Oleh :
Kelompok 4
Putu Kanitha Putri Amaris ( 2004551180 )
I Gusti Ayu Ketut Intan Pradnyawati ( 2004551182 )
Rizki Paramukti Soemadi ( 2004551204 )
Novyar Boy Putra Saragih ( 2004551205 )
Komang Santi Triana Wedha ( 2004551223 )
I Ketut Andika Wedananta M. ( 2004551235 )
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1
Ko Swan Sik, “Beberapa Aspek Kenisbian dan Kesamaran Perjanjian Internasional” Jurnal Hukum Internasional,
Vol. 3, No. 4, (2006), Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm.
474-476.
2
Harry Purwanto, “Keberadaan Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Perjanjian Internasional”, Jurnal Mimbar Hukum,
Vol.21, No.1. 2009, hal 162
3
Ibid
4
Sam Suhaedi, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Alumni, 1968), hlm. 53.
kepastian dalam hubungan antara negara yang dituliskan dalam perjanjian internasional maupun
perundang-undangan nasional (Indonesia).5
Pasal 26 Konvensi Wina 1969 berbunyi “Pacta Sunt Servanda setiap perjanjian yang
berlaku mengikat para pihak dan harus dilakukan oleh mereka dengan baik”. Untuk mengetahui
pengimplementasian Pacta Sunt Servanda, kita bisa mengambil contoh perjanjian Paris
Agreement on Climate Change. Dimana sebanyak 194 negara di dunia diantaranya (Arab Saudi,
Irak, Nigeria, Kazakhstan, Amerika Serikat, Cina dan masih banyak negara lainnya) sudah
sepakat dan menandatangani perjanjian ini, ini menimbulkan Pacta Sunt Servanda dimana
mereka harus menerapkan kebijakan ini dengan baik di negaranya sebagai perwujudan itikad
baik terhadap perjanjian yang disepakati dan disahkan bersama.
5
Harry Purwanto, op. Cit, hlm.166
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Analysis
Persetujuan Paris adalah sebuah perjanjian internasional antara 195 pihak yang ikut serta
dalam mitigasi perubahan iklim di Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-21 Paris, Prancis.
Konferensi ini sudah ditandatangani oleh Indonesia pada tanggal 22 April 2016. Komitmen
pemerintah Indonesia setelah penandatanganan persetujuan tersebut kemudian dilanjutkan
dengan menetapkan Pengesahan Paris Agreement menjadi peraturan perundang-undangan
sebagai payung hukum yang kuat melalui Undang-Undang Republik Indonesia. Pada tanggal 24
Oktober 2016, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia
6
Otoritas Jasa Keuangan, Paris Agreement, diakses dari
https://www.ojk.go.id/sustainable-finance/id/publikasi/prinsip-dan-kesepakatan-internasional/Pa
ges/Paris-Agreement.aspx, pada tanggal 13 Desember 2021, pukul 21:53 WITA.
7
Suwarno Joyomenggolo, Mengenal Persetujuan Paris, diakses dari
https://www.ojk.go.id/sustainable-finance/id/publikasi/prinsip-dan-kesepakatan-internasional/Pa
ges/Paris-Agreement.aspx, pada tanggal 13 Desember 2021, pukul 22:02 WITA.
Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nation Framework
Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan
Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim). Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa
pengendalian perubahan iklim merupakan amanat konstitusi UU 1945 Pasal 28 H bahwa setiap
orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dengan diratifikasinya
perjanjian internasional ini memberikan indikasi bahwa Indonesia sebagai salah satu pihak yang
menandatangani perjanjian ini mengikatkan dirinya pada perjanjian paris tersebut. Pengikatan
diri yang ditunjukkan melalui ratifikasi ini sesuai dengan salah satu asas yang terdapat di Pasal
26 Konvensi Wina 1969 berbunyi “Pacta Sunt Servanda setiap perjanjian yang berlaku mengikat
para pihak dan harus dilakukan oleh mereka dengan baik”.
Sebagai wujud dari tindak lanjut komitmen serta konsistensi pengikatan diri dalam Paris
Agreement ini sesuai dengan asas pacta sunt servanda, Indonesia akan melakukan upaya
kontribusi nasional terhadap upaya global yang dituangkan dalam kontribusi yang Ditetapkan
Secara Nasional (Nationally Determined Contribution (NDC)). NDC Indonesia mencakup
aspek mitigasi dan adaptasi dan akan ditetapkan secara berkala. Pada periode pertama, Indonesia
akan mengurangi emisi sebesar 29% melalui upaya sendiri. Target penurunan emisi ini akan
meningkat dan ditetapkan sebesar 41% jika ada kerjasama internasional dari kondisi tanpa aksi
pada tahun 2030 melalui dukungan pendanaan, transfer teknologi dan peningkatan kapasitas.
Penurunan laju emisi ini akan ditekankan terhadap sektor kehutanan, energi termasuk
transportasi, limbah, proses industri dan penggunaan produk, dan pertanian. Komitmen NDC
Indonesia untuk periode berikutnya akan ditetapkan berdasarkan kajian kinerja dan harus
menunjukkan peningkatan dari periode sebelumnya.
BAB III
KESIMPULAN
Persetujuan Paris adalah sebuah perjanjian internasional antara 195 pihak yang ikut serta
dalam mitigasi perubahan iklim di Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-21 Persetujuan Paris
bertujuan untuk menguatkan respon global terhadap ancaman perubahan iklim. Presiden
Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2016
tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nation Framework Convention on Climate
Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa
Mengenai Perubahan Iklim) Pada tanggal 24 Oktober 2016. Pengikatan diri yang ditunjukkan
melalui ratifikasi ini sesuai dengan salah satu asas yang terdapat di Pasal 26 Konvensi Wina
1969 berbunyi “Pacta Sunt Servanda setiap perjanjian yang berlaku mengikat para pihak dan
harus dilakukan oleh mereka dengan baik”.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.ojk.go.id/sustainable-finance/id/publikasi/prinsip-dan-kesepakatan-internasi
onal/Pages/Paris-Agreement.aspx.
https://www.ojk.go.id/sustainable-finance/id/publikasi/prinsip-dan-kesepakatan-internasi
onal/Pages/Paris-Agreement.aspx.
Purwanto, Harry. 2009. “Keberadaan Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Perjanjian
Sik, Ko S. 2006. “Beberapa Aspek Kenisbian dan Kesamaran Perjanjian Internasional.” Jurnal
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement
Desember 2021