Program Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
• Seiring dengan laju pertumbuhan manajemen modern, muncul Manajemen
Keselamatan Kerja. Prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah solusi untuk
pencegahan bahaya dan penyakit yang mungkin terjadi di lokasi kerja.
Sejarah Peraturan Keselamatan
Kerja di Indonesia
Sejarah Keselamatan Kerja di Indonesia dimulai setelah Belanda datang ke
Indonesia abad ke-17.
• Zaman penjajahan Belanda, banyak rakyat Indonesia berstatus sebagai
Budak, yang dilindungi oleh Regerings Reglement (RR) tahun 1818 pada
pasal 115 memerintahkan supaya diadakan Peraturan-peraturan mengenai
Perlakuan terhadap Keluarga Budak.
• Saat itu, masalah keselamatan kerja di Indonesia mulai terasa untuk
melindungi modal yang ditanam untuk industri. Contoh, saat jumlah ketel
uap yang digunakan industri Indonesia sebanyak 120 ketel uap, muncul
undang-undang mengenai kerja ketel uap di tahun 1853.
• Tahun 1898, ketel uap yang digunakan industri makin bertambah menjadi
2.277
Ketel ketelalat
Uap, adalah uap.
untuk menghasilkan uap air, yang digunakan untuk pemanasan atau tenaga gerak. Dengan bahan
bakar pendidih bermacam-macam, seperti batubara, minyak bakar, listrik, gas, biomasa, nuklir dll.
Sejarah Peraturan Keselamatan
Kerja di Indonesia
Peraturan terkait dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada zaman penjajahan Belanda :
• Maatregelen ter Beperking van de Kindearrbied en de
Nachtarbeid van de Vroewen, Peraturan tentang
Pembatasan Pekerjaan Anak dan Wanita pada Malam Hari,
dikeluarkan dengan ordonantie No.647 Tahun 1925,
berlaku 1 Maret 1926.
• Bepalingen Betreffende de Arbeit van Kinderen en Jeugdige
Persoonen ann Boord van Scepen, Peraturan tentang
Pekerjaan Anak dan Pemuda di Kapal. Berlaku 1 Mei 1926.
• Mijn Politie Reglement, Stb No.341 tahun 1931 Peraturan
tentang Pengawasan Tambang.
• Voorschriften omtrent de dienst en rushtijden van bestuur
der an motorrijtuigen (tentang Waktu Kerja dan Waktu
Istirahat bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor).
Sejarah Peraturan Kerja di Indonesia
• Tahun 1890, dikeluarkan ketetapan tentang Pemasangan dan Pemakaian Jaringan Listrik
di Indonesia.
• Tahun 1905, dikeluarkan Veiligheids Reglement dan Pengaturan Khusus sebagai
pelengkap peraturan pelaksanaannya.
• Tahun 1907, dikeluarkan peraturan tentang Pengangkutan Obat Senjata, Petasan, Peluru
dan Bahan-bahan yang dapat meledak dan beresiko pada keselamatan kerja.
• Tahun 1910, Veiligheids Reglement direvisi dimana Pengawasan Undang-undang Kerja
dilakukan oleh Veiligheids Toezich.
• Tahun 1912, muncul Pelarangan terhadap Penggunaan Fosfor Putih.
• Tahun 1916, dikeluarkan Undang-undang Pengawasan Kerja yang memuat kesehatan
dan keselamatan kerja atau K3.
• Tahun 1927, lahir Undang-undang Gangguan.
• Tahun 1930, pemerintah Hindia Belanda merevisi Undang-undang Ketel Uap.
Sejarah Peraturan Kerja di Indonesia
• Saat Perang Dunia II, tidak banyak catatan
sejarah mengenai keselamatan serta kesehatan
industri kerja, karena masih suasana perang
banyak industri yang berhenti beroperasi.
• Sejak Jaman Kemerdekaan, sejarah keselamatan
kerja berkembang sesuai dengan dinamika
bangsa Indonesia.
• Setelah Proklamasi, Undang-undang Kerja dan
Undang-undang Kecelakaan, terutama
menyangkut masalah kompensasi, mulai dibuat.
• Tahun 1957, didirikan Lembaga Kesehatan dan
Keselamatan Kerja.
Sejarah Peraturan Keselamatan
Kerja
di Indonesia
• Tahun 1957, diadakan Seminar Nasional Higiene Perusahaan dan Keselamatan
Kerja K3 dengan tema Penerapan Keselamatan Kerja Demi Pembangunan.
• Tahun 1969, berdiri Ikatan Higiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan
Kerja, dilanjut tahun 1969 dibangun Laboratorium Keselamatan Kerja.
• Tahun 1970, Undang-undang no I tentang Keselamatan Kerja dibuat. Undang-
undang tersebut sebagai pengganti Veiligheids Reglement tahun 1920.
• Februari 1990, Fakultas Kedokteran Unissula bekerja sama dengan Rumah Sakit
Sultan Agung Semarang menyelenggarakan Symposium Gangguan
Pendengaran Akibat Kerja yang dibuka oleh Menteri Tenaga Kerja Republik
Indonesia saat itu, Cosmas Batubara.
Sejarah Ketenaga Kerjaan di
Indonesia
• Setelah kemerdekaan, regulasi-regulasi tersebut tidak berlaku lagi, mengingat
diberlakukannya Undang undang Dasar 1945. Peraturan Keselamatan Kerja yang
saat itu berlaku Veiligheids Reglement dicabut dan diganti Undang-undang
Keselamatan Kerja No.1 Tahun 1970.
• Perkembangan keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia boleh dibilang lebih
ditingkatkan.
• Indonesia mempunyai UU tentang K3 sejak 1970, yaitu UU no.1 tahun 1970 resmi
diberlakukan 12 Januari 1970, sebagai Hari Lahir K3.
• Implementasi K3 di Indonesia mulai membaik sekitar awal tahun 2000. Butuh
waktu 30 tahun untuk sosialisasi, karena kurangnya kesadaran Pengusaha dan
Pekerja.
• Salah satu peraturan yang penting adalah Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013
tentang Ketenagakerjaan.
Sejarah K3 Indonesia
• Tantangan keselamatan dan kesehatan kerja di zaman modern bagi Indonesia bahkan
lebih besar lagi. Di tahun 2012, 9 (Sembilan) pekerja meninggal setiap harinya akibat
kecelakaan kerja (Jamsostek, 2014). Bahkan dunia keselamatan kerja Indonesia baru
saja dihantam oleh Tragedi Mandom yang belum jelas pembelajarannya untuk
meningkatkan K3 Indonesia ke depan.
• Di pihak Pengusaha, menganggap penerapan K3 adalah cost tambahan berbiaya tinggi,
sedangkan dari pihak Pekerja, penerapan K3 adalah bagai birokrasi yang mengganggu
pekerjaan mereka, membuat tidak nyaman, membuat pekerjaan menjadi lambat dsb.
• Asumsi tsb sedikit demi sedikit terkikis, karena pengusaha sadar, biaya jika terjadi insiden
adalah sangat tinggi melebihi biaya penerapan K3 itu sendiri. Sehingga Pengusaha
sekarang benar2 K3 minded, walau masih ada saja yang masih memakai pola pikir lama.
• Bagi Karyawan, timbul kesadaran jika terjadi insiden, maka yang paling menderita adalah
diri mereka sendiri, juga keluarga yang mereka kasihi. Sehingga pola pikir dan habit mulai
bergeser.
Kesadaran K3 makin tinggi,
kecelakaan kerja berkurang?
• Statistik Nasional, angka kecelakaan kerja masih tinggi, laju kenaikan hanya agak tertahan.
Disebabkan, pertambahan tenaga kerja meningkat dari tahun ke tahun, sifat kerja berisiko tinggi
seperti banyaknya pekerjaan2 di Pertambangan dan Pabrik2.
• Kesadaran pentingnya K3 belum sepenuhnya tumbuh. Banyak perusahaan2 belum menerapkan
K3, bisa jadi baru 1/3 (sepertiga) dari total jumlah Perusahaan yang menerapkan K3.
• Angka kecelakaan kerja masih tinggi dan menjadi tugas Pemerintah untuk membenahi.
• Sebagai masyarakat dan warga negara yang baik, wajib mendukung kampanye K3 melalui
kesadaran thd diri sendiri dahulu, baru menyadarkan teman sekerja, mengikuti pelatihan2 K3
secara rutin, menerapkan wawasan dan skill K3 yang didapat langsung dari tempat kerja dan
mematuhi sistem K3 di Perusahaan tempat bekerja.
• Jika sistem K3 belum ada, maka harus diusulkan kepada manajemen untuk membentuk. Jika
mampu, membentuk sistem secara swadaya. Jika tidak mampu, dapat menyewa tenaga
konsultan.
Permenaker Nomor 9 Tahun 2016
• Tanggal 10 Maret 2016, Kementerian Tenaga Kerja mengesahkan
Permenaker Nomor 9 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dalam Pekerjaan Ketinggian.
• Permenaker berisi 45 Pasal, memuat panduan yang cukup lengkap
terkait dengan pekerjaan di ketinggian.
• Panduan yang diatur dalam Permenaker tsb, mulai dari bekerja
ketinggian di alam, akses tali, perancah, bahaya benda jatuh hingga
perangkat pencegah jatuh baik perseorangan ataupun kolektif.
• Satu hal yang menarik dari peraturan
ini adalah tentang definisi ketinggian.
• Sebelumnya, banyak pemberi kerja
yang mendefinisikan ketinggian adalah
pekerjaan dengan minimum tinggi
1.5m, 1.8m atau 2m.
• Dalam Permenaker tsb, batasan
ketinggian itu tidak ada dan menjadi
“adanya perbedaan ketinggian dan
memiliki potensi jatuh yang
menyebabkan tenaga kerja atau orang
lain meninggal atau cidera”
Referensi

• Alli, B. O. (2008). Fundamentals Principles of Occupational Health and Safety. Geneva, Swiss.
• British Safety Council. (2014, August 19). Health and safety timeline: 200 years of progress. Retrieved October 28, 2015, from British Safety
Council: https://sm.britsafe.org/health-and-safety-timeline
• Herdiana, D., Kusumawardani, H. T., Efendi, N., & Saputra, I. E. (2014). Kesehatan Lingkungan Kerja. In A. Wibowo, Kesehatan Masyarakat di
Indonesia (pp. 249-261). Jakarta: Rajawali Press.
• Institute of Medicine. (2000). Safe Work in the 21st Century: Education and Training Needs for the Next Decade’s Occupational Safety and
Health Personnel. Washington DC, USA. Retrieved October 28, 2015, from http://www.nap.edu/read/9835/chapter/15
• Taylor, G., Easter, K., & Hegney, R. (20004). Enhancing Occupational Safety and Health. Burlington: Work Safety and Health Associates.
• Wikipedia. (2015, October 8). Occupational Safety and Health. Retrieved October 28 , 2015, from Wikipedia:
https://en.wikipedia.org/wiki/Occupational_safety_and_health
BUDAYA K3
• Sebuah Budaya K3 yang positif adalah
ketika keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) memainkan peran yang sangat
penting dan menjadi inti nilai dari
mereka yang bekerja di sebuah tempat
kerja.
• Sementara, Budaya K3 yang negative
terjadi apabila keselamatan kerja
dipandang sebagai sebuah hal yang
marginal atau menjadi beban dari unit
kerja.
Membudayakan K3
• Di dalam sebuah budaya K3 positif yang kuat, setiap orang
bertanggung jawab terhadap keselamatan kerja dan menerapkan k3
dalam kehidupan sehari-hari.
• Setiap orang akan melakukan yang terbaik untuk identifikasi kondisi
dan perilaku yang tidak aman serta merasa nyaman untuk melakukan
intervensi terhadap hal yang tidak aman itu.
• Dalam budaya k3 yang kuat, setiap pekerja harus merasa nyaman
untuk berjalan ke Direktur pabrik atau CEO untuk membicarakan
tentang masalah-masalah keselamatan kerja.
Budaya K3

Menurut International Association of Oil & Gas Producers (IOGP), untuk


membentuk budaya K3 yang kuat diuraikan dalam 5 (lima) deskripsi
berikut :
• Budaya untuk Mencari Informasi (Informed Culture).
• Budaya Melaporkan (Reporting Culture).
• Budaya Belajar (Learning Culture).
• Budaya Fleksibel (Flexibility Culture).
• Budaya Adil (Just Culture).
Budaya untuk Mencari
Informasi
• Tetap mendapatkan informasi dapat membantu organisasi untuk mencegah
ketidakwaspadaan dalam ketiadaan kecelakaan kerja. Organisasi dengan budaya K3 yang
kuat selalu waspada dan percaya bahwa kondisi yang aman dapat bermasalah. Jika orang-
orang tidak melihat apapun yang bermasalah, mereka akan berasumsi bahwa tidak akan
muncul masalah sehingga mereka tidak diharuskan untuk bertindak apapun. Ini adalah hal
yang tidak tepat sehingga perlu usaha-usaha untuk mengikis asumsi tersebut.
• Oleh karena itu, dalam ketiadaan kejadian kecelakaan kerja dan dalam usaha untuk
mempromosikan perhatian keselamatan kerja yang terjadi, sebuah organisasi harus
membuat sebuah sistem informasi yang mengumpulkan, menganalisa dan membagikan
informasi tentang manusia, technical, organisasi dan faktor lingkungan yang
menunjukkan keseluruhan sistem keselamatan kerja. Sayangnya, hal ini tidak semudah
untuk melaporkan kecelakaan kerja
• Dari studi Hopkins, pada kecelakaan kerja baik
mayor ataupun minor, selalu menunjukkan
sebelumnya sudah ada informasi yang telah
dilaporkan dan dianalisa, tetapi informasi tersebut
menjadi sinyal lemah tentang munculnya
kecelakaan kerja suatu saat nanti.
• Sebuah organisasi yang berkomitmen mencegah
kecelakaan selalu menyadari perlunya informasi
semacam itu dan berusaha untuk mencegah serta
mengumpulkan informasi lebih banyak.
• Pekerja dalam budaya tersebut juga didorong
melaporkan kondisi tidak aman, bahaya, prosedur
yang tidak efektif, proses yang gagal, beberapa
alarm, dan lain-lain untuk mencegah potensi
kecelakaan.
Budaya Melaporkan
• Organisasi dalam industri yang beresiko tinggi sedang meningkatkan kepemahaman
tentang keselamatan kerja melalui laporan dan investigasi kecelakaan. Keengganan
untuk menyelidiki dan berdiskusi tentang kecelakaan dapat mengakibatkan kehilangan
peluang untuk mencegah bencana di masa depan dan dapat diterjemahkan sebagai
tanda bahwa produksi dihargai lebih daripada keselamatan kerja.
• Keengganan untuk melaporkan kecelakaan dapat terjadi ketika proses pelaporan
terlalu rumit atau terdapat ketidakpercayaan di antara berbagai macam lapisan dalam
organisasi. Perlu diperkenalkan sistem pelaporan di mana identitas dari pelapor hanya
diketahui oleh unit yang dipercayai.
• Nilai dari pelaporan harus terlihat dari aksi perbaikan, penyebaran pelajaran yang
dapat diambil dari pelaporan serta umpan balik ke pelapor. Ini membutuhkan sumber
daya yang cukup dan kompeten yang siap sedia untuk investigasi kecelakaan secara
efektif.
• Semua laporan tidak mungkin bisa diinvestigasi dengan kedalaman
analisa yang sama, harus dibuat prioritas. Parameter yang menjadi
kriteria untuk memprioritaskan laporan:
• Resiko, menilai keparahan dan frekuensi potensi dari kejadian
• Peningkatan, identifikasi potensi tinggi untuk ide peningkatan
• Tema, apakah kejadian selalu berulang?
• Peningkatan laporan bergantung dari keterlibatan seluruh karyawan
untuk menjamin kontribusi dan pelajaran dari proses perbaikan dan
peningkatan (improvement).
• Menjamin independensi maksimum dari kecelakaan meskipun hasil
investigasi menunjukkan bahwa terdapat ketiadaan kendali dari
manajemen.
Budaya Belajar
• Budaya belajar adalah sebuah perpanjangan alami dari budaya
pelaporan karena sebuah laporan tidak akan bisa efektif kecuali
apabila organisasi belajar dari pelaporan yang dibuat karyawan.
• Sebuah organisasi dengan budaya belajar kuat akan mengumpulkan
informasi dari berbagai macam sumber, mengambil pelajaran yang
berguna, membagi pelajaran yang di dapat dan menindaklanjuti
proses pengembangan keselamatan kerja.
• Organisasi pembelajar akan mencari pandangan yang berlawanan
untuk mencari kesempatan belajar dengan lebih efektif. Mereka
terbuka akan berita yang buruk sehingga informasi tidak “dikecilkan”
begitu sampai ke manager.
• Organisasi pembelajar sangat
sensitive dengan pelajaran dari
berbagai macam sumber.
• Pembelajaran dapat diambil dari
sistem pelaporan internal, analisa
root cause yang sistematik,
hingga belajar dari kecelakaan
organisasi eksternal.
• Organisasi pembelajar memiliki karyawan profesional untuk
menganalisis informasi dan mengambil keuntungan dari hasilnya.
Karyawan-karyawan ini memiliki ciri:
• Mengidentifikasi problem dan pelajaran.
• Mengembangkan rencana dengan manager lokasi untuk mengatasi masalah.
• Mengimplementasikan pelajaran yang dapat diambil ke seluruh organisasi.

• Organisasi pembelajar juga menghindari informasi penting yang


hilang bersamaan dengan karyawan mereka yang mundur dari
pekerjaan. Hal ini dikarenakan mereka sudah menganalisis,
menyimpan, menyebarkan dan membangun informasi-informasi
penting ke dalam penerapan yang terus berkelanjutan.
Budaya Fleksibel
• Budaya fleksibel akan memungkinkan sebuah organisasi mempertahankan
koordinasi dalam level yang efektif dan perhatian yang tepat mengingat
terdapat perbedaan dalam proses pengambilan keputusan karena
perbedaan tingkat urgensi dan kehandalan orang-orang yang terlibat.
• Budaya fleksibel ditandai dengan kemampuan mengganti struktur
organisasional dari hierarki konvensional ke struktur operasional yang lebih
setara (flat) tanpa harus kehilangan kualitas dalam pengambilan keputusan.
• Sangat penting bagi sebuah perusahaan menyadari jangkauan kemampuan
karyawannya dan bagaimana menggunakan skill tersebut ketika diperlukan.
Banyak orang yang menghargai kesempatan untuk mempertunjukkan
kemampuan mereka dalam organisasi, yang pada ujungnya akan membuat
budaya fleksibel di perusahaan akan lebih baik.
• Organisasi yang ingin mendapat budaya
fleksibel harus melatih kemampuan
dan memastikan fleksibilitas structural
yang cocok dan efektif. Budaya fleksibel
bercirikan sebagai berikut:
• Mampu menyesuaikan diri menghadapi
operasi kerja yang cepat dan bahaya yang
muncul.
• Memiliki kemampuan memodifikasi
struktur konvensional menjadi struktur
yang setara.
• Memiliki tingkat keahlian yang sesuai
untuk membuat penilaian dan keputusan.
Budaya Adil
• Budaya Adil merupakan sarana yang kuat untuk elemen-elemen lain dalam
budaya k3. Harapan yang jelas, implementasi yang konsisten terhadap
semua peraturan, proses investigasi yang adil serta respons yang adil
terhadap yang melanggar peraturan akan menjadi pesan yang kuat bagi
seluruh karyawan tentang hak dan kewajiban mereka yang benar.
• Penting untuk sebuah organisasi agar menetapkan batasan-batasan yang
tidak jelas. Misalnya pada masalah kekerasan dalam tempat kerja atau
kecanduan alkohol, batasan tersebut secara terus menerus bergerak dan
dinegosiasi kembali.
• Sangat penting menetapkan batasan-batasan dalam organisasi dan
mengkomunikasikan ke seluruh karyawan serta diterapkan secara
konsisten.
Referensi:
• International Association of Oil and Gas Producers.
(2013, October). Shaping Safety Culture Throgh Safety
Leadership. Retrieved June 3, 2015, from
International Association of Oil and Gas Producers:
http://www.ogp.org.uk/pubs/452.pdf

Anda mungkin juga menyukai