2. Akuntabel
a. Tujuan pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini peserta pelatihan diharapkan mampu :
1) Menjelaskan akuntabel secara konseptual-teoritis yang bertanggungjawab atas
kepercayaan yang diberikan;
2) Menjelaskan panduan perilaku (kode etik akuntabel);
3) Memberikan contoh perilaku dengan pelaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung
jawab, cermat, disiplin dan berintegritas tinggi, penggunaan kekayaan dan barang
milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien serta tidak
menyalahgunakan kewenanngan jabatan
4) Menganalisis kasus atau menilai contoh penerapan.
b. Materi
1) Konsep akuntabilitas
Dalam konteks ASN Akuntabilitas adalah kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan segala tindak dan tanduknya sebagai pelayan publik kepada
atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik (Matsiliza dan Zonke, 2017).
Aspek - Aspek akuntabilitas mencakup beberapa hal berikut yaitu akuntabilitas adalah
sebuah hubungan, akuntabilitas berorientasi pada hasil, akuntabilitas membutuhkan
adanya laporan, akuntabilitas memerlukan konsekuensi, serta akuntabilitas memperbaiki
kinerja.
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007), yaitu pertama,
untuk menyediakan kontrol demokratis (peran demokrasi); kedua, untuk mencegah
korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (peran konstitusional); ketiga, untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar). Akuntabilitas publik terdiri atas
dua macam, yaitu: akuntabilitas vertical (vertical accountability), dan akuntabilitas
horizontal (horizontal accountability). Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan yang berbeda
yaitu akuntabilitas personal, akuntabilitas individu, akuntabilitas kelompok, akuntabilitas
organisasi, dan akuntabilitas stakeholder.
3. Kompeten
a. Tujuan pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini peserta pelatihan diharapkan mampu :
1) memahami konteks lingkungan strategis yang mempengaruhi pengelolaan dan
tuntutan karakter dan kompetensi ASN yang sesuai;
2) memahami kebijakan dan pendekatan pengelolaan ASN;
3) memahami dan peka terhadap isu-isu kritikal dalam merespons penyesuaian
kompetensi ASN;
4) memahami pentingnya pengelolaan pengembangan ASN dalam konteks
pembangunan nasional dan tantangan global;
5) Mampu mengajukan pemikiran-pemikiran kritis dalam penguatan kompetensi ASN
di lingkungan instansi dan konteks nasional serta global;
6) menjelaskan aspek kompeten secara konseptual-teoritis dengan perilaku terus belajar
dan mengembangkan kapabilitas diri;
7) menjelaskan panduan perilaku kompeten sebagai wujud nilai kompeten sebagai
bagian nilai-nilai dasar ASN, BerAkhlak;
8) memberikan contoh perilaku dengan peningkatan kompetensi diri untuk menjawab
tantangan yang selalu berubah, membantu orang lain belajar serta pelaksanaan tugas
dengan kualitas terbaik; dan
9) menganalisis kasus atau menilai contoh penerapan kompeten secara tepat
b. Materi
1) Tantangan lingkungan strategis
Faktor VUCA menuntut ecosystem organisasi terintegrasi dengan berbasis pada
kombinasi kemampuan teknikal dan generik, dimana setiap ASN dapat beradaptasi
dengan dinamika perubahan lingkungan dan tuntutan masa depan pekerjaan. Sementara
itu dalam konteks peran pelayanan publik, ia banyak bergeser orientasinya, dimana
pentingnya pelibatan masyarakat dalam penentuan kebutuhan kebijakan dan pelayanan
publik (customer centric). Berdasarkan dinamika global (VUCA) dan adanya tren
keahlian baru, perlunya pemutakhiran keahlian ASN yang relevan dengan orientasi
pembangunan nasional dan aparatur. Dalam konteks ini, akuisisi sejumlah kompetensi
dalam standar kompetensi ASN diperlukan, yang memungkinkan tumbuhnya perilaku
dan kompetensi ASN yang adaptif terhadap dinamika lingkungannya.
2) Kebijakan pembangunan aparatur
Pembangunan Aparatur 2020-2024, Reformasi Birokrasi diharapkan menghasilkan
karakter birokrasi yang berkelas dunia (world class bureaucracy), dicirikan dengan
beberapa hal, yaitu pelayanan publik yang semakin berkualitas, dan tata kelola yang
semakin efektif dan efisien (Peraturan MenteriPANRB Nomor 25 Tahun 2020 Tentang
Road Map Reformasi Birokrasi Aparatur 2020-2024).
3) Pengembangan kompetensi
Kompetensi adalah deskripsi pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang
diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatan (Pasal 1 PermenpanRB Nomor 38 Tahun
2017), dan kompetensi menjadi faktor penting untuk mewujudkan pegawai profesional
dan kompetitif. pengembangan kompetensi meliputi aspek pengetahuan, keterampilan,
dan sikap menjadi dasar dalam proses pengembangan kompetensi dalam lingkungan
pekerjaan ASN. Pengembangan dapat dilakukan dengan pendekatan klasikal dan non-
klasikal, baik untuk kompetensi teknis, manajerial, dan sosial kultural.
4) Perilaku kompeten
Terkait dengan perwujudan kompetensi ASN dapat diperhatikan dalam Surat Edaran
Menteri PANRB Nomor 20 Tahun 2021 dalam poin 4, antara lain, disebutkan bahwa
panduan perilaku (kode etik) kompeten yaitu: a. Meningkatkan kompetensi diri untuk
menjawab tantangan yang selalu berubah; b. Membantu orang lain belajar; dan c.
Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik. Perilaku kompeten ini sebagaiamana dalam
poin 5 Surat Edaran MenteriPANRB menjadi bagian dasar penguatan budaya kerja di
instansi pemerintah untuk mendukung pencapaian kinerja individu dan tujuan
organisasi/instansi.
4. Harmonis
a. Tujuan pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini peserta pelatihan diharapkan mampu :
1) Memahami dan menjelaskan keanekaragaman bangsa Indonesia serta dampak,
manfaat dan potensi disharmonis di dalamnya.
2) Menjelaskan dan menerapkan nilai harmonis sesuai kode etik ASN secara konseptual
teoritis yang meliputi saling peduli dan meghargai perbedaan, serta memberikan
contoh perilaku dengan menghargai setiap orang apapun latar belakangnya, suka
menolong orang lain serta membangun lingkungan kerja yang kondusiif.
3) Menganalisis kasus atau menilai contoh penerapan harmonis secara tepat.
b. Materi
1) Keanekaragaman bangsa dan budaya di indonesia
Berdasarkan pandangan dan pengetahuan mengenai kenekaragaman bangsa dan
budaya, sejarah pergerakan bangsa dan negara, konsep dan teori nasionalisme berbangsa,
serta potensi dan tantangannya maka sebagai ASN harus memiliki sikap dalam
menjalankan peran dan fungsi pelayanan masyarakat. ASN bekerja dalam lingkungan
yang berbeda dari sisi suku, budaya, agama dan lain-lain. Dalam menjalankan tugas
pelayanan kepada masyarakat ASN dituntut dapat mengatasi permasalahan
keberagaman, bahkan menjadi unsur perekat bangsa dalam menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2) Mewujudkan suasana harmonis dalam lingkungan bekerja dan memberikan layanan
kepada masyarakat
Dalam dunia nyata upaya mewujudkan suasana harmonis tidak mudah. Realita
lingkungan selalu mengalami perubahan sehingga situasi dan kondisi juga
mengikutinya. Ibarat baterai yang digunakan untuk menggerakkan motor atau mesin
suatu masa akan kehabisan energi dan perlu di ‘charge’ ulang. Oleh karena itu upaya
menciptakan suasana kondusif yang harmonis bukan usaha yang dilakukan sekali dan
jadi untuk selamanya. Upaya menciptalkan dan menjaga suasana harmonis dilakukan
secara terus menerus. Mulai dari mengenalkan kepada seluruh personil ASN dari
jenjang terbawah sampai yang paling tinggi, memelihara suasana harmonis, menjaga
diantara personil dan stake holder. Kemudian yang tidak boleh lupa untuk selalu
menyeseuaikan dan meningkatkan usaha tersebut, sehingga menjadi habit/kebiasaan
dan menjadi budaya hidup harmonis di kalangan ASN dan seluruh pemangku
kepentingannya. Upaya menciptakan budaya harmonis di lingkungan bekerja tersebut
dapat menjadi salah satu kegiatan dalam rangka aktualisasi penerapannya.
3) Studi kasus penerapan nilai harmonis dalam lingkungan bekerja
5. Loyal
a. Tujuan pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini peserta pelatihan diharapkan mampu :
1) Menjelaskan loyal secara konseptual-teoritis yang berdedikasi dan mengutamakan
kepentingan Bangsa dan Negara;
2) Menjelaskan panduan perilaku (kode etik) loyal;
3) Mengaktualisasikan Loyal Dalam Konteks Organisasi Pemerintah; dan
4) Menganalisis kasus dan/atau menilai contoh penerapan loyal secara tepat pada setiap
materi pokok.
b. Materi
1) Konsep loyal
Dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi
pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas dunia (World Class Government),
pemerintah telah meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai dasar) ASN BerAKHLAK dan
Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa). Nilai “Loyal” dianggap penting dan
dimasukkan menjadi salah satu core values yang harus dimiliki dan diimplementasikan
dengan baik oleh setiap ASN dikarenakan oleh faktor penyebab internal dan eksternal.
Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa Prancis yaitu “Loial” yang
artinya mutu dari sikap setia. Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat
dimaknai sebagai kesetiaan, paling tidak terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terdapat beberapa
ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mengukur loyalitas
pegawainya, antara lain:
a) Taat pada Peraturan
b) Bekerja dengan Integritas
c) Tanggung Jawab pada Organisasi
d) Kemauan untuk Bekerja Sama
e) Rasa Memiliki yang Tinggi
f) Hubungan Antar Pribadi
g) Kesukaan Terhadap Pekerjaan
h) Keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan
i) Menjadi teladan bagi Pegawai lain
Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang
dimaknai bahwa setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa
dan negara, dengan panduan perilaku:
a) Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah
b) Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta
c) Menjaga rahasia jabatan dan negara
Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan panduan
perilaku loyal tersebut di atas diantaranya adalah komitmen, dedikasi, kontribusi,
nasionalisme dan pengabdian, yang dapat disingkat menjadi “KoDeKoNasAb”. Secara
umum, untuk menciptakan dan membangun rasa setia (loyal) pegawai terhadap
organisasi, hendaknya beberapa hal berikut dilakukan:
a) Membangun Rasa Kecintaaan dan Memiliki
b) Meningkatkan Kesejahteraan
c) Memenuhi Kebutuhan Rohani
d) Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir
e) Melakukan Evaluasi secara Berkala
2) Panduan perilaku loyal
ASN sebagai profesi, salah satunya berlandaskan pada prinsip Nilai Dasar
sebagaimana termuat pada Pasal 4 UU ASN. Beberapa Nilai-Nilai Dasar ASN yang
dapat diwujudkan dengan Panduan Perilaku Loyal yang pertama ini diantaranya:
a) Memegang teguh ideologi Pancasila;
b) Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah;
c) Mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia; dan
d) Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program pemerintah.
3) Loyal dalam konteks organisasi pemerintah
Pasal 66 UU ASN disebutkan bahwa Setiap calon PNS pada saat diangkat menjadi
PNS wajib mengucapkan sumpah/janji. Dimana dalam bunyi sumpah/janji tersebut
mencerminkan bagaimana Core Value Loyal semestinya dipahami dan
diimplementasikan oleh setiap PNS yang merupakan bagian atau komponen sebuah
organisasi pemerintah.
6. Adaptif
a. Tujuan pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini peserta pelatihan diharapkan mampu :
1) Memahami pentingnya mengapa nilai-nilai adaptif perlu diaktualisasikan dalam
pelaksanaan tugas jabatannya;
2) Menjelaskan adaptif secara konseptual-teoritis yang terus berinovasi dan antusias
dalam menggerakan serta menghadapi perubahan;
3) Menjelaskan panduan perilaku (kode etik) adaptif;
4) Memberikan contoh perilaku dengan cepat menyesuaikan diri menghadapi
perubahan, terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas, bertindak proaktif; dan
5) Menganalisis kasus atau menilai contoh penerapan adaptif secara tepat.
b. Materi
1) Mengapa adaptif
Adaptif merupakan salah satu karakter penting yang dibutuhkan oleh individu
maupun organisasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Terdapat alasan
mengapa nilai-nilai adaptif perlu diaktualisasikan dalam pelaksanaan tugas-tugas jabatan
di sektor publik, seperti di antaranya perubahan lingkungan strategis, kompetisi yang
terjadi antar instansi pemerintahan, perubahan iklim, perkembangan teknologi dan lain
sebagainya.
2) Memahami adaptif
Adaptif adalah karakteristik alami yang dimiliki makhluk hidup untuk bertahan hidup
dan menghadapi segala perubahan lingkungan atau ancaman yang timbul. Fondasi
organisasi adaptif dibentuk dari tiga unsur dasar yaitu lanskap (landscape),
pembelajaran (learning), dan kepemimpinan (leadership). Budaya adaptif dalam
pemerintahan merupakan budaya organisasi di mana ASN memiliki kemampuan
menerima perubahan, termasuk penyelarasan organisasi yang berkelanjutan dengan
lingkungannya, juga perbaikan proses internal yang berkesinambungan.
3) Panduan perilaku adaptif
PNS harus selalu bersikap adaptif terhadap perkembangan IT, sehingga dalam
kinerjanya dapat memaksimalkan pemanfaatan pesatnya teknologi informasi untuk
menuju reformasi birokrasi. Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) harus selalu adaptif
atau mampu menyesuaikan diri terhadap berbagai keadaan. Contonya, di masa pandemi
Covid-19 saat ini, ASN sejatinya tampil di depan dalam hal pelayanan masyarakat,
terutama ASN yang berada pada garda terdepan pelayanan publik seperti tenaga
kesehatan (nakes).
4) Adaptif dalam konteks organisasi pemerintah
Sistem pemerintahan adaptif sering mengatur diri sendiri sebagai jejaring sosial
dengan tim dan kelompok aktor yang memanfaatkan berbagai sistem pengetahuan dan
pengalaman untuk pengembangan pemahaman kebijakan bersama. (Engle, N. L, 2011).
pemerintah yang adaptif yakni dengan sebutan pemerintah yang tangguh (resilient
organization). Pembangunan organisasi yang tangguh menyangkut lima dimensi yang
membuat organisasi kuat dan imajinatif: kecerdasan organisasi, sumber daya, desain,
adaptasi, dan budaya (atau sisu, kata Finlandia yang menunjukkan keuletan.
5) Studi kasus adaptif
Visi Indonesia Emas 2045 adalah sebuah gagasan dan harapan bahwa negara
Indonesia dapat menjadi negara yang berdaulat, maju, adil, dan makmur saat
memperingati 100 tahun kemerdekaannya. Dalam rangka mewujudkan visi tersebut
terdapat banyak tantangan yang akan dihadapi di semua sektor pembangunan. Kondisi
global yang dinamis dan kekurangan yang dimiliki Indonesia saat ini menuntut upaya
perbaikan dan peningkatan pada berbagai aspek.
7. Kolaboratif
a. Tujuan pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini peserta pelatihan diharapkan mampu :
1) Menjelaskan berbagai konsep kolaborasi, collaborative governance, serta Whole of
Government; dan
2) Dapat menganalisis praktik kolaborasi di organisasi pemerintah
b. Materi
1) Konsep kolaborasi
Berkaitan dengan definisi, akan dijelaskan mengenai beberapa definisi kolaborasi
dan collaborative governance. Dyer and Singh (1998, dalam Celik et al, 2019)
mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah “ value generated from an alliance between
two or more firms aiming to become more competitive by developing shared routines”.
Selain diskursus tentang definisi kolaborasi, terdapat istilah lainnya yang juga perlu
dijelaskan yaitu collaborative governance. Irawan (2017 P 6) mengungkapkan bahwa “
Collaborative governance “sebagai sebuah proses yang melibatkan norma bersama dan
interaksi saling menguntungkan antar aktor governance . WoG adalah sebuah
pendekatan penyelenggaraan pemerintahan yang menyatukan upaya-upaya kolaboratif
pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang lingkup koordinasi yang lebih luas
guna mencapai tujuan- tujuan pembangunan kebijakan, manajemen program dan
pelayanan publik.
2) Praktik dan aspek normatif kolaborasi pemerinah
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar lembaga pemerintah
adalah kepercayaan, pembagian kekuasaan, gaya kepemimpinan, strategi manajemen dan
formalisasi pada pencapaian kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas publik.
kolaborasi mengalami beberapa hambatan yaitu: ketidakjelasan batasan masalah karena
perbedaan pemahaman dalam kesepakatan kolaborasi. Selain itu, dasar hukum kolaborasi
juga tidak jelas.
AGENDA 3 KEDUDUKAN DAN PERAN PNS
1. Smart ASN
a. Tujuan pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini peserta pelatihan diharapkan mampu :
1) Memiliki pemahaman mengenai literasi digital;
2) Mengenali berbagai bentuk masalah yang ditimbulkan akibatkurangnya literasi
digital;
3) Mampu mengimplementasikan materi literasi digital padakehidupan sehari-hari bagi
peserta;
4) Mampu mengaplikasikan materi literasi digital dana kehidupan sehari-hari bagi
peserta;
5) Menunjukkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan kecakapan,keamanan, etika,
dan budaya dalam bermedia digital.
b. Materi
1) Literasi digital
Konsep literasi digital pun semakin berkembang seiring zaman. Menurut definisi
UNESCO dalam modul UNESCO Digital Literacy Framework (Law, dkk., 2018)
literasi digital adalah kemampuan untuk mengakses, mengelola, memahami,
mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan menciptakan informasi
secara aman dan tepat melalui teknologi digital untuk pekerjaan, pekerjaan yang
layak, dan kewirausahaan. Ini mencakup kompetensi yang secara beragam disebut
sebagai literasi komputer, literasi TIK, literasi informasi dan literasi media. Peta Jalan
Literasi Digital 2021-2024 yang disusun oleh Kominfo, dirumuskan kurikulum
literasi digital yang terbagi atas empat area kompetensi yaitu: kecakapan digital
(digital skills), budaya digital (digital culture), etika digital (digital ethics) dan
keamanan digital (digital safety).
Sejalan dengan perkembangan ICT (Information, Communication and
Technology), muncul berbagai model pembelajaran secara daring. Selanjutnya,
muncul pula istilah sekolah berbasis web (web-school) atau sekolah berbasis
internet (cyber-school), yang menggunakan fasilitas internet. Bermula dari
kedua istilah tersebut, munculah berbagai istilah baru dalam pembelajaran yang
menggunakan internet, seperti online learning, distance learning, web-based learning,
dan elearning (Kuntarto dan Asyhar, 2016). Gerakan Literasi Nasional dalam Materi
Pendukung Literasi Digital dari Kemendikbud 2017 (Kemendikbud, 2017) juga telah
menggariskan beberapa indikator terkait penguatan literasi digital di basis sekolah,
masyarakat dan keluarga.
2) Pilar literasi digital
a) Etika bermedia digital
Ruang lingkup etika dalam dunia digital menyangkut pertimbangan perilaku yang
dipenuhi kesadaran, tanggung jawab, integritas (kejujuran), dan nilai kebajikan. Ada
dua hal penting saat berinteraksi di dunia digital. Pertama, penghargaan pada diri
sendiri akan menjaga kepentingan kita di dunia digital.
b) Budaya bermedia digital
Kehadiran media dan teknologi digital, dengan kata lain, harus menjadi sarana
memperkuat budaya bangsa dan karakter warganegara. Tantangan yang dihadapi
dalam pelaksanaan modul budaya bermedia digital adalah menyesuaikan dan
mengakomodasi panduan ini dengan keragaman budaya daerah. Pada dasarnya,
Indonesia memiliki modal kearifan lokal yang luar biasa. Kearifan lokal inilah yang
perlu diintegrasikan ke dalam budaya digital Indonesia sehingga memperkaya kita
semua. Tidak kalah penting adalah bagaimana menyentuh kelompok-kelompok
minoritas supaya tidak tertinggal dalam pengembangan budaya digital, yaitu warga
difabel, masyarakat di Kawasan 3T, lansia, anak-anak, dan perempuan. Indikator
pertama dari kecakapan dalam Budaya Digital (Digital Culture) adalah bagaimana
setiap individu menyadari bahwa ketika memasuki Era Digital, secara otomatis
dirinya telah menjadi warga negara digital.
c) Aman bermedia digital
Kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis,
menimbang dan meningkatkan kesadaran. Terdapat tiga area kecakapan keamanan
digital yang wajib dimiliki oleh pengguna media digital. Pertama, kecakapan
keamanan digital yang bersifat kognitif untuk memahami berbagai konsep dan
mekanisme proteksi baik terhadap perangkat digital (lunak maupun keras) maupun
terhadap identitas digital dan data diri. Kedua, kecakapan keamanan digital yang
bersifat afektif, yang pada dasarnya bertumpu pada empati agar pengguna media
digital punya kesadaran bahwa keamanan digital bukan sekadar tentang perlindungan
perangkat digital sendiri dan data diri sendiri, melainkan juga menjaga keamanan
pengguna lain sehingga tercipta system keamanan yang kuat. Area kecakapan ketiga
yaitu kecakapan keamanan digital yang bersifat konatif atau behavioral. Aspek ini
meliputi langkah-langkah praktis untuk melakukan perlindungan identitas digital dan
data diri. Contohnya adalah selalu memastikan menggunakan sandi yang kuat dan
memperbaharuinya secara berkala.
3) Implementasi literasi digital dan implikasinya
a) Lanskap digital
b) Mesin pencarian informasi, cara penggunaan dan pemilahan data
c) Aplikasi percakapan dan media sosial
d) Aplikasi dompet digital, loka pasar (marketplace) dan transaksi digital
e) Etika berinternet
f) Informasi hoax, ujaran kebencian, pronografi, perundungan, dan konten negatif
lainnya
g) Pengetahuan dasar berinteraksi, pertisipasi, dan kolaborasi diruang digital yang
sesuai dengan kaidah etika digital dan peraturan yang berlaku
h) Berinteraksi dan bertransaksi secara elektronik di ruang digital sesuai dengan
peraturan yang berlaku
i) Fitur proteksi perangkat keras
j) Proteksi identitas digital dan data pribadi di platform digital
k) Penipuan digital
l) Rekam jejak digital dimedia
m) Minor safety (catfishing)
n) Nilai-nilai pancasila dan bhineka tunggal ika sebagai landasan kecakapan digital
dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara
o) Digitalisasi kebudayaan melalui pemanfaatan TIK
p) Mendorong perilaku mencintai produk dalam negeri dan kegiatan produktif
lainnya
q) Digital rights (hak digital warganegara)
2. Manajemen ASN
a. Tujuan pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini peserta pelatihan diharapkan mampu :
1) Memahami dan menjelaskan bagaimana kedudukan, peran, hak dan kewajiban, dan
kode etik ASN
2) Konsep sistem merit dalam pengelolaan ASN
3) Mekanisme pengelolaan ASN
b. Materi
1) Kedudukan, peran, hak, kewajiban, dan kode etik ASN
a) Kedudukan ASN
Kedudukan ASN berada di pusat, daerah, dan luar negeri. Namun demikian
pegawai ASN merupakan satu kesatuan. Untuk menjalankan kedudukannya tersebut,
maka Pegawai ASN berfungsi sebagai berikut:
(1) Pelaksana kebijakan public;
(2) Pelayan public; dan
(3) Perekat dan pemersatu bangsa
b) Peran ASN
Selanjutnya peran dari Pegawai ASN adalah perencana, pelaksana, dan pengawas
penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui
pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang professional, bebas dari intervensi
politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
c) Hak ASN
Setiap ASN diberikan hak. Hak PNS dan PPPK yang diatur dalam UU ASN
sebagai berikut
PNS berhak memperoleh:
(1) gaji, tunjangan, dan fasilitas;
(2) cuti;
(3) jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
(4) perlindungan; dan
(5) pengembangan kompetensi
Sedangkan PPPK berhak memperoleh:
(1) gaji dan tunjangan;
(2) cuti;
(3) perlindungan; dan
(4) pengembangan kompetensi
Selain hak sebagaimana disebutkan di atas, berdasarkan pasal 70 UU ASN
disebutkan bahwa Setiap Pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk
mengembangkan kompetensi. Berdasarkan Pasal 92 UU ASN Pemerintah juga wajib
memberikan perlindungan berupa:
(1) jaminan kesehatan;
(2) jaminan kecelakaan kerja;
(3) jaminan kematian; dan
(4) bantuan hukum.
d) Kewajiban ASN
Sedangkan kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual.
Dengan kata lain kewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan. Kewajiban
pegawai ASN yang disebutkan dalam UU ASN adalah:
(1) setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
(2) menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
(3) melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang;
(4) menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
(5) melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh
(6) pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;
(7) menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan
tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan;
(8) menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
(9) bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Konsep system merit dalam pengelolaan ASN
e) kode etik dan kode perilaku ASN
Kode etik dan kode perilaku berisi pengaturan perilaku agar Pegawai ASN:
(1) melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggungjawab, dan berintegritas
tinggi;
(2) melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
(3) melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
(4) melaksnakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(5) melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang
Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan etika pemerintahan;
(6) menjaga kerahasian yang menyangkut kebijakan Negara;
(7) menggunakan kekayaan dan barang milik Negara secara bertanggungjawab,
efektif, dan efisien;
(8) menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya;
(9) memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain
yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan;
(10) tidak menyalahgunakan informasi intern Negara, tugas, status, kekuasaan, dan
jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri
sendiri atau untuk orang lain;
(11) memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas
ASN; dan
(12) melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan mengenai disiplin
Pegawai ASN.
2) Konsep sistem merit dalam pengelolaan ASN
Sistem merit pada dasarnya adalah konsepsi dalam manajemen SDM yang
menggambarkan diterapkannya obyektifitas dalam keseluruhan semua proses dalam
pengelolaan ASN yakni pada pertimbangan kemampuan dan prestasi individu untuk
melaksanakan pekerjaanya (kompetensi dan kinerja). Dalam sistem merit berbagai
keputusan dalam manajemen SDM didasari pada kualifikasi, kompetensi dan kinerja.
Dalam recruitment, kualifikasi dan kompetensi menjadi pertimbangan seseorang untuk
menjadi pegawai ASN. Sistem CAT (computer-assisted testing) yaitu model assessment
atau penilaian dimana kandidat/calon menjawab pertanyaan (atau menyelesaikan latihan)
dengan menggunakan komputer (menjadi bagian dalam program komputer), mampu
menjamin transparansi, efisiensi serta efektifitas dalam rekruitmen pegawai karena
pengolahan sampai dengan pengumuman sepenuhnya berdasarkan program dalam
komputer.
3) Mekanisme pengelolaan ASN
Pengelolaan atau manajemen ASN pada dasarnya adalah kebijakan dan praktik
dalam mengelola aspek manusia atau sumber daya manusia dalam organisasi termasuk
dalam hal ini adalah pengadaan, penempatan, mutasi, promosi, pengembangan, penilaian
dan penghargaan. UU No 5 tentang ASN secara detail menyebutkan pengelolaan
pegawai ini baik untuk PNS maupun PPPK seperti disebutkan pada bagian Merit sistem.
Manajemen ASN, terdiri dari Manajemen PNS dan Manajemen PPPK, Pengelolaan
Jabatan Pimpinan Tinggi, Organisasi dan Sistem Informasi.
Manajemen PNS meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat
dan jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja,
penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensiun dan
hari tua, dan perlindungan. Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan; pengadaan;
penilaian kinerja; penggajian dan tunjangan; pengembangan kompetensi; pemberian
penghargaan; disiplin; pemutusan hubungan perjanjian kerja; dan perlindungan.
Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian,
kesekretariatan lembaga negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan
secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat
kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan
integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat
Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan
Tinggi, kecuali Pejabat Pimpinan Tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan.
Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum 2 (dua) tahun dapat
dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden. Jabatan Pimpinan Tinggi hanya dapat
diduduki paling lama 5 (lima) tahun. Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat
Pembina Kepegawaian memberikan laporan proses pelaksanaannya kepada KASN.
KASN melakukan pengawasan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi baik berdasarkan
laporan yang disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian maupun atas inisiatif
sendiri.
Pegawai ASN dapat menjadi pejabat Negara. Pegawai ASN dari PNS yang diangkat
menjadi Pejabat Negara diberhentikan sementara dari jabatannya dan tidak kehilangan
status sebagai PNS. Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN
Republik Indonesia. Korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia memiliki tujuan:
menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN; dan mewujudkan jiwa
korps ASN sebagai pemersatu bangsa.
Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam
Manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi ASN. Sistem Informasi ASN
diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar Instansi Pemerintah. Sengketa
Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif. Upaya administratif terdiri dari
keberatan dan banding administrative.
A. Manajemen PNS dan PPK
1. Manajemen PNS.
Meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan,
pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan
tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensisun dan hari tua, dan
perlindungan.
a) Penyusunan dan Penetapan Kebutuhan
Setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan
PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja. Penyusunan kebutuhan
jumlah dan jenis jabatan PNS dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang
diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan.
b) Pengadaan
Pengadaan PNS dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengumuman
lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, masa percobaan, dan
pengangkatan menjadi PNS.
1) Setiap Instansi Pemerintah merencanakan pelaksanaan pengadaan PNS.
2) Setiap Instansi Pemerintah mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat
adanya kebutuhan jabatan untuk diisi dari calon PNS.
3) Setiap WNI mempunyai kesempatan yg sama untuk melamar menjadi PNS
setelah memenuhi persyaratan. Penyelenggaraan seleksi pengadaan PNS terdiri
dari 3 (tiga) tahap, meliputi seleksi administrasi, seleksi kompetensi dasar, dan
seleksi kompetensi bidang.
4) Calon PNS wajib menjalani masa percobaan. Masa percobaan dilaksanakan
melalui proses pendidikan dan pelatihan terintegrasi untuk membangun
integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan
kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan
memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang. Masa percobaan bagi
calon PNS dilaksanakan selama 1 (satu) tahun.
5) Calon PNS yang diangkat menjadi PNS harus memenuhi persyaratan: lulus
pendidikan dan pelatihan; dan sehat jasmani dan rohani.
Calon PNS yang telah memenuhi persyaratan diangkat menjadi PNS oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Calon PNS yang tidak memenuhi ketentuan diberhentikan sebagai calon
PNS. Setiap calon PNS pada saat diangkat menjadi PNS wajib mengucapkan
sumpah/janji.