Anda di halaman 1dari 33

Makalah

ANGIN PUTING BELIUNG

(Makalah ini Disusun untuk diajukan sebagai tugas Mata Kuliah


Manajemen Disaster Epidemiologi yang diampuh oleh Ibu Nikmatisni
Arsad, S.KM., M.Kes)

Disusun Oleh :

KELOMPOK 2

1. Amalya Fahra Otto (811419105)


2. Ariyanti Wange (811419079)
3. Fatmah Rahmola (811419052)
4. Febriani Hiola (811419016)
5. Melisa Ismail (811419157)
6. Nabila Reviana Djaladjani (811419159)
7. Nurafrinda Djabar (811519125)

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
anugerah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah
tentang Manajemen Disaster Epidemiologi. Adapun maksud dan tujuan
dari penyusunan makalah ini selain untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan
para mahasiswa.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


terlibat dan membantu dalam pembuatan makalah sehingga semua dapat
terselesaikan dengan baik dan lancer. Selain itu, penulis juga
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun terhadap
kekurangan dalam makalah agar selanjutnya penulis dapat memberikan
karya yang lebih baik dan sempurna. Semoga makalah ini dapat berguna
dan bermanfaat bagi pengetahuan para pembaca.

Gorontalo, Maret 2022

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................4
1.3 Tujuan....................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Angin Puting Beliung...............................................................5


2.2 Jenis Bencana Angin Puting Beliung....................................................9
2.3 Manajemen Bencana Angin Puting Beliung.........................................11
2.4 Pandangan Bencana Angin Puting Beliung.........................................13
2.5 Paradigma Bencana Angin Puting Beliung .........................................15
2.6 Kegiatan Manajemen Bencana Angin Puting Beliung..........................20
2.7 Unsur-unsur Penanganan Bencana Angin Puting Beliung..................21

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...........................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di antara
dua benua yaituBenua Asia dan Benua Australia, serta berada di antara
dua samudera yaitu Samudra Hindiadan Samudra Pasifik. Letak geografis
Indonesia tersebut mempunyai pengaruh terhadap perubahan angin
asia dan angin Australia yang selalu berganti arah dua kali
selama setahun, hal ini terjadi karena mengikuti pergeseran matahari ke
arah utara/selatan garis khatulistiwa. Sehingga wilayah Indonesia
mengenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Perubahan
musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya disebut masa peralihan
antarmusim atau lebih dikenal dengan musim pancaroba.
BMKG melalui Peraturan Kepala BMKG Nomor Kep.009 Tahun
2010 menjelaskan bahwa Cuaca Ekstrim adalah kejadian cuaca yang
tidak normal, tidak lazim yang dapatmengakibatkan kerugian terutama
keselamatan jiwa dan harta. Bencana Alam yang ditimbulkannya adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menggangu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang diakibatkan oleh cuaca
ekstrim sehinggamengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis.Pada musim pancaroba cuaca di wilayah Indonesia terkadang
tak mudah di prediksi.Dimana pada musim pancaroba kerap terjadi cuaca
ekstrim, seperti; hujan badai, hujan es, petir, angin kencang, angin puting
beliung, banjir dan longsor serta gelombang laut yangtinggi. Kejadian
cuaca ekstrim ini terjadi di hampir seluruh Indonsia selama bulan-
bulanmusim peralihan. Kejadian cuaca ekstrim pada musim pancaroba
yang paling banyak adalah bencana angin puting beliung. Musim
pancaroba biasanya suhu udara berubah menjadi lebih panas dan gerah,
disertai datangnya angin kencang, terjadinya awan gelap yang
relativesingkat serta hujan deras (kadang-kadang ada hujan butiran

1
es).Angin puting beliung sering terjadi diwilayah Indonesia pada bulan-
bulan peralihanmusim kemarau/hujan (pancaroba). Hal ini terjadi karena
proses perubahan arah angin asiadan angin Australia yang terjadi dua kali
setahun. Perubahan arah angin regional tersebutakan mempengaruhi
kestabilan beda tekanan udara permukaan dan lapisan atas yang cukup
5 besar sehingga menimbulkan daya sedot udara dari permukaan ke
lapisan atas yang kuat. Namun area kejadian angin puting beliung pada
umumnya sangat lokal dan dalam waktuyang singkat. Tanda-tanda akan
terjadinya angin puting beliung, antara lain; (1) Seharisebelumnya udara
malam hari terasa panas dan gerah, (2) Pada pagi hari langit cerah
dansekitar pukul 10.00 pagi ada pertumbuhan awan gelap yang cepat, (3)
Terbentuk awan gelapCumulusnimbus (Cb) yang bentuk awannya seperti
bunga kol, (4) Angin dingin mulai berhembus dan ranting serta daun
pepohonan disekitar mulai bergoyang kencang, (5) Angindingin semakin
lama semakin kencang dan terjadilah angin ribut (puting beliung).Cuaca
ekstrim pada musim pancaroba terutama puting beliung, proses terjadinya
dalamwaktu yang singkat dan dadakan. Sehingga ada beberapa hal yang
perlu dilakukan untukmengurangi resiko/dampak kerugian yang
ditimbulkannya, yaitu dengan pemahamantentang mitigasi bencana alam
cuaca ekstrim.
Peringatan Dini Cuaca Ekstrim adalah serangkaian kegiatan
pemberian informasisesegera mungkin kepada masyarakat yang berisikan
tentang prediksi peluang terjadinyacuaca ekstrim. Sebagai institusi
pemerintah yang mempunyai tugas mengelola danmenganalisa kondisi
iklim dan cuaca, peran BMKG dalam hal mitigasi bencana alamekstrim
sangat diperlukan. BMKG telah membuat informasi peringatan dini cuaca
ekstrimyang update tiap hari di wilayah Indonesia dan disebarkan melalui
Website BMKG (www.bmkg.go.id), media cetak dan elektonik.
Oleh karena itu kita harus mengetahui bagaimana angin itu akan
berubah menjadi bencana, sehingga kita bisa mengantisipasi dengan
cepat, sehingga bisa mengurangi resiko bencana.Maka dalam makalah ini

2
akan di bahas mengenai apa itu angin puing beliung, apatindakan yang
harus dilakukan bila akan terjadi angin puting beliung serta bagaimana
mitigasi bencana angin puting beliung sebelum dan setelah bencana
terjadi.
Terjadinya bencana alam di suatu wilayah merupakan hal yang
tidak dapat dihindarkan, karena bencana alam merupakan suatu gejala
alam yang tidak dapat diketahui secara pasti kapan akan terjadi. Bencana
alam bisa terjadi karena beberapa faktor misalnya kondisi geografis,
geologis, hidrologis dan demografis. Dampak yang terjadi akibat bencana
alam hampi selalu merugikan bagi masyarakat yang berada di daerah
yang terkena bencana. Bencana yang terjadi menimbulkan dampak bagi
kebertahan hidup utamanya masyarakat miskin dan untuk kemajuan
pembangunan daerah menjadi terhambat. Besarnya resiko yang
diakibatkan oleh bencana menjadi perhatian bagi negara-negara dunia
termasuk Indonesia dalam upaya pengurangan resiko bencana.
Menurut UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penggulangan Bencana
Bab I Pasal 1 ayat 1, Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Pada ayat 2,3 dan 4 bencana dibedakan atas 3
kategori berdasarkan penyebabnya, yaitu bencana alam, bencana non
alam, dan bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin puting
beliung, dan tanah longsor. Bencana non alam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara
lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah
penyakit

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan bencana angin puting beliung?
2. Apa saja jenis bencana angin puting beliung?
3. Bagaimana manajemen bencana angin puting beliung?
4. Bagaimana pandangan terhadap bencana angin puting beliung?
5. Bagaimana paradigma dari bencana angin puting beliung?
6. Apa saja kegiatan manajemen bencana angin puting beliung?
7. Bagaimana unsur-unsur penanganan terhadap bencana angin
puting beliung?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui definisi bencana angin puting beliung
2. Mengetahui jenis bencana angin puting beliung
3. Mengetahui bagaimana manajemen bencana angin puting
beliung
4. Mengetahui pandangan terhadap bencana angin puting beliung
5. Mengetahui paradigma dari bencana angin puting beliung
6. Mengetahui kegiatan manajemen bencana angin puting beliung
7. Mengetahui unsur-unsur penanganan terhadap bencana angin
puting beliung

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Angin Puting Beliung


Kejadian angin puting beliung adalah sebuah fenomena cuaca
ekstriem yang terjadi di wilayah tropis seperti wilayah Indonesia.
Banyaknya kejadian angin putting beliung di Indonesia menjadikan
kejadian ekstrem ini menarik untuk di teliti lebih lanjut. Indonesia
merupakan salah satu negara tropis yang memiliki potensi bencana
ekstrem yang besar. Cuaca ekstrem adalah kondisi cuaca dimana
pengamatan unsurunsur cuaca yang teramati melebihi ambang batas
yang telah ditetapkan dan pada umumnya dapat menimbulkan
bencana hidrometeorologi (BMKG,2019). Salah satu cuaca ekstrem
adalah puting beliung. Puting beliung adalah sebuah fenomena angin
yang berputar dengan kecepatan lebih dari 60–90 km/jam yang
berlangsung sekitar 5-10 menit yang diakibatkan adanya perbedaan
tekanan yang besar dalam area dengan skala kecil yang terjadi di
sekitar awan Cumulonimbus. Dalam rentang waktu 2008-2021 puting
beliung merupakan bencana dengan jumlah paling banyak setelah
bencana banjir (BNPB, 2021). Kota Bogor merupakan salah satu daerah
yang diterjang puting beliung pada tanggal 21 September 2021.
Menurut BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) siklon,
siklon tropis, angin puting beliung dan water spout sama-sama merupakan
pusaran atmosfer. Siklon adalah akibat yang berasal dari angin yang bisa
menyebabkan angin puting beliung atau tornado serta penyebab yang
berasal dari angin lainnya. Dilihat di angkasa angin puting beliung seperti
melihat pusaran besar berwarna putih keabu abuan. Tornado terjadi di
atas daratan, sedangkan siklon tropis diatas lautan luas. Puting beliung
merupakan sebutan lokal untuk tornado skala kecil yang terjadi di
Indonesia, sedangkan water spout merupakan tornado yang terjadi di atas
perairan dapat berupa danau maupun laut. Angin puting beliung

5
merupakan angin yang disebabkan oleh dampak ikutan dari awan
cumulonimbus (Cb) yang biasanya tumbuh selama periode musim hujan.
Awan cumulonimbus merupakan salah satu pembentukan awal akan
terjadinya angin puting beliung, dimana pada awan terdapat fenomena
yang menunjukkan ketidak teraturan dan tidak dapat didefenisikan.
Fenomena ketidakteraturan inilah yang kemudian disebut chaos Namun
demikian, untuk memastikan bahwa suatu fenomena chaos akan
mengarah pada terjadinya angin puting beliung, haruslah ditentukan ciri-
ciri dan karakter tertentu bagaimana yang harus dipenuhinya
sebagaimana yang telah dikemukakan oleh para peneliti secara ilmiah.
Menentukan ciri-ciri yang menunjukkan potensi terjadinya angin puting
beliung adalah sulit disebabkan kejadian tersebut selalunya terjadi di
angkasa. Salah satu cara untuk mendapatkan ciri-ciri tersebut adalah
melalui penginderaan jarak jauh (remote sensing), misalnya dari citra yang
dihasilkan oleh BMKG (Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika).
Salah satu faktor awal akan terjadinya angin puting beliung adalah adanya
perbedaan panas yang ekstrem, ditandai dengan adanya awan
cumulonimbus yang memiliki batas tepi warna abu-abu yang melebihi
batas aturan dalam citra yang ditandai dengan panjang gelombang,
frekeunsi dan intensitas warna.
Angin puting beliung sebagai suatu bencana yang dapat
mengancam jiwa serta dapat menimbulkan kerugian sudah seharusnya
mendapatkan perhatian khusus. BNPB mencatat bahwa sepanjang tahun
2007-2019 telah terjadi bencana angin puting beliung sebanyak 16 kali di
Kabupaten Sidenreng Rappang, Provinsi Sulawesi Selatan. Kejadian
tersebut telah menimbulkan dampak kerugian berupa korban jiwa dan
kerusakan pada bangunan (BNPB, 2020c). Bahkan pada awal tahun
2020, Kabupaten Sidenreng Rappang kembali mengalami kejadian
bencana angin puting beliung. Terdapat 1.240 unit rumah yang mengalami
kerusakan dan dua orang mengalami luka akibat kejadian ini. Bencana
alam merupakan sebuah kejadian yang tidak terduga, terjadi secara tiba-

6
tiba yang dapat menimbulkan kerugian material, korban jiwa dan
kerusakan lingkungan.
Angin puting beliung merupakan istilah yang digunakan untuk
mendefinisikan kejadian angin kencang yang berputar yang keluar dari
awan Cumulonimbus (Cb) yang memiliki kecepatan lebih dari 34,8 knots
atau 64,4 km/jam dan terjadi dalam durasi yang singkat (BMKG, 2010).
Peristiwa angin puting beliung sering terjadi pada musim transisi
(pancaroba) atau pada musim hujan dikarenakan banyaknya terbentuk
awan Cumulonimbus pada musim tersebut. Umumnya waktu kejadian
angin puting beliung pada siang atau sore hari dengan durasi kejadian
yang singkat namun bersifat sangat merusak bagi daerah yang dilewati
angin tersebut.
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang sering
terjadi bencana alam. Hal tersebut dikarenakan letak geografis Indonesia
berada diantara dua benua, sehingga dilalui oleh badai tropis
yanIndonesia merupakan bagian dari jalur The Pasific Ring of Fire, selain
terjadinya bencana alam yang disebabkan oleh faktor geologi, masih
banyak bencana yang disebabkan karena ulah manusia. menyebabkan
Indonesia rentang terjadinya bencana alam, seperti banjir, tanah longsor,
dan lain-lain.
Angin puting beliung ini dapat terjadi akibat adanya pertemuan
udara dingin dan panas. Biasnya angin puting beliung ini juga disertai
dengan curah hujan berintensitas tinggi. Puting beliung dapat didefinisikan
sebagai angin kencang yang muncul secara tiba-tiba, yang mempunyai
pusat, bergerak melingkar seperti spiral hingga menyentuh permukaan
bumi. Periode hidup dari angin puting beliung ini tergolong sangat singkat,
yaitu sekitar 3 - 5 menit, mulai dari tumbuh hingga punahnya. Periode
hidup yang sangat singkat tersebut tidak berarti kerugian yang diakibat
sedikit.
Angin puting beliung merupakan salah satu kejadian alam yang
dapat dikategorikan sebagai bencana alam. Jenis angin ini di Indonesia

7
kadang dikenal juga dengan istilah angin Puyuh, Lesus (Jawa), Sirit
Batara (Sunda). Bila dibandingkan dengan banjir, puting beliung lebih
murni disebabkan oleh faktor alam. Faktor alam yang paling berpengaruh
pada terbentuknya angin puting beliung adalah dengan adanya perbedaan
suhu yang siknifikan atara daratan dengan permukaan udara dekat
dengan awan.
Dilihat dari letak geografisnya, kepulauan Indonesia di antara
Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik. Letak geografis adalah letak suatu daerah atau wilayah
dilihat dari kenyataan di permukaan bumi. Dengan demikian, wilayah
Indonesia berada pada posisi silang, yang mempunyai arti penting dalam
kaitannya dengan iklim dan perekonomian, dimana Indonesia dilalui jalur
perdagangan internasional. Jika ditinjau dari segi geologi, sebagian
wilayah Indonesia merupakan daerah yang rawan terhadap bencana
alam. Hal ini karena wilayah Indonesia menjadi tempat pertemuan antara
dua rangkaian jalur pegunungan muda dunia, yaitu Sirkum Pasifik
(pegunungan lipatan yang mengelilingi Samudera Pasifik) dan Sirkum
Mediteran (pegunungan lipatan yang dimulai dari pegunungan Atlas di
Afrika Utara sampai Nikobar dan masuk Indonesia) ), akibatnya Indonesia
memiliki bentukan alam yang indah.Mulai dari pegunungan yang berjajar
di sisi barat dan selatan pulau-pulau Indonesia, lembah, tebing terjal,
ngarai, kepulauan dan sebagainya. Disamping itu Indonesia memiliki
bahan mineral tambang yang melimpah akibat dari posisi geologis yang
dimilikinya.
Kejadian bencana dan kerugian akibat bencana meningkat secara
drastis dalam beberapa dekade terakhir. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa suatu peristiwa dapat dikategorikan sebagai bencana,
jika peristiwa tersebut menimbulkan kerugian bagi manusia, Tingkat
kerugian akibat bencana bergantung kepada jenis kejadian, frekuensi,
magnitud dan komponen risiko yang terpapar.

8
Potensi ancaman/bahaya yang begitu banyak, khususnya di
Indonesia merupakan tantangan baik bagi pemerintah maupun
masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan manajemen bencana yang baik.
Peran aktif pemerintah dalam manajemen bencana ditunjukkan dengan
membentuk BNPB dan BPBD hingga tingkat kota/kabupaten. Selain peran
aktif pemerintah, hal yang sangat penting dalam manajemen bencana
adalah kerjasama masyarakat di Kawasan rawan bencana. Kawasan
Rawan Bencana (KRB) merupakan wilayah yang ditentukan berdasarkan
tingkat kemudahan wilayahnya untuk terpapar atau terdampak suatu
bencana. KRB juga ditentukan berdasarkan jenis bencana.
Angin puting beliung sebenarnya bersifat lokal ditinjau dari lokasi
kejadian dan dampak yang ditimbulkan. Namun demikian, kejadian
tersebut telah menimbulkan banyak kerugian baik secara material maupun
non material. Salah satu kejadian bencana yang sering terjadi adalah
bencana angin puting beliung. Puting beliung jika ditinjau berdasarkan
klasifikasi menurut BNPB, maka termasuk dalam fenomena cuaca
ekstrim, sedangkan berdasarkan klasifikasi UNISDR termasuk ke dalam
fenomena hidrometeorologis. Puting beliung merupakan angin ribut yang
identik dengan pusaran berbentuk seperti corong yang bergerak dengan
kecepatan tinggi dan memiliki daya rusak tinggi bagi wilayah yang
dilaluinya.

2.2 Jenis Bencana Puting Beliung


Secara geografis, Indonesia berada pada daerah yang ditandai
dengan gejolak cuaca dan fluktuasi iklim dinamis yang menyebabkan
Indonesia rawan bencana alam kebumian, seperti badai, topan, siklon
tropis, dan banjir. Bencana angin puting beliung sebagai akibat dari
peristiwa hidrometeorologis meningkat intensitas kejadiannya pada masa
peralihan musim. Jenis bencana ini menjadi bagian dari proses
pertumbuhan awan hujan cumulus nimbus yang terbentuk akibat
pemanasan intensif. Ancaman angin puting beliung sulit diprediksi karena

9
merupakan fenomena atmosfer skala lokal. Beberapa akibat bencana
angin puting beliung adalah kerusakan rumah dan pohon tumbang.
Angin merupakan gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi.
Bergeraknya angin dipengaruhi oleh faktor pendorong yaitu perbedaan
tekanan udara antara satu tempat dengan tempat lain. Angin selalu
bertiup dari tempat bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan lebih
rendah.Angin dapat bergerak secara vertikal dengan kecepatan yang
berfluktuasi dan bervariasi. Angin bergerak secara berkelok-kelok sesuai
medan yang yang dilaluinya. Pergerakan angin yang cepat terjadi jika
resistensi media yang dilewatinya lebih rendah.
Angin berkecepatan tinggi terjadi karena adanya perbedaan tekanan
yang sangat besar antara 2 lokasi yang berdekatan.Angin tersebut disebut
pula angin ribut yang karena kecepatannya dapat menimbulkan daya
rusak terhadap berbagai media yang dilaluinya. Dalam skala Beaufort,
yang disebut angin ribut ialah angin mulai skala 6 yaitu angin
berkecepatan 10,8-13,8 m/detik. Terjadinya angin ribut dipengaruhi
pembentukan awan Cumulunimbus dari konveksi maupun orografi massa
udara yang tidak stabil atau dari adveksi massa udara relatif dingin
dengan massa udara yang relatif panas dalam frontal massa udara
(Nirkaryanto, 1979). Keadaan tersebut menyebabkan posisi konvergensi
dan divergensi mempunyai perbedaan tekanan udara yang sangat besar
pada posisi yang berdekatan sehingga memicu terjadinya angin ribut.
Pemanasan global menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang
berdampak pada fenomena-fenomena iklim yang tidak lazim terjadi,
seperti pergerakan angin.Salah satu fenomena yang disebabkan karena
adanya perubahan iklim adalah kejadian angin ribut.Angin tersebut juga
mempunyai arah yang tidak beraturan. Kecepatan angin ribut lebih dari 95
km per jam, sehingga berpotensi menyebabkan kerusakan dalam segala
bentuk budi daya yang ada di permukaan bumi, seperti rusaknya
permukiman, sektor pertanian, dan sarana dan prasarana umum.Kerugian

10
yang ditimbulkan oleh adanya angin ribut tersebut sebagian besar dalam
sektor sosial ekonomi.
Kondisi geografis di Indonesia yang merupakan daerah tropis sangat
mendukung terjadinya angin ribut karena dilihat dari letak lintang dan
bujurnya. Indonesia merupakan daerah tropis yang memiliki kelembaban
di atas 75% yang menyebabkan ketidakstabilan massa udara. Letak
Indonesia yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik serta dekat dengan Benua Asia dan Australia juga
mempengaruhi terjadinya angin ribut. Adanya Angin Monsun Barat dan
Angin Monsun Timur memicu terjadinya angin ribut di daratan.Angin ribut
banyak terjadi pada musim penghujan, namun tidak menutup kemingkinan
angin ribut terjadi di saat musim kemarau.
Bencana menurut UU No. 24 Tahun 2007 ialah rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis. Bencana dapat dikaitkan dengan kerusakan, kerugian,
kehilangan jiwa dan kehidupan atau keminduran nilai sosial ekonomi yang
disebabkan oleh kejadian alam.Bencana dapat dikategorikan menjadi 3
macam yaitu bencana alam, bencana non alam dan bencana
sosial.Bencana angin ribut merupkan bencana alam yang terjadi secara
alami tanpa intervensi manusia sebagai penyebabnya.

2.3 Manajemen Bencana Angin Puting Beliung


Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap
bencana. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
menyatakan bahwa bencana hujan deras disertai angin puting beliung
menerjang empat kecamatan di wilayah Kabupaten Madiun, Jawa Timur
pada Rabu, 15 Desember 2021. Akibatnya tujuh orang luka-luka dan 515
unit rumah warga terdampak dengan kerusakan ringan hingga berat.

11
Tidak hanya itu, dilaporkan juga adanya kerusakan di Polsek Wonoasri
serta empat unit mushola dan 2 unit sarana pendidikan terdampak. Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Madiun mencatat
empat kecamatan yang terdampak antara lain Kecamatan Jiwan tepatnya
di Desa Teguhan dan Desa Ngetrep (Aldiro, S. 2021)
Dalam penanggulangan bencana membagi manajemen bencana menjadi
tiga tahapan besar, yaitu:
1. Kesiapsiagaan ( pra bencana)
Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan,
mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini. Kegiatan pada tahap pra
bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal justru kegiatan pada
tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah
dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi
bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama
masyarakat maupun swasta memikirkan tentang langkah-langkah atau
kegiatankegiatan apa yang perlu dilakukan didalam menghadapi bencana
atau bagaimana memperkecil dampak bencana. Badan Penanggulangan
Bencana Daerah telah membuat perencanaan untuk lima tahun kedepan
dan usulan pengurangan resiko bencana. Diantaranya:
a. Pengembangan MPB (Masyarakat peduli bencana) disetiap
desa/kecamatan.
b. Pengurangan resiiko bencana melalui himbauan/spanduk kepada
masyarakat.
c. Rencana kerjasama dengan pihak lain LPI, MHP.
d. Pengembangan TRC disetiap desa/kecamatan.

2. Tanggap darurat (saat bencana)


Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap
darurat untuk meringankan penderita. Sementara, seperti kegiatan search
and rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian. Kegiatan saat
terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk

12
menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan
korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan
perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun
masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak
pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan
bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya bantuan yang datang
sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan
baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran,
tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.

3. Rekonstruksi dan rehabilitasi (pasca bencana)


Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan,
rehabilitasi, dan rekonstruksi. Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi
proses perbaikan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan
memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula.
Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan
rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi kaidahkaidah
kebencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi
juga perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti
ketakutan, trauma atau depresi (Fatahatul, 2019).

2.4 Pandangan Bencana Angin Puting Beliung


Seiring perjalanan waktu, berbagai pandangan tentang bencana mulai
dari pandangan konvensional, ilmu pengetahuan alam, ilmu terapan
progresif, dan ilmu sosial hingga secara sistemik berubah menjadi
pandangan holistic.
a. Pandangan konvensional
Bencana merupakan sifat alam (berupa takdir), kejadiannya
dianggap merupakan suatu musibah, kecelakaan atau ujian dari
Tuhan YME. Oleh karena itu bencana dianggap tidak dapat diprediksi,
tidak menentu terjadinya, tidak terhindarkan, dan tidak dapat

13
dikendalikan. Dalam pandangan ini masyarakat hanya dianggap
sebagai ‘korban’ dan terkadang hanya ‘penerima bantuan’ dari pihak
luar.
b. Pandangan ilmu pengetahuan alam
Pandangan ini menganggap semua bencana adalah peristiwa
alamiah, tidak memperhitungkan adanya faktor manusia sebagai
penyebab. Bencana merupakan proses geofisik, geologi dan
hidrometeorologi.
c. Pandangan ilmu terapan
Pandangan ini dianut dan dikembangkan dari ilmu teknik sipil
bangunan/konstruksi. Dalam aspek ini pengkajian bencana lebih
ditujukan pada upaya untuk meningkatkan kekuatan fisik struktur
bangunan untuk memperkecil kerusakan. Pandangan ini melihat
bencana didasarkan pada besarnya ketahanan atau tingkat kerusakan
akibat bencana.
d. Pandangan progresif
Bencana merupakan masalah yang tidak pernah berhenti dan tidak
terlesaikan dalam proses pembangunan. Oleh karena itu pemerintah
dan masyarakat harus mengenali bencana tersebut dan mengambil
peran dalam mengendalikannya.
e. Pandangan ilmu sosial
Pandangan ini memfokuskan pada bagaimana tanggapan dan
kesiapan masyarakat menghadapi bahaya. Bahaya adalah fenomena
alam, akan tetapi bencana bukanlah alami. Besarnya risiko sebuah
bencana tergantung pada perbedaan tingkat kerentanan masyarakat
menghadapi bahaya atau besar kecilnya suatu ancaman bencana.
f. Pandangan holistik
Pendekatan ini menekankan pada bahaya dan kerentanan, serta
kemampuan masyarakat dalam menghadapi bahaya dan risiko.
Gejala alam dapat menjadi bahaya, jika mengancam manusia dan
harta benda. Bahaya akan berubah menjadi bencana, jika bertemu

14
dengan kerentanan dan ketidakmampuan masyarakat. Pandangan
holistik ini juga merupakan kombinasi dari pandangan lainnya secara
terpadu.
Dari berbagai pandangan di atas dapat dijelaskan bahwa konsep
penanggulangan bencana mengalami pergeseran paradigma dari
konvensional menuju ke holistik. Pandangan konvensional menganggap
bencana itu suatu peristiwa atau kejadian yang tak terelakkan dan korban
harus segera mendapatkan pertolongan, sehingga fokus dari
penanggulangan bencana lebih bersifat bantuan (relief) dan kedaruratan
(emergency). Oleh karena itu pandangan semacam ini disebut dengan
paradigma Relief atau bantuan darurat yang berorientasi kepada
pemenuhan kebutuhan darurat berupa: pangan, penampungan darurat,
kesehatan dan pengatasan krisis. Tujuan penanggulangan bencana
berdasarkan pandangan ini adalah menekan tingkat kerugian, kerusakan
dan cepat memulihkan keadaan (Suparji, 2021).

2.5 Paradigma Bencana Angin Puting Beliung


1. Bantuan Darurat
Penelolaan bantuan darurat meliputi kegiatan penyiapan posko
bantuan bencana darurat, tempat evakuasi, tim reaksi cepat prosedur
tetap. Untuk bencana angin putting beliung/badai, masing-masing
pemukiman perlu dilakukan dan disediakan hal-hal berikut :
a. Penentuan lokasi evakuasi, jalur evakuasi ke lokasi, papan
tanda menuju lokasi evakuasi, dan peta jalan menuju lokasi
evakuasi dengan mengikuti jalur yang sudah ditentukan.
b. Penyediaan perlengkapan dan fasilitas di lokasi evakuasi.
c. Pembuatan pedoman prosedur evakuasi pada saat bencana
angin putting beliung.
d. Pembuatan pedoman prosedur evakuasi pada saat bencana
angin putting beliung.

15
e. Pembentukan Tim SAR dan melengkapi peralatan SAR yang
dibutuhkan, seperti kendaraan, peralatan komunikasi, lampu
senter, pengeras suara portabel, dan sejenisnya.
f. Pembentukan sistem keamanan pada saat bencana angin
putting beliung. Ini untuk memberi rasa aman kepada warga
yang meninggalkan rumahnya saat bencana angin puting
beliung sesuai panduan yang ada.
g. Kendaraan transportasi menuju lokasi evakuasi. Dalam
beberapa bencana ini lokasi evakuasinya bisa berjarak cukup
jauh dari pemukiman penduduk. Oleh karena itu, perlu
disiapkan alat transportasi untuk mengangkut pengungsi
dengan cepat.
h. Penyediaan sarana mandi, cuci, kakus (MCK) di lokasi
evakuasi. MCK untuk perempuan dan laki-laki dipisah.
i. Penyediaan air bersih di lokasi evakuasi
j. Makanan di lokasi evakuasi. Dapur umum yang menyediakan
makanan bagi pengungsi, terutama anak-anak, harus
disedaiakan sedini mungkin. Demikian pula dengan alat-alat
masak dan bahan bakunya. Tenaga relawan yang memasak
biasa muda diperoleh saat evakuasi.
k. Pertolongan pertama pengobatan darurat dan obat-obatan
penting dilokasi evakuasi.
l. Layanan medis di lokasi evakuasi. Dinas kesehatan pemerintah,
daerah klinik, dinas kesehatan TNI, pelayanan kesehatan PMI
dan lembaga umum nya sudah siap sedia untuk memberi
pelayanan pada saat bencana angin putting beliung/badai

2. Mitigasi Bencana Angin Puting Beliung


Upaya mitigasi angin putting beliung dibagi menjadi dua yaitu : (1)
upaya mitigasi non-struktural (bukan upaya pembangunan fisik) dan (2)
upaya mitigasi struktural (upaya pembangunan fisik).

16
1) Mitigasi Non-Struktural
a. Perlunya penerapan aturan standar bangunan yang
memperhitungkan tekanan dan terjangan angin puting
beliung.
b. Kesiapsiagaan dalam menghadapi angin puting beliung,
mengetahui bagaimana cara penyelamatan diri.
c. Untuk para nelayan, supaya menambatkan atau mengikat
kapal-kapal
2) Mitigasi Struktural
a. Membangun peralatan peringatan dini yang terhubung
dengan satelit dan sarana untuk menyebarluaskan hasil
pantauan peringatan dini angin puting beliung secepatnya
kepada masyarakat yang akan terkena bencana angin puting
beliung
b. Pembangunan rumah atau gedung sesuai struktur bangunan
yang memenuhi syarat teknis untuk mampu bertahan
terhadap tekanan dan terjangan angin.
c. Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam
tekanan dan terjangan angin.
d. Membangun pompa air besar di daerah yang lebih rendah
daripada permukaan air laut

3. Paradigma Pembangunan
Paradigma pembangunan memfokuskan pada faktor-faktor
penyebab dan proses terjadinya kerentanan masyarakat terhadap
bencana.
Penyebab terjadinya angin puting beliung secara sederhana karena
adanya bentrokan pertemuan udara panas dan dingin yang kemudian
membentuk awan Cumulonimbus (Cb). Penyebab terjadinya angin puting
beliung yang sering terjadi di musim pancaroba ini kerap terjadi pada
siang hari di udara yang pengap serta awan hitam mengumpul. Kemudian

17
kala awan terkena radiasi matahari, awan tersebut berubah vertikal. Di
dalam awan vertikal tersebut terjadi pergolakan arus udara naik dan turun
dengan kecepatan yang cukup tinggi. Arus udara yang turun dengan
kecepatan tinggi menghembus kepermukaan bumi secara tiba-tiba dan
berjalan secara acak.
Angin puting beliung dapat memberikan dampak yang signifikan
terhadap kerusakan bangunan dan tidak menutup korban jiwa jika
terlambat mengungsi. Dampak-dampak yang bisa ditimbulkan oleh angin
puting beliung yang bersifat merusak seperti kerusakan pada rumah serta
infrastruktur pada suatu daerah, Merusak kebun-kebun warga, dam dalam
kasus puting beliung ada beberapa yang kasus yang menimbulkan korban
jiwa.
Adapun pembangunan yang perlu diperhatikan untuk kejadian
angin putting beliung :
a. Membuat struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk
mampu bertahan terhadap gaya angin
b. Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerah
yang terlindung dari serangan angin
c. Menyusun peta rawan bencana puting beliung berdasarkan data
historis
d. Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angin
e. Pembuatan jalur evakuasi Pemerintah dan masyarakat

4. Pengurangan Risiko
Untuk mengurangi risiko akibat bencana angin puting beliung maka
perlu adanya Implementasi kebijakan melalui strategi yang efektif dan
efisien perlu dilakukan sehingga dalam pelaksanaan penanggulangan
bencana lebih terkoordinasi dengan baik. Adapun strategi yang diambil
dalam rencana kontinjensi bencana angin puting beliung ini antara lain ;
a. Pengerahan sumberdaya lintas sektoral untuk penanganan
bencana

18
b. Mendirikan posko utama sebagai pos koordinasi dan konsolidasi
semua kegiatan tanggap darurat
c. Mengembangkan manajemen pengungsian yang baik dan
memenuhi standar minimal, baik pada barak, sarana air bersih, dan
lainnya
d. Mengerahkan sumberdaya untuk kegiatan evakuasi sehingga
mampu mengurangi risiko
e. Menyiapkan sistem komunikasi dan informasi yang efisien dan
terkoordinasi dengan baik
f. Memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat pengungsi melalui
posko dan pelayanan kesehatan
g. Memenuhi kebutuhan dasar pengungsi secara maksimal dengan
mendirikan pos dapur umum
h. Penyelenggaraan sistem belajar mengajar dalam kondisi darurat
sebagai pemenuhan hak anak
i. Pemulihan infrastrukstur dasar dengan cepat sehingga
mempercepat pemulihan
j. Mendistribusikan bantuan logistik pangan maupun non-pangan
secara adils
k. Transparansi penggunaan anggaran penanganan kondisi darurat
l. Mendorong peran media untuk memberikan informasi yang
berimbang terkait dengan kondisi bencana
m. Pelayanan kerohanian bagi korban bencana

2.6 Kegiatan Manajemen Bencana Angin Puting Beliung


Manajemen bencana yang terstruktur dengan baik bukan hanya
menjadi tanggung jawab pemerintah saja, melainkan membutuhkan
kesadaran dan kerja sama dengan masyarakat sebagai subyek utama
dalam pengurangan risiko bencana.
Dalam manajemen kebencanaan, fokus kegiatan dilaksanakan
sebelum kejadian, pada saat kejadian dan pasca kejadian. Salah satu

19
variabel penting dalam manajemen bencana adalah peningkatan
kapasitas masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana.
Pelaksanaan kegiatan edukasi merupakan Langkah awal dalam
pengurangan risiko bencana. Salah satu edukasi yang dapat dilakukan
ialah edukasi melalui FGD hal ini bertujuan sebagai Penguatan Literasi
Mitigasi Bencana Angin Puting Beliung Untuk Peningkatan Kapasitas
Masyarakat. FGD dimulai dengan pemaparan materi tentang angin puting
beliung, dimulai dari proses terbentuknya hingga bentuk-bentuk
mitigasinya.
Arahan mitigasi yang dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
tingkat bahaya bencana angin puting beliung, sebagai berikut:
1. Perencanaan tata guna lahan atau rencana pola ruang.
2. Pembangunan bangunan yang tahan terhadap angin puting beliung,
khususnya pada daerah tingkat bahaya tinggi dan sedang.
3. Pembuatan kawasan hutan kota atau ruang terbuka hijau.
4. Penyuluhan atau pembekalan terkait pencegahan dan penanggulangan
bencana angin puting beliung kepada masyarakat.
5. Pengendalian alih fungsi lahan atau konversi penggunaan lahan.
Bentuk-bentuk mitigasi bencana angin puting beliung yang
direkomendasikan adalah
a. Membuat struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk
mampu bertahan terhadap gaya angin
b. Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerah
yang terlindung dari serangan angin
c. Pengamanan barang-barang di sekitar rumah agar terikat dibangun
secara kuat sehingga tidak diterbangkan angin
d. Sosialisasi mengenai puting beliung agar masyarakat memahami dan
mengenal puting beliung, baik definisi, gejala awal, karakteristik,
bahaya, dan mitigasinya

20
e. Pembuatan bangunan umum yang cukup luas yang dapat digunakan
sebagai tempat penampungan sementara bagi orang maupun barang
saat terjadi angin puting beliung
f. Pembuatan jalur evakuasi
g. Kesiapsiagaan dalam menghadapi angin puting beliung khususnya
tentang bagaimana cara penyelamatan diri

2.7 Unsur-unsur Penanganan Bencana Angin Puting Beliung


Dalam penanganan bencana, tahapan yang diterapkan ada 3 (tiga) yaitu :
1. Tahap Pra-Bencana
Tahapan ini disusun berdasarkan hasil analisis risiko bencana, dan
merupakan dari perencanaan pembangunan (RPJP, RPJM, RPK/
Rencana Kerja Pemerintah tahunan). Rencana penanggulangan bencana
ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai
kewenangannya untuk jangka waktu 5 tahun dan ditinjau berkala setiap 2
tahun atau sewaktu terjadi bencana. Proses penyusunannya
dikoordinasikan dengan BNPB/ BPBD prov/ BPBD kab atau kota sesuai
kewenangannya.
Proses penyusunannya meliputi:
1) Pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;
2) Pemahaman tentang kerentanan masyarakat (fisik, sosek, lingkungan);
3) Analisis kemungkinan dampak bencana;
4) Pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;
5) Penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak
bencana;
6) Alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat
potensi terjadi bencana sebagaimana dimaksud, meliputi:
a. Kesiap siagaan
Kesiap siagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana, atau memastikan terlaksananya tindakan yang

21
cepat dan tepat pada saat terjadi bencana. Kesiap siagaan dilakukan oleh
instansi/ lembaga yang berwenang, baik secara teknis maupun
administratif, yang dikoordinasikan oleh BNPB dan/atau BPBD dalam
bentuk:
1) Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan
bencana;
2) Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini;
3) Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhankebutuhan
dasar;
4) Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang
mekanisme tanggap darurat; dan
5) Penyiapan lokasi evakuasi.
b. Peringatan Dini
Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Peringatan
dini dilakukan untuk mengambil tindakan cepat dan tepat dalam rangka
mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan
tanggap darurat. Kegiatan ini dilakukan oleh instansi/lembaga yang
berwenang sesuai dengan jenis ancaman bencananya, dan masyarakat
untuk memperoleh data mengenai gejala bencana yang kemungkinan
akan terjadi, dengan memperhatikan kearifan lokal. Peringatan dini
dilakukan dengan cara:
1) Mengamati gejala bencana;
2) Menganalisa data hasil pengamatan;
3) Mengambil keputusan berdasarkan hasil analisa;
4) Menyebarluaskan hasil keputusan;dan
5) Mengambil tindakan oleh masyarakat.
c. Mitigasi Bencana
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana
dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang

22
berada pada kawasan rawan bencana, baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana. Kegiatan mitigasi dilakukan melalui:
1) Perencanaan dan pelaksanaan penataan ruang yang berdasarkan
pada analisis risiko bencana;
2) Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, dan tata
bangunan;dan
3) Penyelenggaraan pendidikan, pelatihan,dan penyuluhan, baik secara
konvensional maupun modern.

2. Tahap Tanggap Darurat


Tanggap Darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak
buruk yang ditimbulkan. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada
saat tanggap darurat meliputi:
a. Pengkajian Secara Cepat dan Tepat
Pengkajian secara cepat dan tepat, dilakukan oleh tim kaji cepat
berdasarkan penugasan dari Kepala BNPB atau kepala BPBD sesuai
kewenangannya.
Pengkajian secara cepat dan tepat diatas dilakukan melalui identifikasi
terhadap:
1) Cakupan lokasi bencana;
2) Jumlah korban bencana;
3) Kerusakan prasarana dan sarana;
4) Gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan;
5) Kemampuan sumber daya alam maupun buatan.
b. Penentuan Status Bencana
Penentuan status keadaan darurat bencana (siaga darurat, tanggap
darurat, dan transisi darurat ke pemulihan) dilaksanakan oleh Pemerintah
atau pemerintah daerah sesuai dengan tingkatan bencana. Untuk tingkat

23
nasional ditetapkan oleh Presiden, tingkat provinsi oleh gubernur, dan
tingkat kabupaten/ kota oleh bupati/ walikota.
c. Penyelamatan dan Evakuasi
Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana dilakukan
melalui usaha dan kegiatan pencarian, pertolongan, dan penyelamatan
masyarakat sebagai korban akibat bencana. Pencarian, pertolongan dan
penyelamatan masyarakat terkena bencana dilaksanakan oleh tim reaksi
cepat dengan melibatkan unsur masyarakat dibawah komando komandan
penanganan darurat bencana,sesuai dengan lokasi dan tingkatan
bencananya.
d. Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Yang dimaksud dengan pemenuhan kebutuhan dasar meliputi
bantuan penyediaan: kebutuhan air bersih dan sanitasi; pangan; sandang;
pelayanan kesehatan; pelayanan psikososial; dan penampungan serta
tempat hunian. Pemenuhan kebutuhan dasar ini dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, lembaga usaha, lembaga
internasional dan/atau lembaga asing non pemerintah sesuai dengan
standar minimum sebagai mana diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
e. Perlindungan terhadap kelompok rentan
Perlindungan terhadap kelompok rentan dilakukan dengan
memberikan prioritas kepada korban bencana yang mengalami luka parah
dan kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan,
pelayanan kesehatan,dan psikososial. Upaya perlindungan terhadap
kelompok rentan dilaksanakan oleh instansi/ lembaga terkait yang
dikoordinasikan oleh Kepala BNPB dan/ atau kepala BPBD dengan pola
pendampingan/ fasilitasi.
f. Pemulihan segera Prasarana dan Sarana Vital
Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital bertujuan untuk
berfungsinya prasarana dan sarana vital dengan segera, agar kehidupan
masyarakat tetap berlangsung. Pemulihan dengan segera prasarana dan

24
sarana vital, dilakukan oleh instansi/ lembaga terkait yang dikoordinasikan
oleh Kepala BNPB dan/ atau kepala BPBD sesuai dengan
kewenangannya.

3. Tahap Pasca Bencana


Tahapan pasca bencana adalah kegiatan penanganan sesudah
terjadinya bencana. Ruang lingkup pelaksanaan tahapan pasca bencana
adalah :
a. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca
bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat
pada wilayah pasca bencana. Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan:
perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana
umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan
sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik,
pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban,
pemulihan fungsi pemerintahan, serta pemulihan fungsi pelayanan publik.
Dalam pelaksanaan rehabilitasi, terdapat ruang lingkup yang
mengatur kegiatan tersebut, antara lain sebagai berikut :
1. Perbaikan Lingkungan Daerah Bencana
Perbaikan lingkungan fisik meliputi kegiatan : perbaikan lingkungan
fisik untuk kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan usaha dan
kawasan gedung. Indikator yang harus dicapai pada perbaikan lingkungan
adalah kondisi lingkungan yang memenuhi persyaratan teknis, sosial,
ekonomi, dan budaya serta ekosistem.
2. Perbaikan Prasarana dan Sarana Umum
Prasarana dan sarana umum adalah jaringan infrastruktur dan
fasilitas fisik yang menunjang kegiatan kehidupan sosial dan
perekonomian masyarakat. Prasarana umum atau jaringan infrastruktur

25
fisik disini mencakup : jaringan jalan/ perhubungan, jaringan air bersih,
jaringan listrik, jaringan komunikasi, jaringan sanitasi dan limbah, dan
jaringan irigasi/ pertanian. Sarana umum atau fasilitas sosial dan umum
mencakup : fasilitas kesehatan, fasilitas perekonomian, fasilitas
pendidikan, fasilitas perkantoran pemerintah, dan fasilitas peribadatan.
3. Pemberian Bantuan Perbaikan Rumah Masyarakat
Yang menjadi target pemberian bantuan adalah masyarakat korban
bencana yang rumah/ lingkungannya mengalami kerusakan struktural
hingga tingkat sedang akibat bencana, dan masyarakat korban
berkehendak untuk tetap tinggal di tempat semula. Kerusakan tingkat
sedang adalah kerusakan fisik bangunan sebagaimana Pedoman Teknis
(Kementerian PU, 2006) dan/ atau kerusakan pada halaman dan/ atau
kerusakan pada utilitas, sehingga mengganggu penyelenggaraan fungsi
huniannya. Untuk bangunan rumah rusak berat atau roboh diarahkan
untuk rekonstruksi.
Tidak termasuk sasaran pemberian bantuan rehabilitasi adalah rumah/
lingkungan dalam kategori:
a. Pembangunan kembali (masuk dalam rekonstruksi)
b. Pemukiman kembali (resettlement dan relokasi)
c. Transmigrasi keluar daerah bencana
4. Pemulihan Sosial Psikologis
Pemulihan sosial psikologis adalah pemberian bantuan kepada
masyarakat yang terkena dampak bencana agar dapat berfungsi kembali
secara normal. Sedangkan kegiatan psikososial adalah kegiatan
mengaktifkan elemen-elemen masyarakat agar dapat kembali
menjalankan fungsi sosial secara normal. Kegiatan ini dapat dilakukan
oleh siapa saja yang sudah terlatih. Pemulihan sosial psikologis bertujuan
agar masyarakat mampu melakukan tugas sosial seperti sebelum terjadi
bencana, serta tercegah dari mengalami dampak psikologis lebih lanjut
yang mengarah pada gangguan kesehatan mental.
5. Pelayanan Kesehatan

26
Pemulihan pelayanan kesehatan adalah aktivitas memulihkan
kembali segala bentuk pelayanan kesehatan sehingga minimal tercapai
kondisi seperti sebelum terjadi bencana. Pemulihan sistem pelayanan
kesehatan adalah semua usaha yang dilakukan untuk memulihkan
kembali fungsi sistem pelayanan kesehatan.
b. Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-
langkah nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk
membangun kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan
sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat,
dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian,
sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran
dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat di wilayah pasca bencana. Dalam ruang lingkupnya,
rekonstruksi diatur sebagaimana berikut :
1. Program Rekonstruksi Fisik
Rekonstruksi fisik adalah tindakan untuk memulihkan kondisi fisik
melalui pembangunan kembali secara permanen prasarana dan sarana
permukiman, pemerintahan dan pelayanan masyarakat (kesehatan,
pendidikan dan lain-lain), prasarana dan sarana ekonomi (jaringan
perhubungan, air bersih, sanitasi dan drainase, irigasi, listrik dan
telekomunikasi dan lain-lain), prasarana dan sarana sosial (ibadah,
budaya dan lain-lain.) yang rusak akibat bencana, agar kembali ke kondisi
semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelum bencana.
Cakupan kegiatan rekonstruksi fisik mencakup, tapi tidak terbatas pada,
kegiatan membangun kembali sarana dan prasarana fisik dengan lebih
baik dari hal-hal berikut:
a) Prasarana dan sarana;
b) Sarana sosial masyarakat;
c) Penerapan rancang bangun dan penggunaan peralatan yang lebih baik
dan tahan bencana.

27
2. Program Rekonstruksi Non Fisik
Rekonstruksi non fisik adalah tindakan untuk memperbaiki atau
memulihkan kegiatan pelayanan publik dan kegiatan sosial, ekonomi serta
kehidupan masyarakat, antara lain sektor kesehatan, pendidikan,
perekonomian, pelayanan kantor pemerintahan, peribadatan dan kondisi
mental/sosial masyarakat yang terganggu oleh bencana, kembali ke
kondisi pelayanan dan kegiatan semula atau bahkan lebih baik dari
kondisi sebelumnya.
Cakupan kegiatan rekonstruksi non-fisik di antaranya adalah:
a) Kegiatan pemulihan layanan yang berhubungan dengan kehidupan
sosial dan budaya masyarakat.
b) Partisipasi dan peran serta lembaga/organisasi kemasyarakatan, dunia
usaha, dan masyarakat.
c) Kegiatan pemulihan kegiatan perekonomian masyarakat.
d) Fungsi pelayanan publik dan pelayanan utama dalam masyarakat.
e) Kesehatan mental masyarakat.

28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Puting beliung adalah sebuah fenomena angin yang berputar
dengan kecepatan lebih dari 60–90 km/jam yang berlangsung
sekitar 5-10 menit yang diakibatkan adanya perbedaan tekanan
yang besar dalam area dengan skala kecil yang terjadi di sekitar
awan Cumulonimbus.
2. Bencana dapat dikategorikan menjadi 3 macam yaitu bencana
alam, bencana non alam dan bencana sosial.Bencana angin ribut
merupkan bencana alam yang terjadi secara alami tanpa intervensi
manusia sebagai penyebabnya.
3. Dalam penanggulangan bencana membagi manajemen bencana
menjadi tiga tahapan besar, yaitu: Kesiapsiagaan ( pra bencana),
tanggap darurat (saat bencana), rekonstruksi dan rehabilitas (pasca
bencana).
4. Seiring perjalanan waktu, berbagai pandangan tentang bencana
mulai dari pandangan konvensional, ilmu pengetahuan alam, ilmu
terapan progresif, dan ilmu sosial hingga secara sistemik berubah
menjadi pandangan holistic.
5. Paradigma penangan bencana angin puting beliung yaitu: bantuan
darurat, mitigasi bencana angin puting beliung, paradigma
pembangunan, pengurangan risiko.
6. Manajemen bencana yang terstruktur dengan baik bukan hanya
menjadi tanggung jawab pemerintah saja, melainkan membutuhkan
kesadaran dan kerja sama dengan masyarakat sebagai subyek
utama dalam pengurangan risiko bencana.

29
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M. (2017). Modul manajemen penanggulangan bencana pelatihan


penanggulangan bencana banjir 2017. Pusat Pendidikan Dan
Pelatihan Sumber Daya Air Dan Kontruksi, 77.
Aldiro, S. 2019. Artikel berita Angin Puting Beliung Terjang Madiun,
Rumah Warga Rusak. https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-
013249816/angin-puting-beliung-terjang-madiun-515-rumah-warga-
rusak (diakses pada 19 Maret 2022).
Aqasha R, dkk (2021). ANALISIS KEJADIAN ANGIN PUTING BELIUNG
MENGGUNAKAN CITRA SATELIT HIMAWARI-8 (STUDI KASUS
KOTA BOGOR, JAWA BARAT 21 SEPTEMBER 2021). Jurnal Ilmiah
Indonesia.
Emilya. N. Dkk. 2013. KAJIAN BENCANA ANGIN RIBUT DI INDONESIA
PERIODE 1990-2011: UPAYA MITIGASI BENCANA. Geomedia.
11(2).
Fatahatul, AB. 2019. MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA
ANGIN PUTING BELIUNG OLEH BADAN PENANGGULANGAN
BENCANA DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR.
Jurusan Ilmu Administrasi Publik. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan.

30

Anda mungkin juga menyukai