Anda di halaman 1dari 10

Identifikasi Jenis-Jenis Jamur Makroskopis Di Kawasan Hutan Topidi Dan

Hutan Garassi Malino

*Pratiwi Udyah Lestari K1, Hasyimuddin2, Nurindah3.


Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Corresponding author: Jl. HM. Yasin Limpo 36 Gowa, Sulawesi Selatan, 92113, Indonesia.
x

E-mail addresses: hasyimuddin@uin-alauddin.ac.id

Kata kunci a b s t r a k
Hutan Sejumlah 200.000 spesies dari 1,5 juta spesies jamur
Jamur Makroskopik
diperkirakan ditemukan di Indonesia yang memiliki hutan hujan tropis
Malino
yang mendukung pertumbuhan berbagai jenis jamur, dimana hingga
saat ini belum ada data pasti mengenai jumlah spesies jamur tersebut,
yang telah berhasil diidentifikasi, dimanfaatkan, ataupun yang telah
punah akibat ulah manusia. Hutan Topidi dan hutan Garassi
merupakan hutan yang berada di Malino Kabupaten Gowa, Sulawesi
Selatan yang memiliki potensi untuk mendukung pertumbuhan jamur
karena keadaan lingkungannya yang banyak menghasilkan serasah
yang merupakan substrat bagi pertumbuhan jamur. Maka dari itu
dilakukan penelitian ini dengan tujuan yakni untuk mengetahui jenis-
jenis jamur apa saja yang tumbuh pada kawasan hutan Topidi dan
hutan Garassi. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 17 jenis spesies
jamur makroskopik yang ada pada hutan Topidi dan 15 jenis spesies
jamur makroskopik pada hutan Garassi. Terjadinya perbedaan jumlah
jenis jamur yang didapatkan dari dua lokasi hutan yang berbeda di
karenakan perbedaan suhu lingkungan yang cukup signifikan.

1. Pendahuluan
Sejumlah 200.000 spesies dari 1,5 juta spesies jamur diperkirakan ditemukan di
Indonesia, dimana hingga saat ini belum ada data pasti mengenai jumlah spesies jamur
tersebut, yang telah berhasil diidentifikasi, dimanfaatkan, ataupun yang telah punah akibat
ulah manusia[1]. Sebagai negara yang memiliki hutan hujan tropis yang luas dengan
keanekaragaman spesies jamur makroskopis yang tinggi, di hutan Indonesia penelitian
mengenai keanekaragaman jamur makroskopis belum banyak dilakukan. Sampai saat ini data
dan literatur mengenai keanekaragaman jamur makroskopis di Indonesia masih sangat
terbatas. Jamur umumnya menempati berbagai tipe habitat yaitu tanah, kayu, serasah, kotoran
hewan dan sebagainya. Tipe ekosistem yang dapat ditumbuhi jamur adalah hutan, karena
hutan memiliki tingkat kelembapan yang tinggi sehingga jamur mudah beradaptasi[2].
Berdasarkan penelitian [3], Jamur adalah salah satu komponen ekosistem yang
seringkali terabaikan pada saat dilakukan inventarisasi keragaman hayati baik di daerah
wisata ataupun non wisata. Jamur termasuk komponen penting untuk keber- langsungan
sebuah ekosistem. Jamur merupakan organisme heterotrof yang mempunyai kemampuan
sangat baik dalam mendegradasi bahan organik pada sebuah ekosistem). Jamur mendapatkan
nutrisi dengan mendegradasi bahan organik di sekitarnya (saprofit) atau mendapatkan nutrisi
dari inangnya (mikoriza atau parasit). Informasi mengenai keberagaman jamur dapat
dijadikan acuan untuk menentukan kondisi ekologis sebuah ekosistem [4].
Jamur merupakan tubuh buah yang tampak di permukaan media tumbuh dari
sekelompok fungi (Basidiomycota) yang berbentuk seperti payung. Untuk menentukan jamur

1
ke dalam kelas yang dapat dikonsumsi atau beracun sangat sukar dilakukan. Salah satu cara
untuk menentukanya adalah dengan mengetahui secara tepat spesies dari jamur tersebut [5].
Identifikasi jamur selain sebagai sumber dan bahan informasi tentang jumlah spesies jamur,
juga termasuk dalam salah satu hal terpenting dari delapan poin yang dimasukan dalam
deklarasi milenium atau kesepakatan milenium dari seluruh kepala negara anggota PBB yang
dilangsungkan di New York, Amerika Serikat tahun 2008 serta dengan lembaga- lembaga
internasional lainnya, deklarasi tersebut dikenal dengan istilah Millenium Development Goals
[6]. Salah satu isi dari deklarasi tersebut adalah kelestarian lingkungan dengan mengurangi
atau mengantisipasi laju berkurangnya keanekaragaman hayati. Identifikasi jamur
makroskopik berarti identifikasi yang dilakukan dengan cara pengamatan morfologi secara
makroskopik. Parameter yang digunakan sebagai acuan untuk mengamati jamur meliputi ciri
makroskopik (bentuk, warna dan tekstur tubuh buah, kehadiran cincin dan volva, serta bentuk
akrosphora) [7].
Dari segi ekonomi jamur bermanfaat sebagai bahan obat, sebagai bahan makanan,
jamur juga sebagai devisa dan dieksport ke berbagai negara. Salah satu jamur dari kelas
basidiomycetes yang dapat dijadikan obat yaitu Grifola frondosa, sedangkan jamur yang dapat
di jadikan bahan masakan yaitu Auricularia auricula. Jamur pangan (edibel) berpotensi untuk
dibudidayakan dan di ekspor[8].
Hutan Topidi dan hutan Garassi merupakan hutan yang berada di Malino yang
memiliki potensi untuk mendukung pertumbuhan jamur karena keadaan lingkungannya yang
banyak menghasilkan serasah yang merupakan substrat bagi pertumbuhan jamur. Mengingat
pentingnya peranan jamur bagi ekosistem hutan, dan belum tersedianya data jenis-jenis jamur
makroskopis[9]. Berdasarkan hal diatas maka dilakukan penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jenis-jenis jamur apa saja yang tumbuh pada kawasan hutan Topidi dan hutan
Garassi.

2. Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini menggunakan metode jelajah, karena dianggap lebih
efektif untuk mengobservasi, mengumpulkan sampel yang sebarannya tidak rata dalam
kawasan hutan yang luas. Adapun teknik penentuan titik pengambilan sampel menggunakan
teknik Sampling Purposive, yang mana teknik penentuan sampel ditentukan berdasarkan
berbagai pertimbangan, dalam hal ini yang menjadi pertimbangan untuk menentukan lokasi
jelajah adalah akses hutan, keadaan tutupan lahan dan yang paling utama adalah faktor
keamanan [10]. Identifikasi dilakukan melalui studi pustaka dengan melakukan banding
dengan penelitian sebelumnya, baik melalui buku, jurnal penelitian dan website terpercaya.
Instrumentasi : Adapun alat yang digunakan pada pengamatan ini yaitu kamera, buku
tulis menulis dan alat tulis menulis.
Prosedur Kerja : Tahapan persiapan, sebelum menyusuri jalur yaitu menyiapkan alat
seperti, alat tulis, buku catatan dan kamera. kemudian menyusuri jalur dan mengamati
dibagian area dekat pohon serta sisa-sisa dari tumbuhan yang telah mati. Pengambilan sampel
dilakukan dengan jelajah disekitar area lokasi yang telah ditentukan pada semua tipe habitat.
Sebelum pengambilan gambar jamur dari batang-batang kayu, serasah atau tanah, terlebih
dahulu dilakukan pendataan jamur makroskopis yang meliputi bentuk tudung, warna tudung,
permukaan tudung, ada tidaknya tubuh buah, bentuk tubuh buah, lamella. Identifikasi jamur
makroskopis dilakukan langsung di lapangan dengan mengacu pada jurnal-jurnal pembanding
mengenai jamur makroskopis [11].

2
3. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan di Kawasan hutan Topidi di
Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan diperoleh 17 spesies jamur makroskopik. Adapun hasil
yang telah dilakukan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar sebagai berikut :
Tabel 1. Spesies Jamur Makroskopis Yang Ditemukan Pada Kawasan Hutan Topidi Malino.
No Nama Spesies Gambar

1 Phellinus gilvus

2 Coltricia cinnamomea

3 Coltricia sp

4 Hygrocybe conica

5 Galerina marginata

3
6 Collybia sp.

7 Pycnoporus sanguineus

8 Ganoderma sp.

9 Lentinus triginus

10 Trametes versicolor

11 Amanita sp.

12 Collybia sp

4
13 Dacryopinax spathularia

14 Gastroboletus sp.

15 Auricularia sp.

16 Agaricus bisporus

17 Polyporus tuberaster

Selanjutnya untuk hasil identifikasi yang telah dilakukan di Kawasan hutan Garassi di
Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan diperoleh 15 spesies jamur makroskopik. Adapun hasil
yang telah dilakukan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar sebagai berikut :

Tabel 2. Spesies Jamur Makroskopis Yang Ditemukan Pada Kawasan Hutan Garassi Malino.
No Nama Spesies Gambar

5
1 Marasmius candius

2 Collybia acervata

3 Ganoderma applanatum

4 Lenzites sp.

5 Polyporus sp.

6 Trametes elegans

6
7 Marasmius sp.

8 Coltricia perennis

9 Lentinus triginus

10 Pycnoporus sp.

11 Marasmiellus sp.

12 Trametes gibbosa

7
13 Hygrocybe conica

14 Schizophyllum commune

15 Collybia sp

Berdasarkan hasil penelitian yang telah ditemukan di dua kawasan hutan malino ini
ditemukan sekitar 17 jenis spesies jamur makroskopik pada kawasan hutan Topidi yaitu
Phellinus gilvus, Coltricia cinnamomea, Coltricia sp, Hygrocybe conica, Galerina marginata,
Collybia sp., Pycnoporus sanguineus, Ganoderma sp., Lentinus triginus, Trametes versicolor,
Amanita sp., Collybia sp., Dacryopinax spathularia, Gastroboletus sp., Auricularia sp.,
Agaricus bisporus dan Polyporus tuberaste,. Sedangkan pada hutan Garassi ditemukan 15
jenis spesies jamur yaitu Schizophyllum commune, Hygrocybe conica, Trametes gibbosa,
Marasmiellus sp., Lentinus triginus, Coltricia perennis, Marasmius sp., Trametes elegans,
Polyporus sp., Lenzites sp., Ganoderma applanatum, Collybia acervata dan Marasmius
candius. Kebanyakan jamur makroskopis yang ditemukan memiliki morfologi tekstur yang
agak keras, tudung seperti payung, ada yang berwarna cerah dan gelap, permukaan tudung
licin dan ada juga yang kasar, diameter jamur makroskopis yang ditemukan sekitar 1-20 cm
dan kebanyakan subsrat jamur tumbuh pada kayu yang sudah lapuk dan serasah daun.
Menurut [12] habitat jamur sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan diantaranya suhu
udara, kelembaban udara dan intensitas cahaya. Suhu optimum berbeda-beda untuk setiap
jenis, tetapi pada umumnya terletak antara 22oC dan 35oC sedangkan menurut [13]
Kelembaban yang dibutuhkan jamur sekitar 80-90%. Umumnya jamur akan tumbuh pada
kisaran pH yang cukup luas yaitu antara 4,58,0 dengan pH optimum antara 5,5-7,5[14].
Banyaknya jamur di temukan pada kayu lapuk karena jamur berfungsi sebagai dekomposer
bersama dengan bakteri dan beberapa spesies protozoa, sehingga banyak membantu proses
dekomposisi bahan organik untuk mempercepat siklus materi dalam ekosistem hutan.
Di lihat dari segi ekologi, jamur memiliki peranan penting dalam menjaga ekosistem
hujan, diantaranya jamur berperan serta dalam membantu menyuburkan tanah melalui

8
penyediaan nutrisi bagi tumbuhan, sehingga hutan tumbuh dengan subur. Kelompok jamur
makroskopis secara nyata mempengaruhi jaring-jaring makanan di hutan, kelangsungan hidup
atau perkecambahan anakan-anakan pohon. Salah satu kelompok jamur makroskopi yaitu
basidiomycetes. Basidiomycetes merupakan kelompok utama organism pendegradasi
lignoselulosa karena mampu menghasilkan enzim-enzim, sehingga siklus materi dapat terus
berlangsung di alam [15].

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada kawasan hutan Malino. Pada
kawasan hutan Topidi dan hutan Garassi di temukan 32 spesies jamur makroskopis yaitu
Phellinus gilvus, Coltricia cinnamomea, Coltricia sp, Hygrocybe conica, Galerina marginata,
Collybia sp., Pycnoporus sanguineus, Ganoderma sp., Lentinus triginus, Trametes versicolor,
Amanita sp., Collybia sp., Dacryopinax spathularia, Gastroboletus sp., Auricularia sp.,
Agaricus bisporus, Polyporus tuberaster, Schizophyllum commune, Hygrocybe conica,
Trametes gibbosa, Marasmiellus sp., Lentinus triginus, Coltricia perennis, Marasmius sp.,
Trametes elegans, Polyporus sp., Lenzites sp., Ganoderma applanatum, Collybia acervata dan
Marasmius candius. Hal tersebut membuktikan bahwa kawasan kawasan hutan malino
merupakan salah satu habitat jamur makroskopik yang lumayan banyak di tumbuhi berbagai
spesies jamur makroskopis.

Daftar Pustaka
[1] I. Annissa, Ekamawanti, H. Artuti, and Wahdina, “Keanekaragaman Jenis Jamur
Makrokopis Di Arboretum Sylva Universitas Tanjungpura,” J. Hutan Lestari, vol. Vol.
5(4), no. 4, p. Pp. 969-977, 2017.
[2] S. U. Tanjungpura, I. Annissa, and H. A. Ekamawanti, “(Spesies Diversity of
Macroscopic Fungi at arboretum Sylva Universitas Tanjungpura),” vol. 5, pp. 969–977,
2017.
[3] I. P. Putra, R. Sitompul, and N. Chalisya, “Ragam dan potensi jamur makro asal taman
wisata mekarsari jawa barat,” vol. 11, no. 2, pp. 133–150, 2018.
[4] P. Regency, A. Arif, M. Muin, and T. Kuswinanti, “ISOLASI DAN IDENTIFIKASI
JAMUR KAYU DARI HUTAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN TABO-TABO
KECAMATAN BUNGORO KABUPATEN,” vol. 3, no. 2, pp. 49–54.
[5] I. P. Ihsan, “Analisis Jamur Beracun Berdasarkan Ciri Menggunakan Algoritma
AdaBoost,” no. April, 2019.
[6] U. Danfodiyo, “Aceh International Journal of Science and Technology Isolation and
Identification of Air Borne Fungal Spores and Fragments in,” vol. 3, no. August, pp.
67–72, 2014, doi: 10.13170/AIJST.0302.03.
[7] M. Mutis, N. Reserve, N. Central, and T. District, “Keanekaragaman Jamur di Cagar
Alam Gunung Mutis Kabupaten Timor Tengah Utara , Nusa Tenggara Timur
Pendahuluan Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan,” vol. 2, no. 3, pp. 105–110,
2017.
[8] N. Annisa, F. Agustina, and I. Hanidah, “DIVERSIFIKASI PRODUK OLAHAN
JAMUR ( PLEUROTUS OSTREATUS ) SEBAGAI PENINGKATAN
PENGETAHUAN KETERAMPILAN DALAM UPAYA MENDUKUNG HIDUP
SEHAT : STUDI KASUS RW 05 DESA CIPACING-JATINANGOR,” pp. 441–447,
2017.
[9] S. G. Wibowo and V. Mardina, “Eksplorasi dan Identifikasi Jenis Jamur Tingkat

9
Tinggi di Kawasan Hutan Lindung Kota Langsa Exploration and Identification of High
Level Fungus Species In The Protected Forest Area City of Langsa City,” vol. 3, no. 1,
pp. 1–13, 2021.
[10] B. Forest, L. Regency, and W. Borneo, “Jurnal Mikologi Indonesia,” vol. 2, no. 2, pp.
56–65, 2018.
[11] P. Hasil, M. Lestari, D. A. N. Pt, D. Sawit, and K. Musi, “No Title,” vol. 1, no. 1, pp.
21–28, 2018, doi: 10.31540/biosilampari.v1i1.49.
[12] E. Dan, I. J. Jamur, and K. Basidiomycetes, “DI KAWASAN BUKIT JIMBARAN
BALI EXPLORATION AND IDENTIFICATION SPECIES OF BASIDIOMYCETES
IN AREAS OF BUKIT JIMBARAN BALI,” no. 2, pp. 45–47, 2006.
[13] F. Nasution, S. R. Prasetyaningsih, and M. Ikhwan, “IDENTIFIKASI JENIS DAN
HABITAT JAMUR MAKROSKOPIS DI,” vol. 13, no. 1, pp. 64–76, 2018.
[14] P. S. Biologi, “TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN KABUPATEN KARO
SUMATERA UTARA ” SKRIPSI ZUL ILMI FAKULTAS SAINS DAN
TEKNOLOGI ”,” 2019.
[15] M. Keanekaragaman, H. Terhadap, T. D. Siboro, and D. U. Simalungun, “Manfaat
keanekaragaman hayati terhadap lingkungan thiur dianti siboro dosen universitas
simalungun,” vol. 3, no. 1, pp. 3–6, 2019.

10

Anda mungkin juga menyukai