Anda di halaman 1dari 6

f.

Diagnosis

Langkah pertama dalam pengelolaan Penyakit Jantung Koroner ialah


penetapan diagnosis pasti. Diagnosis yang tepat amat penting, jika diagnosis Penyakit
Jantung Koroner telah dibuat terkandung pengertian bahwa penderitanya mempunyai
kemungkinan akan dapat mengalami infark jantung atau kematian mendadak. Dokter
harus memilih pemeriksaan yang perlu dilakukan terhadap penderita untuk mencapai
ketepatan diagnostik yang maksimal dengan resiko dan biaya yang seminimal
mungkin. Berikut ini cara-cara diagnostik:

1. Anamnesis

Anamnesis berguna mengetahui riwayat masa lampau seperti riwayat merokok,


usia, infark miokard sebelumnya dan beratnya angina untuk kepentingan diagnosis
pengobatan (Anonim, 2009)

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat digunakan sebagai acuan pada PJK adalah denyut
jantung, tekanan darah, suhu tubuh dan kecepatan respirasi. (Majid, 2007)

3. Laboratorium

Pada pasien angina stabil sebaiknya dilakukan pemeriksaan profil lipid seperti
LDL, HDL, kolesterol total, dan trigliserida untuk menentukan faktor resiko dan
perencanaan terapi. Selain pemeriksaan diatas dilakukan pula memeriksaan darah
lengkap dan serum kreatinin. Pengukuran penanda enzim jantung seperti troponin
sebaiknya dilakukan bila evaluasi mengarah pada sindrom koroner akut . (Anonim,
2009)
4. Foto sinar X dada

X-ray dada sebaiknya diperiksa pada pasien dengan dugaan gagal jantung, penyakit
katup jantung atau gangguan paru. Adanya kardiomegali, dan kongesti paru dapat
digunakan prognosis. (Anonim, 2009)

5. Pemeriksaan jantung non-invasif

Pada Pemeriksaan jantung non-invasif dilakukan dengan :

a. EKG merupakan pemeriksaan awal yang penting untuk mendiagnosis PJK.

b. Teknik non-invasi penentuan klasifikasi koroner dan teknik imaging (computed


tomografi (CT) dan magnetic resonance arteriography. Sinar elektron CT telah
tervalidasi sebagai alat yang mampu mendeteksi kadar kalsium coroner. (Anonim,
2009)

6. Pemeriksaan invasif menentukan anatomi coroner

Arteriografi koroner adalah Pemeriksaan invasif dilakukan bila tes non invasif
tidak jelas atau tidak dapat dilakukan. Namun arteriografi koroner tetap menjadi
pemeriksaan fundamental pada pasien angina stabil. Arteriografi koroner
memberikkan gambaran anatomis yang dapat dipercaya untuk identifikasi ada
tidaknya stenosis koroner, penentuan terapi dan prognosis. (Anonim, 2009)

7. Penatalaksanaan Terapi

Terapi didasarkan pada pengetahuan tentang mekanisme, manifestasi klinis,


perjalanan alamiah dan patologis baik dari sisi selular, anatomis dan fisiologis dari
kasus PJK. Pada prinsipnya terapi ditujukan untuk mengatasi nyeri angina dengan
cepat, intensif dan mencegah berlanjutnya iskemia serta terjadinya infark miokard
akut atau kematian mendadak. (Anonim, 2009)

Biasanya sebalum langkah diatas diterapkan, diagnosis pada penyakit jantung


koroner adalah Sebagai langkah awal diagnosis, dokter akan menanyakan gejala yang
dialami, serta memeriksa faktor risiko yang dimiliki pasien. Bila pasien berisiko
terserang penyakit jantung koroner (PJK), dokter akan memeriksa tekanan darah
pasien.Dokter juga akan menjalankan tes darah, untuk mengukur kadar kolesterol
pasien. Agar didapat hasil yang akurat, pasien akan diminta berpuasa 12 jam sebelum
tes dilakukan.Kemudian, untuk memastikan diagnosis, dokter akan menjalankan
beberapa metode pemeriksaan yang meliputi:

1. Elektrokardiografi (EKG)

EKG bertujuan merekam aktivitas listrik jantung pasien. Melalui EKG, dokter


dapat mengetahui apakah pasien pernah atau sedang mengalami serangan jantung.
EKG juga dapat membantu dokter mengetahui detak dan irama jantung pasien
tergolong normal atau tidak.

Pada sejumlah kasus, dokter akan menyarankan pasien menjalani Holter monitoring.


Sama seperti EKG, pemeriksaan ini bertujuan merekam aktivitas listrik jantung.
Bedanya, pasien akan memakai perangkat kecil yang disebut monitor Holter. Alat
tersebut akan dikalungkan di dada pasien, selama pasien beraktivitas dalam 24 jam.

2. Foto Rontgen

Foto Rontgen di bagian dada dapat dilakukan guna melihat kondisi jantung, paru-
paru, dan pembuluh darah. Melalui foto Rontgen dada, dokter dapat mengetahui bila
ukuran jantung membesar atau terdapat gangguan pada paru-paru.

3. CT scan dan MRI scan

Dua tes pencitraan ini dapat dilakukan untuk melihat kondisi jantung dengan lebih
detail, yang tidak dapat terlihat pada pemeriksaan foto Rontgen. Pemeriksaan ini juga
bisa memperlihatkan bila ada penumpukan kalsium di pembuluh darah, yang dapat
memicu penyakit jantung koroner.
4. Uji tekanan (stress test)

Bila gejala yang dialami pasien lebih sering muncul saat sedang beraktivitas,
dokter akan menyarankan uji tekanan. Tes ini bertujuan mengukur kerja jantung
pasien ketika beraktivitas.Dalam uji tekanan, pasien akan diminta berjalan
di treadmill, atau mengayuh sepeda statis, sambil menjalani pemeriksaan EKG di saat
yang bersamaan. Pada saat pasien tidak dapat beraktivitas, dokter akan memberi obat
untuk meningkatkan detak jantung sambil menjalankan tes MRI.

5. Ekokardiografi

Ekokardiografi adalah pemeriksaan dengan menggunakan gelombang suara (seperti


USG), untuk menampilkan gambaran jantung pasien di monitor. Selama
ekokardiografi dilakukan, dokter dapat memeriksa, apakah semua bagian dinding
jantung berfungsi baik dalam memompa darah.

Dinding jantung yang bergerak lemah, bisa disebabkan oleh kekurangan oksigen, atau
adanya kerusakan akibat serangan jantung. Hal tersebut bisa menjadi tanda PJK.

6. Pemeriksaan enzim jantung

Pemeriksaan enzim jantung dilakukan dengan mengambil sampel darah pasien,


untuk diperiksa di laboratorium. Melalui pemeriksaan ini, dokter dapat mengetahui
kadar troponin T dalam darah pasien.

Troponin adalah protein yang dihasilkan sel jantung yang mengalami kerusakan.
Pada seseorang yang terkena serangan jantung, kadar troponin akan meningkat dalam
3-12 jam setelahnya. Kadar troponin akan mencapai puncaknya dalam 1-2 hari, dan
kembali normal setelah 5-14 hari.
Kadar troponin terkait secara langsung dengan tingkat kerusakan otot jantung.
Dengan kata lain, makin tinggi kadar troponin dalam darah, makin parah pula
kerusakan jantung yang dialami.

7. Pemeriksaan radionuklir

Pemeriksaan radionuklir digunakan untuk membantu mengukur aliran darah ke


otot jantung, saat beristirahat dan saat beraktivitas. Tes ini hampir sama seperti uji
tekanan, yaitu dengan meminta pasien berjalan di treadmill atau mengayuh sepeda
statis. Bedanya, tes ini dapat menunjukkan informasi yang lebih lengkap dengan
menampilkan gambar jantung pasien.

Sebelum tes dilakukan, pasien akan disuntikkan zat radioaktif yang disebut isotop.
Bila pasien tidak dapat berjalan di treadmill atau menggunakan sepeda statis, dokter
akan memberikan obat untuk meningkatkan detak jantung pasien. Kemudian, kamera
akan diarahkan ke dada pasien, dan menangkap gambar saat isotop mengalir ke
jantung.

8. Kateterisasi jantung dan angiografi koroner


Katerisasi jantung bertujuan untuk melihat kondisi jantung, dengan memasukkan
kateter melalui pembuluh darah di lengan atau paha untuk diarahkan ke jantung.
Kemudian, dokter akan menjalankan prosedur angiografi koroner. Prosedur ini
dilakukan dengan menyuntikkan cairan kontras, dan menggunakan foto Rontgen untuk
melihat aliran darah menuju jantung. Melalui angiografi koroner, dokter dapat
mengetahui bila ada penyumbatan di pembuluh darah.
(https://www.alodokter.com/penyakit-jantung-koroner/diagnosis)
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Majid. (2007). Penyakit Jantung Koroner. Dalam : Patofisiologi, Pencegahan


Dan Pengobatan Terkini. Medan: FK Universitas Sumatera Utara.

Anonim, 2009, Pedoman Tatalaksana Penyakit Kardiovaskuler di Indonesia, 65- 105,


Perhimpunan Dokter Spesislis Kardiovaskuler Indonesia, Indonesia.

https://www.alodokter.com/penyakit-jantung-koroner/diagnosis

Anda mungkin juga menyukai