Anda di halaman 1dari 12

TUGAS RESUME

Mata Kuliah Continuity Of Midwifery Care


Dosen Pengampu : Dr. Indra Supradewi, SKM.,MKM

Disusun oleh:

Anisa Beladina P3.24.4.22.203


Dewi Anisah Ningrum P3.24.4.22.209
Dewi Susilawati P3.24.4.22.211
Dwi Wigati Ratna Sari P3.24.4.22.214
Febi Puji Utami P3.24.4.22.217
Rosi Sulistiyanti P3.24.4.22.229

PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN


POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
TAHUN 2022
Rencana Asuhan Kebidanan Berkelanjutan (CoMC)
Periode Prakonsepsi
1. Pendahuluan
Wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita yang berada dalam peralihan masa
remaja akhir hingga usia dewasa awal. Karakterisitik WUS yang paling utama ditandai
dengan peristiwa fisiologis, seperti menstruasi dan tercapainya puncak kesuburan
dengan fungsi organ reproduksi berkembang dengan baik. WUS diasumsikan sebagai
wanita dewasa yang siap menjadi seorang ibu. Kebutuhan gizi pada masa ini menjadi
penting guna mempersiapkan kehamilan dan persalinan (Dieny, 2019).
Usia pranikah dapat dikaitkan dengan masa prakonsepsi. Gizi usia pranikah
adalah upaya khusus untuk memperhatikan status gizi calon pengantin guna mencapai
keluarga yang sehat dan keturunan yang berkualitas. Pernikahan adalah salah satu cara
untuk memperolah keturunan. Oleh karena itu, calon pengantin wanita ataupun pria
perlu memperhatikan status gizi sebelum memasuki jenjang pernikahan.
Dalam melakukan peran mereka sebagai pasangan, seorang suami dan istri harus
memiliki kesehatan lahir dan batin yang baik. Salah satu indikasi bahwa calon
pengantin yang sehat adalah kesehatan reproduksinya berada pada kondisi yang baik.
Kesehatan reproduksi adalah keadaan yang menunjukkan kondisi kesehatan fisik,
mental dan sosial seseorang dihubungkan dengan fungsi dan proses reproduksinya
termasuk didalamnya tidak memiliki penyakit atau kelainan yang mempengaruhi
kegiatan reproduksi tersebut.
Dalam kesehatan reproduksi pembagian peran sosial perempuan dan laki-laki
mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan perempuan dan laki-laki. Peran sosial
laki-laki dan perempuan itu semakin dirasakan dalam kesehatan reproduksi. Masalah
kesehatan reproduksi dapat terjadi sepanjang siklus hidup manusia, misalnya masalah
pergaulan bebas pada remaja, kehamilan remaja, aborsi yang tidak aman, kurangnya
informasi tentang kesehatan reproduksi. Status/posisi perempuan di masyarakat
merupakan penyebab utama masalah kesehatan reproduksi yang dihadapi perempuan,
karena menyebabkan perempuan kehilangan kendali terhadap kesehatan, tubuh dan
fertilitasnya.
Perempuan lebih rentan dalam menghadapi risiko kesehatan reproduksi, selama
kehamilan, melahirkan, aborsi yang tidak aman, dan pemakaian alat kontrasepsi. Karena
struktur alat reproduksinya, perempuan lebih rentan secara sosial maupun fisik terhadap
penularan IMS, termasuk HIV-AIDS. Laki-laki juga mempunyai masalah kesehatan
reproduksi, khususnya yang berkaitan dengan IMS termasuk HIV-AIDS. Karena itu,
dalam menyusun strategi untuk memperbaiki kesehatan reproduksi harus
diperhitungkan pula kebutuhan, kepedulian dan tanggung jawab laki-laki.
Walaupun korban kekerasan adalah perempuan dan laki-laki, perempuan pada
dasarnya lebih rentan terhadap kekerasan atau perlakuan kasar, yang pada dasarnya
bersumber pada subordinasi perempuan terhadap laki-laki atau hubungan gender yang
tidak setara. Mulai masa remaja, dapat diberikan asuhan mengenai persiapan dalam
merencanakan kehidupan keluarga. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi remaja
dalam persiapan merencanakan kehidupan keluarga, yaitu pengetahuan, sumber daya
dan sikap. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Willa, Nessi dan
Delmaifanis pada tahun 2020.
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 185 Tahun 2017 tentang
Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan Bagi Calon Pengantin menyebutkan bahwa
setiap calon pengantin diberikan pelayanan konseling dan pemeriksaan kesehatan untuk
mendukung peningkatan derajat kesehatan calon pengantin dan terciptanya generasi
yang sehat dan berkualitas. Setiap calon pengantin mempunyai hak dan kewajiban yang
sama untuk memperoleh konseling dan pemeriksaan kesehatan yang berkualitas
termasuk pelayanan informasi dengan memperhatikan prinsip keadilan dan kesetaraan
gender.
Perilaku responsif gender merupakan upaya kegiatan yang memperhatikan
perbedaan kebutuhan antara laki-laki dan perempuan. Perilaku responsif gender
merupakan kebiasaan baik yang semestinya terjadi pada lingkungan sosial. Menurut
Tong dalam Erlangga (2014) gender merupakan konsep yang merujuk pada
karakteristik yang membedakan antara laki-laki dan perempuan yang dibangun atas
asumsi yang berkembang di masyarakat. Lingkungan sosial yang memperhatikan
kebutuhan antara laki-laki dan perempuan menciptakan keadilan antara laki- laki dan
perempuan dengan tidak merugikan gender tertentu. Pemisahan gender yang terbentuk
dari struktur sosial individu mengakibatkan laki-laki maupun perempuan kesulitan
dalam mengembangkan diri. Remaja juga akan kesulitan memproporsikan diri dalam
bersikap, berperilaku dan kesulitan bersaingsecara sehat antar remaja untuk mencapai
kesuksesan sesuai bidang dan bakatnya masing-masing. Masalah perilaku responsive
gender menjadi fenomena social yang patut diselesaikan. Fenomena ini menjadi hal
yang menarik untuk dibahas karena masih adapemisahan gender antara laki-laki dan
perempuan. Perilaku yang tidak responsif gender terjadi akibat adanya ketidakadilan
gender.

2. Kasus
Seorang ibu mengantarkan anaknya ke Puskesmas, untuk diperiksa kondisi
kesehatannya secara keseluruhan.
1. Anamnesa:
Nama : Ny. SE
Umur : 28 tahun
Alamat : Duren Jaya Bekasi
Keluhan : Meriang, nyeri saat BAK, sakit seluruh tubuh dan keluar darah bercak
bercak dari vagina
 Ibu menceritakan bahwa anaknya baru menikah 2 hari yang lalu. Ny. SE dan
suaminya dulu adalah teman sekelas saat di SMA, baru berpacaran 3 bulan dan
akhirnya memutuskan untuk menikah.
 Sebelum menikah Ny. SE melakukan pemeriksaan kesehatan secara lengkap
sebagai persyaratan menikah di KUA, sedangkan pihak calon suami menolak
untuk dilakukan pemeriksaan dengan alasan bahwa calon pengantin perempuan
saja yang memerlukan itu dan berdalih mereka sudah kenal sejak dulu dan dia
dari keluarga baik baik.
 Ny.SE adalah seorang Bidan sehingga dia memaksa calon suaminya untuk
dilakukan pemeriksaan, akhirnya mertuanya yang menjawab bahwa kalau belum
menikah saja sudah “ngeyel”, gimana nanti kalau sudah menikah. Mendengar itu
Ny.SE akhirnya diam dan menurut saja agar calon suaminya tidak dilakukan tes
kesehatan.
 Pada saat pernikahan semua berjalan lancar, sampai tibanya malam pertama
Ny.SE kaget melihat Tatoo di sekujur tubuh sampai lengan suaminya, dia tidak
mengetahuinya selama ini karna suaminya selalu mengenakan pakaian lengan
panjang. Ny. SE menolak untuk diajak berhubungan intim, namun hal itu
membuat suaminya sangat marah dan terlihat kehilangan kendali. Suaminya
mengikat tangan dan kakinya di tempat tidur, Ny. SE mencoba berteriak dan
berontak, akhirnya suaminya menampar wajah dan memukulnya.
 Pihak keluarga menuntut kepada orang tua suaminya kemudian orangtua
suaminya mengaku bahwa anaknya saat itu sedang dalam pengobatan kesehatan
jiwa karena mental disorder. Segera suaminya dipaksa untuk cek laboratorium
yang hasilnya Positif HIV.
2. Pemeriksaan TTV:
KU: Sedang, Kesadaran Composmentis
TD: 120/70mmHg, N: 84x/menit, P: 22x/menit, S: 37,2°C
3. Pemeriksaan fisik: Terdapat lebam kebiruan di pipi dan pelipis kiri, kebiruan bekas
cengkraman di tangan atas.
4. Pemeriksaan vagina: Terlihat darah segar rembes dari vagina, tampak luka sobek
kurang lebih 0,5 cm, di kiri dan kanan.

Kesimpulan hasil pemeriksaan: Ny. SE dengan kekerasan pada tubuh dan vagina.

1. MAKSUD
Berdasarkan fenomena kejadian di atas tampak terjadi tindakan diskriminatif
pada perempuan akibat ketidaksetaraan gender. Terdapat keluarga yang
membedakan kebutuhan kesehatan antara laki-laki dan perempuan. Masih
menganggap bahwa kesehatan calon pengantin perempuan saja yang terpenting
padahal dalam pembentukan sebuah keluarga yang sehat dan berkualitas
membutuhkan status kesehatan yang baik dari semua calon pengantin baik laki-laki
maupun perempuan. Oleh karena itu perlu menciptakan perilaku responsif gender
pada periode prakonsepsi didalam masyarakat sebagai suatu rencana asuhan
berkelanjutan pada periode prakonsepsi.
Perilaku responsif gender pada periode prakonsepsi adalah upaya kegiatan
yang memperhatikan kebutuhan antara laki-laki dan perempuan pada periode
prakonsepsi salah satu dengan memperoleh akses pelayanan kesehatan yang sama.
Pelayanan pemberian konseling dan pemeriksaan calon pengantin merupakan upaya
kesehatan yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan gender.

2. TUJUAN
1. Menghilangkan tindakan diskriminatif terhadap salah satu jenis kelamin;
2. Mencegah terjadinya tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT);
3. Mencegah pernikahan usia dini/ remaja;
4. Memberikan akses pelayanan kesehatan yang sama pada laki-laki dan
perempuan;
5. Mencapai keluarga yang sehat dan berkualitas melalui status kesehatan calon
pengantin yang sehat.

3. INDIKATOR KEBERHASILAN
1. Mencapai hidup sehat dan mampu melahirkan generasi yang sehat dan
berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu.
2. Mencegah dan melindungi dari perilaku seksual beresiko dan perilaku beresiko
lainnya yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi.
3. Mempersiapkan remaja untuk menjalani kehidupan reproduksi yang sehat dan
bertanggung jawab.

4. STRATEGI KEGIATAN
Kegiatan pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi bagi calon pengantin
1. Pertemuan persiapan
2. Sosialisasi
3. Persiapan
4. Pelaksanaan
5. Monitoring
6. Evaluasi
Setiap calon pengantin diberikan konseling dan pemeriksaan kesehatan di fasilitas
kesehatan, antara lain:
1. Pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan laboratorium
3. Persiapan gizi
4. Status imunisasi TT
5. Menjaga kebersihan organ reproduksi
Algoritma Pemeriksaan Calon Pengantin
Pergub DKI Jakarta No. 185 Tahun 2017

CALON PENGANTIN

Kantor Kelurahan

Pemenuhan Berkas :
N1: Surat Keterangan Nikah
N2: Surat Keterangan Asal Usul
N4: Surat Keterangan tentang Orang tua

Pemeriksaan Kesehatan di Puskesmas:

1. Konseling, KIE Kesehatan Reproduksi


2. Pemeriksaan Kesehatan
a. Pemeriksaan Kesehatan Dasar
b. Pemeriksaan Status Gizi
c. Pemeriksaan Laboratorium (darah rutin, Gol.Darah,
Gula darah sewaktu, HIV, IMS (Sifilis), HbSAg
(Hepatitis)
d. Imunisasi TT
e. Konseling kesehatan reproduksi
f. Pengobatan/terapi dan rujukan
g. Pemeriksaan Alergi
3. Imuisasi TT
4. Pemberian Surat/Sertifikat Kesehatan

KUA/ Lembaga Agama

Catatan Sipil

CALON PENGANTIN
Algoritma Tindak Lanjut Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

Penerima Pengaduan
Pengaduan Datang Sendiri (UGD/KIA)

Kasus KtP/A

Koordinasi dengan POLRI


Wawancara & Screening

Assesment kebutuhan korban Informed Consent

Pencatatan dan Rujukan Rekomendasi Layanan Lanjutan


Pelaporan Kasus
Algoritma Skrining HIV-AIDS

Pasien Datang

Konseling Pre Test

Pemeriksaan Laboratrium

Rujukan
Konseling Post Test Hasil Positif Internal/Ekster
nal

Hasil Negatif Pengobatan

SELESAI
5. MONITORING EVALUASI
1. Monitoring Pemeriksaan Calon Pengantin:
a. Peserta (minat, kehadiran, keaktifan)
b. Sarana Prasarana
c. Fasilitator (persiapan, penyampaian, penggunaan alat bantu, dsb)
d. Waktu
2. Evaluasi Pemeriksaan Calon Pengantin:
Indikator Keberhasilan :
a. Indikator Input :
- Adanya juklak KIE Kespro bagi catin
- Adanya fasilitator/nakes yang memberikan KIE
- Adanya anggaran untuk pelaksanaan
b. Indikator Proses
- Catin yang mendapatkan pemeriksaan kesehatan, Imunisasi TT dan KIE
Kespro & Seksual catin
- Fasilitator yang melaksanakan KIE Kespro & Seksual catin
- Puskesmas yang melaksanakan KIE Kespro & Seksual Catin
c. Indikator Output
- Seluruh catin mendapatkan KIE Kespro dan Seksual
3. Pelaporan
a. Dilakukan secara berkala dan berjenjang
b. Isi laporan memuat : Waktu pelaksanaan, jumlah peserta, fasilitator dan
narasumber, proses pertemuan, masalah dan hasil capaian pelaksanaan, hasil
evaluasi
Referensi:
Dieny, Fillah Fithra, Ayu Rahadiyanti, dan Dewi Marfu’ah K. 2019. Gizi Prakonsepsi.
Jakarta: Bumi medika.
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 185 Tahun 2017 tentang Konseling
dan Pemeriksaan Kesehatan Bagi Calon Pengantin
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Kesehatan Reproduksi dan Seksual Bagi Calon
Pengantin. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Follona, Willa. Nessi Meilan dan Delmaifanis. 2020. Faktor-faktor yang mempengaruhi
sikap remaja dalam merencanakan kehidupan keluarga. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai