Anda di halaman 1dari 44

ANALISA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

PADA PROYEK PENANGANAN LONGSOR DI AREA


SPILLWAY PADA BENDUNGAN NAPUN GETE KABUPATEN
SIKA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (NTT)

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH
NAMA : ANJANY DEWI ACHMALY
NIM : 1823715706

TEKNIK PERANCANGAN IRIGASI DAN PENANGANAN


PANTAI
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI KUPANG
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas limpahan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul
“Analisa Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Proyek Penanganan Longsor
Di Area Spillway Pada Bendungan Napun Gete Kabupaten Sika Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT)”. Proposal skripsi ini dibuat sebagai salah satu persyaratan
untuk menyelesaikan pendidikan di Politeknik Negeri Kupang. Dalam penulisan
Proposal skripsi ini penulis mendapat banyak kendala dan hambatan namun atas
bantuan dan bimbingan berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1 Bapak Frans Mangngi, S.T, M.Eng sebagai direktur Politeknik Negeri Kupang .
2 Ibu Priska Gardeni Nahak, ST., MT selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik
Negeri Kupang.
3 Bapak Sutirto, ST, MT selaku Dosen Pembimbing Satu yang telah membimbing
penulis dalam menyelesaikan penulisan proposal skripsi.
4 Bapak Ludofikus Dumin, SST, M.SI selaku Dosen Pembimbing Dua yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan proposal skripsi.
5 Abi, Umi, Oma, Hababah, Om, Tanta, Kakak, Adik, dan keluarga tercinta.
6 Teman- teman TPIPP A angkatan 2018
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sehingga dapat
menjadi suatu masukan bagi penulis untuk dapat memperbaikinya.

Kupang, juli 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................iv
BAB I......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................1
1.3. Tujuan.....................................................................................................................3
1.4. Manfaat...................................................................................................................4
1.5. Batasan Masalah....................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................5
LANDASAN TEORI..............................................................................................................5
2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.......................................................................5
2.2. Penyakit Akibat Kerja...........................................................................................8
2.3. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)......................................11
2.4. Standar Keselamatan Kerja................................................................................13
2.4.1. Alat Pelindung Diri.......................................................................................13
2.4.2. Persyaratan Alat Pelindung Diri.................................................................14
2.4.3. Penunjang Keselamatan Dilokasi Kerja.....................................................20
2.4.4. Papan Informasi K3, Rambu Dan Banner.................................................21
2.5. Konsep 5R Dalam Area Kerja.............................................................................25
2.6. Dasar Hukum Yang Mengatur Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3).......27
2.7. Asuransi Tenaga Kerja........................................................................................30
2.8. Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)..............................................31
BAB III.................................................................................................................................34
METODE PENELITIAN....................................................................................................34
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian..............................................................................34
3.1.1. Lokasi............................................................................................................34
3.1.2. Waktu............................................................................................................35
3.2. Data-Data Yang Ditujukan..................................................................................35

ii
3.3. Metode Pengumpulan Data.................................................................................35
3.4. Analisa Data..........................................................................................................36
3.5. Diagram Alir Penelitian.......................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................38

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 : Alat Perlengkapan Diri.........................................................................13


Gambar 2. 2 : Pelindung Kepala..................................................................................14
Gambar 2. 3 : Pelindung Telinga.................................................................................15
Gambar 2. 4 : Pelindung Mata.....................................................................................15
Gambar 2. 5 : Pelindung Wajah...................................................................................16
Gambar 2. 6 : Pelindung Kaki.....................................................................................17
Gambar 2. 7 : Pelindung Tangan.................................................................................18
Gambar 2. 8 : Alat Pelindung Paru-Paru.....................................................................18
Gambar 2. 9 : Pelindung Jatuh Dari Ketinggian..........................................................20
Gambar 2. 10 : Papan Informasi K3............................................................................22
Gambar 2. 11 : Rambu.................................................................................................24
Gambar 2. 12 : Banner Dan Poster K3........................................................................24
Gambar 3. 1 Lokasi Penelitian....................................................................................34

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Setiap proses pekerjaan akan ada kemungkinanan resiko kegagalan, salah
satunya adalah kecelakaan kerja. Seberapapun kecil terjadinya kecelakaan kerja
(work accident) akan mengakibatkan efek kerugian (loss), maka dari itu sebisa
mungkin potensi kecelakaan kerja harus dicegah atau setidak-tidaknya dikurangi
dampaknya. Salah satu pekerjaan yang berisiko terjadinya kecelakaan kerja adalah
pekerjaan proyek konstruksi. Pekerjaan konstruksi pada umumnya merupakan
kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Pekerjaan konstruksi merupakan
penyumbang angka kecelakaan yang cukup tinggi. Banyak kasus kecelakaan kerja
serta penyakit akibat kerja yang sangat merugikan banyak pihak, oleh karena itu
sangat perlu untuk menerapkan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada
saat pelaksanaan pekerjaan konstruksi berlangsung karena hal tersebut merupakan
bagian dari perencanaan dan pengendalian proyek yang diharapkan dapat
menurunkan tingkat kecelakaan kerja kepada pekerja.
K3 tidak hanya sekedar pemasangan spanduk, poster, dan semboyan, lebih jauh
dari itu K3 harus diperhatikan oleh setiap pekerja yang berada di tempat kerja.
Kuncinya adalah kesadaran akan adanya risiko bahaya dan perilaku yang merupakan
kebiasaan untuk bekerja secara sehat dan selamat. Bagi perusahaan jasa konstruksi,
keselamatan dan Kesehatan kerja merupakan hal yang wajib diperhatikan, karena
dampak kecelakaan dan penyakit kerja tidak hanya merugikan pekerja tetapi juga
perusahaan tersebut baik dampak secara langsung maupun secara tidak langsung.
Sebuah kecelakaan akan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Sayangnya
kesadaran akan pentingnya K3 belum sampai pada tingkatan yang optimal.
Perusahaan menyadari K3, namun pekerja belum sepenuhnya mengerti dengan K3
sehingga upaya program K3 belum berjalan dengan maksimal.

1
Untuk mencegah kecelakaan disaat berkerja diperlukan suatu system manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang mengatur dan dapat menjadi suatu acuan bagi
konsultan, kontraktor dan para pekerja konstruksi. Maka dari itu pemerintah
Indonesia mengeluarkan perundang-undangan yang mengatur tentang masalah K3
dalam dunia konstruksi. Ada beberapa contoh peraturan yang mengatur mengenai K3
tersebut diantaranya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No.
Per.01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi
Bangunan; Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Per.05/MEN/1996 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja; Pasal 4 Undang-Undang No.1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan masih banyak lagi peraturan yang di atur
pemerintah untuk menjamin keselamatan dan Kesehatan kerja bagi para pekerja
terutama dalam pekerjaan konstruksi.
Setiap tahun ribuan kecelakaan terjadi di tempat kerja yang menimbulkan korban
jiwa, kerusakan materi, dan gangguan produksi. Pada tahun 2007 menurut jamsostek
tercatat 65.474 kecelakaan yang mengakibatkan 1.451 orang meninggal, 5.326 orang
cacat tetap dan 58.697 orang cedera. Data tersebut mencakup seluruh perusahaan
yang menjadi anggota jamsostek dengan jumlah peserta sekitar 7 juta orang atau
sekitar 10% dari seluruh pekerja di Indonesia. Dengan demikian angka kecelakaan
mencapai 930 kejadian untuk setiap 100.000 pekerja setiap tahun. Oleh karena itu
jumlah kecelakaan keseluruhannya diperkirakan jauh lebih besar. Sedangkan pada
tahun 2011 mengalami 96.400 kasus. Dari kecelakaan kerja yang terjadi sebanyak
2.144 diantaranya tercatat meninggal dunia dan 42 lainnya mengalami kecacatan.
Sampai dengan September 2012 setiap hari ada 9 pekerja anggota jamsostek yang
meninggal dunia akibat dari kecelakaan kerja, sementara total kecelakaan pada tahun
yang sama adalah 103.000 kasus. Karena di Indonesia hanya 2,1 persen dari 15.000
perusahaan berskala besar yang menerapkan sistem K3 (Ketenagakerjaan,2015).
Proyek Bendungan Napun Gete yang berlokasi di Kabupaten Sikka, Nusa
Tenggara Timur (NTT). Merupakan bendungan yang dibangun pada alur sungai
Napun Gete di perbatasan antara Desa Ilinmedo dan Desa Werang, Kecamatan
Waiblama. Pembangunan bendungan Napun Gete dimulai tahun 2015 dan

2
konstruksinya dimulai awal 2016 yang dilaksanakan oleh kontraktor PT Nindya
Karya (Persero) dan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 23 Februari 2021.
Bendungan Napun Gete ini memiliki fungsi utama untuk sarana irigasi dan penyedia
air baku. Selain itu juga berfungsi sebagai sarana budidaya perikanan air tawar,
sarana rekreasi, dan lain sebagainya. Bendungan ini difungsikan sebagai pusat
pengairan untuk mengairi daerah irigasi (DI) seluas 300 hektar di Kabupaten Sikka.
Bendungan Napun Gete memiliki kapasitas tampung 11,2 juta meter kubik dan luas
genangan mencapai kurang 99,78 hektare. Longsor di area bendungan Napun Gete
bisa terjadi disebabkan oleh pengaruh alam, adanya curah hujan yang tinggi secara
terus menerus mengakibatkan tanah longsor. Penanganan longsor ini ditangani oleh
PT. SELOSARI.
Dari gambaran latar belakang, tingginya angka kecelakaan kerja dan untuk dapat
mengetahui bagaimana penerapan K3 pada proyek penanganan longsor maka
dilakukan kajian tentang Analisa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada
Proyek Penanganan Longsor di Area Spillway pada Bendungan Napun Gete
Kabupaten Sika, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan adalah :
1. Bagaimana penerapan peralatan K3 di Bendungan Napun Gete Kabupaten Sika,
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
2. Bagaimana cara mengatasi resiko-resiko kecelakaan kerja yang terjadi pada
proyek penanganan longsor di Bendungan Napun Gete Kabupaten Sika, Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT).
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Mengetahui penerapan alat K3 apa saja yang ada pada proyek penanganan
longsor di Bendungan Napun Gete Kabupaten Sika, Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT).

3
2. Mengantisipasi resiko kecelakaan kerja yang mungkin terjadi saat proyek
tersebut berlangsung

1.4. Manfaat
Manfaat dari penulisan ini adalah :
1. Bagi pihak penyedia jasa maupun Dinas Pekerjaan Umum, agar penulisan ini
dapat dijadikan sebagai kajian dalam pemasalahan K3
2. Penulisan ini diharapkan dapat digunakan untuk membantu atau membina para
karyawan di wilayah kerjanya masing-masing terutama yang berhubungan
langsung dengan resiko kecelakaan kerja
3. Membandingkan pelaksanaan program K3 pada proyek penanganan longsor
bendungan Napun Gete dengan Undang-Undang yang terkait dengan K3
4. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan S1 terapan jurusan Teknik
Sipil Politeknik Negeri Kupang
5. Sebagai bahan referensi bagi pembaca
1.5. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penulisan ini adalah :
1. Penerapan standar dan pendoman K3 pada proyek penanganan longsor di
Bendungan Napun Gete Kabupaten Sika, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
2. Pengaruh penerapan sistem K3 proyek penanganan longsor di Bendungan Napun
Gete Kabupaten Sika, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

4
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3) penting diterapkan dan dilaksanakan oleh
dunia proyek konstruksi untuk melindungi para karyawan atau pekerja dari bahaya
kecelakaan kerja serta penyakit yang terjadi selama bekerja. Pelaksanaan keselamatan
dan Kesehatan kerja (K3) yang tidak diperhatikan dalam kinerja karyawan atau
pekerja akan mengakibatkan terganggunya produktivitas kerja karyawan atau pekerja,
namun jika keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) telah diterapkan serta dilaksanakan
dengan baik maka akan tumbuh hasil kinerja yang optimal karena karyawan merasa
diperhatikan keselamatan dan kesehatannya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan faktor yang paling penting
dalam pencapaian sasaran tujuan proyek. Hasil yang maksimal dalam kinerja biaya,
mutu, waktu tiada artinya bila tingkat keselamatan kerja terabaikan. Indikatornya
dapat berupa tingkat kecelakaan kerja yang tinggi, seperti banyak tenaga kerja yang
meninggal, cacat permanen serta instalasi proyek yang rusak, selain kerugian materi
yang besar (Husen, 2009). Keselamatan dan Kesehatan kerja sebagai kondisi dan
faktor yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi keselamatan dan Kesehatan
pekerja (termasuk pekerja kontrak dan kontraktor) dan juga tamu atau orang lain
berada di tempat kerja (OHSAS 18001,2007).

1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja


a. Keselamatan (safety)
Keselamatan kerja diartikan sebagai upaya-upaya yang ditujukan untuk
melindungi pekerja; menjaga keselamatan orang lain; melindungi peralatan,
tempat kerja dan bahan produksi; menjaga kelestarian lingkungan hidup dan
melancarkan proses produksi. Prabu Mangkunegara (2014) mendefinisikan
keselamatan kerja sebagai kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan,

5
kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Istilah keselamatan mencangkup
kedua istilah yaitu resiko keselamatan dan resiko kesehatan. Dalam
kepegawaian, kedua istilah tersebut dibedakan, yaitu keselamatan kerja
menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan
atau kerugian ditempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek
dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran
listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, penglihatan dan
pendengaran. Semua itu sering dihubungkan dengan perlengkapan perusahaan
atau lingkungan fisik dan mencangkup tugas-tugas kerja yang membutuhkan
pemeliharaan dan latihan.
b. Kesehatan (health)
Kesehatan diartikan sebagai derajat/tingkat keadaan fisik dan psikologi
individu (the degree of physiological and psychological well being of the
individual). Secara umum, pengertian dari kesehatan adalah upaya-upaya yang
ditujukan untuk memperoleh kesehatan yang setinggi-tingginya dengan cara
mencegah dan memberantas penyakit yang diidap oleh pekerja, mencegah
kelelahan kerja, dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat.
2. Tujuan Penerapan K3
Berdasarkan Undang- Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
yaitu antara lain :
a. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di
tempat kerja.
b. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
c. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional. Dengan mempelajari
materi diatas diharapkan dapat memahami dan mengembangkan bangunan
kebijakan K3, menetapkan dan mengembangkan tujuan K3, membangun
organisasi dan tanggung jawab pelaksanaan K3, mengidentifikasi bahaya,
menyiapkan Alat Pelindung Diri, memanfaatkan statistik kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, serta mengembangkan program K3 dengan mitra kerja.

6
3. Sasaran dari K3
a. Menjamin keselamatan operator dan orang lain
b. Menjamin pengguunaan peralatan aman dioperasikan
c. Menjamin proses produksi aman dan lancar.
4. Manfaat atau Fungsi K3 untuk Pekerja
Adapun manfaat atau fungsi keselamatan dan kesehatan kerja untuk pekerja
antara lain :
a. Pekerja memahami bahaya dan risiko dari pekerjaannya
b. Pekreja memahami tindakan pencegahan agar tidak terjadi kecelakaan
c. Pekerja memahami hak dan kewajiban khususnya dalam peraturan terkait
dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
d. Pekerja mengetahui bagaimana bertindak dalam keadaan darurat seperti
kebakaran, gempa, kecelakaan, dan sebagainya
e. Pekerja mampu berpatisipasi untuk membuat tempat kerjanya lebih aman
f. Pekerja mampu untuk menghindari keluarganya dari penyakit-penyakit yang
mungkin bisa tertular dari tempat kerja
g. Pekerja mampu untuk tetap memiliki penghasilan
h. Pekerja mampu untuk tetap berkontribusi terhadap perekonomian
keluarganya.
5. Manfaat atau Fungsi K3 untuk perusahaan
a. Perusahaan dapat melindungi pekerjanya dari kecelakaan kerja ataupun
penyakit kerja
b. Perusahaan mendapatkan citra positif karena penerapan keselamatan dan
Kesehatan kerja baik dari pekerja, keluarga pekerja, masyarakat, dan juga
negara
c. Perusahaan dapat memperoleh berbagai penghargaan terkait keselamatan dan
kesehatan kerja
d. Perusahaan dapat memperoleh kontrak kerja yang baik dengan penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja

7
2.2. Penyakit Akibat Kerja
Menurut (SUJOSO,2021) Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang
disebabkan oleh pajanan lingkungan kerja. Lingkungan kerja adalah kondisi sekitar
pekerja karyawan terbuka maupun tertutup, baik di dalam ruangan maupun
dilapangan. Pajanan sumber bahaya yang berasal dari lingkungan kerja bisa
bersumber dari faktor fisik, biologis dan fisiologi-ergonomi.
1. Faktor Fisik
Faktor fisik lingkungan kerja terdiri dari kebisingan, getaran pencahayaan,
radiasi tekanan udara dan iklim kerja.
a. Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki pada tingkat intensitas
suara yang tinggi, pemaparan bising yang berulang dan menahun akan
menyebabkan tuli syaraf (sensory neural deafness) yang sulit atau tidak dapat
disembuhkan. Kebisingan tingkat tinggi dapat menyebabkan efek jangka
pendek dan jangka Panjang pada pendengaran. Kebisingan dengan intensitas
tinggi dapat menyebabkan : hilangnya pendengaran, sementara atau
permanen, pusing, kantuk, tekanan darah tinggi, tegang dan stress yang
diikuti oleh sakit maag, kesuliatan tidur dan sakit jantung, hilangnya
konsentrasi, alarm atau teriakan peringatan tidak terdengar.
Noise Induced Hearing Loss (NIHL) umumnya terjadi setelah 10 tahun
atau lebih. NIHL biasanya terjadi secara perlahan-lahan sehingga penderita
biasanya biasanya tidak menyadari bahwa dirinya telah menderita ketulian.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya ketulian permanen
akibat kebisingan, faktor tersebut adalah : tingkat intensitas suara (sound
pressure level), lamanya pemaparan (duration of exposure) dan komposisi
frekuensi (spectrum), pola pemaparan (temporal atau intermitten), kerentanan
individu (individual susceptibility).

8
b. Getaran
Getaran yang dimaksud adalah getaran yang bersumber dari penggunaan
alat-alat mekanis dan Sebagian dari kekuatan mekanis ini disalurkan kepada
tubuh karyawan dalam bentuk getaran mekanis. Efek mekanis ini
menyebabkan sel-sel jaringan dapat rusak atau metabolismenya terganggu.
Efek mekanis yang ditimbulkan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu :
whole body vibration dan segmented vibration/ hand arm vibration
Pemaparan yang menahun terhadap getaran seluruh tubuh (whole body
vibration) dapat menyebabkan perubahan-perubahan pada struktur tulang
(osteoarthritis) pada sendi-sendi tulang belakang, gangguan pencernaan
(sekresi dan motilitas), prostatitis, perubahan-perubahan pada kecepatan
konduksi syaraf (nerve conduction velocity), motion sickness dan getaran ini
pada frekuensi 60-90 Hertz (frekuensi resonansi bola mata) akan
menyebabkan gangguan penglihatan.
Getaran setempat (tool hands vibration/ segmented vibration) sering
dialami oleh para chain saw, chipping hammer, dan pneumatic tool.
Penamparan pada getaran ini pada frekuensi yang rendah (40 Hz) dapat
menyebabkan kerusakan pada tulang-tulang persendian bahu dan siku. Pada
frekuensi 40 dan 300 Hz, penggunaan alat-alat (vibration hands tool)
terutama chain saw di tempat-tempat kerja dingin akan menyebabkan
penyempitan pada pembulu darah yang dikenal sebagai dead head : vibration
white finger (VWF) atau traumatic vasopatic disease. Penyakit ini ditandai
dengan gejala-gejala misalnya hilang control otot, menurunnya kepekaan
terhadap suhu dan rasa sakit serta terjadinya borok pada ujung-ujung jari.
Pada stadium lanjut pemaparan terhadap segmental vibration dapat
menimbulkan cacat pada tangan yang permanen (permanen disability). Efek-
efek lain pada getaran ini yang sering pula ditemukan pada pemaparan
menahun adalah tenosynovitis, terbentuknya kista-kista pada tulang

9
pergelangan tangan, menurunnya kekuatan menggenggam (grips strength)
dan dupuytren’s contractures.

c. Radiasi
Radiasi adalah energi yang ditransmisikan atau dikeluarkan dalam bentuk
partikel berenergi atau gelombang elektromagnetik. Radiasi yang berada di
lingkungan kerja serta dapat mengganggu pelaksanaan pekerjaan terdiri dari :
Radiasi Elektromagnetik dan Radiasi Radioaktif. Radiasi elektromagnetik
yaitu gelombang mikro (microwaves), radiasi laser, radiasi panas, sinar infra
merah, sinar ultraviolet dan sinar gama. Radiasi radioaktif, yaitu radiasi atau
sinar dari zat radioaktif.
d. Tekanan Udara
Bahaya tekanan udara ada dua, yaitu tekanan udara tinggi (hiperbarik
exposure) dan tekanan udara rendah (hipobarik exposure).
Tekanan Udara Tinggi (Hiperbarik Exposure). Tekanan udara yang tinggi
dapat berbahaya bagi kesehatan tenaga kerja. Tekanan udara yang tinggi
ditemui dibawah laut. Pekerja yang sering terpapar oleh tekanan udara tinggi
ini adalah penggali tambang dibawah tanah (confined space). Akibat tekanan
udara yang meningkatakan menyebabkan terjadinya compression sickness.
Gejala sesuai dengan peningkatan tekanan udara. Gejala tersebut dibagi
menurut penyebab primer dan sekunder. Primer oleh karena tekanan atau
yang dinamakan barosinusitis. Barosinusitis bisa berupa : barodontolgia,
barotitis (telinga), atelektatis (paru). Sedangkan gejala sekunder berupa
keracunan nitrogen dan decompression sickness. Decompression Sickness
adalah penurunan tekanan mendadak dari tekanan udara tinggi ke keadaan
tekanan udara rendah. Perubahan tekanan mendadak dari tekanan tinggi ke
tekanan rendah menyebabkan terjadinya perubahan wujud dari zat yang ada
dalam darah kita.
Tekanan udara rendah (hipobarik exposure) dengan meningkatnya
ketinggian, maka akan terjadi konversi energi oleh karena paparan udara

10
dingin. Di daerah dengan tekanan udara tinggi, pekerjaan yang dilakukan di
daerah tekanan udara rendah juga mempertimbangkan kapasitas kerja.
Temperatur ekstrim di tempat kerja sangat mempengaruhi Kesehatan pekerja
temperature disebabkan pemaparan panas yang sangat ekstrim. Penyakit
karena terpapar tekanan panas yaitu berupa heat stroke, heat cramps, heat
hyperpyrexia, heat rash, heat exhaustion, heat syncope.
2. Faktor Biologi
Penyakit akibat kerja faktor biologis disebabkan oleh virus, bakteria, protozoa,
jamur, cacing, kutu bahkan mungkin pula hewan atau tumbuhan besar. Penyakit
oleh karna virus yaitu FAMD (Foot And Mouth Disease), Sporotrichosis adalah
salah satu contoh penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur, candida
albicans adalah penyakit yang biasanya menyerang pekerja yang berada pada
daerah lembab, Parasit cacing misalnya ancylostoma banyak juga menyerang
pekerja.
3. Faktor Fisiologi-Ergonomi
Penyakit akibat kerja oleh karena penerapan ergonomis yang tidak memadai
dapat dikelompokan menjadi dua yaitu yang terjadi karena akumulasi jangka
Panjang dan terjadi secara mendadak. Beberapa diantaranya adalah tendonitis,
carpal tunnel,syndrome, tennis elbow, neck and back injuries, strains/ sprains,
bursitis, thoracic outlet syndrome dan trigger finger.
2.3. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
K3 merupakan faktor yang paling penting dalam pencapaian sasaran tujuan
proyek. Hasil yang maksimal dalam kinerja biaya, mutu dan waktu tiada artinya bila
tingkat keselamatan kerja terabaikan.
1. Pengertian SMK3
SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang
dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan Kesehatan kerja guna terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien dan produktif. Dasar hukum SMK3 adalah Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. 05/MEN/1996. Dalam penerapan SMK3 perusahaan wajib

11
melakukan penetapan kebijakan K3 dan menjamin komitmen, perencanaan K3,
penerapan K3, pengukuran, evaluasi, peninjauan ulang dan peningkatan SMK3 oleh
manajemen.(Sujoso,2021). Adapun pengertian lainnya, Sistem manajemen
keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) adalah suatu struktur komposisi yang
kompleks dengan personel, sumber daya, program beserta kebijakan dan prosedurnya
terintegrasi dalam wadah organisasi perusahaan/ badan atau lembaga (Husen, 2009).
2. Tujuan Penerapan SMK3
Tujuan dari penerapan sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja
adalah:
a. Sebagai alat ukur kinerja K3
b. Sebagai pedoman implementasi K3 dalam organisasi
c. Sebagai dasar penghargaan
d. Sebagai dasar pemberian sertifikasi
e. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
manusia (pasal 27 ayat 2 UUD 1945)
f. Meningkatkan komitmen pimpinan perusahaan dalam melindungi tenaga kerja
g. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi kompetisi
perdagangan global
h. Perlunya upaya pencagahan terhadap problem sosial dan ekonomi yang terkait
dengan penerapan K3
3. Manfaat Penerapan SMK3
Sistem manajemen K3 (SMK3) memberi manfaat baik kepada organisasi tempat
kerja dan pemerintah. Penerapan manajemen K3 bermanfaat bagi perusahaan dan
pemerintah. Bagi perusahaan penerapan K3 memberi manfaat :
a. Mengetahui pemenuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan dibidang
K3.
b. Mendapatkan bahan umpan balik bagi tinjauan manajemen dalam rangka
meningkatkan kinerja SMK3
c. Mengetahui efektifitas, efisiensi dan kesesuaian serta kekuranga dari penerapan
SMK3

12
d. Mengetahui kinerja K3 di perusahaan
e. Meningkatkan image perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan daya
saing perusahaan
f. Meningkatkan kepedulian dan pengetahuan tenaga kerja mengenai K3 yang juga
akan meningkatkan produktivitas perusahaan
g. Terpantaunya bahaya dan resiko di perusahaan
h. Penanganan berkesinambungan terhadap risiko yang ada diperusahaan
i. Mencegah kerugian yang lebih besar kepada perusahaan
j. Pengakuan terhadap kinerja K3 diperusahaan atas pelaksanaan SMK3
2.4. Standar Keselamatan Kerja
Standar keselamatan kerja merupakan pengamanan sebagai tindakan keselamatan
kerja seperti :
1. Perlindungan badan yang meliputi seluruh badan
2. Perlindungan mesin
3. Pengaman listrik yang harus dicek secara berkala
4. Pengaman ruangan meliputi sistem alaram, alat pemadam kebakatan, P3K
penerangan yang memadai, ventilasi yang baik, dan jalur evakuasi khusus
2.4.1. Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri (APD) unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat
material adalah APD. Alat pelindung diri harus sesuai dengan potensi bahaya yang
dapat terjadi dan kualitas standar yang ditetapkan. Alat pelindung diri perlengkapan
wajib yang digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga
keselamatan pekerja dan orang disekitarnya, alat pelindung diri meliputi :

13
Gambar 2. 1 : Alat Perlengkapan Diri
Sumber : nusantaratraisser. 2018.
2.4.2. Persyaratan Alat Pelindung Diri
a. Pelindung Kepala
Menurut (TIM K3 FT UNY,2014) Gunakan topi yang dapat
melindungi kepala dar tertimpa benda jatuh atau benda lain yang bergerak,
tetapi tetap ringan. Menurut ( Gunara, 2017) Helm proyek harus standar
ANSI Z.89.1-2014 atau minimal standar SNI atau MSA Import, Model
helm adalah V-Guard dan dilengkapi dengan tali dagu karet serta model
otomatis untuk mengencangkan suspensi helm, helm dilarang untuk dicat
(karena akan bersenyawa dengan cat) dan dilarang ditulis dengan spidol,
masa pakai helm paling lama adalah 5 tahun setelah itu harus diganti baru,
helm yang rusak atau terkena dampak (kejatuhan benda) harus diganti dan
cek kondisi helm minimal setiap 2 minggu sekali, ganti bila cacat atau
rusak.

14
Gambar 2. 2 : Pelindung Kepala
Sumber : Gunara, 2017
b. Alat Perlindungan Telinga
Menurut (TIM K3 FT UNY,2014) Untuk melindungi pekerja dari
kebisingan, benda bergerak, percikan bahan berbahaya. Menurut ( Gunara,
2017) Jika bekerja pada level bising di atas 85 dB untuk pemajanan selama
8 jam harus menggunakan pelindung telinga (sumbat telinga atau penutup
telinga), sumbat telinga adalah sumbat yang dimasukkan ke liang telinga,
sumbat telinga (gamb. 1) harus terbuat dari bahan karet atau plastik lunak
dan harus dapat mereduksi bising X-85 dB (X adalah intensitas bising
yang diterima pekerja), penutup telinga (gamb. 2) adalah penutup seluruh
telinga yang dapat mereduksi bising sebesar 35-45 dB, periksa sumbat
telinga atau penutup telinga sebelum digunakan, pastikan dalam kondisi
bersih dan simpan kembali ke dalam kotak setelah digunakan setelah
dibersihkan.

Gambar 2. 3 : Pelindung Telinga


Sumber : Gunara, 2017
c. Pelindung Mata

15
Menurut (TIM K3 FT UNY,2014) gunakan kacamata yang sesuai
dengan pekerjaan yang anda tangani, misalnya untuk pekerjaan las
diperlukan kacamata dengan kaca yang dapat menyaring sinar las,
kacamata renang digunakan untuk melindungi mata dari air dan zat
berbahaya yang terkandung di dalam air. Menurut (Gunara, 2017) Semua
pekerja dan orang yang memasuki proyek harus menggunakan pelindung
mata, pelindung standar adalah kacamata pengaman Kings KY1151 sesuai
standar ANSI Z.87.1-2010 (gamb. 1). pekerjaan yang berbahaya terhadap
mata, seperti pengelasan, pemotongan, dan gerinda harus menggunakan
pelindung mata yang sesuai, pekerjaan pemotongan tiang pancang harus
menggunakan pelindung mata (gamb. 2).

1 2

Gambar 2. 4 : Pelindung Mata


Sumber : Gunara, 2017
d. Pelindung Wajah
Menurut (Gunara, 2017) Pekerjaan yang spesifik membahayakan
muka pekerja (pekerjaan pengelasan, pemotongan, gerinda, dll.) harus
menggunakan pelindung muka sesuai standar ANSI Z.87.1-2010,
pekerjaan pengelasan dan pemotongan baik dengan trafo las maupun las
potong harus menggunakan masker pengelasan (gamb. 1), pekerjaan
gerinda dan alat portabel yang berputar lainnya (mesin senai, sekop, dll.)
pada area terbuka harus menggunakan tameng wajah yang
dikombinasikan dengan helm (gamb. 2), sedangkan pekerjaan di bengkel
kerja dapat menggunakan tameng wajah biasa (gamb. 3), cek APD
sebelum digunakan, jangan menggunakan APD yang rusak.

16
Gambar 2. 5 : Pelindung Wajah
Sumber : Gunara, 2017
e. Sepatu
Menurut (TIM K3 FT UNY,2014) gunakan sepatu yang dapat
melindungi kaki dari berat yang menimpa kaki, paku atau benda tajamlain,
benda pijar, dan asam yang mungkin terinjak. Sepatu untuk pekerja kistrik
harus berbahan non-konduktor, tanpa paku logam. Menurut (Gunara,
2017) Sepatu keselamatan harus standar ANSI Z.41-1999 atau minimal
standar SNI 7079-2009 dan SNI 0111-2009, sepatu untuk pekerjaan galian
dan pengecoran dapat digunakan sepatu karet biasa (gamb. 1), sepatu
untuk pekerjaan konstruksi lain harus menggunakan sepatu dengan
pelindung jari yang terbuat dari baja, dan anti tergelincir (gamb. 2), catat
tanggal pembelian pada buku catatan, masa pakai sepatu paling lama
adalah 3 tahun, setelah itu harus diganti baru, cek kondisi sepatu minimal
setiap 2 minggu sekali, ganti bila cacat atau rusak.

1 2 3 4

Gambar 2. 6 : Pelindung Kaki


Sumber : Gunara, 2017

17
f. Pelindung Tangan
Menurut (TIM K3 FT UNY,2014) gunakan sarung tangan yang tidak
menghalangi gerak jari dan tangan.Pillih sarung tangan dengan bahan yang
sesuai 55  dengan jenis pekerjaan yang ditangani, misalnya sarung tangan
untuk melindungi diri dari tusukan atau sayatan, bahan kimia berbahaya,
panas, sengatan listrik atau radiasi tertentu, berbeda bahannya. Menurut
(Gunara, 2017) Semua pekerja harus menggunakan sarung tangan sesuai
standar SNI-06-0652-2015, pekerja pada umumnya harus menggunakan
sarung tangan katun min. 8 benang (gamb. 1), pekerjaan yang lebih kasar,
seperti tukang besi, baja, bekisting, penanganan tali baja, kawat, dll, harus
menggunakan sarung tangan kombinasi (gamb. 2), pekerjaan pengelasan,
pemotongan, dan gerinda harus menggunakan sarung tangan kulit (gamb.
3), pekerjaan dengan bahan kimia dan beracun harus menggunakan sarung
tangan tahan kimia (bahan vynil, PVC, nitril, dll.) (gamb. 4), teknisi listrik
harus menggunakan sarung tangan tahan listrik min. 5KV (gamb. 5), cek
kondisi sarung tangan setiap akan digunakan, ganti bila cacat atau rusak.

1 2 3 4 5

Gambar 2. 7 : Pelindung Tangan


Sumber : Gunara, 2017
g. Alat Perlindungan Paru-paru
Menurut (TIM K3 FT UNY,2014) untuk melindungi pekerja dari
bahaya polusi udara, gas beracun, atau kemungkinan. Menurut (Gunara,
2017) Pekerjaan yang berpotensi terpajan debu, asap, uap atau gas harus
menggunakan pelindung pernapasan, masker dan respirator harus

18
digunakan disesuaikan dengan pekerjaan dan potensi kontaminasi atau
gangguan pernapasan, untuk pelindung debu dapat digunakan masker
sekali pakai yang terbuat dari katun, kertas atau kasa (gamb. 1), untuk
pelindung gas, uap dan asap harus menggunakan respirator dengan
penyaring yang sesuai (gamb. 2), pada pekerjaan di ruang terbatas atau
area yang terkontaminasi gas harus menggunakan SCBA (alat bantu
pernapasan) (gamb. 3).

1 2 3

Gambar 2. 8 : Alat Pelindung Paru-Paru


Sumber : Gunara, 2017

h. Pelindung jatuh dari ketinggian


Menurut (Gunara, 2017) Sabuk pengaman tubuh (gamb. 1) dan sabuk
keselamatan (gamb. 2) yang digunakan harus memenuhi standar ANSI
Z.359.1-2016 atau standar SNI, kait yang digunakan untuk sabuk
pengaman tubuh atau sabuk keselamatan harus menggunakan kait yang
besar, penggunaan sabuk pengaman tubuh dan sabuk keselamatan (gamb.
8), panjang tali koneksi tidak boleh lebih dari 1,7 m, setiap pekerjaan di
ketinggian lebih dari 1,8 m harus menggunakan sabuk pengaman tubuh
dan pengait dikaitkan minimal harus di atas pinggang (gamb. 6), setiap
pekerjaan di ketinggian harus terpasang tali keselamatan horizontal dari
pipa galvanis atau tali bantu angkat (tali baja atau tali serat) dia. 8 mm
untuk mengaitkan kait pada sabuk pengaman tubuh (gamb. 7), bila
menggunakan tali bantu angkat, 1 tali bantu angkat dilarang digunakan

19
untuk 2 sabuk pengaman tubuh (gamb. 9), tali keselamatan vertikal untuk
operator kran menara atau gondola atau pekerjaan struktur baja, sabuk
pengaman tubuh harus dikaitkan menggunakan kelengkapan untuk turun
dari ketinggian dengan tali yang terdiri dari karmantel statis diameter
minimum 8 mm (gamb. 5), karabiner (gamb. 3) dan pemberhentian
otomatis (gamb. 4), pengait sabuk keselamatan pada penggunaan seperti
gambar 2, harus dikaitkan pada angkur atau bagian struktur bangunan
yang kuat.

20
1 2 3

4 5 6

7 9

Gambar 2. 9 : Pelindung Jatuh Dari Ketinggian


Sumber : Gunara, 2017

2.4.3. Penunjang Keselamatan Dilokasi Kerja


Penunjang keselamatan sangat penting karena sifatnya membantu jika terjadi
kejadian yang tidak kita inginkan. Alat penunjang keselamatan tersebut berupa :
1. Kotak P3K
P3K adalah singkatan dari pertolongan pertama pada kecelakaan, apabila
terjadi kecelakaan kerja baik yang bersifat ringan ataupun berat pada pekerja

21
konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan pertama di proyek. Untuk
itu, pelaksana konstruksi wajib menyediakan obat-obatan yang digunakan untuk
pertolongan pertama
2. Alarm Peringatan
Alarm secara umum dapat didefinisikan sebagai bunyi peringatan atau
pemberitahuan. Dalam istilah jaringan, alarm dapat juga didefinisikan sebagai
pesan berisi pemberitahuan Ketika terjadi penurunan atau kegagalan dalam
penyampaian sinyal komunikasi data ataupun ada peralatan yang mengalami
kerusakan (penurunan kinerja). Pesan ini digunakan untuk memperingatkan
operator atau administrator mengenai adanya masalah (bahaya) pada jaringan.
Alarm memberikan tanda bahaya berupa sinyal, bunyi, ataupun sinar.
3. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Alat pemadam api ringan (APAR) dikenal juga dengan istilah portable fire
extinguisher. Alat pemadam api ini disebut portable karena berbentuk yang
kecil dan praktis sehingga mudah dipindahkan dan dibawa ke mana-mana.
APAR dapat berisi karbondioksida, foam AFF (aqueous film forming), dan
dry chemical powder

2.4.4. Papan Informasi K3, Rambu Dan Banner


Semua proyek harus membuat papan informasi K3 yang berisi kinerja K3,
papan informasi pekerjaan dan potensi bahaya pada setiap lokasi kerja. Memasang
rambu dan banner juga harus sesuai dengan potensi bahaya pada lokasi kerja.
1. Papan Informasi K3
Safety board (papan keselamatan kerja) merupakan rambu K3 yang berfungsi
untuk memberikan informasi bahaya atau tindakan yang harus dilakukan
disebuah tempat tertentu. Rambu keselamatan kerja sangat penting dalam hal
komunikasi K3 agar karyawan mengetahui resiko di tempat kerja dan bisa
memperkirakan apa yang harus dilakukan.

22
Gambar 2. 10 : Papan Informasi K3
Sumber : Gunara, 2017
2. Rambu
Warna yang terdapat pada rambu, pekerja dapat menentukan apa klasifikasi
bahaya pada area kerja mereka. Selain itu, warna tersebut juga mengarahkan
pekerja tentang tindakan apa yang harus dilakukan. Berikut arti warna pada
rambu :
a. Warna merah
Warna merah digunakan untuk mengidentifikasi danger (bahaya), fire
(kebakaran), dan stop. Seringnya, warna merah digunakan pada rambu-
rambu keamanan yang bertujuan untuk mengidentifikasi bahan kimia
berwujud cair yang mudah terbakar, serta alat pemadam kebakaran.
b. Warna orange
Warna oranye umumnya digunakan untuk menunjukkan peringatan
(warning) pada situasi bahaya dari peralatan atau mesin yang bersinergi dan
dapat berisiko menyebabkan seseorang cedera yang serius seperti tergores,
tertabrak, terpotong, tersetrum, atau luka lainnya bahkan hingga mengalami
kematian. Umumnya, safety sign berwarna oranye dipasang di dekat alat

23
kerja yang berbahaya atau di bagian pintu mesin seperti pisau berputar,
mesin gerinda, atau benda tajam lainnya.
c. Warna kuning
Biasanya warna kuning digunakan untuk menunjukkan caution (waspada).
Garis hitam pada rambu keselamatan ini bertujuan untuk menarik perhatian
pekerja. Anda dapat menemukan safety sign dengan lambang warna kuning
di lokasi-lokasi yang rawan situasi berbahaya baik yang berpotensi
menyebabkan luka ringan atau sedang, seperti terpeleset, tersandung,
terjatuh, atau di dekat tempat penyimpanan bahan yang mudah terbakar.
d. Warna hijau
Safety sign emergency atau keamanan (safety) menggunakan warna hijau.
Rambu keselamatan ini digunakan untuk menunjukkan tempat penyimpanan
peralatan keselamatan, peralatan P3K, MSDS (Material Safety Data Sheet).
Selain itu juga digunakan untuk instruksi-instruksi umum mengenai praktik
kerja secara aman. Anda dapat menemukan safety sign berwarna hijau pada
eye shower, eyewash, serta rute emergency exit.
e. Warna biru
Safety sign berwarna biru yang bermakna notice (perhatian). Rambu
keselamatan ini digunakan untuk menunjukkan informasi keselamatan yang
bukan bahaya atau instruksi tindakan, seperti kebijakan perusahaan atau
penggunaan APD. Warna biru juga digunakan untuk menandai peralatan
yang tidak boleh digunakan, seperti rambu perintah, pengendali listrik,
perancah, dan lainnya.
f. Warna ungu
Warna ungu biasanya dikombinasikan dengan warna kuning untuk
menunjukkan bahaya radiasi. Anda dapat menemukan rambu keselamatan
ini pada rumah sakit yang terdapat bahaya radiasi.
g. Warna hitam putih
Kombinasi dua warna ini umumnya digunakan untuk menunjukkan lalu
lintas dan tanda untuk kerapihan (housekeeping). Contoh penggunaan safety

24
sign dengan warna hitam dan putih dapat Anda temui di jalan raya, rambu
penunjuk, dan anak tangga.

Gambar 2. 11 : Rambu
Sumber : Gunara, 2017
3. Banner dan Poster K3
Kegunaan dari Banner K3 adalah untuk memberikan peringatan kepada
pekerja terhadap bahaya yang ada di tempat kerja sehingga perlu dilakukan
praktik kerja aman. Menurut (Gunara, 2017) Harus dipasang spanduk dan
poster yang sesuai dengan kebutuhan dan sifat spanduk dan poster, ukuran dan
jumlah spanduk dan poster disesuaikan dengan kebutuhan dan lokasi, spanduk
dan rambu peringatan kepada pihak ketiga atau lingkungan sekitar proyek harus
dipasang pada setiap lokasi yang sesuai.

Gambar 2. 12 : Banner Dan Poster K3


Sumber : Gunara, 2017

25
2.5. Konsep 5R Dalam Area Kerja
Pengertian 5R atau 5S (seiri, seiso, seiton, seiketsu, shitsuke) dalam bahasa
Jepang ialah suatu cara untuk mengatur atau mengelola tempat kerja menjadi tempat
kerja yang lebih baik secara berkelanjutan. Penerapan 5R bertujuan untuk mencapai
tingkat efisiensi dan produktifitas yang tinggi dalam sebuah perusahaan. Tetapi untuk
mencapai tujuan tersebut, bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Sering kali
kesulitan untuk mencari dokumen atau data karena lupa penempatannya. Terkadang,
dokumen yang ada juga tidak tersusun dengan rapi. Banyak orang berpikir bahwa 5R
itu hanya perlu diterapkan di perusahaan bidang manufacture saja. Padahal, 5R
merupakan budaya yang harus diterapkan dimana pun Anda berada. Penerapannya
cukup mudah, namun untuk menjadikan sebagai habbit atau kebiasaan itulah yang
membutuhkan usaha lebih. Berikut merupakan penjelasan umum penerapan 5R,
antara lain :
1. Ringkasan
Prinsip ringkas adalah memisahkan segala sesuatu yang diperlukan dan
menyingkirkan yang tidak diperlukan dari tempat kerja. Mengetahui benda mana
yang tidak digunakan, mana yang akan disimpan, serta bagaimana cara
menyimpan supaya dapat mudah diakses terbukti sangat berguna bagi sebuah
perusahaan. Langkah -langkah melakukan ringkasan
a. Cek barang yang berada di area masing-masing
b. Tetapkan kategori barang-barang yang digunakan dan yang tidak digunakan
c. Beri label warna merah untuk barang yang tidak digunakan
d. Siapkan tempat untuk menyimpan / membuang /memusnahkan barang-
barang yang tidak digunakan
e. Pindahkan barang-barang yang berlabel merah ke tempat yang telah
ditentukan
2. Rapi
Prinsip rapi adalah menyimpan barang sesuai dengan tempatnya. Kerapian
adalah hal mengenai sebagaimana cepat kita meletakkan barang dan
mendapatkannya kembali pada saat diperlukan dengan mudah. Perusahaan tidak

26
boleh asal-asalan dalam memutuskan dimana benda-benda harus diletakkan
untuk mempercepat waktu untuk memperoleh barang tersebut. Langkah
melakukan rapi :
a. Rancang metode penempatan barang yang diperlukan, sehingga mudah
didapatkan saat dibutuhkan
b. Tempatkan barang-barang yang diperlukan ke tempat yang telah dirancang
dan disediakan
c. Beri label identifikasi untuk mempermudah penggunaan maupun
pengembalian ke tempat semula
3. Resik
Prinsip resik adalah membersihkan tempat/lingkungan kerja, mesin/peralatan dan
barang-barang agar tidak terdapat debu dan kotoran. Kebersihan harus
dilaksanakan dan dibiasakan oleh setiap orang. Langkah melakukan resik :
a. Penyediaan sarana kebersihan,
b. Pembersihan tempat kerja,
c. Peremajaan tempat kerja, dan
d. Pelestarian RESIK.
4. Rawat
Prinsip rawat adalah mempertahankan hasil yang telash dicapai pada 3R
sebelumnya dengan membakukannya (standardisasi). Langkah melakukan
rawat :
a. Tetapkan standar kebersihan, penempatan, penataan
b. Komunikasikan ke setiap karyawan yang sedang bekerja di tempat kerja
5. Rajin
Prinsip rajin adalah terciptanya kebiasaan pribadi karyawan untuk menjaga dan
meningkatkan apa yang sudah dicapai. rajin di tempat kerja berarti
pengembangan kebiasaan positif di tempat kerja. Apa yang sduah baik harus
selalu dalam keadaan prima setiap saat. Prinsip RAJIN di tempat kerja adalah
“Lakukan apa yang harus dilakukan dan jangan melakukan apa yang tidak boleh
dilakukan” Langkah melakukan RAJIN :

27
a. Target Bersama
b. Teladan atasan
c. Hubungan/komunikasi di lingkungan kerja
d. Kesempatan belajar

2.6. Dasar Hukum Yang Mengatur Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, Kesehatan kerja, dan
kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja
serta lingkungan kerja yang tidak konduktif. Konsep ini diharapkan mampu
menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian
terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan
kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat
sekitar tempat kerja. Norma Kesehatan kerja diharapkan menjadi instrument yang
mampu menciptakan dan memelihara derajat Kesehatan kerja setinggi-tingginya. Ada
banyak dasar hukum yang sering menjadi acuan mengenai keselamatan dan
Kesehatan kerja antara lain :
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat (2)
“setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”. Pengertiannya adalah bahwa yang dimaksud dengan pekerjaan
adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi dan memungkinkan tenaga kerja tetap
sehat dan selamat sehingga dapat hidup layak sesuai dengan martabat manusia.
Untuk itu diperlukan situasi kerja yang aman, sehat dan selamat dengan
mengetapkan keselamatan dan Kesehatan kerja.
2. Undang-Undang (UU) No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
Dalam Undang-Undang tersebut terdapat ruang lingkup pelaksanaan, syarat
keselamatan kerja, pengawasan, pembinaan, panitia Pembina K-3, tentang
kecelakaan, kewajiban dan hak tenaga kerja,kewajiban memasuki tempat kerja,
kewajiban pengurus dan ketentuan penutup (ancaman pidana). Inti dari UU ini
adalah, ruang lingkup pelaksanaan K-3 ditentukan oleh 3 unsur :

28
1. Adanya tempat kerja untuk keperluan suatu usaha
2. Adanya tenaga kerja yang bekerja di sana
3. Adanya bahaya kerja di tempat itu
Dalam penjelasan UU No. 1 tahun 1970 pasal 1 tambahan lembaran negara
republic Indonesia nomor 2918, tidak hanya bidang usaha bermotif ekonomi
tetapi usaha yang bermotif socialpun (usaha rekreasi, rumah sakit, dan lain-lain)
yang menggunakan instalasi listrik dan atau mekanik, juga terdapat bahay
(potensi bahaya tersetrum, korsleting dan kebakaran dari listrik dan peralatan
mesin lainnya).
3. Konvensi ILO No 120
Tentang : higene dalam pernigaan dan kantor-kantor. Pasal 12: persediaan yang
cukup dari air minum yang sehat harus ada bagi keperluan pekerja-pekerja
4. UU No 21 tahun 2003 tentang pengesahan ILO convention No. 81 concerning
Labour inspection in industry and commerce
Undang-undang tersebut disahkan pada tanggal 19 juli 1947. Saat ini, telah ada
137 negara (lebih dari 70%) anggota ILO meratifikasi (menyetujui dan
memberikan sanksi formal) ke dalam undang-undang, termasuk Indonesia. Ada 4
alasan Indonesia meratifikasi ILO Convention No.81 ini, salah satunya adalah
point 3 yaitu baik UU No 3 tahun 1951 dan UU No 1 tahun 1970 keduanya
secara eksplisit belum mengatur kemandirian profesi pengawas ketenagakerjaan
serta supervise tingkat pusat (yang diatur dalam pasal 4 dan pasal 6 konvensi
tersebut) sumber dari tambahan lembaran negara RI No. 4309.
5. UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Khususnya paragraph 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan
87. Pasal 86 ayat 1 berbunyi : ”setiap pekerja / buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan Kesehatan kerja.” Aspek
ekonominya adalah pasal 86 ayat 2 :” untuk melindungi keselamatan pekerja/
buruh guna mewujudkan produktivitaskerja.” Sedangkan kewajiban
penerapannya ada dalam pasal 87 : “ setiap perusahaan wajib menerapkan sistem

29
manajemen keselamatan dan Kesehatan kerja yang terintegrasi dengan Sistem
Manajemen Perusahaan.”
6. Peraturan mentri tenaga kerja ri no. per-05/men/1996 tentang sistem manajemen
K3
Dalam permenakertrans yang terdiri dari 10 bab dan 12 pasal ini, berfungsi
sebagai pedoman penerapan sistem manajemen K-3 (SMK3), mirip OHSAS
18001 di amerika atau BS 8800 di inggris
7. Undang-Undang no.14 tahun 1969
Pasal 9 tiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas :
a. Keselamatan
b. Kesehatan
c. Kesusilaan
Pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia
dan moral agama
Pasal 10
Pemerintah membina norma perlindungan tenaga kerja yang meliputi :
a. Norma keselamatan kerja
b. Norma Kesehatan kerja
c. Norma kerja
d. Pemberian ganti kerugian, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan
kerja
8. Undang -Undang (UU) No. 3 tahun 1992
a. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi hubungan dengan hubungan
kerja termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja,demikian pula
kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju
tempat kerja dan pulang kerumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui
b. Jaminan kecelakaan kerja
Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima jaminan
kecelakaan kerja meliputi :
1. Biaya pengangkutan

30
2. Biaya pemeriksaan pengobatan dan perawatan
3. Biaya rehabilitasi
4. Santunan berupa uang meliputi :
a. Santunan sementara tidak mampu bekerja
b. Santunan cacat Sebagian untuk selamanya
c. Santunan cacat total untuk selamanya baik fisik maupun mental
d. Santunan kematian
9. UU kerja 1948 berlaku 1951
Tentang : jam kerja , cuti, kerja bagi anak, Wanita persyaratan tempat kerja.
Pasal 13 ayat 1 : buruh wantita tidak diwajibkan bekerja pada hari pertama dan
kedua waktu haid.
10. UU Kecelakaan kerja 1947 berlaku 1951
Tentang : penggantian kerugian kepada buruh yang mendapat kecelakaan atau
penyakit akibat kerja.
2.7. Asuransi Tenaga Kerja
Menurut peraturan pemerintah republik Indonesia Nomor 33 tahun 1977
Asuransi Sosial Tenaga Kerja, yang selanjutnya disingkat ASTEK, adalah sistim
perlindungan yang dimaksudkan untuk menanggulangi risiko modal yang secara
langsung mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya penghasilan tenaga kerja.
Asuransi tenaga kerja adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi
kepada perusahaan untuk keselamatan kerja, maka karyawan ialah memperoleh
tingkat kesejahteraan yang cukup memadai, dan juga dapat mengembangkan potensi
dirinya dengan aman dan nyaman serta melakukan aktivitasnya secara maksimal
karena merasa dirinya maupun keluarganya terlindungi. Melalui faktor inilah
produktivitas kerja dapat mudah ditingkatkan.
1. Fungsi Asuransi
a. Transfer Resiko

31
Dengan membayar premi yang relative kecil, seseorang atau perusahaan dapat
memindahkan ketidak pastian atas hidup dan harta bendanya (resiko ) ke
perusahaan asuransi
b. Kumpulan Dana
Premi yang diterima kemudian dihimpun oleh perusahaan asuransi sebagai
dana untuk membayar resiko yang terjadi.
2. Jenis-Jenis Asuransi Bagi Tenaga Kerja
Jenis-Jenis Asuransi Bagi Tenaga Kerja Adalah :
a. Asuransi Kerugian
b. Asuransi Jiwa
c. Asuransi Sosial
Ganti rugi untuk kecelakaan tenaga kerja yaitu pada dasarnya dapat disebutkan
asuransi buruh/tenaga kerja, pembayaran asuransi ditanggulangi oleh pihak pemilik
perusahaan. Diantaranya :
a. Pembayaran tunjangan keluarga
b. Pembayaran ganti kerugian masa gangguan
c. Pembayaran ganti kerugian hari libur
d. Pembayaran ganti rugi pengobatan
2.8. Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Permen Ketenagakerjaan Nomor 5 tahun 2018 merupakan standar K3 yang baru.
Permen ini sekaligus mencabut peraturan sebelumnya, yaitu Permen Perburuhan No 7
tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta penerangan di tempat Kerja,
dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no 13 tahun 2011 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Kimia di Tempat Kerja. Peraturan ini
memberikan pedoman baru mengenai nilai ambang batas (NAB) faktor fisika dan
kimia, standar faktor biologi, ergonomi dan psikologi serta persyaratan higiene dan
sanitasi. Standar K3 juga mengatur kualitas udara dalam ruangan untuk mewujudkan
tempat kerja yang aman, sehat, dan nyaman sehingga tercipta produktivitas kerja
yang terus meningkat.

32
Untuk itu, agar potensi kecelakaan kerja menjadi lebih kecil terjadi, terdapat
beberapa pedoman K3 yang dapat menjadi bahan rujukan oleh perusahaan atau
pelaku industri. Dengan mematuhi setiap poin dalam pedoman K3 tersebut, aspek
kesehatan dan keselamatan pekerja akan menjadi lebih terjaga.
1. Memahami Risiko
Pedoman pertama dalam mewujudkan lingkungan kerja yang aman adalah
memahami risiko pekerjaan yang mungkin terjadi. Dengan mengetahui segala
potensi buruk yang dapat terjadi saat melakukan suatu pekerjaan, perusahaan dan
karyawan akan mampu bergerak proaktif dalam mencegah risiko tersebut terjadi.
2. Percaya kepada Pihak-Pihak yang Berkompeten
Pedoman selanjutnya adalah dengan memercayakannya ke pihak yang kompeten
di bidang tersebut. Artinya, agar masalah kesehatan dan keselamatan kerja dapat
ditangani dengan tepat, perusahaan harus memiliki SDM yang ahli dalam
mewujudkan kondisi tempat kerja yang aman. Salah satu caranya adalah dengan
mencari seseorang yang memiliki keterampilan serta lisensi K3 dari lembaga
yang terpercaya.
3. Detail Pekerjaan yang Jelas
Pedoman yang ketiga, yakni tentang penjelasan tanggung jawab pekerjaan yang
jelas dan mendetail. Dalam sebuah lingkungan kerja, pasti terdapat banyak
tenaga kerja dengan keahlian dan tanggung jawabnya masing-masing. Agar K3
dapat dipraktikkan dengan sempurna, perusahaan harus mampu mendeskripsikan
tugas dari setiap individu dengan jelas dan tidak saling tumpang tindih.
Penjelasan mengenai tanggung jawab kerja meliputi siapa, apa, kapan, dan juga
bagaimana cara menyelesaikan pekerjaan tersebut. Jadi, singkatnya, penjelasan
mengenai tugas kerja ini lebih mengacu pada aspek teknisnya di lapangan.
4. Pembinaan Karyawan
K3 juga dapat terwujud jika perusahaan senantiasa melakukan pembinaan pada
karyawannya secara rutin. Poin pedoman ini wajib untuk ditaati oleh perusahaan
agar SDM yang bekerja memiliki pemahaman yang baik, terlebih pada tenaga
kerja yang baru bekerja. Dengan begitu, setiap karyawan yang bertugas

33
memahami segala hal tentang merealisasikan lingkungan kerja yang terhindar
dari risiko yang tidak diinginkan.
5. Memberikan Informasi yang Jelas
Pemberian informasi mengenai kesehatan dan keselamatan kerja adalah poin
pedoman yang kelima. Pedoman ini merupakan kelanjutan dari poin yang
pertama, yakni menginformasikan risiko kecelakaan kerja yang mungkin terjadi
dan bagaimana cara untuk menanggulanginya. Dengan begitu, pekerja akan
menjadi lebih awas saat tengah menyelesaikan sebuah pekerjaan.
6. Menyediakan Fasilitas yang Memadai
Pedoman K3 yang terakhir adalah perusahaan wajib menyediakan fasilitas kerja
yang memadai. Dengan memberikan alat kerja berteknologi tinggi, karyawan
akan lebih mampu menghindari risiko terjadinya kecelakaan kerja.
Pemberian lokasi kerja dengan fungsi yang lengkap, seperti tersedianya kotak
P3K, air minum, toilet, safety kit, serta tempat untuk beristirahat juga turut menjadi
tanggung jawab perusahaan. Penataan sirkulasi udara yang baik serta pencahayaan
yang cukup juga harus disediakan oleh pemberi kerja. Dengan begitu, kesehatan dan
keselamatan pekerja akan terjamin.

34
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada lokasi Proyek Penanganan Longsor Di Area
Spillway Pada Bendungan Napun Gete Kabupaten Sika Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT). Untuk mencapai lokasi penelitian ini dapat ditempuh dengan
menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Jarak tempuh dari kota
maumere ke lokasi penelitian ± 48 km, dengan waktu tempuh 1 jam 5 menit
menggunakan kendaraan roda empat.

3.1.1. Lokasi
Lokasi proyek Penanganan Longsor Di Area Spillway Pada Bendungan
Napun Gete Kabupaten Sika Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

35
Gambar 3. 1 : Lokasi Penelitian
3.1.2. Waktu
Menurut Sugiyono tidak ada cara yang mudah untuk menentukan berapa lama
penelitian dilaksanakan. Tetapi lamanya penelitian akan tergantung pada
keberadaan sumber data dan tujuan penelitian. Selain itu juga akan tergantung
cakupan penelitian, dan bagaimana penelitian mengatur waktu yang digunakan.

Adapun alokasi waktu yang digunakan untuk penelitian ini, dilaksanakan


dalam waktu 5 bulan dengan tahapan tiga bulan pertama observasi, diawali
penyusunan proposal dan seminar proposal; satu bulan melaksanakan tahapan
penelitian yang meliputi penggalian data dan analisis data; satu bulan ketiga tahapan
laporan hasil penelitian dan konsultasi skripsi.

3.2. Data-Data Yang Diperoleh

36
Dalam penyusunan studi ini diperlukan data-data yang mendukung, baik itu data
primer maupun data sekunder. Data-data yang diperlukan untuk menyelesaikan studi
ini sesuai dengan batasan dan rumusan masalah seperti yang tertera pada BAB I
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dalam penelitian pengukuran secara
langsung maupun yang dilihat secara visual. Data tersebut antara lain data yang
didapatkan dengan cara melakukan survey mengenai resiko keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) yang terjadi dilapangan
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait dan studi-
studi awal pada topik yang sama, mengenai data administrasi mengenai
identifikasi resiko keselamatan dan Kesehatan kerja (K3)
3.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penulisan laporan tugas akhir
ini adalah dengan menggunakan beberapa metode atau langkah-langkah sebagai
berikut :

1. Metode Observasi
Metode observasi yaitu pengamatan atau peninjau diadakan secara langsung
tentang situasi atau kondisi dilapangan secara visual. Observasi akan dilakukan
satu kali.
2. Metode Kuisioner
Metode ini dilakukan dengan cara menyebarkan kuisioner kepada partisipan
untuk diisi sebanyak 20 kuisioner. Kuisioner ini merupakan kuisioner tertutup
yang mana jawabannya sudah tersedia dalam pilihan A,B,C.
3. Metode Pustakan
Metode ini dilakukan dengan cara study pustaka atau membaca kembali
literature-literatur maupun bahan-bahan perkuliahan yang ada sebagai bahan
panduan didalam penyusunan laporan tugas akhir.

37
3.4. Analisa Data

Metode analisa data adalah sebagai berikut :


1. Mengidentifikasi perlengkapan alat K3 yang tersedia di proyek konstruksi
2. Identifikasi penerapkan alat kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang ada pada
proyek konstruksi.
3. Mengidentifikasi resiko kecelakaan kerja yang mungkin terjadi saat proyek
tersebut berlangsung

3.5. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Pengumpulan
Data

Data Data
Primer Sekunder

38

Dokumentasi Pengamatan
DAFTAR PUSTAKA

Sholihah, Qomariyatus. (2018). Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Konstruksi.


Malang: UB Press
Husen, Abrar. 2009. Manajemen Proyek. Yogyakarta: Andi.
Husen, Abrar. 2011. Manajemen Proyek. Andi Offset. Yogyakarta.
OHSAS 18001: 2007. Occupational Health and Safety Management System –
Requirements.
SUJOSO, Anita Dewi Prahastuti. Dasar – dasar Keselamatan dan Kesehatan
Kerja/oleh Anita Dewi Prahastuti Sujoso.Jember: Jember University
Press, 2021
Jurnal Juteks Oktober 2016. MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA (K3) PADA PROYEK-PROYEK
KONSTRUKSI DI KOTA
Gunara, Santoso. 2017. Buku Pedoman Pelaksanaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Jakarta.
Http://Nusantaratraisser.Co.Id/Responsiveweb/Blog/2018/11/15/Alat-
Pelindung-Diri-Apd/

39

Anda mungkin juga menyukai