Akhir-akhir ini dalam percaturan persaingan global, kesehatan kerja menjadi sebuah inspirasi bagi dunia industri untuk meningkatkan derajat kesehatan para pekerja. Tidak hanya para pekerja yang bekerja di industri besar akan tetapi industri kecilpun sudah mulai ambil ancang-ancang untuk memfokuskan dirinya dalam memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku di dalam ilmu kesehatan kerja. Latar belakang k3: Sebagai salah satu upaya untuk menjaga dan mematuhi HAM (sehat dan selamat) Upaya pemenuhan aspek legal baik nasional maupun internasional Salah satu upaya dalam efisiensi biaya( cost efectiveness)
Sejarah K3
Sejarah perkembangan K3 mulai dari zaman pra-sejarah sampai dengan zaman modern sekarang secara ringkas adalah sebagai berikut : a. Zaman Pra-Sejarah Pada zaman batu dan goa (Paleolithic dan Neolithic) dimana manusia yang hidup pada zaman ini telah mulai membuat kapak dan tombak yang mudah untuk digunakan serta tidak membahayakan bagi mereka saat digunakan. Disain tombak dan kapak yang mereka buat umumnya mempunyai bentuk yang lebh besar proporsinya pada mata kapak atau ujung tombak. Hal ini adalah untuk menggunakan kapak atau tombak tersebut tidak memerlukan tenaga yang besar karena dengan sedikit ayunan momentum yang dihasilkan cukup besar. Disain yang mengecil pada pegangan dimaksudkan untuk tidak membahayakan bagi pemakai saat mengayunkan kapak tersebut. b. Zaman Bangsa Babylonia (Dinasti Summeria) di Irak Pada era ini masyarakat sudah mencoba membuat sarung kapak agar aman dan tidak membahayakan bagi orang yang membawanya. Pada masa ini masyarakat sudah mengenal berbagai macam peralatan yang digunakan untuk membantu pekerjaan mereka. Dan semakin berkembang setelah ditemukannya tembaga dan suasa sekitar 3000-2500 BC. Pada tahun 3400 BC masyarakat sudah mengenal konstruksi dengan menggunakan batubata yang dibuat proses pengeringan oleh sinar matahari. Pada era ini masyarakat sudah membangunan saluran air dari batu sebagai fasilitas sanitasi. Pada tahun 2000 BC muncul suatu peraturan Hammurabi yang menjadi dasar adanya kompensasi asuransi bagi pekerja. c. Zaman Mesir Kuno Pada masa ini terutama pada masa berkuasanya Firaun banyak sekali dilakukan pekerjaan-pekerjaan raksasa yang melibatkan banyak orang sebagai tenaga kerja. Pada tahun 1500 BC khususnya pada masa Raja Ramses II dilakukan pekerjaan pembangunan terusan dari Mediterania ke Laut Merah. Disamping itu Raja Ramses II juga meminta para pekerja untuk membangun temple Rameuseum. Untuk menjaga agar pekerjaannya lancar Raja Ramses II menyediakan tabib serta pelayan untuk
menjaga kesehatan para pekerjanya. d. Zaman Yunani Kuno Pada zaman romawi kuno tokoh yang paling terkenal adalah Hippocrates. Hippocrates berhasil menemukan adanya penyakit tetanus pada awak kapal yang ditumpanginya. e. Zaman Romawi Para ahli seperti Lecretius, Martial, dan Vritivius mulai memperkenalkan adanya gangguan kesehatan yang diakibatkan karena adanya paparan bahan-bahan toksik dari lingkungan kerja seperti timbal dan sulfur. Pada masa pemerintahan Jendral Aleksander Yang Agung sudah dilakukan pelayanan kesehatan bagi angkatan perang. f. Abad Pertengahan Pada abad pertengahan sudah diberlakukan pembayaran terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan cacat atau meninggal. Masyarakat pekerja sudah mengenal akan bahaya vapour di lingkungan kerja sehingga disyaratkan bagi pekerja yang bekerja pada lingkungan yang mengandung vapour harus menggunakan masker. g. Abad ke-16 Salah satu tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Phillipus Aureolus Theophrastus Bombastus von Hoheinheim atau yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Paracelsus mulai memperkenalkan penyakit-penyakit akibat kerja terutama yang dialamai oleh pekerja tambang. Pada era ini seorang ahli yang bernama Agricola dalam bukunya De Re Metallica bahkan sudah mulai melakukan upaya pengendalian bahaya timbal di pertambangan dengan menerapkan prinsip ventilasi. h. Abad ke-18 Pada masa ini ada seorang ahli bernama Bernardino Ramazzini (1664 1714) dari Universitas Modena di Italia, menulis dalam bukunya yang terkenal : Discourse on the diseases of workers, (buku klasik ini masih sering dijadikan referensi oleh para ahli K3 sampai sekarang). Ramazzini melihat bahwa dokter-dokter pada masa itu jarang yang melihat hubungan antara pekerjaan dan penyakit, sehingga ada kalimat yang selalu diingat pada saat dia mendiagnosa seseorang yaitu What is Your occupation ?. ramazzini melihat bahwa ada dua faktor besar yang menyebabkan penyakit akibat kerja, yaitu bahaya yang ada dalam bahan-bahan yang digunakan ketika bekerja dan adanya gerakan-gerakan janggal yang dilakukan oleh para pekerja ketika bekerja (ergonomic factors). i. Era Revolusi Industri (Traditional Industrialization) Pada era ini hal-hal yang turut mempengaruhi perkembangan K3 adalah : 1. Penggantian tenaga hewan dengan mesin-mesin seperti mesin uap yang baru ditemukan sebagai sumber energi. 2. Penggunaan mesin-mesin yang menggantikan tenaga manusia 3. Pengenalan metode-metode baru dalam pengolahan bahan baku (khususnya bidang industri kimia dan logam).
4. Pengorganisasian pekerjaan dalam cakupan yang lebih besar berkembangnya industri yang ditopang oleh penggunaan mesin-mesin baru. 5. Perkembangan teknologi ini menyebabkan mulai muncul penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pemajanan karbon dari bahan-bahan sisa pembakaran. j. Era Industrialisasi (Modern Idustrialization) Sejak era revolusi industri di ata samapai dengan pertengahan abad 20 maka penggnaan teknologi semakin berkembang sehingga K3 juga mengikuti perkembangan ini. Perkembangan pembuatan alat pelindung diri, safety devices. dan interlock dan alat-alat pengaman lainnya juga turut berkembang. k. Era Manajemen dan Manjemen K3 Perkembangan era manajemen modern dimulai sejak tahun 1950-an hingga sekaran. Perkembangan ini dimulai dengan teori Heinrich (1941) yang meneliti penyebabpenyebab kecelakaan bahwa umumnya (85%) terjadi karena faktor manusia (unsafe act) dan faktor kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition). Pada era ini berkembang system automasi pada pekerjaan untuk mengatasi maslah sulitnya melakukan perbaikan terhadap faktor manusia. Namun system otomasi menimbulkan masalah-masalah manusiawi yang akhirnya berdampak kepada kelancaran pekerjaan karena adanya blok-blok pekerjaan dan tidak terintegrasinya masing-masing unit pekerjaan. Sejalan dengan itu Frank Bird dari International Loss Control Institute (ILCI) pada tahun 1972 mengemukakan teori Loss Causation Model yang menyatakan bahwa factor manajemen merupakan latar belakang penyebab yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Berdasarkan perkembangan tersebut serta adanya kasus kecelakaan di Bhopal tahun 1984, akhirnya pada akhir abad 20 berkembanglah suatu konsep keterpaduan system manajemen K3 yang berorientasi pada koordinasi dan efisiensi penggunaan sumber daya. Keterpaduan semua unit-unit kerja seperti safety, health dan masalah lingkungan dalam suatu system manajemen juga menuntut adanya kualitas yang terjamin baik dari aspek input proses dan output. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya standar-standar internasional seperti ISO 9000, ISO 14000 dan ISO 18000.
Bentuk lambang : Palang dilingkari roda bergerigi sebelas berwarna hijau di atas dasar putih. Arti dan makna lambang : Palang : Bebas dari kecelakan dan sakit akibat kerja. Roda gigi : Bekerja dengan kesegaran jasmani dan rohani Warna putih : Bersih, Suci Warna hijau : selamat, sehat dan sejahtera Sebelas gerigi roda : 11 Bab dalam Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Tujuan K3
Menurut Mangkunegara (2001), tujuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut: 1. Setiap tenaga kerja mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis. 2. Perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya mungkin. 3. Memelihara keamanan semua hasil produksi. 4. Menjamin pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi tenaga kerja. 5. Meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. 6. Untuk menghindari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. 7. Untuk melindungi tenaga kerja dan memberi rasa aman pada saat bekerja.
b. Tahapan Proses dalam SMK3: A. Komitmen dan Kebijakan Tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Kepemimpinan dan Komitmen: Komitmen untuk menerapkan SMK3 di tempat kerja, mutlak harus diberikan oleh semua pihak, terutama dari pihak manajemen / pengurus dan tenaga kerja. Oleh karena itu, perusahaan harus: Membentuk organisasi tempat kerja untuk terciptanya K3. Menyediakan anggaran dan personil yang memadai. Melakukan perencanaan dan pelaksanaan Program K3. Melakukan penilaian atas kinerja Program K3. 2.Tinjauan awal K3 Manajemen harus melakukan tinjauan awal K3 dengan cara: Mengidentifikasikan kondisi yang ada. Mengidentifikasikan sumber bahaya. Penguasan pengetahuan, peraturan perundangan dan standar K3. Membandingkan penerapan K3 di perusahaan lain yang lebih baik. Meninjau sebab akibat dari kejadian yang membahayakan. Menilai efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan. 3. Kebijakan K3. Kebijakan K3 merupakan suatu pernyataan kepada umum yang ditandatangani oleh manajemen senior yang menyatakan komitmen dan kehendaknya untuk bertanggung jawab terhadap elemen K3: Komitmen tertulis, ditandatangani pengurus tertinggi. Memuat visi dan tujuan yang bersifat dinamis.
Memuat kerangka kerja dan program kerja. Dibuat melalui proses konsultasi dengan pekerja/wakil pekerja. Disebarluaskan kepada seluruh pekerja.
B. Perencanaan Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan: Perencanaan manajemen risiko. Menetapkan tujuan dan sasaran dari kebijakan K3. Menggunakan indikator kinerja sebagai penilaian kinerja K3. Menetapkan sistem pertanggung jawaban dan cara pencapaian kebijakan K3. C. Penerapan Pada tahap ini, perusahaan perlu memperhatikan: 1. Jaminan Kemampuan, yaitu: Tersedianya personil terlatih, sarana dan dana yang memadai. Tersedianya sistem & prosedur yang terintegrasi dengan K3. Adanya Tanggungjawab dan akuntabilitas K3 dari Pengurus Adanya motivasi/ kesadaran pekerja tentang SMK3. Adanya komunikasi dengan pekerja tentang penerapan SMK3. Adanya seleksi, penilaian dan pelatihan kompetensi untuk K3. 2. Kegiatan pendukung Komunikasi dua arah yang efektif antara pengurus dan pekerja. Pelaporan, guna menjamin SMK3 dipantau, kinerjanya ditingkatkan. Dokumentasi sistem dan prosedur kegiatan perusahaan. Pengendalian Dokumen, hanya yang berlaku yang digunakan. Adanya pengendalian rekaman sebagai bukti penerapan SMK3 3. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian risiko Pada saat perancangan, rekayasa, pengadaan & pelaksanaan. Lakukan pengendalian administratip & APD pada pelaksanaan. Tinjau ulang kontrak dan persyaratan saat pembelian. Persiapkan prosedur menghadapi keadaan darurat, insiden dan pemulihan keadaan darurat.
D. Pengukuran dan Evaluasi Fungsi kegiatan tahap Pengukuran dan Evaluasi adalah untuk: a. Memantau, mengukur dan mengevaluasi kinerja SMK3 b. Mengetahui keberhasilan/efektifitas penerapan SMK3, dan c. Mengidentifikasi dan melakukan tindakan perbaikan yang perlu. Prosedur Pengukuran & evaluasi didokumentasikan, meliputi kegiatan: 1. Inspeksi & Pengujian, dilakukan oleh petugas yang berkompeten rekamannya dipelihara dengan alat/metode yang memenuhi syarat K3, setiap penyimpangan harus segera ditindak lanjuti, diselidiki & ditinjau.
2. Audit SMK3, dilakukan untuk membuktikan dan mengukur efekifitas penerapan SMK3 di tempat kerja oleh auditor internal untuk setiap enam bulan, dan oleh auditor eksternal / independen tiap tiga tahun. 3. Tindakan Perbaikan dan Pencegahan terhadap semua temuan hasil pemantauan, inspeksi, pengujian dan audit harus dilakukan secara berkelanjutan dan sistematis untuk menjamin efektifitas SMK3. E. Tinjauan Ulang & Peningkatan oleh Pihak Manajemen Bertujuan meningkatkan kinerja K3 secara keseluruhan, mencakup: a. Evaluasi terhadap penerapan dan kinerja K3. b. Tinjauan ulang tujuan, sasaran dan kinerja K3. c. Melakukan evaluasi dan tindak lanjut temuan audit SMK3. d. Evaluasi efektifitas penerapan SMK3 dan kebutuhan perubahan SMK3
f. Inspeksi K3, adalah kegiatan memeriksa/mengecek/mengukur segala sesuatu dan mencatat apakah sesuai atau tidak terhadap standar K3. g. Tujuan Inspeksi K3 secara umum adalah untuk mengidentifikasi: masalah potensial, kekurangan sarana kerja, kinerja K3 di suatu bagian, akibat suatu perubahan, apa ada tindakan yang memadai, menilai hasil kerja, menunjukkan komitmen. Tujuan khusus antara lain: memeriksa hasil pelaksanaan setiap rincian Program K3, memeriksa sarana-sarana baru, mengukur hasil usaha dan peranan supervisor terhadap K3. h. Klasifikasi Inspeksi meliputi: 1. Inspeksi Umum Berkala, dilakukan bersama berbagai disiplin, 2. Inspeksi Sewaktu-waktu/Mendadak, karena suatu sebab yang perlu, 3. Inspeksi Berkelanjutan pada kegiatan konstruksi dari awal s/d akhir, 4. Inspeksi Khusus. i. Perbedaan antara Audit dan Inspeksi
Kecelakaan
a. Definisi Kecelakaan: Kecelakaan (accident) adalah suatu kejadian yang tak diinginkan, datangnya tiba-tiba dan tidak terduga yang menyebabkan kerugian pada manusia (luka, cacat, sakit, meninggal), perusahaan (kerusakan properti, terhentinya proses produksi), tak diinginkan, datangnya tiba-tiba dan tidak terduga yang menyebabkan kerugian pada manusia (luka, cacat, sakit, meninggal), perusahaan (kerusakan properti, terhentinya proses produksi), masyarakat (rusaknya sarana, prasarana publik) dan lingkungan (polusi, eko-sistem rusak). b. Definisi Insiden: adalah suatu kejadian yang tak diinginkan yang bila kondisinya sedikit berbeda bisa mengakibatkan luka pada manusia, rusaknya harta benda dan terhentinya proses. c. Fase (sebab-sebab) terjadinya Kecelakaan: Mengetahui akar penyebab terjadinya kecelakaan jauh lebih penting dari pada mengetahui besarnya kecelakaan. Maka berdasarkan teori Domino dapat ditelusur sebab-sebab terjadinya kecelakaan/kerugian sbb: SEBAB-MUSABAB TERJADINYA KECELAKAAN / KERUGIAN
Bukti-bukti KURANGNYA PENGENDALIAN a.l. : 1. Program/Rencana K3 tidak dibuat, tidak memadai atau tidak sesuai 2. Standar K3 tidak ada, tidak memadai atau tidak sesuai 3. Program dan standar K3 tidak dipenuhi, dikurangi atau tidak dilaksanakan
4. Terjebak/Terjepit Di dalam atau Diantara suatu Tempat/Benda a. Terjebak di dalam suatu tempat b. Terjepit diantara perabot dan benda bergerak c. Terjepit diantara benda bergerak, kecuali benda jatuh / terbang 5. Gerakan Yang Mengeluarkan Tenaga Yang Berlebihan/ Berat a. Pengerahan tenaga untuk mengangkat benda b. Pengerahan tenaga untuk mendorong dan menarik benda c. Pengerahan tenaga untuk menangani dan melepas benda d. Gerakan yang berat. 6. Terpapar atau Kontak Dengan Temperatur Yang Berlebihan a. Terpapar suhu panas (udara/lingkungan) b. Terpapar suhu dingin (udara/lingkungan) c. Kontak dengan basah atau benda panas d. Kontak dengan basah atau benda yang sangat dingin 7. Terpapar atau Kontak Dengan Arus Listrik 8. Terpapar atau Kontak Dengan Bahan Berbahaya/mengandung radiasi: a. Kontak dengan bahan berbahaya yang mudah terhisap/terserap b. Terpapar dengan radiasi ionisasi c. Terpapar dengan radiasi selain radiasi ionisasi 9. Jenis Kecelakaan lain yang belum diklasifikasi, termasuk kecelakaan yang tak terklasifikasi karena kekurangan data. 2. Klasifikasi berdasarkan bagian tubuh yang terkena 1. Bagian Kepala: a. Daerah Tempurung Kepala (tengkorak, otak, kulit kepala) b. Mata (meliputi orbit dan syaraf mata) c. Telinga d. Mulut (meliputi bibir, gigi dan lidah) e. Hidung f. Wajah / muka g. Kepala, daerah ganda h. Kepala, pada daerah yang tidak teridentifikasi sebelumnya. 2. Leher (meliputi tenggorokan dan tengkuk tulang belakang) 3. Batang Tubuh: a. Punggung (batang sumsum tulang belakang dan otot-otot yang berdampingan, spinal cord) b. Dada (tulang rusuk, tulang dada, organ-organ dalam dari dada) c. Perut (meliputi organ-organ dalam) d. Panggul e. Batang tubuh daerah ganda 4. Lengan Atas (Upper Limb): a. Bahu (meliputi tulang ketiak dan bilah bahu) b. Lengan bagian atas c. Siku d. Lengan bawah. e. Pergelangan tangan.
f. Tangan (selain jari). g. Lengan/percabangan atas, daerah ganda. h. Lengan/percabangan atas, daerah yang tidak terspesifikasi. 5. Tungkai/Percabangan Bagian Bawah: a. Daerah paha b. Paha (tungkai bagian atas) c. Lutut d. Tungkai (tungkai bagian bawah) e. Pergelangan kaki f. Kaki (selain jari kaki) g. Tungkai / percabangan bawah, daerah ganda. h. Tungkai / percabangan bawah, daerah yang tidak terspesifikasi. 6. Daerah Ganda: a. Kepala dan batang tubuh, kepala dan satu atau lebih b. Batang tubuh dan satu atau lebih (tungkai/lengan). c. Satu lengan/percabangan atas dan satu tungkai / percabangan bagian bawah atau lebih dari dua percabangan. d. Daerah ganda lain. e. Daerah ganda, tidak terspesifikasi. 7. Cedera Umum: a. Sistem sirkulasi secara umum b. Sistem pernafasan secara umum. c. Sistem pencernaan secara umum. d. Sistem Syaraf secara umum. e. Cedera umum yang lainnya. f. Cedera umum yang tidak terspesifikasi. 8. Daerah yang tidak terspesifikasi dari bagian tubuh yang cidera
3.Biaya lain-lain yang masih bisa dihitung antara lain: a. Gaji yang harus dikeluarkan pada waktu hilang b. Biaya pekerja pengganti c. Biaya lembur d. Waktu penyeliaan tambahan e. Waktu pencatatan dan administrasi tambahan 4.Biaya lain-lain yang sulit dihitung, antara lain: a. Biaya pengurusan teknis dan non-teknis. b. Citra buruk perusahaan. c. Biaya pemasaran untuk membatasi / mengeliminir Citra buruk.
b. Jenis-jenis Bahaya: i. Bahaya Benda Bergerak (kinetic hazards): a. Benda bergerak lurus/linear movement (mesin penempa, mesin potong, ban berjalan, mobil dll.) b. Benda bergerak berputar/rotation (roda, roda gigi, crane, gerinda, pulley, katrol dll c. Benda bergerak tak beraturan (debu, percikan metal/partikel/zat kimia, semprotan berte kanan dll) d. Pengangkatan/Pengangkutan (beban terlalu berat/cepat) dll. ii. Bahaya Benda Diam (static hazards): a. Bahaya pebedaan elevasi/ gravitasi b. Bahaya air c. Bahaya kerusakan perkakas/sarana kerja d. Bahaya konstruksi (jembatan/perancah ambruk dll) e. Bahaya pemasangan (sambungan/baut tidak kuat dll). iii. Bahaya Benda Fisik (physical hazards):
a. Cahaya (terang, gelap dll) b. Bising c. Suhu (ruang, benda) d. Tekanan (tinggi, rendah) e. Radiasi elektromagnetis (ultra violet, infra red dll) f. Radiasi ionisasi (rontgen, radioactive/nuklir dll) g. Getaran. iv. Bahaya Listrik (electrical hazards): a. Tersentuh b. Kegagalan alat pengaman (fuse, grounding, breaker dsb) c. Kelebihan beban d. Loncatan bunga api e. Isolasi tidak sempurna dll. v. Bahaya Kimiawi (chemical hazards) a. Kebakaran/ ledakan; b. Bahaya keracunan gas/uap/kabut-mist/uapfumes/ debu/asap) c. Bahaya korosif (zat asam. basa alkali dll) d. Perstisida, dll vi. Bahaya Biologis (biological hazards): a. Bisa b. Kuman,bakteri, virus, jamur c. Cacing d. Tumbuh-tumbuhan, e.Hewan,serangga dll. vii. Bahaya Ergonomis (ergonomics hazard): a. Posisi bekerja b. Posisi mengangkat barang c. Ukuran ruang bebas dll. viii. Bahaya Psikologis (psychological hazards): a. Stress b.Hubungan tidak harmonis c. Problem keluarga dll. c. Identifikasi Bahaya. Salah satu syarat sebelum menyusun Rencana/Program K3 adalah harus melakukan identifikasi bahaya lebih dulu terhadap: semua jenis material, kondisi dan cara operasi alat, metoda kerja, posisi/tempat, ketinggian dan lingkungan di mana pekerjaan akan dilaksanakan. Sehingga dapat menilai besarnya risiko kecelakaan/kerugian yang mungkin terjadi, kemudian merencana-kan dan melakukan tindakan pengendalian dan pencegahan risiko.
Manajemen Risiko
a. Risiko adalah kondisi dimana terdapat kemungkinan timbulnya kecelakaan atau penyakit akibat kerja oleh karena adanya suatu bahaya. b. Manajemen Risiko adalah suatu proses manajemen yang dilakukan untuk meminimalkan. c. Tahapan Manajemen Risiko.
1. IDENTIFIKASI BAHAYA, yaitu mengidentifikasi jenis bahaya (jenis material, alat, pekerjaan, metoda kerja, posisi/ tempat/ ketinggian, kondisi tanah/pondasi, jalan, air tanah dsb). Termasuk identifikasi jenis kecelakaan & penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi. 2. PENILAIAN RISIKO, yaitu melakukan penilaian risiko dari bahayabahaya yang sudah teridentifikasi, kemudian disusun untuk menentukan prioritas penanganannya. Penilaian risiko bisa dilakukan dengan menggunakan matrik penilaian risiko. 3. PENGENDALIAN RISIKO, yaitu mengendalikan risiko akibat bahaya, menurut tingkat pengendalian yang paling sesuai. 4. ELIMINASI, yaitu menghilangkan penggunaan bahan berbahaya pada rangkaian proses. 5. SUBSTITUSI, yaitu mengganti penggunaan bahan berbahaya dengan bahan yang memiliki bahaya lebih rendah. 6. ENGINEERING CONTROL, yaitu mendesain ulang metoda kerja, proses atau peralatan yang digunakan melalui kegiatan antara lain: Pemberian pembatas atau mendesain menjadi proses semi tertutup atau tertutup total Pemisahan lokasi proses yang berbahaya dari operator Penyediaan ventilasi / bukaan umum yang memadai Pemasangan ventilasi setempat (local exhaust ventilation) 7. PENGENDALIAN ADMINISTRATIF, yaitu menerapkan peraturan yang ketat: Pembatasan ijin masuk dalam daerah berbahaya Pembatasan paparan pekerja Housekeeping Penetapan prosedur kerja penanganan bahan yang aman Melakukan inspeksi secara reguler Pelatihan bagi karyawan 8. ALAT PELINDUNGAN DIRI, yaitu penggunaan alat pelindung pada Mata, Telinga, Mulut, Hidung dan Anggota Badan lain: Kepala, Tangan, Kaki. d. Siklus Manajemen Risiko. Sebagaimana Sistem Manajemen Mutu, setiap proses harus dimulai dengan Perencanaan (Plan), lalu melaksanaan (Do) rencana itu. Realisasi pelaksanaan harus dicek (Check) kesesuaiannya dengan rencana melalui monitoring dan evaluasi. Setiap penyimpangan harus ditindaklanjuti (Action) dengan membuat rencana dan pelaksanaan yang lebih baik.
e. Sistem Penilaian Risiko Secara Kuantitatif SISTEM PENILAIAN RISIKO SECARA KUANTITATIF Nilai Risiko = Kemungkinan terjadi X Seringnya terjadi X Kegawatannya (Rusk Score) = (Probability) X (Frequency) X (Severity)
Syarat-syarat K3
1. Penetapan Tanggung Jawab terkait tingkat organisasi/perusahaan. 2. Terdapat susunan jadwal rencana pencapian program. 3. Ditinjau secara berkala, direncanakan menurut jangka waktu tertentu dan disesuaikan sesuai kebutuhan untuk menjamin tercapainya Sasaran K3.
Tuntutan pekerja masih pada kebutuhan dasar (upah dan tunjangan kesehatan/kesejahtraan) K3 belum menjadi tuntutan pekerja
Pengusaha lebih menekankan penghematan biaya produksi dan meningkatkan efisiensi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. dan K3 dipandang sebagai beban dalam hal biaya operasional tambahan
1. Aturan berkaitan dengan keselamatan dan kesehtan kerja 2. Di terapkan untuk melindungi tenaga kerja 3. Resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja
Sanksi melanggar k3
Menurut ketentuan pasal 15 UU No. 1/1970, pemerintah memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturan K3 dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp100.000
7. Tetap menginformasikan perkembangan yang terjadi di bidang K3 seperti alat pelindung diri, standar keselamatan yang baru. 8. Pembagian pernyataan kebijakan organisasi
Pekerjaan dengan tingkat bahaya yang besar harus menjadi prioritas dalam job safety analysis. 2. Membagi Pekerjaan Untuk membagi pekerjaan diperlukan seorang pekerja yang mampu melakukan observasi. Pekerja yang mampu melakukan observasi adalah pekerja yang berpengalaman dan kooperatif sehingga mampu berbagi ide. 3. Identifikasi Bahaya dan Potensi Kecelakaan Kerja Tahap berikutnya untuk mengembangkan job safety analysis adalah melakukan identifikasi semua bahaya. Identifikasi dilakukan terhadap bahaya yang disebabkan oleh lingkungan dan yang berhubungan dengan prosedur kerja. 4. Mengembangkan Solusi Langkah terakhir dalam job safety analysis adalah mengembangkan prosedur kerja yang aman untuk mencegah kejadian atau potensi kecelakaan. Beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain : a. Menemukan cara baru untuk suatu pekerjaan. b. Mengubah prosedur kerja, c. Mengurangi frekuensi pekerjaan. 3. Stop Work Authority Program stop work authority merupakan suatu program yang memungkinkan setiap karyawan yang menyaksikan suatu tindakan tidak aman atau merasa bahwa kondisi tidak menjamin operasi yang aman untuk segera menghentikan pekerjaan tanpa pertanyaan. Tujuan dari program stop work authority adalah untuk memastikan bahwa semua pekerja diberikan tanggung jawab dan wewenang untuk berhenti bekerja ketika pekerja percaya bahwa ada situasi yang menempatkan mereka, rekan kerja, atau masyarakat pada risiko atau dalam bahaya buruk yang dapat mempengaruhi keamanan pengoperasian, menyebabkan kerusakan fasilitas, atau mengakibatkan pelepasan limbah ke lingkungan dan menyediakan metode untuk mengatasi masalah tersebut (Hanford, 2008). Proses pelaksanaan stop work authority antara lain: 1. Stop work authority dilakukan jika suatu kondisi diyakini tidak aman, seperti : a. Kondisi yang menempatkan pekerja, rekan kerja atau masyarakat dalam risiko atau bahaya. Kondisi yang dapat mempengaruhi keamanan pengoperasian atau menyebabkan kerusakan fasilitas. c. Kondisi yang mengakibatkan terjadinya pelepasan limbah ke lingkungan. 2. Memastikan pekerjaan dalam kondisi yang aman dan segera memberitahu pengawas/manajemen dan pekerja yang terkena ketika melakukan stop work authority. 3. Menyelesaikan setiap masalah yang telah mengakibatkan seorang pekerja berhenti kerja. Stop work authority dapat dilakukan untuk kondisi dengan kriteria :
1. Kondisi yang terjadi akan menimbulkan bahaya bagi keselamatan dan kesehatan pekerja. 2. Kondisi yang apabila dibiarkan terus-menerus dapat mempengaruhi operasi atau menyebabkan kerusakan fasilitas. 3. Kondisi yang apabila dibiarkan terus-menerus dapat mengakibatkan terjadinya pembuangan limbah melebihi peraturan yang berlaku.
Alat ini berfungsi untuk memberikan udara bersih atau oksigen kepada pekerja yang menggunakannya. 5. Alat Pelindung Tangan dan Jari-jari (Hand Gloves) Alat pelindung tangan ini paling banyak digunakan, karena kecelakaan yang paling banyak terjadi pada tangan dari keseluruhan kecelakaan yang ada. Menurut bentuknya, sarung tangan dapat dibedakan menjadi : a. Sarung tangan biasa (Gloves) b. Sarung tangan yang dilapisi dengan plat logam (Grantlet) yang digunakan di lengan. c. Mitth, sarung tangan untuk 4 jari yang terbungkus. 6. Alat Pelindung Kaki (Foot Cover) Sepatu keselamatan kerja dipakai untuk melindungi kaki dari kejatuhan benda berat, percikan asam dan basa yang korosif, cairan panas dan terinjak benda-benda tajam. Contoh alat pelindung kaki seperti sepatu kulit, sepatu karet, sepatu bot karet, sepatu anti slip, sepatu dilapisi baja, sepatu plastik, sepatu dengan sol kayu/gabus, pelindung betis, tungkai dan mata kaki. 7. Alat Pelindung Tubuh Alat pelindung tubuh berupa pakaian dapat berbentuk apron yaitu pakaian pelindung tubuh yang menutupi sebagian tubuh mulai dari dada sampai lutut dan berbentuk overalls yaitu pakaian pelindung tubuh yang menutupi seluruh bagian tubuh.
5.Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan langkah penting dalam meningkatkan kemampuan dan prestasi kerja karyawan. Untuk meningkatkan sumber daya manusia diperlukan sebuah pelatihan. Pelatihan merupakan salah satu alat penting dalam menjamin kompetisi kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja. Program pelatihan merupakan suatu keharusan bagi sebuah industri / perusahaan bila menghendaki hasil yang lebih maksimal dari kinerja para pekerjanya. Pelatihan K3 adalah pengertian yang seksama tentang prosedur pelaksanaan tugas dan pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang menyertai kinerja akan mengeliminasi berbagai kecelakaan. Beberapa kegiatan yang harus melibatkan pekerja antara lain: 1. Kegiatan pemeriksaan bahan berbahaya dan beracun dan menyusulkan rekomendasi bagi perbaikan. 2. Mengembangkan atau memperbaiki aturan keselamatan umum. 3. Melakukan pelatihan terhadap tenaga kerja baru. . Membantu proses analisis penyebab kecelakaan kerja. pengembangan pelatihan K3 yang baik dan efektif dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain : 1. Analisa Jabatan atau pekerjaan 2. Identifikasi pekerjaan atau tugas kritis 3. Mengkaji data-data kecelakaan 4. Survei kebutuhan pelatihan
5. Analisa kebutuhan pelatihan 6. Menentukan sasaran dan target pelatihan 7. Mengembangkan objektif pembelajaran 8. Melaksanakan pelatihan 9. Melakukan evaluasi 10. Melakukan perbaikan
Dalam melaksanakan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan, antara lain : 1. Perkulihan dan percakapan 2. Video dan film 3. Peran yang langsung dimainkan oleh peserta pelatihan 4. Studi kasus 5. Diskusi kelompok 6. Latihan dan praktek di luar kelas 7. Pelatihan langsung di tempat kerja 6. Behavior Based Safety Program behavior based safety digunakan untuk menggambarkan program yang berfokus pada perilaku pekerja sebagai salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Program behavior based safety akan mengidentifikasi pekerja yang berperilaku tidak aman kemudian mengarahkan pekerja tersebut untuk berperilaku aman pada saat bekerja. Behavior based safety adalah program dengan metode untuk mengubah perilaku pekerja dengan menggabungkan beberapa prinsip, yaitu: a. Mendorong pekerja agar memiliki perilaku aman pada saat bekerja. b. Melakukan perbaikan secara terus-menerus jikalau pekerja belum dapat untuk berperilaku aman. c. Fokus pada perubahan perilaku bukan pada kecelakaan.