Anda di halaman 1dari 5

Fasilitas transportasi darat

1. Fasilitas parkir

Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat tidak sementara fasilitas
parkir adalah lokasi yang tidak bersifat sementara untuk ,

Studi kasus kecelakaan bus pariwisata di cikidang

Kecelakaan maut yang menewaskan 21 orang akibat bus wisata bernomor polisi B
7025 SAG 21 orang di Cikidang, Kampung Bantar Selang, Kabupaten Sukabumi,
Jawa Barat, menambah daftar panjang buruknya pengelolaan sarana transportasi.
Apalagi, bus tersebut dikabarkan dua kali rusak dalam perjalanan menuju objek wisata
arung jeram.

"Pada prinsipnya, empat faktor yang menimbulkan kecelakaan di jalan raya, yaitu
faktor manusia, kondisi sarana, kondisi prasarana, dan keadaan lingkungan. Untuk
kecelakaan angkutan umum di Indonesia harus dilihat juga faktor manajemen
pengelolaannya," kata pakar transportasi, Djoko Setijowarno, Senin (10/9/2018).

Pengajar Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Semarang itu menambahkan, sejak
terjadi kecelakaan bus wisata beruntun tahun lalu di Kawasan Puncak, belum banyak
perubahan berarti untuk menuntaskan persoalan bus wisata. Armada bus wisata yang
belum di uji KIR masih beroperasi, hingga terjun ke jurang di Jalan Raya Cikidang
Sukabumi, Jawa Barat, pada Sabtu 8 September. Bus masuk jurang sedalam 30 meter
di ruas jalan dengan lebar 8 meter penuh tikungan dan tanjakan curam.

"Keberadaan PO bus wisata di daerah juga masih luput dari pengawasan dan
pembinaan berkala dari Ditjen Perhubungan Darat. Seperti halnya moda transportasi
lain (pesawat udara, kereta, kapal laut) secara berkala dilakukan pemeriksaan dan
pengawasan rutin," sebutnya.

Di daerah hampir di setiap provinsi memiliki Badan Pengelola Transportasi Darat


(BPTD) sebagai kepanjangan wewenang Ditjenhubdat di daerah. Sekarang sudah ada
25 BPTD. BPTD dapat didelegasikan untuk melakukan pemeriksaan secara berkala
terhadap keberadaan PO bus wisata, PO bus umum dan perusahaan angkutan barang.

"Publik jangan mudah tergiur dengan tawaran paket wisata murah oleh event
organizer (EO). Publik harus cermat, bukan murahnya saja yang dipilih, melainkan
kendaraan yang digunakan apakah juga memenuhi syarat keselamatan. Khusus untuk
bus wisata dapat dilihat di website Kementerian Perhubungan," lugas dia.

Menurutnya, EO yang biasanya dipilih sebagai penyelenggara kegiatan oleh pihak


pemberi kegiatan juga dapat dikenakan sanksi. Karena memilih kendaraan umum
yang sudah kadaluarsa uji laik kendaraan (kir) untuk mengangkut penumpang. Selain
itu juga operator yang mengabaikan kewajibannya melakukan kir kendaraannya setiap
enam bulan sekali.

"Pengemudi tidak bisa serta merta disalahkan. Apalagi pengemudi tidak mendapatkan
gaji tetap bulanan. Manajemen perusahaan bus juga harus bertanggungjawab jika
ditemukan pengelolaan yang salah," terangnya.

Dia menyebut, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 27 Tahun 2015 tentang


Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 10 Tahun 2012 tentang
Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan, realisasinya belum
dilakukan pemeriksaan secara rutin terhadap perusahaan angkutan umum yang masih
beroperasi. Inspektur keselamatan baru tahap bimbingan teknis untuk disiapkan
selanjutnya melakukan secara berkala pemeriksaan dan pengawasan perusahaan bus
dan perusahaan angkutan barang.

Pasca-diundangkannya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,


menempatkan Perhubungan bukan sebagai Urusan Pemerintahan Wajib yang
berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Akan tetapi sebagai Urusan Pemerintahan Wajib
yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Hal ini berdampak pada
keberlangsungan organisasi dan besaran alokasi anggaran yang diterima Dinas
Perhubungan.

"Jarang sekali ada pemda yang mau mengalokasikan di atas 3 persen dari APBD-nya
buat kegiatan di Dishub, kecuali Pemprov. DKI Jakarta dan Pemkot Surakarta.
Anggaran yang minim menyebabkan belanja untuk kebutuhan rambu dan marka jalan-
jalan wewenang pemda saja tidak mencukupi. Apalagi harus mendikusikan persoalan
keselamatan. Di daerah, Dishub diidentikkan dengan dinas sumber PAD bukan
sebagai pelayanan publik. Belum lagi bicara kompetensi Kadishub juga masih
menjadi persoalan di daerah. Selama tidak ada perubahan mendasar terhadap UU
Pemda tersebut, rasanya sulit untuk mengurangi angka kecelakaan. Ada korelasi
antara UU Pemda dengan cara menurunkan angka kecelakaan di daerah," bebernya.
Djoko juga menyatakan pada tataran Kemenhub tak jauh berbeda dengan kondisi di
daerah. Anggaran untuk Ditjenhubdat masih minim dibandingkan dengan Ditjen yang
lain. Tahun 2018 Ditjen Perhubungan Darat hanya Rp4,58 triliun, sedangkan Ditjen
Perkeretaapian Rp17,29 triliun, Ditjen Perhubungan Laut Rp11,6 triliun dan Ditjen
Perhubungan Udara Rp9,14 triliun. Padahal urusan Ditjen Perbungan Darat seluruh
Indonesia yang mana mobilisasi orang dan barang banyak dilakukan di darat
ketimbang moda transportasi lain.

"Untuk menurunkan angka kecelakaan dan menaikkan angka keselamatan diperlukan


anggaran yang memadai. Anggaran yang minim tidak bisa berharap banyak untuk
mengurangi angka kecelakaan di Indonesia. Tidak sekadar kampanye keselamatan,
akan tetapi perlu pengawasan rutin terhadap operator angkutan umum, penyiapan
inspektur keselamatan, pendidikan berlalu lintas sejak dini. Menambah anggaran
Ditjen. Perhubungan Darat khususnya keselamatan mutlak dilakukan," tegasnya.

Untuk mengurangi kecelakaan, kata dia, Kemenhub harus bekerjasama dengan


kementerian dan lembaga lain. Kerjasama untuk menuntaskan agar kecelakaan serupa
tidak berulang. Minimal ada kerjasama antara Kementerian Perhubungan,
Kementerian Pariwisata, Kementerian Dalam Negeri dan Kepolisian RI. Data base bus
wisata yang sudah dibangun Ditjenhubdat harus disosialisasikan segera ke seluruh
stakeholder.

Dia mencontohkan, Malaysia memiliki MIROS (Malaysian Institute of Road Safety


Research), yaitu institusi setingkat eselon 1 di bawah Kementerian Transportasi punya
wewenang cukup besar dalam hal memberikan rekomendasi yang menyangkut
keselamatan lalu lintas. Instansi di luar Kementerian Transportasi wajib melaksanakan
rekomendasi dari MIROS. Tidak seperti halnya rekomendasi yang dihasilkan KNKT
tergantung dari pimpinan masing-masing instansi yang diberi rekomendasi.

"Mau dilaksanakan baik, tidak dilaksanakan tidak ada sanksi. Akibatnya, angka
kecelakaan lalu lintas tidak pernah turun dan yang konyol lagi terjadi di lokasi yang
sama berulang-ulang. Aktivitas pariwisata di Indonesia sedang meningkat, harus pula
diiringi penyediaan fasilitas transportasi wisata yang berkeselamatan. Penanganan bus
wisata harus tuntas supaya tidak terulang kejadian kecelakaan lalu lintas,"
pungkasnya.
Polri menyatakan jalur tikungan yang menjadi lokasi kecelakaan bus
pariwisata yang mengangkut karyawan dealer motor Honda, Catur Putra Grup
Bogor, di Cikidang, Sukabumi, bukanlah jalur yang direkomendasikan untuk
dilewati bus. Pengemudi diduga melewati jalur tersebut, agar lebih cepat sampai
di lokasi tujuan.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan, jalur-jalur di
daerah Jawa Barat sudah disesuaikan kelayakannya oleh para ahli. Namun
jika bus yang memang tidak memiliki kelayakan jalan, jalur tersebut menjadi
membahayakan.

“Jalur jalan sudah dibuat sedemikian rupa oleh ahli, tentu dengan pertimbangan
dan kesiapan untuk dilalui, tapi ada jalan-jalan tertentu yang apabila dilalui
kendaraan yang kurang layak, maka membahayakan. Seperti tanjakan Emen,
kendaraan harus fit dan rem bagus,” ujar Setyo, Senin (10/9).

Seperti diketahui, bus yang mengalami kecelakaan pada Sabtu (8/9), terbukti tidak


melakukan uji KIR sejak tahun 2016. Selain itu, pengemudi juga diduga tidak
menguasai medan jalan, sehingga terjadi kecelakaan yang menyebabkan 21
orang meninggal dunia.

Setyo mengatakan, bus yang terbukti tidak memenuhi syarat jalan itu dapat
membuat pemilik bus dijerat pidana. Hal itu dikarenakan pemberian izin jalan
terhadap bus yang sebenarnya tidak memungkinkan untuk digunakan.
“Kakorlantas yang baru, Irjen Redi, sudah ke TKP dan meneliti juga. Dia
sampaikan ke saya bahwa pengusaha dan pemilik kendaraan bisa ditindak,
karena kendaraan itu sudah beberapa tahun tidak diperiksa kelayakan jalannya.
Makanya perlu dipertanyakan kondisi kendaraannya,” ucap Setyo.

Menurut dia, Polri selama ini telah melakukan koordinasi dengan Dinas
Perhubungan Darat dan instansi terkait, untuk mewajibkan setiap alat
transportasi darat melakukan pengecekan sebelum jalan. Namun, ia juga tidak
memungkiri masih banyaknya oknum-oknum yang memanfaatkan kelengahan
petugas.

Anda mungkin juga menyukai