Anda di halaman 1dari 40

1

Usulan Penelitian Penulisan Hukum

PEMBUNUHAN BERENCANA TERHADAP SR DAN A OLEH MV DI

PURWAKARTA, DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU II KUHP TENTANG

KEJAHATAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pengertian pembunuhan mengacu pada 2 (dua) sudut pandang, menurut

bahasa kata pembunuhan berasal dari kata dasar “bunuh” yang mendapat

awalan pe- dan akhiran –an yang mengandung makna mematikan,

menghapuskan (mencoret) tulisan, memadamkan api dan atau membinasakan

tumbuh-tumbuhan. Menurut Purwadarmita (1976:169): “pembunuhan berarti

perkosa, membunuh atau perbuatan bunuh.” Dalam peristiwa pembunuhan

minimal ada 2 (dua) orang yang terlibat, orang yang dengan sengaja mematikan

atau menghilangkan nyawa disebut pembunuh (pelaku), sedangkan orang yang

dimatikan atau orang yang dihilangkan nyawanya disebut sebagai pihak

terbunuh (korban).

Sedangkan pengertian dari segi yuridis (hukum) sampai sekarang belum

ada, kecuali oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri. Menurut

penulis itu bukan merupakan pengertian, melainkan hanya menetapkan batasan-

batasan sejauh mana suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai pembunuhan

dan ancaman pidana bagi pelakunya. Pembunuhan berencana adalah kejahatan

merampas nyawa manusia lain, atau membunuh, setelah dilakukan perencanaan

1
2

mengenai waktu atau metode, dengan tujuan memastikan keberhasilan

pembunuhan atau untuk menghindari penangkapan. Pembunuhan terencana

dalam hukum umumnya merupakan tipe pembunuhan yang paling serius, dan

pelakunya dapat dijatuhi hukuman mati. Istilah "pembunuhan terencana"

pertama kali dipakai dalam pengadilan pada tahun 1963, pada sidang Mark

Richardson, yang dituduh membunuh istrinya. Pada sidang itu diketahui bahwa

Richardson berencana membunuh istrinya selama tiga tahun. Ia terbukti

bersalah dan dipenjara seumur hidup. Pembunuhan berencana diatur dalam

Pasal 340 KUHP yang berbunyi:

“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebidahulu


merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”

Adapun unsur-unsur dari Pasal 340 KUHP yaitu:

a. Barangsiapa: Merupakan unsur subjek hukum yang berupa manusia

dan badan hukum.

b. Dengan sengaja: Artinya mengetahui dan menghendaki, maksudnya

mengetahui perbuatannya dan menghendaki akibat dari perbuatannya.

c. Dengan rencana: artinya bahwa untuk penerapan pasal 340 KUHP ini

harus memuat unsur yang direncanakan (voorbedachte raad), menurut

Simons, jika kita berbicara mengenai perencanaan terlebih dahulu, jika

pelakunya telah menyusun dan mempertimbangkan secara tenang

tindakan yang akan di lakukan, disamping itu juga harus

2
3

mempertimbangakan kemungkinan-kemungkinan tentang akibat akibat

dari perbuatannya, juga harus terdapat jangka waktu tertentu dengan

penyusunan rencana dan pelaksanaan rencana.

d. Nyawa orang lain: nyawa selain diri si pelaku tersebut.1

Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan

secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak

pidana. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus lebih jelas terlebih

dahulu siapa yang dipertanggungjawabkan.2 Konsep responbility atau

“pertanggungjawaban” dalam hukum pidana itu merupakan konsep sentral yang

dikenal dengan ajaran kesalahan. Hukum pidana merupakan sarana yang penting

dalam penanggulangan kejahatan atau mungkin sebagai obat dalam memberantas

kejahatan yang meresahkan dan merugikan masyarakat pada umumnya dan

korban pada khususnya. Penanggulangan kejahatan tersebut dapat dilakukan

secara preventif (pencegahan) dan reprentif (penindakan).

Bentuk penanggulangan tersebut dengan diterapkannya sanksi terhadap

pelaku tindak pidana, sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang

tersedia, yang memiliki untuk menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya. Sanksi

pidana suatu ketika merupakan penjaminan utama/terbaik dan suatu etika

merupakan pengancaman yang utama dari kebebasan manusia.

1
http://alexanderizki.blogspot.com/2011/03/analisis-pidana-atas-pembunuhan-pokok.html Diunduh 28
Oktober 2016, Pukul 20.00 Wib.
2
Roeslan saleh,Perbuatan dan Pertanggung Jawaban Pidana,aksara bara,Jakarta,1983,hlm.75

3
4

Syaratkan bahwa tindak pidana yang melakukannya itu memenuhi unsur-

unsur yang telah ditentukan dalam undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya

tindakan yang dilarang, seseorang akan dipertanggungjawabkan atas tindakan

tindakan tersebut, apabila tindakan tersebut melawan hukum serta tidak ada

alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang

dilakukannya. Dilihat dari perbuatan yang dilakukan seseorang akan

dipertanggungjawabkan pidananya atas tindakan-tindakan tersebut apabila

tindakan tersebut melawan hukum, selain unsur yang dapat dalam

pertanggungjawaban pidana yang menentukan seseorang dapat dikenakan sanksi

atau tidak adalah kesalahan. Seorang yang dapat dikatakan bersalah jika ia

memenuhi unsur-unsur kesalahan. Adapun unsur-unsur kesalahan adalah sebagai

berikut:3

1. Melakukan perbuatan pidana.

2. Mampu bertanggungjawab.

3. Dengan sengaja atau alpa.

4. Tidak ada alasan pemaaf.

Kemampuan bertanggungjawab ditentukan oleh dua faktor, yang pertama

faktor akal, yaitu membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan

perbuatan yang tidak diperbolehkan. Faktor kedua adalah kehendak, yaitu sesuai

dengan tingkah lakunya dan keinsyafannya atas nama yang diperbolehkan dan

3
Roeslan saleh,perbuatan dan pertanggung jawaban pidana,aksara bara,Jakarta,1983,hlm.73

4
5

tidak diperbolehkan. Seorang dikatakan mampu bertanggung jawab,bila

memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu4 :

1. Dapat menginsyafi makna dari pada perbuatan;

2. Dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu tidak dapat dipandang patut dalam

pergaulan masyarakat;

3. Mampu untuk menentukan niat atau kehendak dalam melakukan perbuatan.

Pasal 44 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menentukan:

(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepada jiwa nya cacat dalam pertumbuhan

atau terganggu karena penyakit dipidana.

(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kapada

pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena

penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu

dimasukan kerumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu

percobaan.

(3) Ketentuan dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung,

Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.

Bentuk-bentuk tindak pidana pembunuhan:

1. Pembunuhan Biasa
4
Ibid,hlm.75

5
6

Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak

pidana dalam bentuk pokok (Doodslag In Zijn Grondvorm), yaitu delik

yang telah dirumuskan secara lengkap dengan semua unsur-unsurnya.

Adapun rumusan Pasal 338 KUHP5 adalah: “Barangsiapa sengaja

merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan

pidana penjara paling lama lima belas tahun”

Sedangkan Pasal 340 KUHP menyatakan:6

“Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas


nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana
(moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”
Pada pembunuhan biasa ini, Pasal 338 KUHP menyatakan bahwa

pemberian sanksi atau hukuman pidananya adalah pidana penjara

paling lama lima belas tahun, di sini disebutkan paling lama jadi tidak

menutup kemungkinan hakim akan memberikan sanksi pidana kurang

dari lima belas tahun penjara. Ketentuan dalam

Pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembunuhan biasa adalah

sebagai berikut.

Unsur subyektif: perbuatan dengan sengaja. Dengan sengaja

(Doodslag) artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja dan

kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga, karena sengaja


5
Pasal 338 KUHP
6
Pasal 340 KUHP

6
7

(opzet/dolus) yang dimaksud dalam Pasal 338 adalah perbuatan

sengaja yang telah terbentuk tanpa direncanakan terlebih dahulu,

sedangkan yang dimaksud sengaja dalam Pasal 340 adalah suatu

perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan nyawa orang lain yang

terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu (Met voorbedachte

rade).

Unsur obyektif : perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain.

Unsur obyektif yang pertama dari tindak pembunuhan, yaitu

menghilangkan, unsur ini juga diliputi oleh kesengajaan; artinya

pelaku harus menghendaki, dengan sengaja, dilakukannya tindakan

menghilangkan tersebut, dan ia pun harus mengetahui, bahwa

tindakannya itu bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain.

Berkenaan dengan nyawa orang lain maksudnya adalah nyawa orang

lain dari si pembunuh.

Terhadap siapa pembunuhan itu dilakukan tidak menjadi soal,

meskipun pembunuhan itu dilakukan terhadap bapak/ibu sendiri,

termasuk juga pembunuhan yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP.

Undang-Undang pidana kita tidak mengenal ketentuan yang

menyatakan bahwa seorang pembunuh akan dikenai sanksi yang lebih

berat karena telah membunuh dengan sengaja orang yang mempunyai

kedudukan tertentu atau mempunyai hubungan khusus dengan pelaku.

Berkenaan dengan unsur nyawa orang lain juga, melenyapkan nyawa

7
8

sendiri tidak termasuk perbuatan yang dapat dihukum, karena orang

yang bunuh diri dianggap orang yang sakit ingatan dan ia tidak dapat

dipertanggung jawabkan.

2. Pembunuhan Dengan Pemberatan (Gequalificeerde Doodslag) Hal ini

diatur Pasal 339 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang

bunyinya sebagai berikut: 7

“Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan dan


yang dilakukan dengan maksud untuk memudahkan perbuatan itu, jika
tertangkap tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau pesertanya
daripada hukuman, atau supaya barang yang didapatkannya dengan
melawan hukum tetap ada dalam tangannya, dihukum dengan
hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-
lamanya dua puluh tahun.”

Perbedaan dengan pembunuhan Pasal 338 KUHP ialah: “diikuti,

disertai, atau didahului oleh kejahatan.” Kata diikuti (gevold)

dimaksudkan diikuti kejahatan lain. Pembunuhan itu dimaksudkan

untuk mempersiapkan dilakukannya kejahatan lain.

3. Pembunuhan Berencana (Moord)

7
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, 2012. hlm. 123

8
9

Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 340 KUHP, unsur-unsur

pembunuhan berencana adalah; unsur subyektif, yaitu dilakukan

dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu, unsur obyektif, yaitu

menghilangkan nyawa orang lain. Jika unsur-unsur di atas telah

terpenuhi, dan seorang pelaku sadar dan sengaja akan timbulnya suatu

akibat tetapi ia tidak membatalkan niatnya, maka ia dapat dikenai

Pasal 340 KUHP.

Ancaman pidana pada pembunuhan berencana ini lebih berat dari pada

pembunuhan yang ada pada Pasal 338 dan 339 KUHP bahkan

merupakan pembunuhan dengan ancaman pidana paling berat, yaitu

pidana mati, di mana sanksi pidana mati ini tidak tertera pada

kejahatan terhadap nyawa lainnya, yang menjadi dasar beratnya

hukuman ini adalah adanya perencanaan terlebih dahulu. Selain

diancam dengan pidana mati, pelaku tindak pidana pembunuhan

berencana juga dapat dipidana penjara seumur hidup atau selama

waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.

4. Pembunuhan Yang Dilakukan Dengan Permintaan Yang Sangat Tegas

Oleh Korban Sendiri

Jenis kejahatan ini mempunyai unsur khusus, atas permintaan yang

tegas (uitdrukkelijk) dan sungguh-sungguh/ nyata (ernstig). Tidak

9
10

cukup hanya dengan persetujuan belaka, karena hal itu tidak

memenuhi perumusan Pasal 344 KUHP.

5. Pembunuhan Tidak Sengaja

Tindak pidana yang di lakukan dengan tidak sengaja merupakan

bentuk kejahatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh pelaku.

Kejahatan ini diatur dalam Pasal 359 KUHP, Terhadap kejahatan yang

melanggar Pasal 359 KUHP ini ada dua macam hukuman yang dapat

dijatuhkan terhadap pelakunya yaitu berupa pidana penjara paling

lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

Ketidaksengajaan (alpa) adalah suatu perbuatan tertentu terhadap

seseorang yang berakibat matinya seseorang.

Bentuk dari kealpaan ini dapat berupa perbuatan pasif maupun aktif.

Dalam perilaku sosial, tindak kejahatan merupakan prilaku

menyimpang, yaitu tingkah laku yang melanggar atau menyimpang

dari aturan-aturan pengertian normatif atau dari harapan-harapan

lingkungan sosial yang bersangkutan, salah satu cara untuk

mengendalikan adalah dengan sanksi pidana.

Hakikat dari sanksi pidana adalah pembalasan, sedangkan tujuan

sanksi pidana adalah penjeraan baik ditujukan pada pelanggar hukum

itu sendiri maupun pada mereka yang mempunyai potensi menjadi

10
11

penjahat, Selain itu juga bertujuan melindungi masyarakat dari segala

bentuk kejahatan dan pendidikan atau perbaikan bagi para penjahat.

6. Tindak Pidana Pengguguran Kandungan

Merupakan kejahatan pembunuhan yang korban nya adalah manusia

yang masih dalam bentuk janin di dalam kandung, diatur dalam Pasal

346, 347, 348, dan 349 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

7. Tindak Pidana Pembunuhan Terhadap Bayi atau Anak

Pembunuhan yang dilakukan terhadap korban nya yang masih bayi

ataupun anak, diatur dalam Pasal 341, 342, dan 343 Kitab Undang-

undang Hukum Pidana.

8. Tindak pidana pembunuhan terhadap diri sendiri (menghasut, member

pertolongan, dan upaya terhadap korban bunuh diri), diatur dalam

Pasal 345 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Adapun sanksi tindak pidana pembunuhan sesuai dengan KUHP bab XIX

buku II adalah sebagai berikut :

1. Pembunuhan biasa, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya

lima belas tahun.

2. Pembunuhan dengan pemberatan, diancam dengan hukuman penjara

seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun

11
12

3. Pembunuhan berencana, diancam dengan hukuman mati atau penjara

seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun

4. Pembunuhan bayi oleh ibunya, diancam dengan hukuman penjara

selamalamanya tujuh tahun

5. Pembunuhan bayi oleh ibunya secara berencana, diancam dengan

hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun

6. Pembunuhan atas permintaan sendiri, bagi orang yang membunuh

diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun

7. Penganjuran agar bunuh diri, jika benar-benar orangnya membunuh

diri pelaku penganjuran diancam dengan hukuman penjara selama-

lamanya empat tahun.8

Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum, sehingga setiap

kegiatan manusia atau masyarakat yang merupakan aktivitas hidupnya harus

berdasarkan pada peraturan yang ada dan norma-norma yang berlaku dalam

masyarakat. Hukum tidak lepas dari kehidupan manusia karena hukum

merupakan aturan untuk mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupannya

karena tanpa adanya hukum kita tidak dapat membayangkan akan seperti apa

nantinya Negara kita ini. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan

mewujudkan manusia Indonesia yang adil, makmur, sejahtera dan damai

8
http://www.referensimakalah.com/2013/03/pembunuhan-menurut-kuhp.html Diunduh 28 Oktober
2016, Pukul 21.00 Wib.

12
13

berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan

keberadaan hukum di tengah-tengah masyarakat memang tidak berdiri sendiri,

maksudnya hukum memiliki keterkaitan dari kehidupan masyarakat.

Lembaga penuntut umum seperti yang kita kenal sekarang berasal dari

bahasa Prancis, yang akhirnya oleh Negara-negara lain diambil oper dalam

perundang-undangan juga oleh Negara Belanda yang memasukkan ke dalam

Kitab Undang-undang Acara Pidana (KUHAP) tahun 1848, menerapkannya di

Indonesia.

Menurut Soedjono. D tujuan hukum adalah untuk melindungi

kepentingan itu. Jadi hukum melindungi kepentingan individu di masyarakat

dan atau bahkan melindungi masyarakat secara keseluruhan.

Menurut para ahli dan teori tersebut di atas, tujuan hukum dan atau

dalam garis besarnya, hukum ini mengabdi pada tujuan Negara yang dalam

pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya,

demikian Subekti, adapun Van Apeldoorn (Sudarsono: 1991:114) menegaskan

bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.

Kejahatan merupakan perilaku seseorang yang melanggar hukum positif

atau hukum yang telah dilegitimasi berlakunya dalam suatu Negara. Ia hadir di

tengah masyarakat sebagai model perilaku yang sudah dirumuskan secara

yuridis sebagai pelanggar dan dilarang oleh hukum dan telah ditetapkan oleh

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

13
14

Hukum dalam fungsi mengatur seluruh aspek kehidupan berbangsa dan

bernegara dapat memberikan kontribusinya secara maksimal kepada

pelaksanaan pembangunan jika aparat hukum dan seluruh lapisan masyarakat

tunduk dan taat terhadap norma hukum, tetapi dalam kenyataannya tidak semua

unsur dalam lapisan masyarakat siap dan bersiap tunduk kepada aturan yang

ada. Oleh karena itu timbul perbuatan yang melanggar hukum seperti kejahatan

pembunuhan. Masalah kejahatan dalam masyarakat mempunyai gejala yang

sangat kompleks dan rawan serta senantiasa menarik untuk dibicarakan.

Hal ini dapat dipahami karena persoalan kejahatan itu sendiri dalam

tindakan yang merugikan dan bersentuhan langsung dengan kehidupan manusia.

Oleh karena itu upaya dan langkah-langkah untuk memberantas kejahatan perlu

senangtiasa dilakukan dalam hubungan tersebut kendati kejahatan pembunuhan

akhir-akhir ini menunjukkan perkembangan yang cukup meningkat.

Banyaknya kejahatan yang terjadi di sekitar kita sangat mengerikan, hal

ini dapat diketahui melalui media massa mengungkap beberapa kasus

pembunuhan yang terjadi dimana faktor yang menyebabkannya adanya

kecemburuan social, dendam, dan faktor psikologi seseorang. Sebenarnya yang

menjadi masalah adalah faktor pendidikan di mana kurangnya pendidikan yang

dimiliki pelaku kejahatan juga menjadi salah satu faktor pendukung pelaku

dalam melakukan kejahatan. Kurangnya pendidikan yang dimiliki pelaku

membuat pelaku menjadi tidak berfikir terlebih dahulu akan akibat dari

tindakannya kemudian.

14
15

Dalam praktek, terjadi persoalan tindak pidana pembunuhan berencana

terhadap SR dan A oleh MV di Purwakarta. MV mengaku sakit hati lantaran

sering dimarahi oleh Widodo, suami korban, dengan kata-kata kasar. Pemuda

asal Kendal, Jawa Tengah itu semula tak berniat membunuh istri dan anak

Widodo. MV menyambangi rumah korban di Kampung Pasirkihiang, Desa

Lebak Anyar, Kecamatan Pasawahan, sekedar untuk menakut-nakuti. Namun

lantaran istri Widodo, Sri Rosmawati, menjerit histeris, MV kalap lalu menusuk

tubuh korban berkali-kali dengan belati. Ia juga melakukan perbuatan serupa ke

putri Widodo bernama Amelia (10). Selain keduanya, MV juga melukai anak

bungsu korban, Alfin. Hingga bocah berusia enam tahun itu menjalani

perawatan intensif akibat luka tusuk di dada. Saat peristiwa tragis ini

berlangsung Widodo sedang bekerja. 9

Dan pelaku dijerat Pasal 340 KUHP dengan ancaman hukuman 20 tahun

penjara dan maksimal hukuman seumur hidup.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkajinya dalam

bentuk skripsi dengan judul “PEMBUNUHAN BERENCANA TERHADAP

SR DAN A OLEH MV DI PURWAKARTA, DIHUBUNGKAN DENGAN

BUKU II KUHP TENTANG KEJAHATAN.”

9
Didin Jalaludin, Pembunuhan Sadis Di Purwakarta Dilatarbelakangi Dendam,
http://news.okezone.com/read/2015/02/17/340/1106995/pembunuhan-sadis-di-purwakarta-
dilatarbelakangi-dendam Diunduh 29 Oktober 2016, Februari 2015 (Diunduh tanggal 29 November 2016
pukul 20:00 WIB)

15
16

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan diatas, maka

penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana terjadinya peristiwa Pembunuhan Berencana Terhadap

SR Dan A Oleh MV Di Purwakarta, Dihubungkan Dengan Buku II

KUHP Tentang Kejahatan?

2. Bagaimana akibat hukum dari peristiwa Pembunuhan Berencana

Terhadap SR Dan A Oleh MV Di Purwakarta, Dihubungkan Dengan

Buku II KUHP Tentang Kejahatan?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa dalam Peristiwa Pembunuhan

Berencana Terhadap SR Dan A Oleh MV Di Purwakarta,

Dihubungkan Dengan Buku II KUHP Tentang Kejahatan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka pada hakikatnya penulisan ini

bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui, Mengkaji, Dan Menganalisis Terjadinya

Peristiwa Pembunuhan Berencana Terhadap SR Dan A Oleh MV Di

Purwakarta, Dihubungkan Dengan Buku II KUHP Tentang

Kejahatan.

2. Untuk Mengetahui, Mengkaji, Dan Menganalisis Akibat Hukum

Dari Peristiwa Pembunuhan Berencana Terhadap SR Dan A Oleh

16
17

MV Di Purwakarta, Dihubungkan Dengan Buku II KUHP Tentang

Kejahatan.

3. Untuk Mengetahui, Mengkaji, Dan Menganalisis Penyelesaian

Sengketa Dalam Peristiwa Pembunuhan Berencana Terhadap SR

Dan A Oleh MV Di Purwakarta, Dihubungkan Dengan Buku II

KUHP Tentang Kejahatan.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, baik secra teoritis

maupun secara praktis sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu

pengetahuan hukum, khususnya hukum Pindana yang mengatur

tentang ketentuan perbuatan yang dilarang dilakukan dalam

masyarakat.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai pegangan

dan sumbangan pemikiran bagi:

a. Secara khusus bagi praktisi yang bergerak di bidang Hukum

Pidana.

b. Instansi yang bergerak dalam Hukum, (Kepolisian, Kejaksaan,

dan Kehakiman).

17
18

c. Pembaharuan dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di

bidang hukum.

E. Kerangka Pemikiran

Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia merupakan landasan

bagi bangsa Indonesia, dalam hal ini Pancasila dijadikan sebagai landasan

sekaligus sebagai sumber hukum di Indonesia. Artinya, segala peraturan di

Indonesia harus berdasarkan nilai-nilai luhur dalam Pancasila yang kemudian

aturan tersebut mengatur pola hidup masyarakat dengan pemerintah. Hal

tersebut juga sesuai dengan teori perjanjian masyarakat yang memberikan

otoritas pada Negara untuk memimpin dan mengatur rakyatnya. Teori perjanjian

masyarakat memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk mengatur

sebagian hak yang telah diserahkan.10

Dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 Amandemen ke IV bahwa: “Setiap orang berhak untuk hidup serta

berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.” Maksud dari isi pasal tersebut

adalah bahwa setiap manusia terutama warga negara Indonesia, sejak ia lahir

mempunyai hak yang sama dalam hal hak untuk hidup dan mempertahankan

kehidupannya. Tidak ada satu orang pun yang bisa membeli nyawa orang lain

atau menghilangkan nyawa orang lain dengan alasan apa pun. Jika ada yang

10
I Gede Pantja Astawa dan Suprin Na’a, Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara, PT Refika
Aditama, Bandung, 2009, hlm.79.

18
19

menghilangkan nyawa orang lain dengan atau apa lagi tanpa alasan, maka orang

tersebut harus menanggung hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku.11

Itu berarti nyawa atau hak hidup seseorang (warga negara Indonesia)

dilindungi oleh negara sesuai dengan apa yang termaktub dalam Pasal 28A

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen ke

IV, dengan begitu hak hidup juga merupakan hak asasi manusia yang dimiliki

setiap orang khususnya warga negara Indonesia yang tidak dapat dikurangi,

ditambah atau dibebankan kepada orang lain.

Dikaitkan dengan kasus tersebut diatas, dalam Pasal 338 Kitab Undang-

undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan bahwa: “Barangsiapa dengan

sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan

pidana penjara paling lama lima belas tahun.”12

Serta dalam Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

disebutkan bahwa :13

“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu


menghilangkan nyawa orang lain, dihukum karena pembunuhan
direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup
atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.”
Pembunuhan berencana atau moord merupakan salah satu bentuk dari

kejahatan terhadap nyawa yang diatur dalam Pasal 340 Kitab Undang-undang

11
Yuni Napitupulu, UUD 1945 Pasal 28A-28J Tentang HAM,
https://napityuni.wordpress.com/2012/12/11/uud-1945-pasal-28-a-j-tentang-ham/, Desember 2011
(Diunduh tanggal 21 Desember 2016 pukul 09:05 WIB)
12
Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, 2012, hlm. 122
13
Ibid, hlm. 123

19
20

Hukum Pidana (KUHP). Delik pembunuhan berencana merupakan delik yang

berdiri sendiri sebagaimana dengan delik pembunuhan biasa yang diatur dalam

Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Rumusan yang terdapat

dalam delik pembunuhan berencana merupakan pengulangan dari delik

pembunuhan dalam Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP),

kemudian ditambah satu unsur lagi yakni “dengan rencana lebih dahulu”. Hal ini

berbeda dengan pembunuhan dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal

339 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menggunakan

pengertian dari pembunuhan secara langsung dari delik pembunuhan.14

Pembunuhan berencana dalam Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP) merupakan suatu delik atau kejahatan dengan disertai

pemberatan, dikatakan pemberatan karena pembunuhan tersebut sudah memiliki

maksud dan tujuan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan

merencanakannya terlebih dahulu. Ancaman pidana pada pembunuhan berencana

ini lebih berat dari pada pembunuhan yang ada pada Pasal 338 dan Pasal 339

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) bahkan merupakan pembunuhan

dengan ancaman pidana paling berat, yaitu pidana mati, di

mana sanksi pidana mati ini tidak tertera pada kejahatan terhadap nyawa

lainnya, yang menjadi dasar beratnya hukuman ini adalah adanya perencanaan

terlebih dahulu.

14
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh & Nyawa, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm. 82

20
21

Selain diancam dengan pidana mati, pelaku tindak pidana pembunuhan

berencana juga dapat dipidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu

paling lama dua puluh tahun.

Perbedaan antara pembunuhan dan pembunuhan direncanakan yaitu kalau

pelaksanaan pembunuhan yang dimaksud Pasal 338 itu Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP) dilakukan seketika pada waktu timbul niat, sedang

pembunuhan berencana pelaksanan itu ditangguhkan setelah niat itu timbul, untuk

mengatur rencana, cara bagaimana pembunuhan itu akan dilaksanakan. Jarak

waktu antara timbulnya niat untuk membunuh dan pelaksanaan pembunuhan itu

masih demikian luang, sehingga pelaku masih dapat berfikir, apakah pembunuhan

itu diteruskan atau dibatalkan, atau pula nmerencana dengan cara bagaimana ia

melakukan pembunuhan itu.

Perbedaan lain terletak dalam apa yang terjadi didalam diri si pelaku

sebelum pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang (kondisi pelaku). Untuk

pembunuhan direncanakan terlebih dulu diperlukan berfikir secara tenang bagi

pelaku. Seperti halnya kasus yang dilakukan oleh MV, didalam pembunuhan

biasa, pengambilan putusan untuk menghilangkan jiwa seseorang dan

pelaksanaannya merupakan suatu kesatuan, sedangkan pada pembunuhan

berencana direncanakan terlebih dahulu, kedua hal itu terpisah oleh suatu jangka

waktu yang diperlukan guna berfikir secara tenang tentang pelaksanaannya, juga

waktu untuk memberi kesempatan guna membatalkan pelaksanaannya.

Direncanakan terlebih dulu memang terjadi pada seseorang dalam suatu keadaan

dimana mengambil putusan untuk menghilangkan jiwa seseorang ditimbulkan

21
22

oleh hawa nafsunya dan di bawah pengaruh hawa nafsu itu juga dipersiapkan

pelaksanaannya seperti halnya yang dilakukan oleh MV, meskipun niat awalnya

MV hanya ingin menakut-nakuti SR saja dengan belatinya, hal itu menunjukan

dia sudah mempunyai rencana dengan membawa belati tersebut dari rumahnya.

Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya

mengandung tiga unsur atau syarat sebagai berikut: 15

1. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang.

2. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai

dengan pelaksanaan kehendak.

3. Pelaksanaan kehendak ( perbuatan ) dalam suasana tenang.

Kebijakan atau polittik hukum pidana tidak terlepas dari bagian politik

kesejahteraan. Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang

baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan

kejahatan. Jadi kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari

politik kriminal.16

Kebijakan kriminal dilaksanakan dengan dua cara, yaitu sarana penal dan

non-penal. Sarana non-penal adalah tanpa menggunakan sarana penal (prevention

without punishment). Kebijakan ini pada dasarnya bermuara dari ajaran hukum

fungsional, ajaran ilmu hukum sosiologis (sociological jurisprudence) dan teori

tujuan pemidanaan yang integratif.17


15
Jiwo Agung Pangestu, Tindak Pidana Pembunuhan Berencana,
http://jiwoagung.blogspot.co.id/2011/11/tindak-pidana-pembunuhan-berencana.html, November 2011
(Diunduh tanggal 21 Desember 2016 pukul 10:00 WIB)
16
Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010,
hlm. 28
17
Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia: Suatu Pengantar, Refika Aditama, Bandung, 2014, hlm. 92

22
23

Kebijakan kriminal dengan sarana penal berarti penggunaan sarana penal

dalam penanggulangan kejahatan melalui tahapan-tahapan, yaitu:18

1. Tahap formulasi (kebijakan legislatif), yaitu menentukan sesuatu

perbuatan diklasifikasikan sebagai tindak pidana atau bukan;

2. Tahap aplikasi (kebijakan yudikatif), yaitu penerapan hukum positif

oleh aparat penegak hukum mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan

hingga pemeriksaan di persidangan, dengan mengacu kepada

ketentuan hukum acara pidana;

3. Tahap eksekusi (kebijakan eksekutif/administratif), yaitu tahapan

pelaksanaan pidana secara konkret.

Tahap formulasi atau penetapan suatu perbuatan sebagai tindak pidana

disebut dengan istilah kriminalisasi, sebaliknya penghapusan suatu perbuatan

yang semula adalah tindak pidana menjadi bukan tindak pidana lagi disebut

dengan istilah dekriminalisasi.19

Muljatno mengatakan bahwa hukum pidana itu adalah bagian dari

keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar

dan aturan-aturan untuk:20

a. Menemukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,

yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa sanksi

yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan

tersebut.
18
Ibid.
19
Ibid, hlm. 93
20
I Made Widnyana, Asas-asas Hukum Pidana, Fikahati Aneska, Jakarta, 2010, hlm. 11

23
24

b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah

melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana

sebagaimana yang telah diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar

larangan tersebut.

Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari keseluruhan hukum yang

berlaku di masyarakat atau dalam suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan

aturan-aturan untuk menentukan perbuatan-perbuatan mana yang dilarang yang

disertai ancaman berupa nestapa atau penderitaan bagi barangsiapa yang

melanggar larangan tersebut.21

Konsekuensi dari itu semua adalah bahwa hukum mengikat setiap

tindakan yang dilakukan oleh warga Negara Indonesia. Hukum merupakan suatu

alat yang berfungsi untuk mengatur masyarakat, namun fungsinya tidak hanya

untuk mengatur masyarakat saja melainkan mengaturnya dengan patut dan

bermanfaat. Hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja, yaitu merupakan

keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur kehidupan manusia di dalam

masyarakat, termasuk lembaga (institution) dan proses (processes) yang dapat

mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.22

Kesalahan pelaku berkaitan dengan kejiwaan yang lebih erat kaitannya

dengan suatu tindakan terlarang karena unsur penting dalam kesengajaan adalah

21
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm. 1
22
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Masayarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina Cipta, Bandung,
1976, hlm.12

24
25

adanya niat (mens rea) dari pelaku itu sendiri. Ancaman pidana karena kesalahan

lebih berat dibandingkan dengan kelalaian atau kealpaan (culpa).Bahkan ada

beberapa tindakan tertentu, jika dilakukan dengan kealpaan, tidak merupakan

tindak pidana, yang pada hal jika dilakukan dengan sengaja, maka hal itu

merupakan suatu tindak pidana.

Menurut hukum pidana umum, dikatakan lalai atau alpa harus memiliki

karakteristik dengan sengaja melakukan sesuatu yang ternyata salah atau dengan

kata lain bahwa pelakunya kurang kewaspadaan dalam melakukan sesuatu hal

sehingga mengakibatkan penderitaan atau kematian pada orang lain. Dalam hal

lalai atau alpa, pelaku dapat memperkirakan akibat yang akan terjadi dari

perbuatannya itu, tetapi ia merasa dapat mencegahnya. Oleh sebab pelaku tidak

mengurungkan niatnya untuk berbuat sesuatu itu, maka terhadapnya dapat

dipertanggungjawabkan secara pidana karena melakukan perbuatan melawan

hukum.

Kelalaian pada diri pelaku terdapat kekurangan pemikiran, kekurangan

pengetahuan, dan kekurangan kebijaksanaan. Sehingga jika dipandang dari

kealpaan yang disadari, ada kelalaian yang berat dan ada kelalaian yang ringan.

Kealpaan yang disadari, pelaku dapat atau mampu membayangkan atau

memperkirakan akibat yang ditimbulkan perbuatannya namun ketika melakukan

tindakannya, tetap saja menimbulkan akibat fatal kepada orang lain walaupun

sudah ada tindakan pencegahan dari pelaku. Kelalaian yang tidak disadari

bilamana pelaku tidak dapat atau tidak mampu menyadari atau tidak

memperkirakan akan timbulnya sesuatu akibat.

25
26

Baik kesengajaan (dolus) maupun kelalaian atau kealpaan (culpa) menurut

hukum pidana merupakan suatu perbuatan kesalahan. Oleh sebabnya, hukum

pidana harus membuktikan kesalahan tersebut terlebih dahulu agar pelakunya

dapat dipertanggungjawabkan. Kedua unsur kesalahan tersebut dianut dalam

hukum pidana secara umum di Indonesia dan sampai saat ini masih tetap

dipandang sebagai yang lebih baik. Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila

seseorang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau

bersifat melawan hukum.

Walaupun perbuatannya telah memenuhi rumusan delik dalam undang-

undang jika tidak terdapat kesalahan, maka terhadapnya tidak dapat dijatuhkan

pidana. Dengan kata lain hukum pidana secara umum berkaitan dengan tindak

pidana umum (tipidum) harus ada kesalahan (kesengajaan atau kealpaan)

sebagaimana telah diuraikan di atas barulah seseorang atau suatu subjek hukum

dimaksud dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Menurut hukum

dikatakan salah karena melakukan pebuatan pidana atau tindak pidana. Perbuatan

pidana merupakan perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam

pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut.

Siapa saja yang dimaksud melakukan perbuatan pidana mencakup semua

subjek hukum seperti setiap orang atau individu, badan hukum atau bukan badan

hukum atau suatu korporasi. Perbuatan pidana dapat diwujudkan dengan kelakuan

aktif (positif) sesuai dengan uraian delik yang mensyaratkannya, Ada juga

perbuatan pidana yang diwajibkan dengan kelakuan pasif (negatif) sesuai dengan

uraian delik yang mensyaratkannya.

26
27

Dikatakan sebagai perbuatan pidana, unsur-unsur atau elemen-elemen

yang harus ada dalam suatu perbuatan pidana adalah: terdapat kelakuan dan

akibat dari perbuatan, hal atau keadaan-keadaan yang menyertai perbuatan,

keadaan tambahan yang memberatkan pidana, unsur melawan hukum yang

objektif, dan unsur melawan hukum yang subjektif. Perbuatan subjek hukum yang

termasuk ke dalam unsur pokok objektif adalah perbuatan aktif (positif) dan

perbuatan tidak aktif (perbuatan negatif).

Akibat perbuatan dari subjek hukum tersebut dapat membahayakan atau

menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh hukum

misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik/harta benda, atau kehormatan.

Keadaan-keadaan tersebut mencakup atas keadaan pada saat perbuatan dilakukan

itu dilakukan dan keadaan setelah perbuatan dilakukan. Sifat melawan hukum

bertentangan dengan hukum yakni berkenaan dengan larangan atau perintah.

Unsur pokok subjektif didasarkan pada kesalahan (sengaja atau lalai).

Menurut pandangan ini, tidak ada hukuman tanpa kesalahan (geen straf zonder

schuld). Baik kesengajaan karena sebagai maksud, sengaja sebagai kepastian,

sengaja sebagai kemungkinan maupun kealpaan. Kesengajaan dan kelalaian

sama-sama dapat dipidana, namun kelalaian atau kealpaan sebagai bentuk

kesalahan lebih ringan sanksi pidananya dibandingkan dengan kesengajaan karena

kelalaian atau kealpaan disebabkan karena tidak berhati-hatinya pelaku dan tidak

menduga-duga akibat perbuatan itu. Sifat melawan hukum sebagai suatu penilaian

objektif terhadap perbuatan dan bukan terhadap si pembuat (subjektif).

27
28

Dikatakan sebagai sifat melawan hukum secara formil apabila suatu

perbuatan telah mencocoki semua unsur yang termuat dalam rumusan delik. Jika

ada alasan-alasan pembenar, alasan-alasan tersebut harus juga disebutkan secara

tegas dalam undang-undang. Melawan hukum sama dengan melawan undang-

undang (hukum tertulis). Dikatakan sebagai sikap melawan hukum secara materil

disamping memenuhi syarat-syarat formil, perbuatan itu harus benar-benar

dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut atau tercela dan

telah dilarang oleh hukum.

Adapun ilmu-ilmu lain sebagai pendukung yang dibutuhkan oleh ilmu

hukum pidana, yaitu:

1. Kriminologi

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab-sebab

kejahatan, dengan maksud agar diberikan pengobatan secara tetap di

dalam mengatasi kejahatan dimasa yang akan datang dan minimal

dapat berkurang.23

2. Viktimologi

Viktimologi adalah ilmu yang mempelajari masalah korban, penyebab

terjadinya korban atau timbulnya korban dan akibat-akibat penimbulan

korban yang merupakan masalah manusia sebagai suatu kenyataan

sosial.

3. Penologi

23
Ibid, hlm. 236

28
29

Penologi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara penghukuman

yang tujuannya adalah untuk mengurangi kejahatan.

4. Forensik

Forensik merupakan bagian dari ilmu kedokteran yang

mengkhususkan pembahasan pada masalah bekas-bekas yang

ditimbulkan akibat dari terjadinya suatu kejahatan.

5. Ilmu Lanjutan Hukum Pidana

Sebagai salah satu bagian dari ilmu hukum, maka hukum pidana

merupakan ilmu pokok dan cabang atau lanjutan dari ilmu hukum

pidana yang terdiri dari beberapa kajian lanjutan dari hukum pidana

dasar seperti; Hukum Penitersier, Hukum Pidana Khusus, Hukum

Pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Hukum

Pidana Militer, Perbandingan Hukum Pidana dan yang terakhir dikenal

adalah Hukum Pidana Internasional.

Kejahatan selalu menunjuk kepada perbuatan manusia dan juga batasan-

batasan atau pandangan masyarakat tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang

dilarang, apa yang baik dan apa yang buruk dimana hal-hal tersebut terdapat

dalam undang-undang, kebiasaan dan adat istiadat. Kejahatan merupakan sesuatu

yang selalu ada dalam suatu kelompok masyarakat, entah itu kejahatan yang

dilarang oleh undang-undang maupun kejahatan yang melanggar hukum yang

tidak tertulis yang keberadaanya memang diakui di Indonesia. Oleh karena itu

hukum pidana diperlukan untuk mengatasi tindak kejahatan agar individu itu

29
30

menciptakan kondisi yang tertib sesuai dengan tujuan adanya hukum itu sendiri

menurut Mochtar Kusumaatmadja.

Salah satu bentuk kejahatan yang akan penulis bahas ialah kejahatan

Pembunuhan berencana adalah suatu pembunuhan biasa seperti Pasal 338 KUHP,

akan tetapi dilakukan dengan direncanakan terdahulu. Direncanakan lebih dahulu

(voorbedachte rade) sama dengan antara timbul maksud untuk membunuh dengan

pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat untuk dengan tenang

memikirkan bagaimana pembunuhan itu dilaksanakan, menggunakan alat apa,

bagaimana agar tujuannya terlaksanakan dan lain sebagainya sebagai tolak ukur

pemikiran yang matang untuk menyelesaikan suatu delik.

Sedangkan syarat-syarat pokok dari suatu delik itu adalah:24

a. Dipenuhinya semua unsur dari delik seperti yang terdapat dalam

rumusan delik;

b. Dapat dipertanggungjawabkan si pelaku atas perbuatannya;

c. Tindakan dari pelaku tersebut haruslah dilakukan dengan sengaja

ataupun tidak sengaja;

d. Pelaku tersebut dapat dihukum.

Unsur-unsur suatu tindak pidana adalah sebagai berikut :

1. Unsur Subyektif25

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus culpa).

b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan (poging).


24
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hlm. 187
25
Ibid, hlm. 193

30
31

c. Macam-macam maksud (oogmerk).

d. Merencanakan terlebih dahulu (voorbedachte raad).

e. Perasaan takut(vress).

2. Unsur Obyektif26

a. Sifat melanggar hukum (wederrechtelijkheid).

b. Kualitas dari si pelaku.

c. Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai

penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisanya.

Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta

hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas

permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.27

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis, yaitu :

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam skripsi ini adalah temasuk deskriptif-

analitis, yaitu menggambarkan pengaturan perundang-undangan yang

berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan

26
Ibid, hlm. 194
27
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Pres, Jakarta, 1984, hlm. 43.

31
32

hukum positif yang menyangkut pembunuhan berencana terhadap SR

dan A oleh MV di Purwakarta.28

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian

adalah metode pendekatan Yuridis-Normatif. Penelitian hukum

normatif, mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika

hukum, dan sinkronisasi hukum.29 Pendekatan yuridis yaitu cara

meneliti masalah dengan mendasarkan pada peraturan-peraturan yang

berlaku di Indonesia. Sedangkan pendekatan normatif yaitu cara

meneliti masalah dengan melihat apakah sesuatu itu baik atau tidak,

benar atau tidak menurut norma yang berlaku.30 Yang bertujuan untuk

memperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis melalui proses

analisis dengan menggunakan peraturan hukum, asas hukum, teori-

teori hukum, dan pengertian hukum mengenai pembunuhan berencana

terhadap SR dan A oleh MV di Purwakarta dihubungkan dengan Buku

II Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

3. Tahap Penelitian

Tahap penelitian dilakukan dalam dua tahap, antara lain :

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Berkenaan dengan metode yuridis normative yang digunakan,

maka dilakukan penelitian, terhadap :

28
Ronny Hanitijo, Loc.cit, hlm 97.
29
Burhan Assofa, Metode Penulisan Hukum, Rineka Cipta, Jakarta 1998, hlm. 23.
30
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 13.

32
33

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan yang sifatnya mengikat

masalah-masalah yang akan diteliti berupa peraturan

perundang-undangan. Diantaranya adalah sebagai berikut :

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 Amandemen ke IV.

b) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang diperoleh dari

bahan-bahan hukum yang erat kaitannya dengan sumber

hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan

memahami bahan hukum primer. Bahan-bahan tersebut

diantaranya adalah berasal dari buku-buku, karya ilmiah, serta

makalah hasil seminar yang berhubungan dengan hukum

perdata khususnya mengenai agraria dan aturan yang

membahas tanah pemakaman.

3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari

ensiklopedia, kamus-kamus hukum, internet, majalah-majalah,

artikel dan lain-lain yang dapat membantu melengkapi bahan

hukum primer dan sekunder.

4) Melalui tahap kepustakaan ini, penulis lebih mengutamakan

penggunaan data sekunder yang merupakan tahap utama dalam

penelitian normatif. Studi kepustakaan yang dilakukan juga

menyangkut mengenai inventarisasi data-data yang diperoleh

penulis selama melakukan penelitian dan menginventarisasi

33
34

peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan

dengan obyek penelitian penulis serta pendapat dari para

sarjana hukum yang erat kaitannya dengan masalah yang

dibahas oleh penulis.

b. Studi Lapangan (Field Research)

Selain dengan menggunakan studi kepustakaan (library research),

dalam penelitian penulis juga menggunakan studi atau penelitian

lapangan yang dilakukan sebagai penunjang data kepustakaan yang

telah ditemukan oleh penulis. Studi lapangan ini menggunakan

data primer.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dalam penelitin ini

dikumpulkan dan teknik yang dipergunakan dalam pengolahan data

sekunder dan data primer tergantung pada teknik pengumpulan data

yang dilaksanakan dalam penelitian ini, adapun untuk memperoleh

data yang bagi penelitian ini adalah:31

a. Studi Dokumen, yaitu dengan mempelajari materi-materi

bacaanberupa literatur-literatur, catatan-catatan, peraturan

perundang yang berlaku untuk memperoleh data sekunder yang

berhubungan dengan permasalahan yang sedang dibahas.

b. Penelitian Wawancara, yaitu yaitu teknik pengumpulan data secara

langsung denganmengadakan wawancara pada instansi, serta

31
Ronny Hanitijo Soemitro, Loc.cit, hlm. 107.

34
35

pengumpulan bahan-bahanyang berkaitan dengan masalah yang

akan dibahas. Penelitian ini dilakukan dengan cara

menginventarisasi Hukum Positif dengan mempelajari dan

menganalisis bahan-bahan hukum yangberkaitan dengan materi

penelitian baik bahan hukum primer maupunsebagai bahan hukum

sekunder, sehinggga dapat diketemukan norma hukum in concreto

di masyarakat.

5. Alat Pengumpul Data

Sebagai sarana penelitian, maka penulis menggunakan alat

pengumpulan data sebagai berikut :

a. Alat pengumpul data dalam penelitian kepustakaan berupa:

1) Alat tulis seperti buku tulis, ballpoint dan lain-lain;

2) Komputer atau Notebook, sebagai penyimpan data utama dan

alat pengetikan;

3) Flashdisk, sebagai penyimpan data penunjang mobilitas.

b. Alat Pengumpul data dalam penelitian lapangan berupa:

1) Daftar pertanyaan;

2) Alat tulis;

3) Alat perekam;

4) Handphone;

5) Headset;

35
36

6) Kamera;

7) Notebook sebagai penyimpan data utama dan alat pengetikan.

6. Analisis Data

Analisis data dalam penulisan ini dilakukan terhadap data sekunder

secara kualitatif. 32
yaitu analisis data yang bertitik tolak pada usaha-

usaha penemuan asas-asas dan informasi-informasi. Data yang

terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode yuridis

kualitatif, yaitu berdasarkan :

a. Perundang-undangan yang satu tidak boleh bertentangan dengan

perundang-undangan yang lain;

b. Memperhatikan hierarki perundang-undangan;

c. Mewujudkan kepastian hukum;

d. Mencari hukum yang hidup dalam masyarakat, baik yang tertulis

maupun tidak tertulis.33

F. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang penelitian,

identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

kerangka pemikiran dan metode penelitian.

32
Ronny Hanitijo Soemitro, Loc.cit, hlm. 104.
33
Soerjono Soekanto, Loc.cit, hlm. 52.

36
37

BAB II PEMBAHASAN PEMBUNUHAN BERENCANA TERHADAP

SR DAN A OLEH MV DI PURWAKARTA, DIHUBUNGKAN

DENGAN BUKU II KUHP TENTANG KEJAHATAN

Dalam bab ini penulis membahas kajian teori mengenai

pembunuhan berencana terhadap SR dan A oleh MV di Purwakarta

dihubungkan dengan Buku II Kitab Undang-undang Hukum

Pidana.

BAB III PELAKSANAAN DIHUBUNGKAN DENGAN KITAB

UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

Dalam bab ini penulis menguraikan prosedur, proses, dan

hambatan kegiatan dalam proses pelaksanaan perlindungan

terhadap data pribadi.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN TENTANG PEMBUNUHAN

BERENCANA TERHADAP SR DAN A OLEH MV DI

PURWAKARTA, DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU II KUHP

TENTANG KEJAHATAN

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang bagaimana terjadinya

peristiwa pembunuhan berencana terhadap SR dan A oleh MV di

Purwakarta, bagaimana akibat hukum dari peristiwa pembunuhan

berencana terhadap SR dan A oleh MV di Purwakarta dikaitkan

dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan bagaimana

37
38

penyelesaian permasalahan kejahatan pembunuhan berencana

terhadap SR dan A oleh MV di Purwakarta.

BAB IV PENUTUP

Dalam bab ini penulis menguraikan kesimpulan dari identifikasi

masalah dan memberikan saran dari kesimpulan.

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Masayarakat dan Pembinaan Hukum

Nasional, Bina Cipta, Bandung, 1976.

38
39

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Pres, Jakarta, 1984.


Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cetakan

Ketiga, Ghalia Indonesia, Semarang, 1983, 1988.

Burhan Assofa, Metode Penulisan Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1998.

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008

I Gede Pantja Astawa dan Suprin Na’a, Memahami Ilmu Negara dan Teori

Negara, PT Refika Aditama, Bandung, 2009.

Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidan, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta, 2010.

I Made Widnyana, Asas-asas Hukum Pidana, Fikahati Aneska, Jakarta, 2010.

Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Cetakan Ketiga puluh, Bumi

Aksara, Jakarta, 2005, 2012.

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh & Nyawa, Rajawali Pers, Jakarta,

2013.

Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia: Suatu Pengantar, Cetakan Kedua,

Refika Aditama, Bandung, 2011, 2014.

P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan Keempat,


Citra Aditya Bakti, Bandung, 1985, 2011.

B. ATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen Ke-

IV

Kitab Undang-undang Hukum Pidana

39
40

C. SUMBER LAIN

Yuni Napitupulu, UUD 1945 Pasal 28A-28J Tentang HAM,

https://napityuni.wordpress.com/2012/12/11/uud-1945-pasal-28-a-j-tentang-ham/,

Desember 2011 (Diunduh tanggal 21 Desember 2016 pukul 09:05 WIB)

Siagian Benedikt Adven, Tindak Pidana Pembunuhan Berencana dan Penjelasan

Pasal 340 KUHP, http://www.kompasiana.com/siagianbene/tindak-pidana-

pembunuhan-berencana-dan-penjelasan-pasal-340-

kuhp_57cae2b40bb0bdb971401f4f September 2016 (Diunduh tanggal 21

Desember 2016 pukul 09:44 WIB)

Jiwo Agung Pangestu, Tindak Pidana Pembunuhan Berencana,

http://jiwoagung.blogspot.co.id/2011/11/tindak-pidana-pembunuhan-

berencana.html, November 2011 (Diunduh tanggal 21 Desember 2016 pukul

10:00 WIB)

Fakhrul Rozi, Tindak Pidana Pembunuhan Dalam KUHP,

http://www.suduthukum.com/2014/05/tindak-pidana-pembunuhan-dalam-

kuhp.html, Mei 2014 (Diunduh tanggal 1 Januari 2017 pukul 16:17 WIB)

Didin Jalaludin, Pembunuhan Sadis Di Purwakarta Dilatarbelakangi Dendam,

http://news.okezone.com/read/2015/02/17/340/1106995/pembunuhan-sadis-di-

purwakarta-dilatarbelakangi-dendam Diunduh 29 Oktober 2016, Februari 2015

(Diunduh tanggal 29 Oktober 2016 pukul 20:00 WIB)

40

Anda mungkin juga menyukai