METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang
bertujuan untuk mendeskripsikan data serta permasalahan secara lengkap, faktual
dan sistematis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif kualitatif.
Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah yaitu untuk menghitung tingkat
aksesibilitas dan tingkat pengembangan wilayah, kemudian akan dilihat hubungan
antara dua variabel penelitian ini. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan
kualitatif, pendekatan kualitatif dalam penelitian ini digunakan dalam penentuan
arahan strategi dengan menilai kualitas lokasi dengan menggunakan metode
analisis SWOT.
Lokasi penelitian berfokus pada wilayah kelurahan yang dilalui oleh jalan
penghubung area pusat kota pada Kawasan Karebosi menuju area pinggiran kota
pada Kawasan Tanjung Bunga. Jalan tersebut melewat 4 kecamatan dengan 16
kelurahan sebagai berikut :
Tabel 3.1 Daftar Kecamatan dan Kelurahan yang Masuk dalam Lokasi Penelitian
37
Gambar 3.1. Peta Kelurahan Lokasi Penelitian
Sumber: Digitasi 2018
38
Penelitian ini dilaksanakan selama mata kuliah LBE Urban Design and
Planning yaitu pada bulan Agustus hingga bulan Desember 2017, lalu dilanjutkan
di Studio Akhir dari bulan Desember 2018 hingga Februari 2019. Adapun
kegiatan yang dilakukan yaitu berupa studi literatur, survei awal lokasi,
pengumpulan data sekunder, pengolahan data, analisis, kesimpulan dan saran, dan
penyusunan laporan penelitian..
39
memanfaatkan data citra yang diunduh dari GoogleMaps tahun perekaman 2009.
Populasi dan sampel penelitian ini dijelaskan pada uraian berikut:
40
suburban Kawasan Tanjung Bunga beberapa kegiatan pengumpulan data
yaitu:
1. Observasi
Observasi merupakan salah satu metode pengumpulan data secara
langsung untuk mendapatkan gambaran dan penjelasan secara terperinci
tentang kondisi wilayah lokasi penelitian. Metode ini dilakukan untuk
mengamati dan menganalisis langsung kualitas aksesibilitas dengan
berfokus pada kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.
2. Kuesioner
Angket kuisioner diberikan kepada pihak-pihak ahli yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang lebih mengenai kawasan penelitiaan
serta hasil dari pengumpulan data kuisioner diperlukan untuk melihat
arahan pengembangan yang seignifikan yang ada dilokasi penelitiaan yang
dapat dikembangkan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi diperlukan sebagai pembuktian terhadapt kondisi eksisting
yang sedang diamati. Dokumentasi juga berfungsi untuk mendukung dan
memperkuat analisis yang akan dilakukan setelahnya.
2. Studi Literatur
41
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisa data dalam penelitian ini meliputi, perhitungan indeks alfa
(α), perhitungan Location Quotient (LQ), serta perhitungan korelasi antara indeks
alpha (α) dengan Location.
Keterangan:
Interpretasi dari Indeks Alfa adalah jika nilai Indeks Alfa mendekati 1
maka nilai semakin tinggi atau tingkat aksesibilitasnya tinggi.
42
pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relative atau derajat spesialisasi kegiatan
ekonomi melalui pendekatan perbandingan. Teknik analisis Location Quotient
(LQ) merupakan cara permulaan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah
dalam sektor kegiatan tertentu.
43
LQ > 1, menyatakan bahwa Kabupaten/Kota yang bersangkutan telah
memiliki fasilitas yang lebih memadai sehingga kabupaten tersebut memiliki
tingkat pengembangan kota yang tinggi.
r = Koefisien korelasi
x = Aksesibilitas wilayah
y = Pengembangan Kabupaten/Kota
N = Jumlah Kabupaten/Kota
Nilai r berkisar antara -1 sampai 1
(Sumber : Pambudu Tika, 2005:79)
44
wilayah lainnya. Dengan mengkorelasikan 2 variabel yaitu variabel x dan y. Maka
dapat diketahui hubungan antara dua variabel baik sempurna maupun tidak ada
hubungan sama sekali.Location Quotient (LQ).
45
2). Pengisian Persepsi Responden
Pada metode AHP yang menjadi sumber data adalah responden yang
dipilih berdasarkan karakteristik tertentu. Pemilihan para ahli harus yang
memiliki kompetensi atau memahami kondisi di lokasi penelitiaan. Model
kuisioner AHP ini membandingkan antara satu elemen dengan lainnya
(perbandingan berpasangan) menggunakan skala 1 sampai 9. Penggunaan
skala ini didasarkan dari penelitian yang dilakukan oleh Saaty (1980)
bahwa jumlah maksimal pilihan saat seseorang melakukan penilaian untuk
mencapai konsistensi data adalah sampai 9 butir.
3). Pengolahan data menggunakan program Expert choice
Pada pengolahan data metode AHP, peneliti menggunakan program
Expert Choice. Software expert chioice adalah program dengan fungsi
untuk menggabungkan hasil perbandingan dengan jumlah lebih dari satu
partisipan yaitu dengan menggabungkan fitur average untuk merata-rata
hasil penilaian berpasangan individu menjadi sebuah nilai. Metode yang
digunakan untuk mendapatkan nilai rata-rata tersebut yaitu dengan metode
perhitungan rata-rata geometrik. Expert choice sangat baik digunakan
untuk menganalisa permasalahan dalam pengambilan keputusan dengan
kriteria yang banyak dan hierarki yang besar atu hierarki yang memiliki
banyak level, karena tidak perlu untuk menghitung bobot secara manual,
sehingga tingkat kesalahan dalam perhitungan bobotnya sangat kecil,
namun tergantung ketelitian inputan dan preferensi responden. Hierarki
yang digunakan oleh peneliti adalah bentuk hierarki setengah dengan
tujuan untuk menghitung bobot parameter dalam arahan pengembangan
aksesibilitas untuk menunjang pengembangan wilayah pada lokasi
penelitian.
46
penelitian adalah bobot parameter dari arahan pengembangan aksesibilitas
untuk menunjang pengembangan wilayah pada lokasi penelitian
2). Pembuatan Kriteria
Pembuatan kriteria pada program ini menggunakan tools Insert Child of
Current Node. Kriteria merupakan hal-hal yang menjadi kriteria dari goal.
3). Penginputan matriks pairwise comparison
Sebagaimana prosedur yang dilakukan pada perhitungan manual, tahap
pembobotan pertama dilakukan pada hierarki II (chriteria) terhadap
hierarki I (goals). Artinya kita ingin memberikan bobot terhadap masing-
masing kriteria untuk mengetahui kriteria mana yang paling diunggulkan.
Arahan pada goal node untuk melakukan pembobotan pada kriteria dan
alternatif. Pertama, melakukan pembobotan pada setiap kriteria.
Selanjutnya, pembobotan dilakukan pada setiap alternatif dengan
membandingkannya pada setiap kriteria secara berpasangan. Fungsi yang
digunakan untuk melakukan langkah tersebut adalah Pairwise Verbal
Comparisons untuk setiap kriteria. Pada tahap ini dilakukan penginputan
dari hasil kuisioner para responden. Kuisioner mengadopsi bentuk
perbandingan berpasangan expert choice dengan prinsip penilaian yang
sama. Setelah seluruh kolom pada matriks pairwise comparison terisi,
maka secara otomatis expert choice memperlihatkan nilai inconsistence
dari hasil penilaian.
4). Identifikasi nilai inkonsistensi
Pada pengisian judgement tahap sebelumnya terdapat kemungkinan
terjadinya penyimpangan dalam membandingkan kriteria satu dengan
lainnya, sehingga diperlukan uji konsistensi. Dalam AHP, penyimpangan
toleransi ditoleransi dengan rasion inkonsistensi diabawah 10% (0,10).
Langkah ini dilakukan dengan mengalikan setiap indeks konsistensi
dengan prioritas-prioritas kriteria yang bersangkutan dan menjumlahkan
hasilnya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan
indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing-masing
matriks. Untuk mendapatkan hasil yang baik hasil inkoonsistensi harus
bernilai kurang dari atau sama dengan 10 % (≤ 0,10) maka mutu informasi
harus ditnjau kembali dan diperbaiki antara lain dengan memperbaiki cara
47
penggunaan pertanyaan ketika melakukan pengisian ulang kuisioner dan
dengan mengarahkan responden yang mengisi kuisioner.
b. Analisis SWOT
48
: 22-24). Jumlah bobot pada masing-masing lingkungan internal dan
eksternal harus berjumlah = 1 (satu), sedangkan nilai bobot menurut
Freddy Rangkuti (2001 : 22-24) berdasarkan ketentuan sebagai berikut :
“Skala 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting)” Besarnya
rata-rata nilai bobot bergantung pada jumlah faktor-faktor strategisnya (5-
10 faktor strategis) yang dipakai.
2). Penilaian (rating)
Nilai rating berdasarkan besarnya pengaruh faktor strategis terhadap
kondisi dirinya (Freddy Rangkuti, 2001 : 22-24) dengan kententuan
sebagai berikut :
“Skala mulai dari 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (lemah)”
Sangat Kuat Kuat Rata-rata Lemah
4 3 2 1
49
internal, model yang dapat digunakan dalam tahap ini terdiri atas 3
model matriks (Kotler 1997), yaitu:
1). Matrik Faktor Strategi Internal/ Internal Factors Analysis Summary
(IFAS). Sebelum membuat matrik faktor strategi internal, kita perlu
mengetahui terlebih dahulu cara-cara penentuan dalam membuat tabel
IFAS
a). Susunlah dalam kolom 1 faktor-faktor internal (kekuatan dan
kelemahan).
b). Beri rating masing-masing faktor dalam kolom 2 sesuai besar
kecilnya pengaruh yang ada pada faktor strategi internal, mulai dari
nilai 4 (sangat baik), nilai 3 (baik), nilai 2 (cukup baik) dan nilai 1
(tidak baik) terhadap kekuatan dan nilai “rating” terhadap kelemahan
bernilai negatifnya.
c). Beri bobot untuk setiap faktor dari 0 sampai 100 pada kolom bobot
(kolom 3). Bobot ditentukan secara subyektif, berdasarkan pengaruh
faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan.
d). Kalikan rating pada kolom 2 dengan bobot pada kolom 3, untuk
memperoleh scoring dalam kolom 4.
e). Jumlahkan scoring (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor
pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total
menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap
faktor-faktor strategi internalnya.
Hasil identifikasi faktor kunci internal yang merupakan kekuatan dan
kelemahan, pembobotan dan rating dipindahkan ke tabel Internal Factors
Analysis Summary (IFAS) untuk dijumlahkan dan kemudian diperbandingkan
antara total skor kekuatan dan kelemahan.
2). Matrik Faktor Strategi Eksternal/External Factors Analysis Summary
(EFAS) Sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, kita perlu
mengetahui terlebih dahulu cara-cara penentuan dalam membuat tabel
EFAS.
a). Susunlah dalam kolom 1 faktor-faktor eksternalnya (peluang dan
ancaman).
50
b). Beri rating dalam masing-masing faktor dalam kolom 2 sesuai besar
kecilnya pengaruh yang ada pada faktor strategi eksternal, mulai dari
nilai 4 (sangat baik), nilai 3 (baik), nilai 2 (cukup baik) dan nilai 1
(tidak baik) terhadap peluang dan nilai “rating” terhadap ancaman
bernilai negatif.
c). Beri bobot untuk setiap faktor dari 0 sampai 100 pada kolom bobot
(kolom 3). Bobot ditentukan secara subjektif, berdasarkan pengaruh
faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan.
d). Kalikan rating pada kolom 2 dengan pada kolom 3, untuk
memperoleh skoring dalam kolom 4.
e). Jumlahkan skoring (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor
pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini
menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap
faktor-faktor strategi eksternalnya.
3). Matrik posisi hasil analisis pada tabel matrik faktor strategi internal dan
faktor eksternal dipetakan pada matrik posisi dengan cara sebagai
berikut:
a). Sumbu horizontal (x) menunjukkan kekuatan dan kelemahan,
sedangkan sumbu vertikal (y) menunjukkan peluang dan ancaman.
b). Posisi ditentukan dengan hasil sebagai berikut:
Jika peluang lebih besar daripada ancaman maka nilai y > 0 dan
sebaliknya kalau ancaman lebih besar daripada peluang maka
nilainya y < 0.
Jika kekuatan lebih besar daripada kelemahan maka nilai x > 0
dan sebaliknya kalau kelemahan lebih besar daripada kekuatan
maka nilainya x < 0.
51
Tabel 3.3 Matriks Analisis SWOT
52
5. Pinggiran Kota adalah wilayah yang berada di daerah paling ujung suatu
kota yang mengalami pergeseran fungsi-fungsi kekotaan ke daerah
pinggiran kota atau perbatasan karena sebab-sebab tertentu.
6. Jaringan Jalan yaitu jumlah jalan yang dihitung dari setiap simpul serta
ruas pada satu jalan disetiap kelurahan pada lokasi penelitian.
7. Simpul yaitu titik temu lebih dari dua ruas jalan sebagai lokasi
perpindahan moda yang mungkin terjadi.
8. Subwilayah (Subgraf) adalah hirarki setelah wilayah yang ditentukan
berdasarkan skala wilayah yang digunakan. Dalam penelitian ini wilayah
lokasi penelitian yaitu kelurahan yang dilalui oleh jalan penghubung pusat
dengan pinggiran kota sehingga subwilayah dalam penelitian ini adalah
rukun warga (RW) pada setiap kelurahan tersebut.
9. Fasilitas Umum yaitu fasilitas yang diadakan oleh pemerintah atau pihak
swasta yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum dalam lingkungan
pemukiman yang diadakan untuk kepentingan umum.
10.Fasilitas Pendidikan yaitu sarana yang digunakan untuk menunjang
kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pendidikan taman kanak-kanak
(TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah
Menengah Atas (SMA) dan Perguruan Tinggi.
11. Fasilitas Kesehatan yaitu suatu alat dan / atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan berupa Rumah Sakit
Umum (RSU), rumah bersalin, poliklinik, serta apotek.
12. Fasilitas Peribadatan yaitu tempat untuk menjalankan ibadah umat
beragama secara berjamaah untuk memenuhi kebutuhan rohani berupa
masjid, gereja dan vihara.
13. Fasilitas Perdagangan yaitu sarana yang digunakan dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi masyarakat umum serta wadah dalam meningkatkan
perekonomian suatu wilayah berupa pasar, mall, toko, rumah makan,
café/warkop, warung, hotel dan wisma.
14. Permukiman yaitu jumlah rumah yang bermukim pada suatu wilayah
yang dibedakan menjadi rumah laintai 1, rumah lantai dua, rumah lantai 3,
dan rumah lantai 4.
53
15. Indeks Alfa digunakan untuk mengetahui konektivitas suatu graf (jaringan
jalan) terhadap suatu daerah dengan daerah lainnya.
16. Location Quantient merupakan salah satu pendekatan yang umum
digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk
memahami sektor unggulan yang menjadi pemacu pertumbuhan
digunakan dalam menghitung tingkat pengembangan wilayah.
17. Analytical Hyrarchy Process (AHP) pada penelitian ini yaitu suatu
metode analisis yang digunakan untuk menetukan prioritas kepentingan
dari hasil analisis SWOT dan juga digunakan dalam pembobotan pada
masing-masing hasil SWOT tersebut agar nilai dari pembobotan tersebut
lebih terpercaya dengan menggunakan responden yang ahli.
18. SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threath) pada penelitian ini
yaitu suatu metode analisis yang digunakan untuk menjawab rumusan
masalah yang kedua yaitu untuk mengetahui arahan pengembangan
aksesibilitas dalam menunjang pengembangan wilayah pada lokasi
penelitian.
54
Tabel 3.4. Variabel Penelitian
Teknik
Tujuan Variabel Indikator Pengumpulan Analisis Output
Data
Tingkat Aksesibilitas
Jumlah jaringan jalan di
Wilyah kecamatan
setiap kelurahan Analisis yang dilalui oleh jalan
deskriptif penghubung area
Jumlah simpul atau titik Interpretasi
Aksesibilitas kuantitatif pusat kota dan
temu dan digitasi
Jalan pinggiran kota
Jumlah subgraf / wilayah peta
1. Mengidentifikasi tingkat Makassar dan Tingkat
(dalam hal ini jumlah
akasesibilitas wilayah dan Pengembangan
rukun warga pada setiap Analisis Index
perkembangan wilayah wilayah berdasarkan
kelurahan) Alpha
pada jalan penghubung fasilitas umum yang
1. Luas Kawasan Fasilitas berada di setiap
pusat kota dengan Pendidikan kelurahan yang dilalui
pinggiran Kota Makassar 2. Luas Kawasan Fasilitas oleh jalan penghubung
Peribadatan pusat kota dan
Tingkat Analisis
3. Luas Kawasan Fasilitas Studi Instansi, pinggiran selatan Kota
Pengembanga Location
Kesehatan Digitasi Peta Makassar
n Wilayah Quotient (LQ)
4. Luas Kawasan Fasilitas
Perdagangan
5. Luas Kawasan
Permukiman
55
Teknik
Tujuan Variabel Indikator Pengumpulan Analisis Output
Data
2. Menginvestigasi
hubungan antara tingkat Ada atau tidaknya
aksesibilitas terhadap Tingkat hubungan antara
Nilai Indeks Alfa Menurut
pengembangan wilayah Aksesibilitas Mengacu pada tingkat aksesibilitas
Kelurahan
kecamatan yang dilalui Wilayah hasil olahan terhadap
oleh jalan dan analisis Analisis pengembangan
penghubung pusat kota pada rumusan Korelasi wilayah kecamatan
dengan pinggiran Kota masalah yang dilalui oleh jalan
Makassar. Tingkat sebelumnya. penghubung pusat
Nilai LQ Menurut
Pengembanga kota dengan pinggiran
Kelurahan
n Wilayah Kota Makassar.
3. Merumuskan arahan
Strenght
pengembangan
(Kekuatan) Arahan strategi
aksesibilitas dalam
pengembangan
menunjang
Weakness aksesibilitas dalam
perkembangan wilayah Wawancara
(Kelemahan) Analisis AHP menunjang
pada jalan penghubung Hasil Pembobotan IFAS dan dan dan Analisis pengembangan
pusat dengan pinggiran EFAS
Opportunities Kuesioner SWOT wilayah pada jalan
Kota Makassar. AHP
(Peluang) penghubung pusat
dengan pinggiran
Threat Kota Makassar
(Ancaman)
Sumber : Penulis, 2019
56
Latar Belakang
Berdasarkan RTRW Kota Makassar tahun 2015-2034, Kota Makassar membutuhkan rencana jaringan jalan yang
dapat mengakses semua pusat pelayanan yang berada di Kota Makassar. Jalan penghubung area pinggrian kota
kawasan tanjung bunga dengan pusat kota kawasan karebosi merupakan salah satu akses menuju pusat pelayanan
dengan fungsi penting karena sebagai akses utama yang menghubungkan Kabupaten Takalar yang juga digunakan
dalam distirbusi barang dan jasa yang mencakup skala kota dan wilayah sekitar Kota Makassar. Sehingga
dibutuhkan aksesibilitas yang tinggi juga untuk memicu pengembangan wilayah dan perekonomiannya pada
wilayah yang dilalui oleh jalan tersebut.
Nugroho dan Dahuri, 2004) penghubung pusat kota dengan pinggiran Kota Makassar ? - Undang-Undang Nomor 24
- Aspek Aksesibilitas Wilyah 3.Bagaimana hubungan tingkat aksesibilitas terhadap pengembangan Tahun 1992 tentang Penataan
(Bintarto, 1982) wilayah yang dilalui oleh jalan penghubung pusat kota dengan Ruang.
- Hubungan tingkat aksesibilitas pinggiran Kota Makassar ? - Undang-undang nomor 38 tahun
terhadap pengembangan wilayah 2004 tentang jalan
(Sumadi, 2017) - MKJI, 1997
- Metode analisis location quotient
(LQ) (Warpani (1984:70)
Tujuan 2
Merumuskan arahan pengembangan aksesibilitas dalam menunjang perkembangan Analisis AHP Analisis SWOT
wilayah pada jalan penghubung pusat dengan pinggiran Kota Makassar