Anda di halaman 1dari 4

BIOPSIKOLOGI

Nama: Fadhilah Utami


NIM: G1C122078
Kelas: R-002
Dosen Pengampu:
1. Siti Raudhoh, S.Psi., M.Psi
2. Nurul Hafizah, S.Psi., Psikolog

JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
Konduksi Neural dan Transmisi Sinaptik
A. Resting Potential
Resting Potential (membrane istirahat) adalah potensial membrane ketika neuron sedang
tidak menghantarkan sinyal. Ada banyak jenis ion dalam neuron, namun kali ini kita hanya
membahas ion sodium (Na+) dan ion potassium (K+). Ion sodium bisa disebut juga dengan
Natrium dan ion potassium yaitu adalah Kalium. Pada neuron istirahat, terdapat lebih banyak
ion Na+ di luar sel daripada di dalam dan lebih banyak ion K+ yang tidak merata ini
dipertahankan meskipun ada pori-pori khusus yang disebut ion channels dalam membrane
saraf tempat ion dapat lewat. Setiap jenis ion channels dikhususkan untuk melewati ion
tertentu. Ada tekanan substansial pada ion-ion Na+ untuk memasukkan neuron istirahat. Ada
dua tekanan, yaitu : Tekanan elektrostatik dari resting membrane potential dan tekanan dari
Gerakan random/acak untuk ion Na+ menurunkan gradient konsentrasinya ke konsentrasi
yang lebih rendah.

B. Potensi Postsinaptik
Krtika neuron menyala, neuron melepaskan dari tombol terminal bahan kimia yang disebut
neurotransmitter, yang berdifusi melintasi celah sinaptik dan berinteraksi dengan molekul
reseptor khusus pada membrane reseptif neuron berikutnya di sirkuit.
Ketika molekul Neurotransmiter mengikat reseptor postsinaptik, maka memiliki
kemungkinan mendepolarisasi membrane reseptif atau mungkin hiperpolarisasi. Depolarisasi
postsinaptik disebut juga excitatory potensi postsinaptik (EPSPs) karena meningkatkan
kemungkinan bahwa neuron akan menyala. Sedangkan, Hiperpolarisasi postsinaptik atau
potensial postsinaptik Inhibitor (IPSPs) karena mengurangi kemungkinan neuron akan
menyala.
EPSPs dan IPSPs yang dibuat oleh neurotransmitter di situs reseptif tertentu pada membrane
neuron dilakukan secara instan dan dan secara bertahap ke segmen awal akson. Bila saat
jumlah depolaridasi dan hiperpolarisasi yang mencapai bagian awal akson setiap saat cukup
untuk mendepolarisasi membrane ketingkat yang disebut sebagai Ambang Ekstasi biasanya
sekitar 65mV maka akan timbul sebuah Potensial Aksi. Potensial aksi bukanlah respons
bertingkat, namun respons semua atau tidak sama sekali; yaitu terjadi sepenuhnya atau tidak
terjadi sama sekali.

C. Potensial Aksi
Ada 3 fase potensial aksi :
1. Rising Phase
Ketika potensial membrane akson didepolarisasi ke ambang eksitesi oleh EPSP. Ion
Na+ masuk tiba-tiba mendorong potensi membrane dari sekitar -70 menjadi sekitar
+50mV.
2. Pembukaan saluran kalium yang diaktifkan
Pada titik ini, ion K+ di dekat membrane didorong keluar sel melalui saluran ini.
Potensial Aksi mendekati puncaknya.
3. Repolarization
Ketika saluran natrium sudah menutup hingga ion K+ terlalu banyak ion K+ mengalir
keluar dari neuron dan dibiarkan lalu menjadi Hyperpolarization.

D. Struktur Sinapsis
Sinapsis adalah koordinasi dalam tubuh yang bertujuan mentrasfer fungsi organ saraf pada
tubuh. Sehingga dapat mendendalikan keseimbangan pada tubuh. Fungsi ini dicapai oleh
neuron sebagai penghubung sinyal listrik untuk komunikasi atau berinteraksi.
Sinapis mendekati parasinapsis lalu melepaskan isinya berupa neuro transmitter atau zat
kimia, melalui celah sinaps mendekati postsinaps. Lalu diuraikan oleh kolinastrase atau
bongkol sinaps dalam bentuk zat cairan senyawa.
Struktur sinaps antara lain :
1. Reseptor pada sel target yang berkaitan dengan neurotransmitter
2. Terminal akson neuron dan ruang antara dua sel (celah sinaps)

Bagaimana cara sistem saraf pusat dan saraf tepi bekerja?


A. Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang. Sistem saraf pusat ini
berfungsi sebagai pusat pengendali utama pada tubuh sehingga dapat mengontrol pergerakan
tubuh. Hal ini dikarenakan sistem saraf pusat mampu mengolah informasi atau rangsangan
yang diterima dari indra-indra tubuh. Informasi dan ransangan tubuh tersebut disebarkan ke
seluruh tubuh sehingga tubuh bisa merespon gerakan apa yang harus dilakukan ketika
menerima informasi tersebut.

B. Sistem Saraf Tepi


Sistem saraf tepi tersusun dari semua saraf yang bercabang dari otak dan sumsum tulang
belakang ke seluruh bagian tubuh manusia. Fungsi sistem saraf tepi ini memungkinkan sistem
saraf pusat berkomunikasi dengan bagian-bagian tubuh. Saraf tepi tersusun atas saraf-saraf
berikut:
a. Sistem Saraf Sensorik
Saraf Sensorik adalah saraf yang menerima rangsangan dari lingkungan sekitar, yang
bertugas untuk meneruskan informasi rangsangan yang didapatkan kepada otak.
Informasi atau rangsangan tersebut berupa visual, rasa, atau aroma.

b. Saraf Motorik
Saraf motorik adalah saraf yang menerima perintah dari otak dan sumsum tulang
belakang, serta mengantarkan perintah tersebut ke organ tubuh manusia lainnya.
Saraf motorik terbagi menjadi dua yaitu:

1. Saraf Somatik
Saraf somatik bekerja secara sadar, sehingga bisa memerintah otot-otot tersebut untuk
berkontraksi dan bergerak sesuai keinginan.

2. Saraf Otonom
Saraf otonom bekerja secara tidak sadar. Saraf inilah yang mengontrol organ agar
tetap bekerja meski dalam keadaan tidur.

Saya akan menganalogikan cara kerja sistem saraf pusat dan saraf tepi dalam aktivitas
sehari-hari yaitu saat kita sedang makan, salah satunya yaitu saat kita sedang makan bakso.
Sistem saraf pusat berfungsi mengontrol tubuh dan mampu mengolah informasi atau
rangsangan yang diperoleh dari indra-indra tubuh. Saya ambil contoh yaitu saat saya ingin
menyantap semangkuk bakso, otak akan menerima informasi dalam bentuk visual dari mata
bahwa ada semangkuk bakso di depan saya. Lalu saat hendak makan, tangan melakukan
gerakan refleks menjauh karena menyentuh mangkuk bakso yang panas.
Di sistem saraf tepi, saraf tersebut tidak bekerja sendirian. Ada saraf sensorik, saraf
motorik, saraf somatik dan saraf otonom. Saraf sensorik bekerja ketika hidung mencium
aroma bakso yang sedap dan lidah mengecap rasa kuah kaldu yang enak. Otak menerima
sinyal dari saraf sensorik lalu menyampaikannya ke saraf motorik bahwa saya ingin
menyantap bakso tersebut. Saraf somatik kemudian menerima respon dari saraf motorik dan
menggerakkan tangan saya untuk menyendokkan bakso ke mulut dan mengunyahnya.
Terakhir, saraf otonom bekerja untuk mencerna makanan tersebut di dalam perut dengan
bantuan organ-organ tubuh.

Anda mungkin juga menyukai