Anda di halaman 1dari 70

Machine Translated by Google

Jilid 20 (2), Juli 2022 E-ISSN 2656-6842


P-ISSN 1412-9655

Sikap Bahasa
Siswa SMAN 9 Bandar Lampung Terhadap Bahasa Prancis
Nani Kusrini, Indah Nevira Trisna, Lailatul Mukaromah

Menggali Gaya Belajar dan Kecakapan Mahasiswa


Universitas di Indonesia: Penelitian Kelas Kuantitatif
Achmad Yudi Wahyudin, Asti Wahyuni

Maskulinitas dalam Karakter Sally dan Jo dalam Film Misbehavior


Syafrilla Kurniasi, Pita Merdeka, Maria Ulfa3 , Nina Farlina

Analisis Kata Slang dalam Lirik Lagu yang Digunakan Ariana Grande
I Gusti Ayu Agung Indah Jayantini, Ni Wayan Suastini, I Gusti Agung Sri Rwa Jayantini

Penggunaan Aplikasi Joylada dalam Pengajaran Penulisan Narasi


Mutiarani, Muhamad Sofian Hadi, Elka Caesarina

Eksplorasi Tantangan Mahasiswa dalam


Mempelajari Bahasa Inggris Sebagai Bahasa Asing di Masa Pandemi Covid-19
Siti To'ifah, Fatimah Mulya Sari

Analisis Bahasa kiasan dalam Lirik


Lagu Santa Esmeralda berjudul You're My Everything
Sukmono Bayu Adhi
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK
Jurnal Bahasa dan Sastra

Jurnal TEKNOSASTIK terbit pada bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Ini menyajikan artikel
tentang pengajaran dan pembelajaran bahasa Inggris, linguistik, dan sastra. Kami mengundang
artikel yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Silakan lihat pedoman kontribusi artikel di
sampul belakang bagian dalam jurnal ini.

Pemimpin Redaksi

Ingatan Gulö

Redaktur Pengelola
Achmad Yudi Wahyudin
Afrianto Dina
Amelia Heri Kuswoyo
Laila Ulsi Qodriani
M. Yuseano Kardiansyah

Dewan Penasehat Editorial


Eri Kurniawan, Universitas Pendidikan Indonesia

Dewan Peninjau

Akhyar Rido, Ph.D., Universitas Teknokrat Indonesia


Aslinda, Ph.D., Universitas Andalas
Prof. Dr. Baharuddin, Universitas Mataram
E. Ngestirosa EWK, MA, Universitas Teknokrat Indonesia
Elvi Citraresmana, Universitas Padjadjaran
Prof. Dr. Faridah Ibrahim, Universitas Infrastruktur Kuala Lumpur
Lia Maulia Indrayani, Universitas Padjadjaran Melly
Ridaryanthi, Ph.D., University College Yayasan Sabah
Mohd Faeiz Ikram Jasmani, MA, Politeknik Sultan Haji Ahmad Shah
Pupung Purnawarman, Ph.D., Universitas Pendidikan Indonesia
Rosaria Mita Amalia, Universitas Padjadjaran

Redaksi dan Administrasi Alamat: Bagian Publikasi TEKNOSASTIK , Fakultas Seni dan
Pendidikan, Universitas Teknokrat Indonesia. Jalan H. Zainal Abidin Pagaralam No.
9-11. Kedaton, Bandar Lampung. Telepon (0721) 702022, 774061(hunting) 784945. Email:
teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google
E-ISSN 2656-6842
P-ISSN 1412-9655

TEKNOSASTIK
Jurnal Bahasa dan Sastra

Daftar isi

Sikap Bahasa Siswa


SMAN 9 Bandar Lampung Terhadap Bahasa Prancis .................................. 66
Nani Kusrini, Indah Nevira Trisna, Lailatul Mukaromah

Menggali Gaya Belajar dan Kecakapan Mahasiswa


Universitas di Indonesia: Penelitian Kelas Kuantitatif ............................ 77
Achmad Yudi Wahyudin, Asti Wahyuni

Maskulinitas dalam Karakter Sally dan Jo dalam Film Misbehavior ............... 86

Syafrilla Kurniasi, Pita Merdeka, Maria Ulfa3 , Nina Farlina

Analisis Kata-kata Slang dalam Lirik Lagu yang Digunakan Ariana Grande......................... 95
I Gusti Ayu Agung Indah Jayantini, Ni Wayan Suastini, I Gusti Agung Sri Rwa Jayantini

Penggunaan Aplikasi Joylada dalam Pengajaran Menulis Narasi .............................. 105


Mutiarani, Muhamad Sofian Hadi, Elka Caesarina

Eksplorasi Tantangan Mahasiswa dalam Pembelajaran


Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing di Masa Pandemi Covid-19 .............. 113
Siti To'ifah, Fatimah Mulya Sari

Analisis Bahasa Majas dalam Lirik Lagu


Santa Esmeralda berjudul You're My Everything .............................. 123
Sukmono Bayu Adhi

Diterbitkan oleh
Fakultas Sastra dan Ilmu Pendidikan
UNIVERSITAS TEKNOKRAT INDONESIA
Bandar Lampung

Teknostik Jilid 20 Nomor 2 Juli 2022 Halaman 66 - 130


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kusrini, Trisna, Mukaromah

Sikap Bahasa Siswa SMAN 9 Bandar Lampung Terhadap


Bahasa Prancis
Nani Kusrini1 , Lailatul Mukaromah3
, Indah Nevira Trisna2
lailatlmkrmh@gmail.com1 , nani.kusrini@fkip.unila.ac.id2 , indah.nevira@fkip.unila.ac.id3

Universitas Lampung
Abstrak
Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu mendeskripsikan sikap bahasa siswa SMAN 9 Bandar Lampung
terhadap bahasa Prancis dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap bahasa mereka.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Kuesioner dan wawancara digunakan untuk
pengumpulan data. Sementara itu, analisis skala Likert digunakan untuk menganalisis data dan alat
statistik juga digunakan untuk menentukan nilai komponen sikap bahasa secara keseluruhan. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa sikap berbahasa siswa kelas XI IPA 1 dan IPA 2 SMAN 9 Bandar
Lampung berada pada kategori positif. Nilai ambang batas minimal sikap positif dan negatif adalah 50
dan nilai rata-rata yang diperoleh siswa melalui ketiga komponen sikap bahasa dalam penelitian ini
adalah 63,00 yang berarti sikap bahasa siswa terhadap bahasa Prancis adalah positif. Kemudian
berdasarkan faktor faktor yang mempengaruhi sikap berbahasa mulai dari yang paling signifikan berturut-
turut adalah (1) kebanggaan bahasa; (2) kekuatan dan pengaruh bahasa; (3) sifat internal bahasa; (4)
kekuatan dan pengaruh bahasa, dan (5) latar belakang sosial peserta didik.

Kata kunci: sosiolinguistik, sikap bahasa, faktor sikap bahasa, bahasa Prancis

pengantar
Kemajuan di bidang teknologi informasi yang semakin pesat memungkinkan manusia untuk
berkomunikasi dengan lebih mudah dan cepat. Salah satu syarat penting untuk komunikasi yang baik
adalah penguasaan bahasa. Penguasaan bahasa, khususnya bahasa asing, tampaknya semakin
menjadi kewajiban karena berperan dalam memperlancar komunikasi global. Oleh karena itu, dewasa
ini semakin banyak individu yang mampu berbicara bahasa asing bahkan lebih dari satu.

Telah banyak upaya untuk menyamaratakan kemampuan setiap individu dalam memperoleh dan
mempelajari bahasa asing, salah satunya dengan memasukkan bahasa asing ke dalam kurikulum
pembelajaran di semua sekolah di Indonesia. Beberapa bahasa asing diperkenalkan kepada siswa di
Indonesia, salah satunya adalah bahasa Prancis. Berbeda dengan bahasa Inggris yang diajarkan sejak
sekolah dasar atau pendidikan anak usia dini, pembelajaran bahasa Prancis umumnya dimulai pada
tingkat sekolah menengah atas.
Pendidikan tidak hanya mencakup ranah kognitif dan psikomotorik saja. Sikap juga menjadi fokus
yang tak kalah penting. Hills dan Evans (1989) dalam Nurulia (2017) menyatakan bahwa sikap tertentu
dalam belajar dalam tumbuh kembang anak merupakan bagian penting dari pendidikan. Pengertian dari
kata sikap itu sendiri secara umum mengacu pada bentuk tubuh, posisi berdiri tegak, tingkah laku atau
gerak tubuh, dan tindakan atau tindakan yang dilakukan berdasarkan pandangan (kedudukan, keyakinan
atau pendapat) sebagai reaksi terhadap adanya suatu hal atau pendapat. peristiwa (Chaer, 2010).
Sikap merupakan sesuatu yang cukup rumit untuk dirumuskan secara konseptual karena
berkaitan dengan aspek psikologis. Sikap adalah konstruksi psikologis yang dicatat dalam pikiran
individu tetapi diekspresikan melalui perilaku atau tindakan. Perilaku ini bisa menjadi positif

66
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kusrini, Trisna, Mukaromah

atau negatif, menguntungkan atau tidak menguntungkan (Nwagbo, 2015; Thurstone dan Charlesh dikutip
oleh Azwar, 2002 dalam Muliarsih (2009).
Sikap juga erat kaitannya dengan perilaku seseorang. Sikap seseorang dapat dimaknai dari perilaku
verbal dan nonverbalnya. Anastasi (1982, dikutip dalam Nurulia, 2017) menyatakan bahwa sikap seseorang
tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat dimaknai dari perilaku yang terlihat, baik secara verbal
maupun nonverbal. Dari pengertian tersebut dikenal istilah sikap, yaitu sikap linguistik dan sikap non-
linguistik.
Dalam konteks pembelajaran bahasa, sikap yang berhubungan dengan bahasa disebut sikap
berbahasa. Sikap berbahasa adalah sikap pemakai bahasa terhadap keragaman bahasanya sendiri dan
bahasa orang lain (Kusuma, 2016). Sikap terhadap bahasa yang dipelajari turut andil dalam keberhasilan
penguasaan bahasa, tentunya di samping faktor-faktor lain. Brown (1985 dalam Martha et al, 2013) dalam
studi pembelajaran bahasa, ada beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan bahasa, seperti: 1)
faktor bawaan, seperti bakat khusus bahasa, 2) faktor umum, seperti sikap dan motivasi. . (motivasi), dan
3) gaya kognitif, seperti ketergantungan bidang dan kemandirian bidang, reflektifitas dan impulsif. Hal
senada disampaikan bahwa ada beberapa variabel yang mempengaruhi pembelajaran bahasa antara lain
tingkat perkembangan pembelajar, usia, sikap dan motivasi (Ellis, 1988 dikutip oleh Sudirman & Huzairin,
2017). Demikian pula Lambert (1963) dalam Kusuma (2016) mengusulkan model psikologis sosial untuk
sikap yang menekankan faktor kognitif seperti bakat dan kecerdasan, dan faktor afektif seperti sikap dan
motivasi. Dapat disimpulkan bahwa sikap memiliki peranan penting dalam prestasi belajar siswa.

Sikap berbahasa dapat diartikan sebagai penilaian terhadap pemahaman bahasa sekaligus praktik
berbahasa, artinya setiap individu yang memiliki sikap terhadap suatu bahasa dapat dikatakan menyukai
dan menggunakan bahasa tersebut untuk berkomunikasi. Sikap bahasa meliputi tiga bagian atau komponen,
yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif.

Pembelajaran bahasa selalu dipengaruhi oleh sikap kebahasaan. Sikap positif akan mendukung
tercapainya tujuan pembelajaran bahasa Prancis yang diharapkan oleh guru.
Sedangkan jika menimbulkan sikap negatif maka kualitas dan tujuan pembelajaran yang diharapkan akan
terpengaruh. Sementara itu, Jendra (2012) menyatakan bahwa ada lima faktor yang dapat mempengaruhi
sikap seseorang terhadap bahasa, yaitu: (1) kebanggaan berbahasa; (2) kekuatan dan pengaruh bahasa;
(3) pengalaman belajar bahasa; (4) sifat internal bahasa, dan (5) latar belakang sosial pembelajar bahasa.

Bahasa Prancis untuk siswa sekolah menengah adalah bahasa asing kedua setelah bahasa Inggris.
Perbedaan antara kedua bahasa tersebut atau dengan bahasa Indonesia tentu memberikan kesan atau
pendapat yang berbeda yang pada akhirnya melahirkan sikap tertentu terhadap bahasa ini, bisa positif atau
negatif, apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini dimana pembelajaran berlangsung secara online
menggunakan aplikasi yang memungkinkan pembelajaran jarak jauh.
Berdasarkan studi pendahuluan di beberapa sekolah yang menyelenggarakan pembelajaran bahasa
Prancis, diketahui tidak mudah menyelenggarakan pembelajaran bahasa melalui aplikasi seperti WhatsApp
atau Google Classroom, terutama untuk kompetensi tertentu. Selain itu, beberapa hasil penelitian yang
mengkaji efektivitas pembelajaran jarak jauh mendukung perlunya mengkaji kondisi ini lebih dalam.

Teori dan Metode


Sikap berbahasa merupakan penilaian pemahaman bahasa sekaligus praktik bahasa. Artinya setiap
individu yang memiliki sikap terhadap suatu bahasa dapat dikatakan menyukai dan menggunakan bahasa
tersebut untuk berkomunikasi. Menurut Allport dalam Chaer (2010) sikap adalah kesiapan mental dan saraf,
yang dibentuk melalui pengalaman yang memberikan

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 67
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kusrini, Trisna, Mukaromah

arah dinamis atau pengaruh pada reaksi seseorang terhadap semua objek dan keadaan yang
melibatkan sikap itu.
Sedangkan Lambert dalam Chaer (2010) menyatakan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen
yaitu kognitif, afektif dan konatif. Penjelasan dari ketiga komponen tersebut adalah sebagai berikut.

1. Komponen kognitif berkaitan dengan pengetahuan tentang lingkungan alam dan


ide-ide yang biasanya merupakan kategori yang digunakan dalam proses berpikir.
2. Komponen afektif menyangkut masalah penilaian yang baik, suka atau tidak suka, terhadap
sesuatu atau situasi, maka orang tersebut dikatakan memiliki sikap positif.
Jika tidak, dikatakan memiliki sikap negatif.
3. Komponen konatif menyangkut perilaku atau tindakan terhadap suatu situasi.

Sebenarnya sikap berbahasa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu sikap terhadap
bahasa dan sikap terhadap bahasa. Sikap terhadap bahasa ditekankan pada tanggung jawab dan
penghargaan terhadap bahasa, sedangkan sikap bahasa ditekankan pada kesadaran diri dalam
menggunakan bahasa secara tertib. Dari perspektif sosiolinguistik, fenomena sikap bahasa dalam
masyarakat multibahasa merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji karena sikap bahasa dapat
menentukan kelangsungan hidup suatu bahasa.
Keadaan dan proses pembentukan sikap bahasa tidak jauh dari keadaan dan proses
pembentukan sikap pada umumnya. Seperti halnya sikap, sikap bahasa juga merupakan peristiwa
psikologis sehingga tidak dapat diamati secara langsung. Sikap bahasa menurut Kridalaksana (2001)
adalah sikap mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain. Sikap berbahasa
dapat diamati melalui tingkah laku berbahasa atau tingkah laku tutur. Namun demikian, hal ini juga
berlaku ketentuan bahwa tidak setiap perilaku tutur mencerminkan sikap berbahasa. Di sisi lain, sikap
bahasa tidak selalu tercermin dalam perilaku berbicara.

Sikap negatif terhadap suatu bahasa juga dapat terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang
tidak lagi memiliki rasa bangga terhadap bahasanya dan menggesernya ke bahasa lain yang bukan
miliknya. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Jendra (2012) menyatakan bahwa ada 5
faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap bahasa, yaitu: (1) rasa bangga terhadap
bahasa; (2) kekuatan dan pengaruh bahasa; (3) pengalaman belajar bahasa; (4) sifat internal bahasa,
dan (5) latar belakang sosial pembelajar bahasa.
Ada banyak penelitian tentang sikap bahasa. Banyak peneliti telah melakukan penelitian yang
bertujuan untuk menggambarkan sikap bahasa suatu kelompok tertentu atau untuk menemukan
hubungan antara sikap bahasa dan unsur-unsur lain dengan kelompok, kondisi, lingkungan dan
masalah yang pasti berbeda.
Penelitian tentang sikap bahasa siswa terhadap bahasa Indonesia dilakukan oleh Dingding
(2003), Wardani (2013), Wistari (2015) dengan hasil yang beragam. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sikap berbahasa ditinjau dari aspek kognitif, konatif dan afektif dapat bersifat positif atau negatif.
Sedangkan penelitian tentang sikap terhadap bahasa daerah dilakukan oleh Yudarsono (2004).

Dalam konteks bahasa asing, ada penelitian yang dilakukan oleh Hieda & Shabudin (2012)
tentang sikap dan perspektif terhadap bahasa Jepang sebagai bahasa asing di kalangan mahasiswa
bahasa Jepang di Universitas Kebangsaan Malaysia dan oleh Kusuma dan Adnyani (2016) yang
meneliti tentang orientasi motivasi dan sikap bahasa. mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris
sehingga mahasiswa memiliki sikap positif terhadap bahasa yang sedang dipelajari.

Studi lain mengkaji sikap dalam bahasa Jerman dengan menggunakan variabel gender subjek
penelitian (Sobara & Ardiyani, 2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) responden wanita memiliki

68
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kusrini, Trisna, Mukaromah

nilai kebanggaan berbahasa lebih tinggi dibandingkan responden pria, 2) nilai loyalitas terhadap
bahasa kedua kelompok responden sama-sama baik, 3) responden pria terlihat lebih percaya diri dan
berbicara lebih lugas dibandingkan responden pria. perempuan, 4) nilai kesadaran norma responden
perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Sementara itu, Suciaty (2017) meneliti hubungan antara sikap berbahasa mahasiswa Jurusan
Pendidikan Bahasa Prancis UPI terhadap keterampilan berbahasa Prancis dan faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap berbahasa tersebut dengan hasil 72,75% mahasiswa memiliki sikap positif
terhadap bahasa Prancis, dan hasil analisis Hasil yang diperoleh adalah keterampilan bahasa positif
yang dapat mempengaruhi keberhasilan siswa alami dalam menguasai bahasa Prancis.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lain yang relevan, selain terletak pada subjek
penelitian, perbedaan lain terletak pada kondisi bahasa Prancis sebagai bahasa asing kedua dan
merupakan subjek spesialisasi yang dilakukan selama masa pandemi. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teori sikap bahasa dari Lambert dalam Chaer dan Leonie (2010:150), dan teori dari
Jendra (2012) untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap
suatu bahasa. Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memperkaya wawasan tentang sikap bahasa
siswa terhadap bahasa Prancis.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 dan 2 SMA Negeri 9 Bandar Lampung,
sedangkan objek penelitian ini adalah sikap berbahasa dan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
berbahasa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dan wawancara.
Instrumen berupa angket yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada sikap berbahasa yang
digunakan oleh Budiawan (2008). Teknik analisis data yang digunakan untuk menentukan nilai per
komponen adalah analisis skala likert dengan sistem penilaian yang digunakan mengacu pada skala
likert menggunakan 4 skala (sangat setuju (SA), setuju (A), tidak setuju (D), sangat tidak setuju (SD). ).

Dalam mengolah data komponen kuesioner, penulis menggunakan pola perhitungan statistik
berupa persentase, artinya setiap data disajikan setelah ditabulasikan dalam bentuk frekuensi untuk
setiap jawaban. Data yang telah terkumpul diolah menjadi tabel distribusi frekuensi dengan
menggunakan rumus:

P = x 100

Keterangan
P: Persentase untuk setiap jawaban kategori
F: Frekuensi jawaban
N: Jumlah sampel atau objek penelitian

Kemudian untuk mengetahui nilai keseluruhan komponen bahasa (konatif, afektif dan kognitif)
peneliti menggunakan alat statistik yaitu PASW. PASW (Predictive Analytics Software) adalah program
komputer yang digunakan untuk menganalisis perhitungan dan mengolah data statistik, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (2014).

Temuan dan Diskusi


Hasil penelitian tentang sikap bahasa siswa SMAN 9 Bandar Lampung terhadap bahasa
Prancis adalah positif. Rata-rata skor yang diperoleh siswa melalui ketiga komponen tersebut adalah
63,00 dengan nilai ambang batas minimal sikap positif dan negatif adalah 50. Hasil skor tersebut
diperoleh melalui nilai total ketiga komponen sikap bahasa. Nilai rata-rata pada komponen konatif,
afektif dan kognitif melebihi median (nilai sedang) yang artinya dapat dikatakan cukup tinggi.

Sehingga bila dianalisis sikap kebahasaan secara keseluruhan diperoleh hasil yang positif.

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 69
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kusrini, Trisna, Mukaromah

Hasil penelitian selanjutnya adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap


siswa terhadap bahasa Prancis. Berdasarkan 5 faktor yang telah ditentukan, diketahui urutan
faktor yang paling dominan untuk tidak, yaitu: (1) kebanggaan berbahasa; (2) kekuatan dan
pengaruh bahasa; (3) pengalaman belajar bahasa; (4) sifat internal bahasa, dan (5) latar
belakang sosial pembelajar bahasa.

1. Sikap Bahasa Siswa terhadap Bahasa Prancis


Penelitian ini didasarkan pada Lambert (dalam Chaer & Leonie, 2010) yang membagi
sikap berbahasa menjadi tiga komponen, yaitu: a) komponen konatif, b) komponen afektif
dan c) komponen kognitif.

sebuah. Komponen Konatif


Komponen konatif bertujuan untuk mengetahui apakah siswa menggunakan
bahasa Prancis saat berkomunikasi, saat bertanya kepada guru atau saat berdiskusi
dengan teman saat pembelajaran online. Berikut rekapitulasi hasil pernyataan angket
pada komponen konatif.

Tabel 1. Rekapitulasi hasil angket pernyataan komponen konatif

PENYATAAN SKALA
TOTAL
NOMOR SA AD SD
0 10 17 30
12 2 14 14 30 30
3 0 7 19 4 30
4 1 10 18 1 30
5 0 22 8 0 30
6 2 10 16 2 30

Pada komponen konatif peneliti menggunakan 6 pernyataan. Berdasarkan


tabel di atas diketahui bahwa rata-rata responden memilih tidak setuju pada setiap
pernyataan. Hasil angket disebarkan kepada 30 responden dari kelas XI IPA 1 dan
XI IPA 2, nilai rata-rata komponen konatif adalah 14,43333. Berdasarkan pencapaian
skor rata-rata dapat dikatakan bahwa responden memiliki komponen konatif yang
cukup tinggi dalam penggunaan bahasa Perancis, dimana nilai rata-rata 14,43333
lebih besar dari median (nilai tengah) yaitu 12.

b. Komponen afektif
Tujuan dari komponen afektif adalah untuk mengetahui tanggapan responden
kepercayaan diri dan kebanggaan saat menggunakan bahasa Prancis atau dapat berkomunikasi dalam bahasa Prancis.

Tabel 2. Rekapitulasi hasil angket pernyataan komponen afektif

Skala
Penyataan Total
SS S TS STS
1 0 10 17 3 30
2 2 14 14 0 30
3 0 7 19 4 30
4 1 10 18 1 30

70 email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kusrini, Trisna, Mukaromah

5 0 22 8 0 30
6 2 10 16 2 30
7 20 2 0 30
8 82 19 8 1 30

Pada komponen konatif, peneliti menggunakan 8 pernyataan. Berdasarkan tabel di


atas diketahui bahwa rata-rata responden memilih setuju pada setiap pernyataan.
Hal ini terlihat pada hasil rekapitulasi komponen afektif pernyataan angket.

Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa nilai minimum responden
adalah 15 dan nilai maksimum yang dicapai adalah 29. Artinya terdapat responden yang
menjawab 'sangat setuju' pada setiap pernyataan angket pada komponen afektif. Nilai rata-
rata pada komponen afektif adalah 23.26667.
Dari rata-rata tersebut dapat dikatakan bahwa responden memiliki kebanggaan yang cukup tinggi
dalam penggunaan bahasa Prancis karena nilai rata-ratanya lebih besar dari median (skor tengah)
yaitu 16. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa mengaku merasa bangga belajar
bahasa Prancis di sekolah.

c. Komponen Kognitif
Komponen kognitif bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan pemahaman
menggunakan bahasa Prancis dengan baik dan benar. Untuk mengetahui tingkat pemahaman
responden, peneliti menggunakan 4 pernyataan yang dimasukkan dalam kuesioner penelitian.
Rekapitulasi hasil pernyataan angket pada komponen kognitif adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Rekapitulasi hasil pernyataan angket komponen kognitif

Skala
Penyataan Total
SS S TS STS
1 0 7 21 2 30
2 1 9 19 1 30
0 15 14 30
34 2 15 1 10 30

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa rata-rata responden memilih setuju dan
tidak setuju pada setiap pernyataan. Hasil angket yang dibagikan kepada 30 responden
terkait pemahaman dan kemampuan bahasa Prancis menunjukkan bahwa nilai rata-rata
komponen kognitif adalah 9,2. sehingga dapat dikatakan bahwa responden memiliki
komponen kognitif yang cukup dalam kemampuan dan pemahaman bahasa Perancis.
dimana nilai mean 9,2 lebih besar dari median (nilai tengah) yaitu 8, tetapi hanya berbeda
1,2 dari nilai median.
Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan dan pemahaman bahasa Prancis dapat dikatakan
tinggi meskipun hanya berbeda 1,2 dari median (nilai rata-rata).
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa hampir semua responden masih kesulitan
memahami grammar bahasa Prancis. hal ini dikarenakan mereka tidak hanya fokus pada mata pelajaran
bahasa Prancis sehingga pemahaman dan pengetahuan mereka tentang bahasa Prancis masih kurang.
Kemudian, sebagian besar responden juga mengalami kesulitan dalam mengucapkan kalimat bahasa Prancis. Ini

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 71
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kusrini, Trisna, Mukaromah

diklarifikasi berdasarkan hasil wawancara tentang pengucapan bahasa Prancis


kalimat.

Skor Sikap Bahasa Keseluruhan


Untuk mengetahui nilai keseluruhan sikap berbahasa, peneliti melakukan analisis menggunakan PASW.
Berikut adalah tabel hasil perhitungan dengan menggunakan alat statistik (PASW).

Tabel 4. Analisis Statistik Data Kuesioner Statistik Satu Sampel


Std. Kesalahan
N Berarti Std. Deviasi
Berarti

Sikap Bahasa 30 63.00 7.93725 4.58258

Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai ambang batas minimal untuk sikap positif dan negatif adalah
50. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai rata-rata sikap berbahasa siswa kelas XI IPA 1 dan IPA 2 adalah
63,00. Hal ini menunjukkan bahwa hasil sikap berbahasa dari 30 responden adalah positif.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Bahasa pada Siswa


Wawancara digunakan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sikap berbahasa
siswa SMA Negeri 9 Bandar Lampung kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 terhadap bahasa Prancis. Jendra (2012)
menyimpulkan bahwa beberapa faktor dapat mempengaruhi sikap pembelajar bahasa terhadap bahasa yang
mereka pelajari, antara lain:
sebuah. Kebanggaan bahasa

b. Kekuatan dan pengaruh bahasa


c. Latar belakang sosial pembelajar bahasa
d. Pengalaman dalam mempelajari bahasa
e. Sifat internal bahasa.

sebuah. Kebanggaan bahasa


Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, seluruh responden mengaku bangga
mendapat kesempatan belajar bahasa Prancis di sekolah dibandingkan dengan teman-teman lainnya.
Seperti diketahui, bahasa Prancis adalah mata pelajaran peminatan, sehingga hanya kelas tertentu
yang bisa mempelajarinya. Selain itu, hanya ada beberapa sekolah, khususnya di Provinsi Lampung,
yang mengajarkan mata pelajaran bahasa Prancis. Ini memicu perasaan bangga
karena hanya sekolah tertentu yang mengajarkan mata pelajaran bahasa Prancis.

Selain rasa bangga, 26 responden menjawab merasa selangkah lebih maju dibandingkan teman-
temannya yang tidak belajar bahasa Prancis. meskipun mereka tidak terlalu menguasai, tetapi setidaknya
mereka memiliki pengalaman belajar bahasa Prancis. Terdapat 4 responden yang menjawab tidak
merasa selangkah lebih maju dibandingkan dengan temannya yang tidak belajar bahasa Prancis karena
beberapa kelas lain juga mempelajari bahasa asing lainnya yaitu bahasa Inggris dan bahasa Jerman
yang menurutnya sama-sama sulit dipelajari.

Kebanggaan responden juga dipengaruhi oleh kesukaan mereka terhadap bahasa Prancis.
beberapa responden mengaku menyukai bahasa Prancis dengan alasan bahasa Prancis merupakan
bahasa asing yang menarik untuk dipelajari karena pengucapannya yang seksi, sedangkan

72
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kusrini, Trisna, Mukaromah

yang lain menjawab bahwa bahasa Prancis adalah bahasa yang unik karena penulisan dan pengucapannya
yang sangat berbeda.
Hasil wawancara yang telah dilakukan menunjukkan bahwa semua responden menjawab bahwa

mereka bangga memiliki kesempatan untuk belajar bahasa Prancis di sekolah. Meskipun saat ini pengetahuan
dan kemampuan bahasa Prancis mereka masih cukup rendah, namun semangat mereka dalam belajar bahasa
Prancis cukup tinggi.

b. Kekuatan dan pengaruh bahasa


Bahasa Prancis dianggap penting untuk dipelajari karena mereka menganggap bahwa bahasa Prancis
adalah bahasa yang banyak digunakan oleh banyak negara sebagai bahasa nasional, sehingga bahasa Prancis
akan sangat berpengaruh di berbagai bidang. Namun, ada 10 responden yang mengatakan bahwa bahasa
Prancis kurang berpengaruh dibandingkan bahasa Inggris.
Terdapat 15 responden yang menjawab bahwa banyaknya pengguna bahasa Prancis di dunia akan
mempengaruhi mereka untuk terus belajar bahasa Prancis. Pasalnya, semakin banyak pengguna Prancis,
semakin mudah berkomunikasi dengan orang asing. Hal ini memotivasi mereka untuk terus belajar bahasa
Prancis.
Meskipun 25 responden menjawab bahwa jumlah pengguna bahasa Prancis mempengaruhi antusiasme
mereka dalam belajar bahasa Prancis. Namun, 5 responden lainnya menjawab tidak akan mempengaruhi
mereka untuk terus belajar bahasa Prancis. Alasannya, 16,6% responden belajar bahasa Prancis hanya karena
memenuhi kewajibannya untuk mempelajari mata pelajaran tersebut di sekolah.

Memiliki teman yang berbicara bahasa Prancis juga merupakan salah satu kekuatan dan pengaruh
bahasa Prancis. Dari 30 responden yang diwawancarai, hanya ada 1 orang yang memiliki teman berbahasa
Prancis di kehidupan nyata atau di media sosial. Sedangkan yang lain tidak memilikinya.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa bahasa Prancis memiliki
pengaruh dan kekuatan yang besar karena merupakan bahasa internasional yang paling banyak digunakan di
dunia setelah bahasa Inggris. Selain itu, pengaruh dan kekuatan yang begitu besar dapat mempengaruhi siswa
untuk terus belajar bahasa Prancis.

c. Latar belakang sosial pembelajar bahasa


Berdasarkan hasil wawancara, 30 responden menjawab bahwa mereka belum pernah mengunjungi
negara francophone. Kebanyakan dari mereka beralasan bahwa mereka belum bisa pergi ke negara
francophone (negara berbahasa Prancis). Alasan peneliti menanyakan hal ini karena pengalaman berlibur atau
mengunjungi negara francophone merupakan salah satu indikator status sosial seseorang. Bepergian ke luar
negeri membutuhkan banyak uang. Jadi, dapat diasumsikan bahwa seseorang yang pernah bepergian ke luar
negeri memiliki status sosial yang tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak bepergian ke luar negeri.

Selain jalan-jalan ke luar negeri, mengikuti les atau belajar bahasa Prancis menggunakan aplikasi
berbayar juga menjadi indikator untuk mengetahui status sosial seseorang. Karena dengan mengikuti bimbingan
belajar atau menggunakan aplikasi berbayar, Anda perlu mengeluarkan uang lebih untuk mendapatkan
pembelajaran bahasa Prancis yang lebih intens.
Berdasarkan data yang diperoleh melalui wawancara, hanya 1 dari 30 responden yang mengikuti
bimbingan belajar bahasa Prancis. Alasannya karena siswa menyukai bahasa Prancis dan mengatakan bahwa
mengambil les bahasa Prancis dapat mendukung kemampuan dan pemahamannya tentang bahasa Prancis
selama pembelajaran online. Sedangkan 99% lainnya tidak mengambil les bahasa Prancis

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 73
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kusrini, Trisna, Mukaromah

karena berbagai alasan, alasan rata-rata adalah karena mereka tidak punya uang untuk
membayar les bahasa Prancis.
Jadi, kesimpulannya adalah bahwa faktor status sosial pembelajar dalam hal ini
pembelajar bahasa Prancis tidak berpengaruh terhadap sikap mereka terhadap bahasa Prancis.
Hal ini dibuktikan dengan hanya satu dari 30 responden yang mengikuti les/les bahasa
Prancis. Selain itu, 30 responden tidak memiliki pengalaman bepergian ke luar negeri
terutama ke negara-negara francophone (negara berbahasa Perancis) dan semuanya juga
tidak menggunakan media berbayar/sumber belajar bahasa Perancis.

d. Pengalaman dalam belajar bahasa


Berdasarkan hasil wawancara, 30 responden memiliki pengalaman belajar bahasa
asing lainnya, yaitu bahasa Inggris. Pengalaman ini didapatnya sejak sekolah dasar. Dua
puluh persen responden pernah mengambil pelajaran bahasa asing selain bahasa Prancis,
mereka mengatakan bahwa menguasai bahasa asing akan memudahkan untuk mendapatkan
informasi lokal dan asing. Namun, 80% responden mengaku tidak memiliki cukup waktu untuk
mengikuti bimbingan belajar bahasa asing. Selain itu, ketiadaan biaya juga menjadi kendala
bagi sebagian mahasiswa untuk mengikuti bimbingan belajar bahasa asing.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengalaman dalam belajar bahasa asing tidak
tidak mempengaruhi mereka dalam belajar bahasa Prancis. Karena mereka belum pernah memiliki
pengalaman belajar bahasa Prancis sebelumnya. Ke-30 responden hanya belajar bahasa Prancis saat
mereka duduk di bangku SMA.

d. Sifat internal bahasa


Sifat internal bahasa Prancis merupakan faktor terakhir yang dapat mempengaruhi
sikap terhadap bahasa Prancis. Sifat internal bahasa berkaitan erat dengan linguistik, yang
meliputi sistem tata bahasa Prancis (sintaks), sistem pengucapan suara atau pengucapan
bahasa Prancis (fonetik dan fonologi), dan makna kata dan kalimat Prancis (semantik).

Berdasarkan hasil wawancara, 90% responden mengaku masih sedikit kesulitan


memahami grammar bahasa Prancis yang meliputi penggunaan konjugasi, tenses dan
penyesuaian kata sifat dengan jenis kelamin kata benda. Hal ini membuat sangat sulit bagi
siswa untuk belajar bahasa Prancis.

Kemudian, 98% responden mengatakan bahwa pengucapan bahasa Prancis cenderung sulit
untuk diucapkan. Ini karena penulisan dan pengucapannya sangat berbeda. Namun, tak sedikit dari
responden yang optimistis jika terus belajar bahasa Prancis, sistem pengucapan bahasa Prancis
tidak menjadi masalah besar. Selain penulisan dan pengucapan yang berbeda, dalam bahasa Prancis
juga terdapat vokal nasal atau vokal nasal yang cukup sulit dibedakan. Kesulitan-kesulitan tersebut
menjadi alasan mengapa nilai kemampuan dan pemahaman yang dicapai responden cenderung kecil.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis, siswa kelas XI IPA 1 dan IPA 2 memiliki sikap bahasa yang positif
terhadap bahasa Prancis dengan rata-rata indeks sikap bahasa sebesar 63,00.
Responden memiliki nilai komponen afektif dan nilai konatif yang tinggi

74 email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kusrini, Trisna, Mukaromah

komponen bahasa Prancis, tetapi nilai komponen kognitifnya cenderung rendah. Hal ini
disebabkan sulitnya memahami grammar bahasa Prancis yang meliputi penggunaan konjugasi,
tenses dan penyesuaian kata sifat dengan jenis kelamin kata benda. Oleh karena itu, mereka
menganggap bahasa Prancis sulit untuk dikuasai. Berdasarkan lima faktor yang telah ditentukan
oleh Jendra (2012). Diketahui urutan faktor yang paling dominan mempengaruhi sikap siswa
terhadap bahasa Prancis, yaitu: (1) kebanggaan bahasa Prancis; (2) kekuatan dan pengaruh
bahasa Prancis; (3) pengalaman belajar bahasa Prancis; (4) sifat internal bahasa Prancis, dan
(5) latar belakang sosial pembelajar bahasa.

Referensi
Budiawan. 2008. Pengaruh sikap bahasa dan motivasi belajar bahasa terhadap prestasi pada
mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris Siswa se-Bandar Lampung. Tesis.
Depok: FIB UI.
Chaer, A. & Agustina, L. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta

Dingding, H. 2003. Sikap berbahasa mahasiswa (studi deskriptif analitis tentang sikap
berbahasa mahasiswa jurusan pendidikan bahasa asing FPBS UPI. Jurnal Bahasa dan
Sastra, 3(5).
Hieda, N. & Shabudin, M. 2012. Sikap dan persepsi terhadap pembelajaran bahasa Jepun di
kalangan mahasiswa UKM. Jurnal Linguistik, 16, 88-103.
Jendra, MII 2012. Sosiolinguistik: Kajian Bahasa Masyarakat. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Kemendikbud. 2014. Modul Pembelajaran SPSS. Jakarta: Pusat Data Statistik Pendidikan.
Kridalaksana, H. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kusuma. IPI & Adnyani, LDS 2016. Motivasi dan sikap bahasa mahasiswa jurusan Pendidikan
Bahasa Inggris Undiksha. Jurnal Pendidikan Indonesia, 5(1), 12-26.
Martha, IN, Sriasih, SAP, Indriani, MS 2013. Analisis hubungan sikap dan motivasi terhadap
prestasi belajar bahasa mahasiswa baru jurusan Pendidikan Bahasa Bali tahun ajaran
2013-2014 (Studi psikometrik dalam rangka rekrutmen mahasiswa baru jurusan
pendidikan bahasa Bali). Prasi 8(16), 24-33.
Mularsih, H. 2009. Korelasi sikap terhadap prestasi belajar bahasa Indonesia mahasiswa
Universitas Tarumanegara Jakarta semester ganjil tahun akademik 2008/2009. Fenolingua
Jurnal Bahasa, Sastra dan Pengajarannya, 17(2), 325-342.
Nurulia, L. 2017. Analisis sikap bahasa dan motivasi berbahasa guru bahasa Inggris MTS
peserta diklat di Balai Diklat Keagamaan Semarang Tahun 2016. Andragogi Jurnal Diklat
Teknis 5(2), 56-74.
Nwangno, OG 2015. Identitas dan sikap bahasa di antara pengungsi Liberia di Oru Camp,
Negara Bagian Ogun, Nigeria. Komunikasi multimodal di abad ke- 21 : tantangan
profesional dan akademik. Konferensi Asosiasi Linguistik Terapan Spanyol (AESLA),
16-18 April 2015. Madrid, Spanyol.
Sobara, I & Ardiyanti, DK 2013. Sikap bahasa mahasiswa laki-laki dan perempuan di Jurusan
Sastra Jerman Universitas Negeri Malang. Jurnal Bahasa dan Seni, 41(1).

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 75
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kusrini, Trisna, Mukaromah

Suciaty, WN 2017. Pengaruh sikap bahasa terhadap kemampuan berbahasa Prancis pada
mahasiswa S1 Departemen Pendidikan Bahasa Prancis FPBS UPI. Tesis. Universitas
Diponegoro Semarang.
Sudriman & Huzairin. 2017. Sikap bahasa siswa SMP dan SMA terhadap pembelajaran
bahasa Inggris di Kota Bandar Lampung. Aksara 18(1), 44-54.
Wardani. KDA & Artawan, G. 2001. Sikap bahasa siswa terhadap bahasa Indonesia: Studi
kasus di SMAN 1 Singaraja. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Bahasa Indonesia,
2.
Wistari, NW, Suandi, N., Wendra, Wyn. 2015. Sikap bahasa siswa program Cambridge
Dyatmika School. Jurnal JJPBS Universitas Pendidikan Ganesha, 3(1).
Yusdarsono, P. 2004. Bahasa Mahasiswa STBA Harapan Medan terhadap Sikap Bahasa
Indonesia beraksen Jawa, Minang, Batak, Aceh, dan Hokien: suatu kajian sosiolinguistik.
[Tes]. Medan: Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

76 email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Wahyudin, Wahyuni

Menggali Gaya Belajar dan Kecakapan Mahasiswa


pada Universitas di Indonesia:
Penelitian Kelas Kuantitatif

Achmad Yudi Wahyudin1 ,Asti Wahyuni2


achmad.yudi@teknokrat.ac.id1 , asty_wahyuni@teknokrat.ac.id2

Universitas Teknokrat Indonesia


Abstrak

Penelitian ini dirancang untuk mengkonfirmasi apakah ada hubungan antara gaya belajar mahasiswa
dengan kemampuan berbahasa Inggris mereka di salah satu universitas swasta di Indonesia. Menggunakan
penelitian kelas kuantitatif, 40 siswa dilibatkan untuk mengisi kuesioner untuk mengeksplorasi gaya belajar
mereka. Kemudian, para siswa juga diharuskan mengikuti Institutional English Proficiency Test (EPT) untuk
mengukur kemampuan bahasa Inggris mereka. Hasil angket dianalisis dan disajikan dalam kategori gaya
belajar visual, auditori, dan kinestetik, sedangkan skor rata-rata kemahiran bahasa Inggris siswa disajikan
dalam kemahiran rendah, sedang, dan tinggi. Analisis korelasional kemudian dihitung untuk mengungkapkan
sejauh mana gaya belajar memiliki hubungan dengan kecakapan bahasa Inggris. Studi ini memiliki implikasi
pedagogis bagi guru dan praktisi bahasa Inggris sementara beberapa keterbatasan juga disorot.

Kata kunci: Gaya belajar, kemahiran bahasa Inggris, penelitian kelas, universitas

pengantar

Bahasa Inggris telah menjadi keterampilan yang penting untuk dikuasai (Ayu & Indrawati, 2018) dan
merupakan bahasa internasional yang umum diajarkan di universitas. Bagi mahasiswa, kemampuan bahasa
Inggris diperlukan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi mereka, mendapatkan beasiswa, hibah,
dan peluang karir yang lebih baik. Ada konsensus di mana keberhasilan siswa tergantung pada penguasaan
bahasa Inggris mereka. Bahasa Inggris diajarkan sebagai mata pelajaran wajib di universitas-universitas di
Indonesia. Siswa diwajibkan untuk mengikuti setiap kelas dan diharapkan untuk menyelesaikan mata
pelajaran dengan nilai yang memuaskan. Jika tidak, mereka diharuskan mengikuti prosedur remedial atau
bahkan mengulang kelas di tahun berikutnya. Kurikulum mata pelajaran bahasa Inggris di universitas membutuhkan
siswa untuk menguasai keterampilan makro seperti pemahaman mendengarkan, struktur, dan ekspresi
tertulis, dan pemahaman membaca. Mereka juga perlu menguasai keterampilan mikro seperti tata bahasa,
kosa kata, pengucapan, dan kefasihan. Bagi siswa yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, menguasai
keterampilan tersebut mungkin memberikan tantangan besar.
Tantangan yang dihadapi oleh siswa terkait dengan kurangnya paparan bahasa Inggris mereka.
Ditemukan bahwa mereka terkadang tidak dapat menangkap ide dari komunikasi lisan yang berarti mereka
kurang memiliki kemampuan mendengarkan. Siswa terkadang menemukan kosakata yang sulit untuk
mendapatkan makna dari informasi tertulis. Yang terakhir namun tidak kalah pentingnya, jelas bahwa
memproduksi komunikasi lisan dan tertulis juga dapat menjadi tantangan besar bagi siswa. Beberapa siswa
enggan dan merasa malu karena ketidakmampuan mereka untuk mengungkapkan ide selama komunikasi lisan.
Selain itu, siswa juga menghadapi masalah dalam beberapa tugas yang membutuhkan kemampuan menulis mereka.
Struktur kalimat dan kosa kata telah menjadi aspek yang perlu ditingkatkan oleh siswa. Tantangan-tantangan
ini menjadi perhatian para guru dan praktisi.
Di antara aspek internal siswa yang perlu diperhatikan oleh guru, gaya dan strategi belajar menarik
perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Gaya belajar adalah

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 77
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Wahyudin, Wahyuni

penting dalam proses pembelajaran dan hasil akhir yang ingin dicapai, setiap siswa memiliki gaya belajar
yang berbeda-beda (Wahyudin & Rido, 2020). Beberapa siswa dengan cepat mencapai informasi melalui
berbagai cara, atau informasi yang diperoleh melalui membaca, menulis, mendengarkan, dll. Ini berarti
siswa mendapatkan manfaat dari gaya belajar tertentu tersebut. Laporan lain menyebutkan bahwa siswa
dapat memahami materi pembelajaran ketika belajar dalam kelompok tetapi siswa lain lebih memilih
untuk belajar secara mandiri (Aminatun & Oktaviani, 2019). Dapat dikatakan bahwa siswa menggunakan
gaya belajar yang berbeda untuk membantu mereka berhasil dalam pembelajaran bahasa.
Pernyataan ini juga didukung oleh Rido dan Sari (2018) dimana siswa memiliki cara belajar dan mengolah
informasi yang unik. Siswa lebih menyukai cara belajar yang berbeda, siswa yang satu mengulang
secara lisan, siswa yang lain menulis dan siswa yang lain secara kelompok atau individu.
Dengan demikian, seorang guru bahasa mungkin mempertimbangkan gaya belajar dan preferensi siswa
saat mereka menyesuaikan proses belajar mengajar.
Gaya belajar adalah kecenderungan siswa untuk menyesuaikan strategi tertentu dalam
pembelajarannya sebagai bentuk tanggung jawab untuk mendapatkan pendekatan pembelajaran yang
sesuai dengan tuntutan pembelajaran di kelas atau sekolah (Fleming & Mills, 1992). Selain tuntutan mata
pelajaran, gaya belajar adalah rencana umum seperti pendengaran atau visual, global atau analitis,
perasaan atau pikiran yang digunakan siswa dalam memperoleh bahasa atau dalam mempelajari
masalah lain (Duun & Griggs, 1993). Gaya belajar bahasa merupakan faktor yang memainkan peran
penting dalam menentukan seberapa baik seorang pembelajar belajar bahasa. Gaya-gaya ini merupakan
keseluruhan pola yang memberikan arahan umum untuk mempelajari perilaku. Dengan kata lain,
beberapa pelajar bersifat visual dan lebih suka belajar dengan grafik, pelajar lain lebih suka belajar
dengan penjelasan lisan, suka belajar dalam kelompok, sementara yang lain lebih suka belajar secara individu (Felder, 1996)
Gaya belajar mungkin merupakan kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap dan kemudian
mengatur dan memproses informasi (Hasrul, 2009). Gaya belajar tidak hanya aspek pengolahan
informasi, melihat, mendengar, menulis dan berbicara tetapi juga aspek pengolahan informasi sekuensial,
analitik, otak kiri dan otak kanan. Aspek lainnya adalah ketika merespon sesuatu di lingkungan belajar
(terserap secara abstrak dan konkrit). Karena gaya belajar dapat mempengaruhi kemampuan bahasa
Inggris siswa (Yuyun, et. al, 2018), mengeksplorasi hubungan antara aspek-aspek tersebut layak untuk
diselidiki. Tes kemampuan bahasa Inggris disebut EPT, sama dengan TOEFL, tes TOEFL adalah tes
untuk mengukur kemampuan bahasa Inggris (Philips, 2004) dalam penelitian ini. Siswa dengan gaya
belajar yang berbeda mungkin menunjukkan tingkat kemahiran bahasa Inggris yang berbeda (Dunn &
Griggs, 1990).
Sejumlah penelitian sebelumnya terkait gaya belajar siswa dan kemampuan bahasa Inggris siswa
telah dilaporkan dalam lima tahun terakhir dengan berbagai hasil (Rosedi, Dahari, &
Dikatakan, 2014; Supalak, 2016; Ariastuti, 2022; dan Anggarista & Wahyudin, 2022). Gustanti (2001)
menyelidiki korelasi antara strategi membaca kognitif dan kemampuan bahasa Inggris siswa. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara strategi membaca kognitif dan skor tes
kecakapan bahasa Inggris. Siswa yang menggunakan strategi membaca kognitif saat membaca teks
mungkin menunjukkan kinerja bahasa Inggris yang sedikit lebih baik (Nurlaela et al, 2018).

Di sisi lain, Triyadi, Ash dan Firdiansyah (2018) mengungkapkan bahwa siswa dengan gaya
belajar visual, auditori, dan kinestetik memiliki tingkat kemampuan bahasa Inggris yang berbeda.
Demikian pula, Fahriah (2021) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
penguasaan mendengarkan antara siswa yang gaya belajar visual, auditori dan kinestetik. tidak ada
perbedaan pemahaman membaca yang signifikan antara siswa dengan gaya belajar yang berbeda.
Selain itu, Marzulina (2019) juga menemukan bahwa kemampuan bahasa Inggris siswa adalah
bervariasi karena mereka memiliki preferensi gaya belajar yang berbeda. Meskipun terungkap bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara gaya belajar kinestetik dan kemampuan bahasa Inggris siswa
EFL, ada pengaruh yang signifikan dari gaya belajar visual pada bahasa Inggris.

78
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Wahyudin, Wahyuni

kecakapan dengan kontribusi 18,5%. Temuan ini menunjukkan bahwa siswa dengan gaya belajar
yang berbeda memiliki tingkat kecakapan bahasa Inggris yang berbeda (Sahriyah, Mistar, &
Rahmat, 2021).

Teori dan Metode


Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti pendekatan kuantitatif. Untuk mengetahui
preferensi gaya belajar siswa, kuesioner dibagikan kepada 40 peserta. Kuesioner 15 item yang
diadopsi dari Reid (1987) dan dimodifikasi oleh Rosedi, Dahari, dan Said (2014) digunakan untuk
mengukur gaya belajar siswa ditinjau dari gaya belajar visual, gaya belajar kinestetik, dan gaya
belajar auditori. Selama proses penelitian, 1 siswa tidak dapat hadir di kelas, sehingga hanya ada
39 siswa yang mengikuti penelitian ini. Selanjutnya mahasiswa diwajibkan mengikuti English
Proficiency Test yang merupakan Institutional Test yang dilakukan untuk mengukur penguasaan
bahasa Inggris mahasiswa.
Tes terdiri dari pemahaman mendengarkan, struktur dan ekspresi tertulis, dan pemahaman
bacaan. Tes dilakukan di laboratorium di mana mereka tidak diizinkan untuk berkonsultasi dengan
kamus dan tes sepenuhnya diawasi oleh asisten lab bahasa. Data yang terkumpul dari kuesioner
dianalisis secara kategoris dan juga kuantitatif dengan menggunakan software komputer yang
disebut SPSS versi 18.0. Data dari Tes Kecakapan Bahasa Inggris dikumpulkan dan dianalisis
menggunakan SPSS versi 18.0 juga.

Temuan dan Diskusi


Penelitian ini berusaha mengungkap hubungan antara preferensi gaya belajar siswa dan
kemampuan bahasa Inggris siswa di tingkat tersier. Data diambil dari kuesioner yang terdiri dari
15 pertanyaan yang disebarkan melalui formulir berbasis web yang disebut Google Form dan 39
siswa mampu mengisi kuesioner tersebut. Untuk memastikan reliabilitas data kuesioner, dihitung
Alpha Cronbach dan hasilnya menunjukkan nilai tersebut.
0,704. Hal ini menunjukkan bahwa kuesioner dianggap sangat reliabel (Lihat Tabel 1.1).

Tabel 1.1 Hasil Analisis Reliabilitas


Alpha N dari Item Cronbach
.704 15

Analisis responden juga disorot dalam penelitian ini. Dapat dilihat dari tabel 1.2 bahwa
jumlah responden sebanyak 39 orang yang terdiri dari 12 laki-laki (30,8%) dan 27 perempuan (69,2%).
Seluruh responden merupakan mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2018 dan
bersedia mengikuti penelitian ini.

Tabel 1.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin


Jenis Kelamin N %

Pria 12 30,8%
Perempuan 27 69,2%
Total 39 100%

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa peserta didominasi oleh siswa perempuan. Wajar saja
karena profesi guru yang biasanya diasosiasikan dengan perempuan di Indonesia, mayoritas siswa
Pendidikan Bahasa Inggris juga berjenis kelamin perempuan. Siswa juga ditanya

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 79
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Wahyudin, Wahyuni

untuk mengikuti EPT yang berlangsung selama dua jam. Tes berbasis kertas ini dilakukan di laboratorium di
mana pengaturan tempat duduk dirancang untuk menghindari plagiarisme dan penipuan akademik.

Tabel 1.3 Rata-rata tingkat kemahiran bahasa Inggris untuk gaya belajar yang berbeda
Gaya Belajar Jumlah siswa 8 Kuesioner (rata-rata) skor EPT (rata-rata)
Kinestetik 13,55 453. 33
Visual 21 22,375 553.00
pendengaran 10 17,88 427

Berdasarkan hasil analisis data pada tabel 1.3 terungkap bahwa terdapat 21 siswa yang
memiliki tipe gaya belajar Visual, kemudian ada 10 siswa yang memiliki tipe gaya belajar
auditori dan 8 siswa memiliki tipe gaya belajar kinestetik. gaya belajar. Jelas bahwa siswa
dengan gaya belajar visual mengungguli semua rekan. Siswa dengan gaya belajar visual
memiliki skor rata-rata 553 yang menunjukkan tingkat kemahiran sedang tinggi. Siswa dengan
gaya belajar kinestetik memiliki skor rata-rata 454 yang merupakan tingkat sedang rendah.
Setidaknya siswa dengan gaya belajar auditori memiliki nilai rata-rata terendah yaitu 427.
Penelitian ini juga menggambarkan gaya belajar
preferensi siswa di setiap kategori.

Tabel 1.4 Preferensi gaya belajar siswa dalam kategori visual


Statistik
Tidak. kategori visual n
Berarti SD
Saya lebih nyaman belajar melalui gambar dan video yang tidak
Q5 39 3,8 0,91
termasuk tulisan Selama tes membaca saya dapat mengingat
grafik wajah, nama karakter, tempat dengan jelas.
Q6 39 3,58 0,812

Q7 Saya dapat mengingat informasi tentang cerita bergambar. 39 3,9 39 0,708


Q8 Saya lebih suka membaca daripada dibaca 3,58 0,708
Sulit untuk belajar dalam suasana yang ramai, bising dan banyak 39 4
Q9 0,877
gangguan.
Q10 Saya suka mencoret-coret buku, menggambar. 39 3,53 0,905
Berarti 22,375 4,99

Tabel 1.4 adalah laporan gaya belajar visual siswa pendidikan bahasa Inggris. Enam
pernyataan yang diajukan kepada siswa diisi oleh 39 siswa. pertanyaan pertama adalah, saya
lebih nyaman belajar melalui gambar dan video yang tidak termasuk tulisan, dengan skor rata-
rata 3,8 dan standar deviasi 0,91, pertanyaan kedua adalah, Selama tes membaca saya dapat
mengingat grafik wajah, nama-nama tokoh, tempat dengan jelas dengan nilai rata-rata 3,58
dan standar deviasi 0,812, pertanyaan ketiga yaitu, saya dapat mengingat informasi tentang
cerita bergambar dengan skor rata-rata 3,9 dan standar deviasi 0,708, pertanyaan keempat,
yaitu saya lebih suka membaca daripada membaca dengan nilai rata-rata 3,58 dan standar
deviasi menunjukkan skor 0,708, pertanyaan ke-5 adalah Sulit belajar dalam suasana ramai,
bising dan banyak gangguan dengan nilai rata-rata 4 dan jumlah standar deviasi 0,877,
pertanyaan terakhir saya suka mencoret-coret di buku, menggambar dengan skor rata-rata
3,53 dengan nilai standar deviasi 0,905. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa skor gaya
belajar siswa memiliki 2 nilai yang sama, yang berarti bahwa setengah dari siswa pendidikan
bahasa Inggris memiliki pendapat yang sama tentang gaya belajar, dengan skor 3,58 pada
bagian Q6 dan Q8 bahasa Inggris. . Siswa pendidikan dengan gaya belajar visual dapat
mengingat wajah seseorang, mengingat tempat atau karakter seseorang, satu pendapat yang
sama menurut siswa pendidikan bahasa Inggris yaitu, mereka lebih suka membaca daripada membaca,

80 email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Wahyudin, Wahyuni

pernyataan lain tertinggi pada pendidikan bahasa inggris siswa dengan gaya belajar visual merasa
terganggu dengan kondisi keramaian, dan banyak kebisingan akan mengganggu siswa dengan
gaya belajar visual dengan skor 4, siswa yang dapat mengingat informasi melalui cerita dengan
skor 3,9, sedangkan siswa yang lebih nyaman belajar melalui video adalah 3,8 sedangkan siswa
yang lebih menyukai buku bergambar silang adalah 3,53.

Tabel 1.5 Preferensi gaya belajar siswa kategori kinestetik

Tidak. kategori kinestetik n


Berarti SD
Saya lebih suka bercerita, dan menjelaskan sesuatu daripada mencatat
Q1 objek materi pelajaran ketika saya akan menjelaskan sesuatu. 39 3,5 1.102

Ketika saya sedang berbicara atau menjelaskan sesuatu, saya akan menggerakkan
Q2 39 3,65 0,73
tangan saya, mengetuk pena.
Saya sangat bodoh di kelas ketika waktu belajar mulai membosankan.
Q3 39 3,43 0,93

Mudah gelisah dan frustasi dalam mendengarkan sesuatu sambil


Q4 39 3,33 0,76
duduk dalam waktu yang lama, sehingga memerlukan sedikit istirahat.
Berarti 13,5 3,44

Tabel di atas menunjukkan laporan tentang gaya belajar kinestetik, tabel ini menyajikan 4
pernyataan tentang gaya belajar kinestetik siswa pendidikan bahasa Inggris. Pertanyaan pertama
adalah saya lebih suka bercerita, dan menjelaskan sesuatu daripada mencatat objek bahan studi
ketika saya akan menggambarkan sesuatu, dengan skor rata-rata 3,5 dan skor standar deviasi
1,106, pertanyaan kedua, Kapan saya berbicara atau menjelaskan sesuatu, saya akan
menggerakkan tangan saya, mengetuk pena, skor rata-rata 3, 65 dan skor standar deviasi 0,75,
pertanyaan ketiga, saya sangat bodoh di kelas ketika waktu belajar mulai membosankan dengan
rata-rata skor 3,43 dan skor standar deviasi 0,93, pertanyaan terakhir adalah Mudah gelisah dan
frustasi dalam mendengarkan sesuatu sambil duduk lama, sehingga memerlukan sedikit istirahat,
dengan nilai rata-rata 3,33 dengan standar deviasi 0,76, dari Dari data ini terlihat bahwa skor
tertinggi adalah untuk responden Q2. dengan nilai rata-rata 3,65, seorang mahasiswa pendidikan
bahasa Inggris ketika menjelaskan sesuatu akan melakukan gerakan mengetuk, mengetuk pena
atau menggerakkan jarinya, poin kedua adalah pertanyaan Q3, dengan nilai rata-rata 3,43 yang
berarti kurang lebih siswa dengan kinestetik Gaya belajar merasa tidak nyaman ketika mendengarkan
penjelasan guru dalam waktu lama, akan membuat mereka bosan, dan hanya beberapa siswa
yang memiliki gaya belajar kinestetik akan lebih memilih untuk menjelaskan suatu pelajaran di
depan kelas daripada mencatat suatu materi pelajaran.

Tabel 1.6 Preferensi gaya belajar siswa pada kategori auditori

Tidak. kategori pendengaran n


Berarti SD
Q11 saat membaca saya mengeluarkan suara atau menggerakkan bibir saya. 39 3,63 1,00
Q12 Saya akan mencatat instruksi materi pelajaran 39 3,25 0,98
Saya lebih nyaman belajar diskusi dengan teman sehingga lebih
Q13 mudah memahami dan mengingat materi 39 3,9 0,74

Q14 Saya mengalami kesulitan menulis dan lebih suka berbicara secara lisan 39 3,48 0,933
Q15 ketika belajar atau menghafal saya sering berbicara sendiri 39 3,63 1,00
Berarti 17,88 4,66

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 81
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Wahyudin, Wahyuni

Tabel terakhir menunjukkan gaya belajar siswa auditori, dengan 5 pertanyaan yang diberikan.
Poin pertama menunjukkan siswa dengan gaya belajar auditori cenderung melakukan beberapa
kebiasaan seperti menggerakkan bibir saat membaca, dengan skor 3,63, poin yang sama ditunjukkan
oleh Q15 adalah siswa yang sering berbicara sendiri saat belajar. pada Q12 siswa dengan gaya
belajar auditori merekam suara materi pelajaran, beberapa siswa sekitar 3,9 persen siswa dengan
gaya belajar auditori suka belajar dengan teman, karena dengan demikian siswa gaya auditori lebih
memahami dan memahami materi pelajaran Mereka dapat meminta membantu dan memahami
ketika sedang bersama temannya, namun kesulitan yang dihadapi siswa dengan gaya belajar
auditori adalah kesulitan dalam menulis dan berbicara di depan umum dengan skor 3,48, pada
kebanyakan kasus siswa dengan gaya belajar auditori lebih banyak diam.

Tabel 1.7 Hasil Analisis Korelasi antara EPT dan Gaya Belajar
Gaya belajar 1 EPT
Gaya belajar Korelasi Pearson .052
Sig. (2-ekor) .753
39 39
Korelasi N Pearson .052 1
Sig. (2-ekor) .753
EPT N 39 39

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 1.7 mengenai hubungan antara gaya belajar
siswa dengan hasil skor EPT siswa pendidikan bahasa Inggris menunjukkan bahwa terdapat
hubungan timbal balik yang berarti bahwa gaya belajar siswa berpengaruh terhadap skor yang
diperoleh siswa pendidikan bahasa Inggris. Gaya belajar siswa Pearson Correlation 0,52 (sedikit
berkorelasi positif). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara gaya
belajar visual, auditori, dan kinestetik terhadap skor EPT siswa Pendidikan Bahasa Inggris. Entah
bagaimana hal itu menunjukkan bahwa semakin siswa mengoptimalkan gaya belajar mereka,
semakin tinggi hasil belajar mereka. Gaya belajar merupakan bagian penting dari pembelajaran,
karena gaya belajar merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja di tempat kerja, di sekolah,
dan dalam situasi interpersonal, semakin akrab seseorang dengan gaya belajarnya, semakin baik hasilnya.
Salah satu karakteristik siswa yang mempengaruhi hasil nilai EPT adalah mereka
gaya belajar. Gaya belajar adalah suatu tindakan yang dirasa menarik oleh siswa dalam
melaksanakan kegiatan belajar, baik sendiri maupun dalam kelompok belajar, bersama teman-
temannya. Ada tiga jenis gaya belajar untuk membantu menemukan modalitas belajar siswa atau
tipe-tipe tipe belajar siswa, yaitu gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik.
Pertama, gaya belajar visual adalah gaya belajar dimana siswa cenderung belajar melalui
apa yang dilihatnya. Bagi siswa dengan gaya belajar visual, mereka mengandalkan indera
penglihatan atau mata. dari data yang ada gaya belajar visual memiliki skor 22,75 Contoh gaya
belajar dalam memahami materi pelajaran, mahasiswa perlu melihat langsung bahasa tubuh dosen,
ekspresi dosen dalam menjelaskan. Pada tabel di atas siswa diklasifikasikan sebagai tipe visual.
Lebih mudah mengingat mana yang dilihat daripada didengar, lebih suka membaca daripada dibaca,
mencoret-coret buku atau menggambar sesuatu di buku. Siswa dengan gaya belajar ini dapat
membaca dengan cepat, teliti, dan rajin, tetapi siswa yang memiliki gaya belajar visual akan
mengalami kesulitan dalam kondisi ramai.
Auditory adalah gaya belajar dimana siswa cenderung belajar melalui apa yang didengar,
siswa dapat mendengarkan apa yang dikatakan dosen atau guru, contoh gaya belajar auditori
memahami materi pelajaran melalui penjelasan guru, siswa yang tergolong tipe auditory lebih sering
melakukan kebiasaan seperti berbicara sendiri di tempat kerja, mudah terganggu oleh kebisingan,
menggerakkan bibir dan melafalkan teks dalam buku saat membaca, di meja

82 email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Wahyudin, Wahyuni

siswa suka membaca nyaring dan mendengarkan, serta dapat mengulang dan menirukan nada, bar,
dan warna suara, ketika belajar siswa lebih menyukai kegiatan diskusi siswa dapat menjelaskan
dengan lantang, kelemahan gaya belajar auditori yaitu siswa yang memiliki gaya belajar visual sulit
untuk menulis, Dari data yang ada, gaya belajar auditori memiliki skor 17,8 yang menunjukkan bahwa
hanya sedikit mahasiswa pendidikan bahasa Inggris yang memilih gaya belajar auditori.

Yang terakhir adalah gaya belajar kinestetik. Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar
dimana siswa cenderung belajar melalui gerak dan sentuhan. Siswa yang memiliki gaya belajar
kinestetik akan belajar lebih baik ketika mereka terlibat secara fisik dalam kegiatan langsung. Misalnya
dalam tes kecakapan bahasa Inggris (EPT), kegiatan ujian siswa akan lebih berkonsentrasi ketika
kegiatan tersebut berlangsung secara langsung, siswa dengan gaya belajar kinestetik akan belajar
dengan sangat baik jika mereka terlibat secara fisik dalam pembelajaran. Siswa pendidikan bahasa
Inggris akan berhasil dalam belajar jika mereka mendapatkan kesempatan untuk memanipulasi media
untuk mempelajari informasi baru. Dari tabel di atas peneliti menjelaskan bahwa siswa yang memiliki
gaya belajar kinetika memiliki kebiasaan seperti, berdiri berdekatan ketika berbicara dengan orang,
selalu berorientasi fisik dan banyak bergerak, belajar melalui manipulasi dan latihan, menghafal
dengan berjalan dan melihat, menggunakan jari sebagai petunjuk saat membaca. Banyak yang
menggunakan isyarat tubuh. Kesulitan yang dialami siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik
adalah sulit untuk duduk diam selama berjam-jam karena memiliki keinginan untuk melakukan
aktivitas. Banyaknya siswa dengan gaya belajarnya dibandingkan dengan siswa pendidikan bahasa
Inggris dengan gaya belajar auditori, hanya sedikit siswa pendidikan bahasa Inggris yang merasa
nyaman saat belajar dengan gaya belajar kinestetik terkait dengan tes kecakapan bahasa Inggris.
Dari semua data tersebut kita dapat melihat bahwa gaya belajar siswa pendidikan bahasa
Inggris saling terkait antara visual, kinestetik, dan auditori, namun dari data tersebut dapat diketahui
bahwa siswa dengan gaya visual memiliki skor tertinggi dengan skor (22,37) mendominasi siswa
dengan pendengaran, dan juga kinestetik. Gaya belajar visual berarti memahami apa yang dilihat,
dan apa yang disampaikan oleh guru atau dosen, data di atas menunjukkan bahwa di kelas pendidikan
bahasa Inggris sebagian besar dilakukan dengan menggunakan alat bantu visual. Dengan demikian,
siswa pendidikan bahasa Inggris memiliki gaya belajar visual yang lebih dominan. Gaya belajar siswa
pendidikan bahasa Inggris mempengaruhi prestasi English Proficiency Test (EPT) serta membantu
mereka dalam proses belajar, serta hasil belajar. Studi ini entah bagaimana mendukung banyak
penelitian sebelumnya (Faridah, 2014; Supalak, 2016; & Jaya 2019).

Kesimpulan

Studi ini menyoroti preferensi gaya belajar siswa dan korelasinya dengan kemampuan bahasa
Inggris siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang mencolok antara gaya belajar
auditori, visual dan kinestetik siswa dengan bahasa Inggris dan kemampuan bahasa Inggris mereka.
Ditemukan bahwa siswa dominan menggunakan gaya belajar visual yang berarti siswa merasa lebih
nyaman ketika mereka belajar dengan apa yang mereka lihat secara visual. Kemungkinan siswa
dapat menyelesaikan tes yang terdiri dari pemahaman mendengarkan, struktur dan ekspresi tertulis
dan pemahaman bacaan dengan nyaman.
Siswa dengan gaya belajar visual cenderung membuat coretan atau membuat catatan, daftar dan
titik agar lebih terkonsentrasi dan fokus. Namun, mereka cenderung mengalami kesulitan dalam
memahami tes atau informasi dalam kondisi ramai. Hasil penelitian ini dapat membantu guru dan
praktisi bahasa Inggris untuk menyesuaikan metode dan praktik kelas mereka dengan preferensi
gaya belajar siswa agar lebih berhasil dalam belajar dan mengajar. Penelitian ini memiliki beberapa
keterbatasan dan ruang untuk klarifikasi lebih lanjut. Pertama, penelitian ini hanya menggunakan
angket sebagai instrumen untuk mengeksplorasi gaya belajar siswa. Kedua, jumlah peserta relatif
sedikit sehingga temuan tidak dapat dipindahtangankan. Ketiga,

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 83
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Wahyudin, Wahyuni

Tes kemahiran dilakukan di tengah-tengah studi mereka. Kondisi ini mungkin kekurangan validitas
internal di mana siswa tidak dalam kondisi terbaik untuk menyelesaikan EPT. Studi lebih lanjut dapat
menggunakan observasi kelas untuk mengeksplorasi secara menyeluruh gaya belajar siswa.
Kemudian juga disarankan bahwa ukuran sampel yang lebih besar diperlukan untuk membuat temuan
penelitian dapat dialihkan.

Pengakuan
Penghargaan khusus diberikan kepada Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Teknokrat Indonesia dan Fakultas Seni Rupa dan Pendidikan yang telah mengizinkan dan
mendukung penulis untuk melakukan penelitian.

Referensi
Aminatun, D., & Oktaviani, L. 2019. Memrise: Mempromosikan keterampilan belajar mandiri siswa
melalui aplikasi pembelajaran bahasa. Metatesis: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajaran Bahasa
Inggris, 3(2), 214-223.

Anggarista, S. & Wahyudin, AY. 2022. Kajian korelasional strategi pembelajaran bahasa dan kecakapan
bahasa Inggris mahasiswa dalam konteks EFL. Jurnal Seni dan Pendidikan, 2(1), 26-35.

Ariastuti, M. & Wahyudin, AY. 2022. Menggali prestasi akademik dan gaya belajar mahasiswa program
sarjana Pendidikan Bahasa Inggris. Jurnal Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Inggris (JELTL),
3(1), 67-73.

Aried Triyadi, T., Ash, MA & Firdiansyah. 2018. Analisis Perbandingan Gaya Belajar Mahasiswa
Terhadap Kemampuan Bahasa Inggris di Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi. Disertasi doktoral. Uin Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

Ayu, M., & Indrawati, R. 2019. Evaluasi buku teks EFL: Analisis tugas yang disajikan dalam
buku teks bahasa Inggris. Teknosastik: Jurnal Bahasa dan Sastra, 16(1), 21-25.

Dunn, R., & Griggs, SA 19/90. Penelitian tentang karakteristik gaya belajar kelompok ras dan etnis
tertentu. Jurnal Kecacatan Membaca, Menulis, dan Belajar Internasional, 6(3), 261-280.

Faridah, DN 2014. Hubungan antara gaya belajar siswa dengan prestasi belajar keterampilan menyimak
(penelitian korelasional pada kelas I SMAN 01 Pamijahan Bogor). Skripsi yang tidak diterbitkan.

Felder, RM 1996. Soal gaya. ASEE Prisma, 6(4), 18-23.

Gustanti, Y., & Ayu, M. 2021. Hubungan antara strategi membaca kognitif dan
nilai tes kecakapan bahasa Inggris siswa. Jurnal Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Inggris,
2(2), 95-100.

Jaya, HP 2019. Gaya belajar yang digunakan dan kemampuan bahasa Inggris mahasiswa program
studi pendidikan bahasa Inggris fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Sriwijaya
Universitas. Holistik, 11(1).

Mandasari, B., Aminatun, D., Pustika, R., Setiawansyah, S., Megawaty, DA, Ahmad, I.,
& Alita, D. 2022. Pendampingan pembelajaran bahasa Inggris bagi siswa-siswi
SMA/MA/SMK di Desa Purworejo Lampung Tengah. Pengembangan Masyarakat
Jurnal: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(1), 332-338.

84
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Wahyudin, Wahyuni

Marzulina, L. 2019. Gaya Belajar dan Kemahiran Bahasa Inggris Mahasiswa S1 EFL di salah satu
Universitas Islam Negeri di Sumatera, Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 6(1).

Nurlaela, L., Samani, M., Asto, IGP, & Wibawa, SC 2018. Pengaruh model pembelajaran tematik,
gaya belajar, dan kemampuan membaca terhadap hasil belajar siswa. di TIO. Seri Konferensi:
Ilmu dan Teknik Material. 296(1), 12-39.
Phillips, D. 2004. Kursus Pengantar Longman untuk Tes TOEFL: Tes Kertas [CD].
Reid, JM 1987. Preferensi gaya belajar siswa ESL. TESOL Triwulanan, 21(1),
87-11.

Rosedi, SRM, Dahari, M., & Said, KM 2014. Perlunya memasukkan pembelajaran kinestetik sebagai
salah satu metode utama di Kelas Komunikasi Bahasa Inggris Maritim. Makalah
dipresentasikan pada Konferensi Internasional TEFL Asia, Kuching Sarawak.
Sahriyah, S., Mistar, J., & Rahmati, NA 2021. Perbedaan kemampuan bahasa Inggris siswa dengan
gaya belajar yang berbeda. Jurnal Penelitian, Pendidikan, dan Pembelajaran, 16(17).

Supalak, N. 2016. Eksplorasi perbandingan gaya belajar dan teknik mengajar antara siswa dan
instruktur EFL Thailand dan Vietnam. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Budaya, 4(3), 103-141.

Wahyudin, AY, & Rido, A. 2020. Preferensi gaya belajar perseptual internasional
Mahasiswa magister di Malaysia. Bahtera: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra, 19(1),
169-183.

Yuyun, I., Meyling, M., Laksana, N., & Abenedgo, D. 2018. Studi tentang tes kecakapan bahasa
Inggris di kalangan mahasiswa tahun pertama universitas. Jurnal Bahasa dan Sastra, 18(1),
1-8.

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 85
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kurniasi, Merdeka, Ulfa, Farlina

Maskulinitas dalam Karakter Sally dan Jo


dalam Film Misbehavior

, Pita Merdeka2, Maria Ulfa3, Nina Farlina4


Syafrilla Kurniasi1
syafrillakurniasi@gmail.com1 , pita.merdeka@uinjkt.ac.id2 , maria.ulfa@uinjkt.ac.id3 ,
nina.farlina@uinjkt.ac.id4 .

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


Abstrak

Artikel ini membahas maskulinitas karakter wanita, Sally Alexander dan Jo Robinson, dalam film
Misbehaviour. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk menganalisis maskulinitas dalam diri perempuan
dengan berfokus pada analisis karakter Sally Alexander dan Jo Robinson. Artikel ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif dan mengambil data dari film berupa adegan dan dialog yang ditangkap.
Artikel ini menggunakan teori karakter dan karakterisasi dari Boggs dan Petrie untuk mengetahui
karakteristik maskulin Sally dan Jo serta konsep maskulinitas Peter Lehman untuk mendukung argumen
tersebut. Berdasarkan temuan, penelitian ini menunjukkan bahwa Sally dan Jo hidup dalam masyarakat
patriarki dan membentuk karakteristik yang dapat dianggap maskulin. Sally yang ambisius, berpikiran
maju, terorganisir dengan baik, aktif, dan lalai, serta keberanian, ketidakdisiplinan, sikap acuh tak acuh,
agresivitas, dan kemandirian Jo, membentuk kejantanan mereka dalam bentuk keberanian, kepahlawanan,
dan kepemimpinan, penampilan, dan perilaku lainnya, untuk misalnya, merokok. Selain itu, karakteristik
mereka memiliki kelebihan dan kekurangan. Memang, pengalaman, lingkungan, dan faktor sosial mereka
memengaruhi karakteristik maskulin mereka

Kata kunci: Karakter wanita, karakteristik maskulin, maskulinitas.

pengantar

Dalam masyarakat patriarki, mereka memandang perempuan sebagai semata-mata mengasuh


anak, melahirkan anak, dan taat melayani suami selama bertahun-tahun. Akibatnya, memperoleh
pendidikan yang lebih tinggi, pekerjaan yang lebih baik, pendapatan yang adil, dan sebagainya, sulit untuk
wanita. Selanjutnya, memiliki atribut tertentu yang terkait dengan wanita mengarah pada harapan.
Perempuan dianggap tidak mampu melakukan tugas-tugas tertentu dengan cara yang sama seperti laki-
laki. Tidak tegas, peduli, pasif, patuh, ragu-ragu, lemah, pemalu, dan pengikut adalah beberapa atribut
feminin yang biasanya dimiliki wanita. Laki-laki, di sisi lain, memiliki atribut maskulin seperti kekuatan,
keberanian, kebijaksanaan, pengambilan keputusan, kepercayaan diri, blak-blakan, ketekunan,
kemandirian, ketegasan, dan kepemimpinan.
Di London pada tahun 1970 isu-isu mengenai ketidaksetaraan dalam pendidikan, kesempatan
kerja, upah yang tidak adil, objektifikasi seksual, kontrasepsi, dan ketidaksetaraan hak muncul dan
menjadi masalah pada saat itu. Feminisme pada tahun 1970 merupakan fase dimana kaum feminis
semakin menuntut persamaan hak bagi kelompok minoritas (Rampton, 2015). Ini diilustrasikan dalam film Misbehavior
(2020). Film drama-komedi ini didasarkan pada peristiwa nyata yang terjadi pada tahun 1970 di London.
Feminis di era itu berhasil meraih ketenaran dalam semalam dengan melakukan protes dan mengganggu
acara Miss World 1970. Misbehavior memberi kita sebuah cerita titik-temu yang mengambil beberapa
peristiwa yang saling bersinggungan dalam setting tertentu. Protes terhadap seksisme, kesetaraan
kesempatan, hak, dan objektifikasi seksual perempuan di ajang Miss World menjadi perhatian kaum
feminis pada masa itu. Karena maskulinitas tidak hanya untuk pria, wanita juga bisa dianggap maskulin.
Masalah seperti itu dapat dilihat dalam film Misbehaviour. Kedua perempuan itu

86 email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kurniasi, Merdeka, Ulfa, Farlina

Karakter dalam film tersebut, yakni Sally Alexander dan Jo Robinson, menghadirkan karakteristik unik yang bisa
dibilang maskulin.
Maskulinitas sering mengacu pada perwujudan harapan yang disosialisasikan bagi mereka yang menghuni
tubuh pria. Namun, penampilan maskulin bervariasi dan tidak terbatas pada tubuh pria saja (Guckenheimer &
Schmidt, 2013). Setiap individu dapat memiliki keduanya, dengan satu yang dominan. Ada beberapa situasi di
mana seseorang memiliki keduanya secara setara.
Dengan demikian, kejantanan tidak hanya dimiliki oleh laki-laki, tetapi juga dapat dimiliki oleh perempuan. Dalam
budaya kontemporer, maskulinitas terkait dengan gagasan tentang kekuasaan, legitimasi, dan hak istimewa
(Mankowski & Smith, 2016). Selain itu, atribut maskulin biasanya dikaitkan dengan kekuatan, keberanian,
kepahlawanan, kebijaksanaan, dan kepemimpinan. Dengan demikian, maskulinitas merupakan konsep rumit yang
selalu mengalami pergeseran karena gender sangat dipengaruhi oleh waktu dan masyarakat.
Maskulinitas dapat didefinisikan sebagai cita-cita yang membentuk identitas seseorang dalam masyarakat (Lehman,
2001).
Memang sudah banyak peneliti yang menganalisis maskulinitas dalam diri perempuan, seperti Retno Sulistia
yang menganalisis maskulinitas perempuan dalam karakter Fa Mulan dan bagaimana pengaruhnya terhadap Fa
Mulan dalam melihat lawan jenis dalam film Disney Mulan (Sulistia, 2016), Siti Wulandari yang mengetahui
kejantanan Alanna Trebond dari Alanna: The First Adventure (Song of the Lioness) karya Tamora Pierce dan apa
yang menyebabkan Alanna memiliki sifat maskulin seperti itu (Wulandari, 2019), Haswari Zahra Demanty
menganalisis signifikansi perempuan maskulinitas yang diperankan oleh delapan tokoh utama wanita dalam film
Ocean's 8 (Demanty, 2019), Lestari et al. yang menganalisis sifat-sifat maskulin tokoh perempuan, Margo Roth
Spiegelman, dalam novel Paper Towns (Lestari et al., 2018), dan Siswantia Sar yang mengeksplorasi maskulinitas
perempuan dalam cerita rakyat Indonesia dari Kalimantan Tengah, Nyai Undang Ratu Rupawan dari Pulau Kupang
( Sar, 2020). Namun, penelitian tentang film Misbehavior belum dilakukan. Meskipun fokus dari penelitian-penelitian
terdahulu ini hampir sama, namun maskulinitas dari karakter perempuan, teori dan korpus yang digunakan masing-
masing peneliti berbeda. Oleh karena itu, film Misbehavior dipilih untuk dianalisis dengan topik yang sama yaitu
maskulinitas dalam karakter perempuan dengan harapan dapat mengetahui dan menggambarkan karakteristik
maskulin.

Teori dan Metode


Untuk mendeskripsikan maskulinitas dalam diri Sally Alexander dan Jo Robinson dalam film Misbehaviour,
artikel ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif. Penelitian kualitatif adalah cara untuk menggali
dan memahami makna individu atau kelompok terhadap masalah sosial atau manusia (Creswell, 2018). Dengan
demikian, penelitian kualitatif deskriptif dicirikan oleh pendekatan induktif untuk membangun pengetahuan yang
tujuannya adalah untuk memperoleh makna. Pendekatan ini berfungsi untuk menyelidiki dan mempelajari fenomena
yang terjadi di masyarakat dan mengungkap makna yang dilekatkan pada kehidupan masyarakat. Menggunakan
pendekatan induktif memerlukan tiga langkah mulai dari pengamatan khusus hingga kesimpulan umum, yaitu
pengamatan; identifikasi pola dari pengamatan dan penarikan kesimpulan secara umum berdasarkan pola tersebut
(Hsieh & Shannon, 2005). Selain itu, artikel ini juga melakukan observasi sebagai salah satu teknik pengumpulan
data kualitatif dalam penelitian kualitatif yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data deskriptif (Bhat,
nd). Oleh karena itu, beberapa tahapan dilakukan, dimulai dengan pengamatan terhadap isu dalam film; kedua,
mengambil korpus dan sumber sekunder; ketiga, mengamati korpus dengan seksama dan membaca sumber-
sumber sekunder untuk memahami persoalannya; dan terakhir, menganalisis data menggunakan teori dan konsep.

Selain itu, dalam menganalisis artikel ini, peneliti menggunakan konsep maskulinitas dari Peter Lehman untuk
mengetahui karakteristik maskulin mereka. Dengan demikian, maskulinitas Sally dan Jo dapat dilihat dalam bentuk
keberanian, kepahlawanan, kepemimpinan, dan perilaku lainnya.

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 87
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kurniasi, Merdeka, Ulfa, Farlina

Temuan dan Diskusi


Maskulinitas mengacu pada atribut, perilaku, dan peran yang dikaitkan dengan laki-laki, dan
karakteristik gender ini dikonstruksi dan diterima oleh masyarakat (Merdeka & Kumoro, 2018).
Hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa maskulinitas tidak serta merta hanya dimiliki oleh laki-laki
(Sulistia, 2016). Ide maskulinitas dan feminitas muncul sejak lama. Ide maskulinitas tradisional muncul
pada tahun 1900-an, khususnya pada tahun 1960-an dan 1970-an. Pada awalnya, ini hanya berbicara
tentang pria. Seiring berjalannya waktu, maskulinitas tidak hanya dimiliki oleh laki-laki saja, namun
perempuan juga dapat memiliki maskulinitas karena konstruksi gender ini selalu berubah seiring dengan
waktu dan budaya. Oleh karena itu, maskulinitas dapat muncul dalam berbagai bentuk. Bisa dalam bentuk
fisik maupun non fisik. Untuk fisik, penampilan dapat terlihat dengan jelas sedangkan untuk non-fisik
mencakup banyak karakteristik umum. Seperti yang dikatakan Lehman, beberapa nilai muncul secara
konsisten, yang kemudian menjadi karakteristik penting dalam definisi konvensional tentang maskulinitas.
Selanjutnya, pengertian gender itu sendiri selalu berubah dari waktu ke waktu (Lehman, 2001). Dengan
demikian, baik perempuan maupun laki-laki dapat mewujudkan kedua konstruksi gender tergantung mana
yang lebih dominan. Karakteristik maskulin yang esensial menurut Peter Lehman adalah kekuatan,
keberanian, kepahlawanan, dan kepemimpinan. Sally dan Jo dalam film Misbehavior memiliki karakteristik
maskulin ini, kecuali kekuasaan. Penampilan mereka mungkin tidak terlihat seperti laki-laki yang sangat
jantan, namun mereka memiliki berbagai karakteristik yang bisa dibilang maskulin karena kejantanan
bukan hanya soal penampilan yang harus meniru laki-laki. Penggambaran Sally dan Jo's
karakteristik maskulin dijelaskan di bawah penjelasan.
sebuah. Keberanian

Sally dan Jo adalah dua karakter yang berbeda. Sifat mereka berbenturan tapi saling melengkapi.
Sally Alexander adalah seorang ibu pekerja tunggal yang melanjutkan studinya meskipun usianya tidak
muda. Dia memiliki satu anak perempuan dan tinggal di bawah satu atap dengan anak perempuannya
dan pacarnya. Sally berbagi tanggung jawab merawat anaknya dengan pacar dan ibunya. Sementara itu,
Jo Robinson adalah seorang wanita lajang yang tinggal bersama gadis-gadis komune lainnya di bawah
satu atap. Dia tidak memiliki keluarga atau pasangan.
Gadis-gadis komune adalah orang-orang yang dekat dengannya. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari,
baik Sally maupun Jo sama-sama berani. Keduanya merupakan aktivis feminis yang dalam menjalankan
aksinya, berani angkat bicara dan bertindak.
Cerita berlatar di London pada tahun 1970 ketika feminisme gelombang kedua dan Miss World
1970 terjadi. Isu ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan serta objektifikasi seksual menjadi
perhatian Sally, Jo, dan aktivis feminis lainnya saat itu. Baik Sally dan Jo memiliki cara mereka sendiri
untuk memprotes masalah ini. Sebelum Sally bertemu Jo, gaya protes Sally lebih teratur dan tenang.
Karena dia adalah wanita yang terorganisir dengan baik, dia berpartisipasi dalam kegiatan seperti
pertemuan wanita, menjadi sukarelawan, dan kegiatan sosial lainnya. Jadi, dia lebih fasih berbicara di
depan umum daripada Jo. Kemudian, dia bertemu Jo. Jo melakukan tindakan yang lebih berani dan
berisiko. Meski begitu, keduanya sama-sama berani.
Berani adalah salah satu karakteristik penting yang harus dimiliki seorang pria. Memiliki keberanian
berarti menghadapi ketakutan, bahaya, atau situasi tidak nyaman lainnya (Lehman, 2001). Ada beberapa
adegan yang menunjukkan keberanian Sally dan Jo. Salah satu adegan di mana Sally harus datang
sebagai pembicara tamu untuk televisi BBC. Keputusan peserta Sally merupakan keputusan sepihak Jo.
Meskipun Sally tampak enggan, dia tetap melakukannya. Saat itu, pembicara lain bertanya kepada Sally
tentang apa yang coba disampaikan gadis-gadisnya melalui tindakan mereka sebelumnya. Sally kemudian
menjelaskan tujuan mereka,
“Perempuan bukanlah objek. Kami bukan ornamen. Kami di sini bukan untuk kesenangan orang lain.
Kami tidak menyerang Marjorie atau kontestan lainnya. Kami memprotes kompetisi ini karena
melambangkan eksploitasi. Lalu mengapa Marjorie harus mendapatkan

88
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kurniasi, Merdeka, Ulfa, Farlina

tempatnya di dunia dengan terlihat seperti cara tertentu? Kenapa harus saya? Mengapa harus ada wanita?
Anda tidak. Dia tidak. Mengapa kita harus? Satu-satunya forum di mana peserta perempuan ditimbang,
diukur, dan diperiksa secara terbuka sebelum ditetapkan nilainya adalah pasar ternak.”

("Perilaku buruk" 00:17:50)

Dari kutipan di atas, terlihat bahwa Sally memiliki keberanian untuk angkat bicara tentang perempuan
yang diabaikan dan direndahkan. Pada saat itu, perempuan dianggap inferior.
Suara mereka tidak terdengar karena mereka dianggap subordinat dan tidak penting. Pilihan mereka untuk
memilih pekerjaan terbatas, dan ada upah yang tidak adil yang diberikan antara laki-laki dan perempuan.
Acara Miss World dipandang sebagai objektifikasi seksual terhadap perempuan. Sally dan Jo tidak setuju
dengan hal ini. Bagi mereka, kecantikan tidak bisa hanya dinilai dari penampilan luarnya saja.
Sally dan Jo melihatnya sebagai eksploitasi terhadap perempuan karena mereka harus berjalan di depan
banyak penonton dengan elegan dengan senyum cerah, ukuran tubuh mereka diukur, dan wajah mereka
dinilai di depan banyak orang dan disiarkan di televisi. Mereka menjadikannya konsumsi publik atas nama
hiburan keluarga, dan membiarkan anak-anak menontonnya. Ini menciptakan standar kecantikan dan
stereotip. Anehnya, karena mengeksploitasi wanita secara seksual, ia memiliki audiens yang besar di
seluruh dunia. Tidak heran karena pada tahun 1970, patriarki masih kokoh. Harus ada revolusi sesuai
dengan Sally dan Jo. Hal inilah yang mendasari Sally dan Jo memilih ajang Miss World untuk melakukan
protes karena ingin masyarakat dunia mengetahui apa yang sedang terjadi.

Sebelum Sally berbicara di depan media BBC tentang keprihatinan mereka. Keberanian Sally terlihat
sejak ia memasuki studio. Selama ini di mana perempuan tidak banyak berpartisipasi dalam urusan publik
atau bahkan jarang muncul di televisi untuk membicarakan topik-topik berat seperti itu, tidak biasa dan
sangat tidak nyaman untuk tampil di depan umum seperti tampil di televisi di mana pada saat itu televisi
lebih mendukung kemapanan laki-laki. Keputusan Sally untuk masuk studio dan berani angkat bicara adalah
contoh keberaniannya yang memberikan kekuatan mentalnya untuk memasuki medan pertempuran yaitu
studio yang saat itu didominasi oleh kaum laki-laki.

Keberanian Sally memang terlihat dari pilihannya untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi yang
terkenal dengan kemapanan laki-laki saat itu. Karena suka membaca tentang buruh perempuan dan berlatar
belakang serikat buruh yaitu sebagai anggota pemerataan, ia mengambil jurusan sejarah dengan harapan
dapat memberikan kontribusi di masa depan tentang revolusi yang selalu gagal di Inggris. Bergabung di
universitas yang didominasi laki-laki tidak membuatnya takut. Dalam hal ini, dia dapat mengatasi kesulitan
karena dia memiliki keberanian.
Hal ini sejalan dengan Lehman bahwa orang yang berani adalah mereka yang dapat menyembunyikan
rasa takutnya sampai dapat mengendalikan dan mengatasinya, bukan sebaliknya. Namun, bukan berarti
mereka tidak akan memiliki rasa takut lagi (Lehman, 2001). Sally menunjukkan bahwa dia dapat mengatasi
kesulitan yang dia hadapi. Suatu kali, dia dalam dilema memutuskan apakah dia terus melakukan seperti
yang direncanakan. Dia memang butuh waktu untuk berpikir dalam mempertimbangkan mana yang
merupakan keputusan yang tepat. Akhirnya, dia memilih untuk melakukan apa yang telah mereka
rencanakan. Apalagi, keberanian Jo bisa ditunjukkan dari caranya membawakan aksinya. Saat Jo
mendengar bahwa rencana mereka untuk menyusup ke kontes hampir gagal karena kelompok lain
memasang bom pada malam sebelum kontes.

Sally : “Jo, mereka meningkatkan keamanan. Ada yang menanam…”


Jo : “Bom, ya. Kami mendengar. Itu adalah Brigade Marah. Itu tidak akan
mengubah sesuatu untuk kita, bukan? Kami tidak akan membiarkan tindakan mereka menghancurkan tindakan kami.”
("Perilaku buruk" 01:03:58)

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 89
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842

Jilid 20 (2), 2022 Kurniasi, Merdeka, Ulfa, Farlina

Dari percakapan di atas, terlihat bahwa Jo Robinson bertekad untuk menjalankan rencana mereka meski memiliki
risiko besar untuk dirinya dan orang lain. Untuk memperjuangkan kesetaraan, dia mempertaruhkan nyawanya untuk
berpartisipasi dalam rencana yang dapat menyebabkan kerugian baginya di masa depan. Keberanian yang dia miliki
membuatnya berani mengambil risiko dan meningkatkan permainan.
Jo Robinson memang memiliki sifat berani dan agresif. Karakteristik ini mendukungnya untuk memiliki keberanian.
Untuk melakukan aksi protes, dia membutuhkan karakter berani dan agresif untuk mendapatkan keberanian. Jika Jo lemah
lembut dan pengecut, dia mungkin bukan aktivis feminis yang memprotes secara radikal. Dia mungkin tidak melakukan
perusakan. Vandalisme adalah salah satu cara dia memprotes sistem yang tidak adil di masyarakatnya. Sebelum dia bertemu
Sally, Jo dan
gadis-gadis tidak pernah terlibat dalam media. Kemudian dia bertemu Sally. Ide untuk menarik perhatian media muncul
setelah Jo bertemu Sally. Mereka berpikir, melalui media pesan mereka dapat menjangkau khalayak yang lebih luas.
Orang-orang di seluruh dunia mungkin memperhatikan sebagai ajang hiburan Miss World yang sangat terkenal saat itu.

b. Kepahlawanan

Sejak awal, karakter Sally dan Jo mengembangkan kepahlawanan. Niat awal mereka untuk memperjuangkan
kesetaraan dan perempuan menggiring mereka untuk melakukan aksi heroik. Menurut Lehman, untuk melakukan tindakan
heroik, seseorang tidak boleh mengharapkan imbalan dan setidaknya memiliki keberanian, empati, kepedulian, dan kasih
sayang kepada orang lain. Menjadi pahlawan berarti mengorbankan diri sendiri untuk membantu orang lain (Lehman, 2001).
Kepahlawanan sebagai salah satu ciri maskulin adalah keharusan bagi seorang maskulin, karena seorang maskulin setidaknya
harus aktif, berani, dan empati terhadap orang lain. Sally aktif, terorganisir dengan baik, dan memiliki empati dan kasih sayang.

Sementara itu, Jo pemberani dan juga memiliki empati dan kasih sayang. Dengan demikian, mereka dapat dianggap sebagai
maskulin.

Sally dan Jo Robinson tahu bahwa sistem sosial itu buruk, orang-orang yang terpinggirkan tidak dapat dengan bebas
mengekspresikan ide mereka dan tidak dapat memiliki hak mereka secara setara. Sally dan Jo hidup dalam masyarakat yang
didominasi oleh laki-laki. Dengan demikian, patriarki sangat kokoh. Sally dan Jo juga mengalami ketidakadilan dalam hidup
mereka. Dengan demikian, mereka dapat berempati dan peduli pada orang lain yang kondisinya sama atau bahkan lebih
buruk dari mereka. Mereka juga berani melakukan aksi heroiknya dengan mengambil risiko untuk mengekspos diri mereka
nanti di depan media dalam kontes Miss World.
Meskipun mereka tahu bahwa konsekuensi yang mereka miliki adalah mereka harus diadili atau bahkan dapat mempengaruhi
masa depan mereka, itu tidak menghentikan mereka untuk menyebarkan kesadaran kepada dunia tentang ketidakadilan dan
untuk menempatkan pembebasan perempuan di peta.
Aksi heroik Sally juga bisa ditemukan di mana Sally dan Jo sedang berbincang-bincang setelah kabur dari petugas
polisi.

Sally : “Saya sibuk pada hari Rabu.”


Jo : “Kamu mengerjakan pekerjaan rumah?”

Sally : “Leafleting”
Jo : “Membuat brosur?”
Sally : “Kami membantu serikat pekerja kebersihan. Kamu harus ikut.”
("Perilaku buruk" 00:17:50)

Setelah Sally menyelamatkan Jo dari kejaran polisi, mereka bersembunyi di sebuah gang dan mengobrol sedikit.
Melihat Sally juga tertarik pada ketidakadilan bagi perempuan, Jo meminta Sally untuk bergabung dengan kelompoknya pada
hari Rabu. Namun, Sally menolak dia tidak bisa datang setiap hari Rabu karena dia punya rencana. Dari bukti di atas, terlihat
bahwa Sally tidak banyak melakukan aksi heroik dengan membantu serikat pekerja kebersihan. Dia memang melakukan
beberapa kegiatan sosial untuk membantu orang, terutama ketika dia tertarik pada tenaga kerja wanita. Penataan dan
keaktifan Sally membuat Sally memiliki kepahlawanan dalam dirinya. Dengan berpartisipasi dalam membantu serikat
pembersih, dia memberikan tangan kepada orang-orang yang membutuhkan, dan karena Sally adalah orang yang terorganisir
dengan baik, dia melakukan hal-hal yang terorganisir. Selebaran dan

90
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kurniasi, Merdeka, Ulfa, Farlina

membantu serikat leaner dianggap terorganisir untuk Jo Robinson. Bertentangan dengan Sally, Jo tidak melakukan
hal-hal terorganisir seperti itu. Jo cenderung melakukan tindakan yang berani, tidak disiplin, dan agresif. Dia memiliki
kelompoknya sendiri dan memprotes secara radikal.
Namun, baik Sally maupun Jo berhasil menyusup ke kontes dan mengungkapkan niat mereka ke media. Media
kemudian menyiarkan acara tersebut secara global. Itu membuat lebih banyak orang yang melalui perjuangan yang
sama tahu dan datang untuk mendukung mereka. Kelompok perempuan, dan kelompok minoritas lainnya datang ke
depan Pengadilan Negeri Bow Street dan menyemangati mereka dengan meneriakkan “Keadilan bagi perempuan!”.
Kemudian, mereka bisa pergi ke pengadilan dan mendapatkan hukuman. Itu tidak membuat mereka menyesali apa
yang mereka lakukan. Raut wajah mereka senang dan lega karena meski mendapat hukuman, lebih banyak orang
yang mengenal dan berpartisipasi dalam memperjuangkan kesetaraan dan keadilan di masa depan. Setelah
persidangan mereka selesai, para partisan keadilan lainnya menyambut Sally dan Jo seperti beberapa pahlawan
karena keberanian mereka untuk melakukan tindakan heroik yang mewakili kelompok minoritas untuk memperjuangkan
ketidaksetaraan dan ketidakadilan serta untuk menjatuhkan patriarki.

c. Kepemimpinan
Maskulinitas dan kepemimpinan saling terkait erat. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi individu atau
kelompok orang lain. Ini berusaha untuk mencapai tujuan yang sama antara pemimpin dan pengikutnya. Tidak semua
orang bisa menjadi pemimpin karena itu adalah kemampuan untuk memimpin orang lain, mempengaruhi, mendapatkan
kepercayaan dan dihormati oleh orang lain (Lehman, 2001). Lebih lanjut Burke dan Collins menambahkan bahwa
kepemimpinan merupakan komponen karakter maskulin yang menunjukkan tanggung jawab, kapasitas untuk
memimpin, dan kemandirian (Wulandari, 2019).
Jo Robinson membuktikan kepemimpinannya dengan membentuk kelompok dan menjadi pemimpin. Rombongan
tinggal di Grosvenor avenue. Di penginapan, ada lebih dari sepuluh orang, dan Jo adalah pemimpinnya.

Jo : “Saya membentuk grup. Setiap Rabu, 29 Grosvenor avenue, Islington. Jam 6. Kamu harus datang."

("Perilaku buruk" 00:17:50)

Jo Robinson membentuk sebuah kelompok, dia memiliki orang-orang di bawah pengaruhnya, dia memimpin mereka
dan dia dipercaya oleh orang-orangnya. Jo dan kelompoknya juga memiliki tujuan yang sama yaitu menempatkan
pembebasan perempuan pada peta dan mengakhiri segala bentuk ketidakadilan. Orang-orangnya mendengarkan dan mengikutinya.
Kelompok itu mengagumi Jo Robinson sebagai pemimpinnya. Hal itu terlihat dari pernyataan Sarah, salah satu anak
buahnya, saat menceritakan kepada Sally bahwa Jo melukis pemandangan dan dia sangat kreatif.

Sarah : “Jo melukis pemandangan. Dia pergi ke perguruan tinggi seni. Dia sangat kreatif.”
("Perilaku buruk" 00:23:27)

Sarah mengagumi Jo Robinson sebagai pemimpin kreatif dan teman. Mereka rukun dan tertangkap bersama
di sebagian besar adegan. Kreativitas Jo membantu kelompok dalam mendesain dan mengecat leaflet untuk
disebarkan. Juga, kepemimpinan Jo tidak menuntut dan ketat. Dia adalah tipe pemimpin yang dingin, fleksibel, ramah,
dan menerima pendapat apa pun.

Jo : “Aku hanya bilang kamu bisa bicara sesukamu. Kecuali kita harus mengambil tindakan, tidak ada
yang akan berubah.”
("Perilaku buruk" 00:21:45)

Saat pertama kali Sally bergabung dengan grup gathering Jo, Sally merasa canggung. Kemudian, Jo
memperkenalkannya ke grup, dan kemudian orang-orang menyambut Sally. Jo kemudian mengatakan Sally bisa
memberikan pendapat sebanyak yang dia suka. Jo mendorong orang-orangnya untuk angkat bicara dan menyampaikan
ide mereka. Dalam melakukan aksinya, Jo Robinson secara aktif melibatkan anak buahnya. Dia tidak memerintahkan
orang-orangnya juga. Dia aktif berpartisipasi dalam setiap rencana. Alih-alih melihat orang-orangnya sebagai pengikut, dia

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 91
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kurniasi, Merdeka, Ulfa, Farlina

menganggap mereka sebagai teman yang setara. Mereka berdiskusi, mereka tertawa, dan mereka melakukan aksi bersama.
Inilah alasan mengapa orang-orang menyukainya.
Sedangkan Sally tidak membentuk kelompok apapun. Dia kemudian bergabung dengan Jo dan menjadi teman.
Namun, Sally bertanggung jawab dan masuk akal. Dia bisa membuat keputusannya sendiri. Seperti yang dikemukakan
Lehman bahwa memiliki kepemimpinan juga berarti mempengaruhi, mendapatkan kepercayaan dan dihormati oleh
orang lain (Lehman, 2001). Sally Alexander berhasil mempengaruhi dan mendapatkan kepercayaan orang-orang dalam
kelompoknya. Dia mempengaruhi grup untuk terlibat dengan media meskipun grup tidak menyukainya sebelumnya.
Karena pengaruh dan peserta Sally, mereka berhasil menyusup ke teater dan berdemonstrasi di sana. Juga, menjadi
maskulin berarti tidak bergantung pada orang lain, menjaga diri sendiri, dan dapat mengambil keputusan sendiri.

Ciri-ciri maskulin lain dari Sally dan Jo adalah dari perilaku dan penampilan mereka.
Dalam film tersebut, Sally tidak memasak. Yang menyajikan makanan setiap hari adalah pacarnya. Karena memasak
berkaitan dengan feminitas, Sally tidak menunjukkan feminitasnya dalam urusan rumah tangganya. Dia lebih memilih
untuk aktif, berpartisipasi dalam urusan publik, bekerja yang kegiatan ini dianggap apa yang dilakukan oleh laki-laki.
Atribut maskulin umumnya diasosiasikan dengan aktif, pekerja keras, ambisius, dan tidak banyak berpartisipasi dalam
urusan rumah tangga. Untuk penampilannya, Sally berdandan layaknya wanita kelas menengah. Dia kadang-kadang
memakai rok, tapi kebanyakan celana dan mantel.
Bertentangan dengan Sally, ibunya adalah sosok feminin sejati. Ibunya tidak menyukai gagasan untuk menentang
pendirian laki-laki. Dia menerima semuanya apa adanya. Namun, Sally berpikir lain. Untuk menurunkan patriarki dan
ketidakadilan, dia percaya dia harus berpartisipasi dengan aktif, cerdas, dan berani. Pengalaman dan lingkungan Sally
secara tidak sadar membantu membangun maskulinitas Sally. Dia mungkin tidak terlihat seperti laki-laki dalam hal
penampilan, tetapi dia memiliki karakteristik yang harus dimiliki seorang pria dari keaktifan, ambisius, berpikiran maju,
keberanian, dan cara berpikir.

Sementara penampilan Jo Robinson tidak mengikuti adat istiadat masyarakat, penampilannya cenderung
hippie. Hippie muncul pertama kali pada tahun 1960-an dan 1970-an.
Hippie adalah gerakan tandingan budaya yang menentang nilai-nilai arus utama ("Hippie", 2021). Mereka berpakaian
cukup eksentrik dan mempraktikkan cara hidup komunal. Jo Robinson tidak pernah memakai rok atau gaun feminin
dalam kesehariannya. Dia selalu memakai celana, sepatu atau sepatu bot, dan pakaian longgar.

Gambar 1. Gaya busana Jo Robinson.


("Perilaku buruk" 01:53:37)

Gaya Jo Robinson dan grupnya mirip. Dalam sebuah adegan di mana mereka bersiap-siap untuk pergi ke
teater, Sally menyarankan mereka untuk berpakaian seperti tamu di acara Miss World agar bisa berbaur dengan
mereka. Begitu mereka mencoba gaun yang disarankan Sally sebagai 'mirip wanita', Jo dan para gadis menunjukkan
reaksi tidak senang dan tidak nyaman. Salah satu dari mereka mengatakan "Saya terlihat persis seperti ibu saya.",
yang lain mengatakan, "Saya terlihat seperti sofa ibu saya.", dan Jo mengatakan, "Saya terlihat seperti wanita yang
tidak pernah saya inginkan." ("Perilaku buruk" 01:52:51-01:52:60). Oleh karena itu, penampilan Jo Robinson
menunjukkan bahwa dia suka berpakaian tidak seperti 'lady-like'. Dia lebih suka pakaian longgar, celana dan sepatu
bot. Pada saat itu, sangat jarang melihat wanita bercelana panjang. Wanita tahun 1970-an kebanyakan memakai rok,
gaun seperti wanita, sepatu hak tinggi, dan pakaian ketat. Wanita yang merokok juga

92
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kurniasi, Merdeka, Ulfa, Farlina

dianggap tidak biasa karena rokok cenderung melambangkan laki-laki. Dengan demikian, dari segi penampilan
dan perilaku merokok, Jo Robinson juga bisa dianggap memiliki maskulinitas.
Kesimpulannya, Sally Alexander dan Jo Robinson memiliki maskulinitas dalam bentuk keberanian,
kepahlawanan, dan kepemimpinan, penampilan, dan perilaku lainnya. Karakteristik Sally Alexander dan Jo
Robinson sebelumnya membantu dalam membangun maskulinitas yang mereka miliki. Sayangnya, mereka
belum memiliki kekuatan mengingat mereka hidup dalam masyarakat dengan kemapanan laki-laki. Inilah
sebabnya mengapa mereka memperjuangkannya dengan harapan diperlakukan sama dan mendapat perlakuan
yang adil. Namun, karakteristik maskulin mereka cukup untuk menganggap Sally dan Jo sebagai maskulin. Dari
sifat, penampilan, dan perilaku mereka, Sally Alexander dan Jo Robinson terlihat maskulin dan mewujudkan
maskulinitas. Karakteristik penting dari keberanian, kepahlawanan, dan kepemimpinan adalah gagasan
maskulinitas dari Peter Lehman. Saat ia berpendapat bahwa beberapa nilai secara konsisten muncul, yang
kemudian menjadi karakteristik penting dalam definisi konvensional maskulinitas (Lehman, 2001). Hal ini sejalan
dengan pernyataan bahwa menjadi maskulin tidak selalu berkaitan dengan penampilan fisik atau aktivitas fisik
(Merdeka, 2013). Dengan demikian, meskipun Sally dan Jo masih menunjukkan ciri-ciri yang berhubungan
dengan perempuan, namun sifat maskulin mereka lebih dominan daripada feminitasnya.

Kesimpulan

Misbehavior adalah film bergenre drama-komedi. Film ini disutradarai oleh Philippa Lowthorpe dan
dirilis pada tahun 2020 oleh Motion Pictures UK. Misbehavior didasarkan pada peristiwa nyata pada saat
feminisme gelombang kedua terjadi di dunia, khususnya di Inggris.
Cerita mengambil setting di London pada tahun 1970. Bercerita tentang perjuangan perempuan sebagai
kelompok yang terpinggirkan. Sally Alexander dan Jo Robinson sebagai dua aktivis feminis berjuang untuk
ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang mereka rasakan dalam sistem sosial mereka. Isu yang diperjuangkan
Sally dan Jo adalah tentang ketidaksetaraan, ketidakadilan, objektifikasi seksual, diskriminasi, dan tuntutan
untuk menempatkan pembebasan perempuan di peta.
Selama tahun 1970 di London, isu-isu mengenai upah yang tidak setara, pekerjaan yang tidak setara,
diskriminasi, objektifikasi seksual, hak-hak yang tidak setara muncul. Dengan demikian, feminisme gelombang
kedua muncul dan para aktivis menuntut kesetaraan. Beberapa kelompok mencoba melawan masyarakat arus
utama atas nama memprotes sistem yang buruk di masyarakat, dan beberapa memperjuangkannya dengan
berdemonstrasi. Patriarki selama ini masih sangat kental, misalnya di lembaga akademik. Juga, perempuan
dianggap sebagai objek dan lebih rendah dari laki-laki.
Karakter Sally dan Jo berasal dari latar belakang yang berbeda dan memiliki karakteristik yang berbeda.
Kedua karakteristik mereka dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dan lingkungan sosial mereka. Selain itu,
maskulinitas mereka dapat ditemukan dalam bentuk karakteristik maskulin tradisional, yaitu dalam bentuk
keberanian, kepahlawanan, dan kepemimpinan. Sayangnya, mereka tidak mewujudkan kekuasaan karena
selama ini, baik Sally maupun Jo masih memperjuangkan ketidakadilan yang diterima perempuan. Untuk
mendapatkan kekuasaan, mereka harus menurunkan diskriminasi dalam patriarki.
Dengan demikian, Sally dan Jo tidak mewujudkan keempat karakteristik maskulin. Namun, masih bisa dikatakan
bahwa Sally dan Jo memiliki maskulinitas dalam diri mereka. Karena maskulin tidak selalu berdandan seperti
laki-laki atau meniru penampilan luarnya, Sally dan Jo sebagai perempuan mewujudkan maskulinitas dalam
bentuk karakteristik maskulin tradisional. Karakteristik mereka mendukung kejantanan yang mereka miliki.

Keaktifan Sally, keterusterangan, ambisius, dan keberanian, agresivitas Jo, membuat mereka memiliki
keberanian untuk menjalani hidup mereka dalam masyarakat patriarki. Sifat kepahlawanan tersebut didukung
oleh sifat pemberani, terorganisir dengan baik, berani, dan agresif. Kemudian, kepemimpinan didukung oleh
sifat kemandirian, keberanian, keaktifan, dan pemikiran mereka ke depan. Jo sebagai pemimpin menganggap
orang-orangnya sebagai teman. Dengan demikian, rakyatnya merasa diterima dan setara. Sementara itu,
meskipun Sally bukan seorang pemimpin, dia bertanggung jawab, bijaksana, dan

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 93
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Kurniasi, Merdeka, Ulfa, Farlina

penentu. Karakteristik lain seperti merokok dan preferensi mereka untuk berdandan dengan pakaian longgar,
celana, sepatu juga dianggap maskulin. Dengan demikian, mereka dapat dianggap memiliki kejantanan. Baik
Sally maupun Jo memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Kelebihan dan kekurangan mereka yang membuat mereka unik dan kontras. Namun demikian, mereka
memiliki maskulinitas dan mereka saling melengkapi sebagai teman.

Referensi

Bhat, A.(nd). Metode yang Digunakan untuk Pengumpulan Data Kualitatif. PertanyaanPro. Diakses pada 29
Agustus 2021, dari Questionpro.com/blog/qualitative-data-collection methods/amp/.

Creswell, JW 2018. Desain Penelitian: Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran


Pendekatan (edisi ke-5). SAGE.

Guckenheimer, D., & Schmidt, JK 2013. Kontradiksi dalam kelas: maskulinitas dalam studi feminis. Studi
Wanita, 42, 486-08.

Hsieh, H.-F., & Shannon, SE 2005. Tiga Pendekatan Analisis Isi Kualitatif.

Lehman, P. 2001. Maskulinitas: Tubuh, Film, Budaya. P.Lehman (Red). Routledge.

Mankowski, E., & Smith, R. 2016. Kesehatan mental dan maskulinitas pria. Ensiklopedia Kesehatan Mental,
3, 66-74.

Merdeka, P. 2013. Senjata api dan maskulinitas dalam cerita pendek “the man who was
hampir seorang pria.” Al-Turÿÿ, XIX(2), 255-265.

Merdeka, P., & Kumoro, KA 2018. Maskulinitas: sifat laki-laki tahun 1930-an yang digambarkan dalam musuh
publik. Insaniyat: Jurnal Islam dan Humaniora, 2(2), 109-129.

Rampton, M. 2015. Empat gelombang feminisme. Universitas Pasifik Oregon.


https://www.pacificu.edu/magazine/four-waves-feminism.

Sulistia, R. 2016. Maskulinitas wanita Fa Mulan dan dampaknya terhadap hubungannya dengan karakter pria
dalam film Disney Mulan. Litera-Kultura, 4(3), 12-19.

Redaktur Encyclopaedia Britannica. 2021. Hippie. Britannica.Com. https://www.britannica.com/topic/hippie

Wulandari, S. 2019. Maskulinitas perempuan Alanna Trebond dalam Alanna karya Tamora Pierce: petualangan
pertama (lagu Singa Betina). Litera-Kultura, 7(4), 1-8.

94
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Jayanti, Suastini, Jayanti

Analisis Kata Slang dalam Lirik Lagu


Digunakan oleh Ariana Grande

,
I Gusti Ayu Agung Indah Jayanthi1 , Ni Wayan Suastini2
I Gusti Agung Sri Rwa Jayantini3
indahjayajayanthi091@gmail.com1 , suastini28@unmas.ac.id2 , srijayantini833@gmail.com3

Universitas Mahasaraswati Denpasar

Abstrak

Penelitian ini berkaitan dengan kata slang dalam lirik lagu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jenis-
jenis slang yang dikemukakan oleh teori Chapman (2007) dan pengaruh kata-kata slang menurut teori Eble
(1996). Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Data didapatkan dari lirik lagu
Ariana Grande, judul lagunya adalah 34+35, Positions, Thank U, Next, dan Side to Side. Data diperoleh dari
pengumpulan data melalui mendengarkan lagu, membaca lagu, mencetak lagu, menggarisbawahi kata yang
mengandung jenis dan pengaruh kata slang, dan mencatat data. Peneliti menemukan 21 (78%) tipe data slang
primer dan 6 (22%) tipe data slang sekunder. Efek dari kata slang ada 21 (78%) kata slang diidentifikasi
sebagai ekspresi

informalitas dan 6 (12%) kata slang diidentifikasi sebagai mengidentifikasi anggota kelompok dan tidak ada
slang yang ditemukan untuk menunjukkan otoritas.

Kata kunci: Kata slang, jenis slang, lagu

pengantar

Komunikasi digunakan untuk memberitahu seseorang atau sekelompok orang tentang informasi,
perintah, masalah, dan hal-hal lain yang diungkapkan dalam pikiran dan perasaan seseorang.
Menurut Forsdale (1981) Komunikasi adalah proses dimana suatu sistem didirikan, dipelihara, dan diubah
melalui sinyal bersama yang beroperasi sesuai dengan aturan. Maksud dari teori tersebut adalah komunikasi
adalah suatu jenis proses dalam membentuk, memelihara, dan mengubah sesuatu untuk memastikan bahwa
sinyal yang dikirimkan sesuai dengan aturan.
Ada dua jenis komunikasi, yaitu internal dan eksternal. Komunikasi internal adalah jenis komunikasi yang
terjadi dalam lingkup organisasi dan perusahaan. Komunikasi eksternal berarti komunikasi yang terjalin antara
organisasi dan masyarakat dalam berbagai bentuk. Menurut Giffin & Patten (1976) komunikasi adalah proses
menciptakan makna sekaligus menggambarkannya. Ini adalah pertukaran ide dan interaksi di antara anggota
kelompok. Dalam hal komunikasi, pilihan bahasa juga berpengaruh. Bisa menggunakan bahasa formal dan
informal.

Pada hakikatnya, bahasa adalah ucapan, bukan tulisan, yang memadukan bunyi dan makna. Tidak
ada bahasa antara simbol, suara, dan makna. Menurut Wardhaugh (1972), bahasa adalah sistem simbol vokal
yang arbitrer yang digunakan untuk komunikasi manusia. Karena sifatnya yang arbitrer, setiap kelompok dapat
membuat kata-kata atau lambang-lambangnya sendiri sesuai dengan kesepakatan mereka. Itulah juga
mengapa setiap kelompok masyarakat, suku atau bangsa memiliki bahasanya masing-masing sehingga hidup
ini begitu indah. Bahasa dapat digunakan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan tergantung pada situasinya.
Seseorang menggunakan kata-kata profesional dan literal dalam konteks formal, sementara seseorang
menggunakan bahasa gaul sebagai salah satu bahasa informal dalam konteks informal.

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 95
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Jayanti, Suastini, Jayanti

Menurut Claire (1990), slang adalah istilah yang digunakan oleh orang-orang dalam situasi sosial di
mana mereka merasa nyaman dengan teman-teman mereka. Slang biasanya digunakan dalam situasi non-
formal. Itu bisa membuat percakapan menjadi lebih intim. Istilah slang digunakan di hampir semua bahasa lisan
dan biasanya digunakan untuk mengungkapkan perasaan dan kreativitas orang. Bahasa gaul tidak hanya
populer dalam percakapan informal sehari-hari, tetapi juga dalam sebuah lagu. Banyak musisi menulis
menggunakan kata-kata slang.
Kajian serupa dalam bentuk artikel ditemukan dalam analisis berjudul An Analysis of Slang
Language in Song Lyrics Used oleh “Avril Lavigne”. Penelitian dilakukan oleh Saputri W. (2021).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan makna bahasa gaul dalam lirik lagu
yang digunakan oleh Avril Lavigne. Data diklasifikasikan berdasarkan proses pembentukan kata
menurut teori Yule (2010) melalui metode kualitatif. Ada dua belas jenis pembentukan kata yang
ditemukan dalam penelitian ini, yaitu compounding coinage, blending, clipping, back formation,
borrowing, multiple process, akronim, imbuhan (prefix, infix, suffix). Ada empat jenis bahasa slang
yang diidentifikasi berdasarkan temuan yang digunakan dalam lirik lagu Avril Lavigne ditemukan
sepuluh Blending, empat Clipping, dua Compounding, dan satu Back Formation. Blending adalah
proses yang paling umum ditemukan dalam penelitian ini.

Kajian kedua diambil dari artikel yang dikemukakan oleh Dewi K. dan Widiastuti A.
(2020). Analisis Kata Slang dalam Lirik Lagu yang Digunakan dalam Lagu “Itulah Yang Saya Suka”,
“Smoke on the Water”, dan “Ch-Check It Out”. Data dari survei ini dikumpulkan dari lirik dalam tiga
genre: pop, rock, dan rap. Kami menggunakan teknik dokumentasi untuk mengumpulkan data dan
teknik kualitatif untuk menganalisis data. Penelitian ini menggunakan teori jenis-jenis slang oleh
Patridge (2004) dan makna kata slang menggunakan teori yang dikemukakan oleh Geoffrey Leech
(1974). Penulis menemukan enam jenis kata slang seperti empat kata slang di publisitas, empat
kata slang di sekolah umum dan Universitas, dua puluh satu kata slang di masyarakat, tiga kata
slang di teater, satu slang tentara, dan satu slang rumah umum. Kemudian, ada enam makna kata
slang yang ditemukan oleh penulis seperti enam makna konseptual, lima makna stilistika, tujuh
makna kolokatif, enam makna refleksi, tiga makna konotatif, dan empat makna afektif. Penelitian
ini mengungkapkan bahwa slang sosial dan makna sehari-hari paling sering ditemukan dan
digunakan dalam lirik lagu.

Kajian lain yang ditulis oleh Puspitorini F. dan Narawaty D. (2019) berjudul An Analysis of
Slang Word in Song Lyrics Used by “Bruno Mars”. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui jenis dan jenis kata slang yang dominan dalam lirik lagu yang digunakan. Data
penelitian ini menggunakan lima lirik lagu karya Bruno Mars. Metode deskriptif kualitatif digunakan
untuk menganalisis data penelitian ini dengan teori pembentukan kata yang dikemukakan oleh
George Yule (1986). Penulis menemukan lima proses pembentukan kata slang yang ditemukan
dalam lirik. Proses pembentukan kata slang yang digunakan dalam lirik adalah clipping (140%),
blending (140%), coinage (140%), borrowing (20%), dan akronim (0%).
Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan untuk menganalisis jenis dan pengaruh kata-kata
slang dalam lirik lagu yang digunakan oleh Ariana Grande. Ada beberapa alasan kuat untuk memilih
lagu Ariana Grande. Sebagai permulaan, tidak ada penelitian yang meneliti lirik lagu Ariana Grande
sebelumnya; penelitian sebelumnya seolah-olah meneliti jenis kata slang yang ditemukan dalam
lirik lagu, sedangkan penelitian ini meneliti jenis dan pengaruh kata slang dalam lirik lagu.
Apalagi lagu-lagu Ariana Grande sudah terkenal di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Karena
remaja sering menggunakan terminologi lagu, liriknya banyak mengandung frase slang.

96 email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Jayanti, Suastini, Jayanti

Teori dan Metode


Kata Gaul
Menurut Clair (1990) slang adalah istilah yang digunakan oleh orang-orang dalam situasi sosial
di mana mereka merasa nyaman dengan teman-teman mereka. Slang biasanya digunakan dalam situasi non-formal.
Kata slang digunakan di hampir semua bahasa lisan dan biasanya mengekspresikan kreativitas orang.
Slang sering menunjukkan bahwa orang yang menggunakan kata atau frasa itu akrab dengan kelompok
subkelompok pendengar. Hal ini dapat dilihat sebagai pembeda identitas kelompok. Menurut Chapman (2007),
ada dua jenis bahasa gaul. Ada:

1. Bahasa Gaul Utama


Menurut Chapman (2007) bahasa gaul utama adalah ucapan murni dari anggota subkultur; itu sangat
alami bagi para pembicaranya sehingga tampaknya mereka mungkin bisu tanpanya. Tentu saja tidak, bahasa
gaul adalah idiom alternatif, yang bisa menjadi pilihan. Contoh bahasa gaul arus utama biasanya digunakan oleh
penutur muda dan geng jalanan perkotaan. Apa yang dapat dideteksi secara kontras adalah bahasa gaul utama,
dan bahasa lisan seringkali kaya, kompleks, kuat, dan digunakan secara efektif. Misalnya kata 'gimme' dari kata
'give me', 'tryna' dari kata 'trying to', 'put yo' dari kata 'put your'. Contoh kata-kata ini dalam bahasa gaul utama.

Jenis slang ini digunakan untuk menggambarkan apa yang digunakan orang dalam aktivitas dan percakapan
sehari-hari. Atau digunakan oleh penyanyi rap dan hip untuk mempersingkat atau mengubah kata dengan
pengucapan yang berbeda. Ini tidak ada hubungannya dengan kepribadian atau rahasia seseorang.

2. Slang Sekunder
Menurut Chapman (2007) bahasa gaul sekunder dipilih tidak begitu banyak untuk memperbaiki satu
kelompok tetapi untuk mengekspresikan sikap seseorang terhadap; persetujuan dan ketidaksetujuan, dan untuk
mengekspresikan penghinaan, superioritas, kepintaran seseorang dengan meminjam pakaian verbal seseorang.
Kata slang ini digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang rahasia kepada orang-orang yang mengerti arti
kata tersebut. 'mini-me' (seseorang yang terlihat persis seperti Anda kecuali bahwa mereka lebih muda atau
lebih kecil dari Anda). Pada akhirnya, pengguna bahasa gaul dapat menyebar melalui kelompok masyarakat
tertentu di masyarakat tidak hanya masyarakat dunia bawah.

Pengaruh bahasa gaul


Para peneliti telah menekankan efek yang berbeda, Namun, tiga efek umum dari bahasa gaul telah
berulang kali ditekankan. Slang menggeser tingkat wacana untuk mengekspresikan informalitas, slang
mengidentifikasi anggota kelompok, dan slang menentang otoritas mapan.
Efek ini dijelaskan di bawah ini:

1. Ekspresikan Informalitas
Slang mengubah tataran wacana menuju informalitas. Ini berbeda dari kosa kata yang luas dalam hal itu
menunjukkan sedikit tentang pembicara atau sikapnya terhadap subjek atau audiens. itu kontras secara gaya
dengan kosa kata umum yang mengungkapkan sedikit tentang pembicara atau sikap pembicara terhadap materi
pelajaran atau audiens. Frasa slang menggantikan istilah netral dalam varian kedua, menghasilkan kalimat yang
kurang formal. Misalnya: 'Mau'. Sebenarnya, kata ini berasal dari kata 'ingin' dan biasanya digunakan dalam
situasi informal dan semua orang tahu apa arti kata ini (Eble 1996).

2. Identifikasi Kelompok
Slang mengidentifikasi anggota grup. Penutur menggunakan bahasa gaul untuk kreativitas dengan
maksud yang jelas tetapi hanya dapat diterima atau dipahami oleh kelompok tertentu. Slang berfungsi untuk
membatasi kelompok atau subkultur yang lebih kecil dalam komunitas mahasiswa. Bahasa gaul bukan

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 97
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Jayanti, Suastini, Jayanti

hanya memberikan label untuk membedakan subkelompok dari budaya siswa yang dominan tetapi juga
berfungsi dalam subkelompok tersebut untuk memvalidasi dan meningkatkan solidaritas internal. Misalnya,
"pai madu" berarti 'sesuatu yang manis'. tetapi bisa dikategorikan sebagai panggilan untuk orang yang
memiliki kedekatan dan untuk menunjukkan kasih sayang misalnya kepada pacar, orang tua, dan teman. Kata
ini tidak dapat digunakan segera setelah bertemu seseorang. Istilah ini hanya dipahami oleh geng dan
komunitas tertentu.

3. Oposisi Terhadap Otoritas


Bahasa gaul menentang otoritas yang mapan. Ini paling sering dibudidayakan di antara orang-orang
dalam masyarakat yang memiliki pengaruh politik kecil, seperti remaja, mahasiswa, dan anggota militer, atau
yang memiliki alasan untuk menyembunyikan apa yang mereka ketahui atau lakukan dari orang-orang yang
berwenang, seperti penjudi, pecandu narkoba, dan tahanan.
Biasanya, ketidaksopanan kolase slang ditargetkan pada adat istiadat sosial; oposisi terhadap
otoritas terdiri dari pelanggaran selera yang baik, yang seringkali bersifat seksual. Misalnya, istilah berikut
adalah 'perusak, penipuan, pemerkosa'.

metode
Sumber data penelitian ini diambil dari beberapa lagu Ariana Grande. Penelitian ini menggunakan
empat buah lagu yaitu judul lagu 34+35, Positions, Thank U, Next, dan Side to Side. 34+35 adalah lagu kedua
di album studio keenam Ariana Grande, Positions (2020).
Republic Records merilis Positions pada 23 Oktober 2020 sebagai singel utama untuk album studio keenam
Grande dengan nama yang sama. Thank U, Next dirilis pada 3 November 2018.
Lagu ini menjadi single utama dari album studio kelimanya dengan judul yang sama (2019).
Side to Side adalah lagu dari album studio ketiga Grande "Dangerous Woman" (2016).
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi. Ada empat langkah dalam mengumpulkan
data. Pertama, dengarkan lagu-lagunya menggunakan aplikasi Spotify. Kedua, membaca dari website
bertujuan untuk menangkap lirik dari setiap lagu oleh Ariana Grade. Ketiga, menggarisbawahi kata dalam lirik
lagu yang ditemukan jenis dan efek slang berdasarkan teori. Keempat, mencatat data yang ditemukan dengan
memasukkannya ke dalam tabel. Data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Data dianalisis dalam langkah-langkah berikut seperti mengidentifikasi jenis kata slang diikuti dengan
menganalisis efek dari setiap kata slang yang ditemukan.

Temuan dan Diskusi


Penelitian ini menunjukkan data yang ditemukan dalam lirik lagu Ariana Grande dapat dibagi menjadi
dua jenis slang, yaitu slang primer dan slang sekunder. Adapun efek dari kata-kata gaul. Data tersebut
ditabulasikan sebagai berikut:

Tabel 1: Jenis Kata Slang dalam Lirik Lagu Ariana Grande


Tidak Jenis bahasa gaul Jumlah Data Persentase
1 SD 21 78%
2 Sekunder 6 22 %
Jumlah 27 100%

Dari tabel data di atas, jenis data dapat diklasifikasikan ke dalam bahasa gaul primer dan sekunder.
Bahasa slang primer adalah jenis yang paling sering muncul, 21 kata slang (78%) dan slang sekunder
ditemukan 6 kata slang (22%). Bahasa gaul primer lebih dominan daripada bahasa gaul sekunder karena data
ini menggunakan bahasa gaul yang selalu digunakan oleh orang-orang dalam percakapan sehari-hari agar
lebih mudah dipahami oleh pendengarnya.

98
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Jayanti, Suastini, Jayanti

Tabel 2: Pengaruh Kata Slang dalam Lirik Lagu Ariana Grande


Tidak Pengaruh bahasa gaul Jumlah Data Persentase
1 Ekspresikan Informalitas 21 78%
2 Identifikasi Anggota Kelompok 22%
Jumlah 100% 6 27

Dari tabel data di atas, dapat disimpulkan bahwa hanya dua efek slang yang ditemukan yaitu mengungkapkan
informalitas dan mengidentifikasi anggota kelompok. Ekspresi informalitas adalah efek yang paling banyak ditemukan
dengan 21 kata slang (78%) dan kemudian mengidentifikasi anggota kelompok 6 data (22%) tidak ada kata slang
dengan menentang efek otoritas yang ditetapkan. Bahasa gaul itu kebanyakan untuk mengungkapkan informalitas
karena Ariana Grande membuat lirik lagu agar mudah dipahami pendengarnya. Ekspresi informalitas dominan terjadi
karena kata slang yang digunakan dalam data ini sebenarnya ingin menunjukkan keakraban karena informalitas
menciptakan hubungan yang lebih akrab dan dekat satu sama lain.

Dari kedua tabel di atas, hasil kata slang primer dan pengaruh kata slang ditemukan di semua lirik lagu
Ariana Grande yang berjudul 34+35, Positions, Thank U, Next, dan Side to Side. Sedangkan hasil kata slang sekunder
dan pengaruh kata slang hanya ditemukan pada lirik lagu Ariana Grande yang berjudul 34+35 dan Side to Side.

Menurut Chapman (2007) bahasa gaul utama adalah ucapan murni dari anggota subkultur; itu sangat alami
bagi para pembicaranya sehingga tampaknya mereka mungkin bisu tanpanya.
Bahasa gaul sekunder digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang rahasia kepada orang-orang yang mengerti
arti kata-kata tersebut. Penjelasan bahasa gaul primer dan sekunder seperti halnya efeknya adalah
disajikan di bawah ini.

Data 1
Anda Mungkin berpikir saya gila
Cara yang kuinginkan (Dalam lagu 34+35, baris 2)

Cravin' pada lirik ini berarti menyampaikan keinginan untuk sesuatu. Penutur kata cravin' adalah seorang gadis.
Dalam lirik ini, seorang gadis terobsesi dengan seorang anak laki-laki dan membuat anak laki-laki itu berpikir bahwa
wanita itu gila. Dan menurut Kamus Slang, cravin' berarti keinginan yang besar atau berhasrat. Arti dari lirik ini adalah
seseorang yang sangat terobsesi dengan orang yang dicintainya dan selalu mendambakannya. Oleh karena itu, data
ini dapat diidentifikasi sebagai bahasa gaul utama.
Data ini juga dapat dikategorikan sebagai mengungkapkan informalitas karena kependekan dari keinginan
dunia asli, tidak berhubungan dengan identifikasi anggota geng jalanan tertentu saja, melainkan merupakan pilihan
gaya seseorang dalam berbicara dalam situasi informal dan bahasa gaul ini dapat dipahami dan digunakan oleh
sebagian besar masyarakat.

Data 2
Jika diletakkan cukup terencana

Beri mereka bayi (Dalam lagu 34+35, baris 4)

Gimme berarti "beri aku" tetapi sekarang disingkat menjadi gimme. Penutur kata gimme adalah seorang gadis.
Dalam lirik ini, seorang gadis ingin memberi tahu pacarnya dengan jelas ketika dia heteroseksual dan bahwa dia
mungkin ingin pasangannya datang (ejakulasi atau habis) di dalam dirinya.
Dan menurut Kamus Slang, gimme berarti "beri aku". Arti dari lirik ini adalah berhubungan seks dengan keinginan
untuk creampie nya.

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 99
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Jayanti, Suastini, Jayanti

Kata ini dapat diidentifikasi sebagai bahasa gaul utama dan dapat diidentifikasi sebagai informalitas
ekspresif karena kata ini sangat sering digunakan untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan banyak orang,
yang arti kata tersebut sudah diketahui semua orang. Kata ini tidak hanya digunakan secara lisan tetapi juga
secara tertulis, seperti teks atau chat atau pesan atau menulis caption di media sosial.

Data 3
Jadi apa yang kamu lakukan malam ini?
Lebih baik katakan, "Apakah kamu benar" ya (Dalam lagu 34+35, baris 5)

Doin' berarti "melakukan". Penutur kata Doin' adalah seorang gadis. Dalam lirik ini, seorang gadis bertanya
kepada pacarnya apa yang akan kamu lakukan malam ini? Dan gadis ini berkata bahwa lebih baik melakukan hal
yang pasti. Dan menurut Kamus Slang, Doin' adalah kependekan dari kata awal Doing. Arti dari lirik ini adalah
melakukan sesuatu yang bermanfaat dalam hal yang negatif.
Ini dapat diidentifikasi sebagai bahasa gaul utama dan dapat diidentifikasi sebagai informalitas ekspresif
karena kata ini sering digunakan ketika Anda sedang mengerjakan sesuatu. Yang merupakan arti dari kata semua
orang sudah tahu.

Data 4
Saya tidak ingin membuat Anda tetap terjaga (Anda bangun)

Tapi tunjukkan padaku, bisakah kamu mempertahankannya? (Sudah) (Dalam lagu 34+35, baris 8)

Wanna dapat diidentifikasi sebagai bahasa gaul utama dan dapat didefinisikan sebagai informalitas
ekspresif karena kata ini biasanya digunakan dalam bentuk tulisan atau berbicara secara langsung untuk
menunjukkan pengucapan informal "ingin". Penutur kata Wanna adalah seorang gadis. Dalam lirik ini, berbicara
tentang penis yang ereksi. Hubungan seksual akan terjadi jika penis pria keras atau ke atas. Dan gadis ini bertanya
apakah penis pacarnya akan tetap keras untuk waktu yang lama. Dan menurut Kamus Slang, Wanna adalah
singkatan dari ingin. Wanna sering digunakan dalam percakapan sehari-hari dalam situasi informal, terutama
bahasa Inggris Amerika dan kata ini juga banyak digunakan di media sosial dalam format informal.

Data 5
Saya sudah minum kopi
Dan saya sudah makan sehat
Tahu aku tetap melengking, ya (Dalam lagu 34+35, baris 14)

Arti harfiah dari kata mencicit adalah membuat suara bernada tinggi. Dalam Song 34 + 35, arti kata ini
adalah ekspresi kegembiraan dan semangat yang tidak bisa dibendung. Penutur kata mencicit adalah seorang
gadis. Teks ini berarti bahwa gadis itu minum kopi dan makan dengan sehat. Ini membantu hubungan seksual
tanpa merasa lelah.
Kata ini dapat dikategorikan sebagai bahasa gaul utama dan mengungkapkan informalitas karena kata ini
biasa digunakan oleh orang Inggris ketika mereka berinteraksi dengan orang lain dalam situasi informal.

Data 6
Sayang, kamu mungkin membutuhkan sabuk pengaman saat aku mengendarainya (Dalam lagu 34+35, Baris 42)

Baby secara harfiah berarti "baru lahir atau baru lahir". Kata bayi dapat dibayangkan ketika "bayi" muncul
sebagai lucu, manis dan menggemaskan. Dalam teks ini, bayi berarti memanggil seseorang yang kita cintai,
seperti pacar, orang tua atau sahabat. Pembicara dari

100
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Jayanti, Suastini, Jayanti

kata bayi adalah perempuan. Menurut Kamus Oxford, bayi berarti "anak yang sangat muda".
Teks ini berarti bahwa gadis itu memberitahu pacarnya untuk menggunakan kondom saat berhubungan seks.
Bayi dapat diidentifikasi sebagai bahasa gaul utama dan mengungkapkan informalitas karena kata ini
digunakan oleh orang yang Anda cintai dan ingin Anda panggil dengan nama sayang seperti pada kata bayi yang
penuh kasih sayang.

Data 7
Wah, aku mencoba bertemu Mamamu di hari Minggu
Kemudian bercinta banyak di hari Senin (Dalam Posisi lagu, Baris 4)

Lotta bentuk singkat dari "banyak" atau "banyak ". Kata lotta berarti sejumlah besar atau sejumlah sesuatu.
Penutur kata Lotta adalah seorang gadis. Lirik ini berarti seorang gadis yang memiliki pekerjaan yang baik, dan
sangat sibuk dengan pekerjaannya tetapi masih membuat jadwal untuk bertemu ibu pacarnya dan memberinya
banyak cinta dan perhatian setiap hari. Menurut Kamus Oxford "Lotta" adalah bentuk singkat dari "banyak" atau
"banyak" yang menunjukkan bagaimana kedengarannya dalam pidato informal.

Kata ini dapat diidentifikasi sebagai slang utama dan mengungkapkan informalitas karena penutur bahasa
Inggris sering mengurangi beberapa kata untuk membuatnya lebih mudah diucapkan ketika mereka berkomunikasi
dengan orang lain dalam situasi informal.

Data 8
Aku sudah di sini sepanjang hari
Dan nak, buat aku berjalan ke samping
(Biarkan mereka tahu) (Dalam lagu Side to Side, Line 4)

Arti kata cangkul sendiri mengacu pada salah satu alat berkebun. Namun dalam lagu ini, arti harfiah dari
kata ini adalah "pelacur". Dalam Kamus Routledge, kata "pelacur" berarti "seorang wanita yang tersedia secara
seksual, atau seorang wanita yang dapat dianggap tersedia secara seksual dan seorang pelacur. Arti dalam lirik
ini adalah seorang gadis yang tertarik pada seorang pria di gym, dan dia berada di gym setiap hari berharap untuk
mendapatkan perhatian dari pria yang disukainya dan ingin semua wanita di sana tahu bahwa dia menyukai salah
satu dari mereka. orang-orang di gym.
“Cangkul” dapat diidentifikasi sebagai bahasa gaul utama dan mengungkapkan informalitas karena kata
ini biasanya digunakan ketika seseorang menunjukkan ketidaknyamanan tentang orang lain dan dapat digunakan
ketika berbicara dengan seseorang atau dalam pesan dan media sosial.

Data 9
Aku tahu mereka bilang aku move on terlalu cepat
Tapi ini akan bertahan lama

Karena namanya Ari” (Dalam lagu Thank U, Next, Line 31)

Gon' berarti "Pergi". Penutur kata Gon' adalah seorang gadis. Dalam lirik ini, seorang gadis menceritakan
tentang kegagalan dalam berkencan. Dan banyak dari teman-temannya yang mengatakan bahwa dia terlalu cepat
untuk melupakan mantannya, tetapi dia meyakinkan bahwa yang terakhir yang tidak akan pergi adalah Ari. Ari
adalah penyanyi lagu ini, Ariana Grande, jadi yang tidak akan pergi adalah dirinya sendiri. Menurut Kamus
Cambridge , Gon' berarti "Hilang".
Kata Gon' dapat diidentifikasi sebagai bahasa gaul utama dan mengungkapkan informalitas karena sangat
sering digunakan dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang yang berbicara bahasa Inggris dalam
situasi informal.

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 101


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842

Jilid 20 (2), 2022 Jayanti, Suastini, Jayanti

Data 10

Bisakah kamu terjaga sepanjang malam?


Persetan denganku sampai siang hari
Tiga puluh empat, tiga puluh lima (Dalam lagu 34+35, baris 18)

Tiga puluh empat, tiga puluh lima memiliki arti literal "hanya sebuah angka". Padahal, angka 34+35 ini adalah pose
seksual, yaitu 69. 69 adalah pose seksual yang dilakukan pasangan saat sedang bercinta. Penutur kata 'Tiga puluh empat,
tiga puluh lima' adalah seorang gadis. Dalam lirik ini, seorang gadis yang ingin berhubungan seks sepanjang malam dengan
pose yang disukainya adalah 69. Penulis lagu menggunakan kata Tiga puluh empat, tiga puluh lima
untuk mengurangi penggunaan kata-kata vulgar.
Kata tiga puluh empat, tiga puluh lima dapat diidentifikasi sebagai bahasa slang sekunder dan mengidentifikasi
anggota kelompok karena memiliki arti rahasia atau kode dan hanya orang-orang tertentu yang mengerti arti kata tersebut.
Biasanya kata-kata tersebut digunakan oleh suatu kelompok atau geng dimana semua anggota kelompok tersebut sudah
mengetahui arti dari kata tersebut.

Data 11

Sayang, kamu mungkin membutuhkan sabuk pengaman saat aku mengendarainya

Aku akan membiarkannya terbuka seperti pintu, masuklah ke dalamnya (Dalam lagu 34+35, baris 42)

Naik berarti "duduk di punggung binatang dan bergerak". Dalam lagu ini, Ride berarti tindakan berada di atas kuda
ketika sedang bergerak saat melakukan hubungan seksual.
Penutur kata Tiga puluh empat, tiga puluh lima adalah seorang gadis. Dalam lirik ini, seorang gadis akan mengontrol
permainan seks ini yang berarti posisi saat berhubungan seks seorang gadis berada di atas seorang pria, seperti menunggang kuda.
Menurut Kamus Oxford, naik berarti "duduk di atas binatang, terutama kuda dan mengendalikannya seperti film."

Kata Naik dapat diidentifikasi sebagai bahasa gaul sekunder dan mengidentifikasi anggota kelompok karena ini
adalah ungkapan yang hanya digunakan dan dipahami oleh geng atau komunitas tertentu. Arti kata ini biasanya sangat
jarang digunakan dan diketahui banyak orang. Kata ini bisa digunakan dengan pasangan atau teman dekat yang sudah
saling mengenal arti kata tersebut.

Data 12

Sayang, kamu mungkin membutuhkan sabuk pengaman saat aku mengendarainya

Aku akan membiarkannya terbuka seperti pintu, masuklah ke dalamnya (Dalam lagu 34+35, baris 42)

Kata sabuk pengaman berarti “alat yang digunakan saat berkendara agar tetap aman”. Dalam lagu ini, sabuk
pengaman berarti pria harus menyiapkan kondom karena wanita akan menggerakkan tubuhnya seperti menunggang kuda di
atas tubuh pria. Penutur kata Sabuk Pengaman adalah seorang gadis. Dalam lirik ini, seorang gadis mengingatkan pacarnya
untuk menggunakan kondom sebelum berhubungan seks. Menurut Kamus Oxford, sabuk pengaman berarti “sabuk yang
melekat pada kursi di dalam mobil atau pesawat dan yang Anda kencangkan di sekitar diri Anda sehingga Anda tidak
terlempar dari kursi jika terjadi kecelakaan”.
Kata ini dapat mengidentifikasi sebagai slang sekunder dan mengidentifikasi kelompok anggota karena kata-kata ini
biasanya digunakan oleh orang-orang yang merasa nyaman dengan pacar mereka dan tidak semua orang mengerti arti dari
kata-kata ini. Kata tersebut tidak pantas digunakan oleh semua orang terutama remaja, kata ini hanya sebagian orang yang
menggunakannya atau salah satu anggota kelompok sudah mengetahui arti kata tersebut.

102
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Jayanti, Suastini, Jayanti

Data 13
Lebah di sini sepanjang malam

Dan nak, buat aku berjalan dari sisi ke sisi (Dalam lagu Side to Side, baris 31)

Sisi ke sisi memiliki arti harfiah "benda yang bergerak ke kiri atau kanan bergerak dari kiri ke kanan, kemudian
dari kanan ke kiri dan kemudian kembali lagi". Sebenarnya, dalam lagu ini, menyamping berarti dia tidak bisa berjalan
lurus setelah melakukan hubungan seksual dalam waktu yang lama. Penutur kata side to side adalah seorang gadis.
Dalam lirik ini, seorang gadis telah menunggu dan sangat bersemangat untuk berhubungan seks dan meminta seorang
pria untuk membuatnya sulit berjalan.
Kata-kata ini dapat diklasifikasikan sebagai slang sekunder dan mengidentifikasi kelompok anggota karena
kebanyakan orang jarang menggunakan ungkapan ini terutama remaja karena kata ini memiliki arti yang cukup vulgar
dan juga tidak semua orang akan mengetahui artinya.

Data 14
Ini gaya baru dengan jenis aliran yang segar
Pergelangan es, naik sepeda kontol (Dalam lagu Side to Side, baris 36)

Wrist icicle memiliki arti harfiah “ketika Anda memiliki perhiasan pergelangan tangan yang mengilap, yaitu: jam
tangan, gelang, dll. biasanya berupa kerak berlian”. Sebenarnya, dalam lagu ini, wrist icicle mengandung arti bahwa
seorang pria cum di pergelangan tangan seseorang dan menetes.
Kata-kata ini dapat diklasifikasikan sebagai slang sekunder dan mengidentifikasi kelompok anggota karena
jenis ekspresi ini dapat dianggap rahasia dan tidak semua orang tahu arti kata ini, jadi orang biasanya menggunakannya
untuk berbicara dengan seseorang yang juga mengerti arti kata ini.

Data 15
Aku akan membiarkannya terbuka seperti pintu, masuklah ke dalamnya

Meskipun saya istri, Anda bisa memukulnya seperti cewek sampingan (Dalam lagu 34+35, baris 44)

Cewek sampingan biasanya berarti wanita yang memiliki hubungan rahasia dengan seseorang yang sudah
menjalin hubungan setia. Kata ini adalah nama lain untuk "seorang nyonya". Namanya berasal dari posisi ayam kecil
seperti lauk di samping hidangan utama, atau bukan "ayam utama" yang berarti istri atau pacar. Penutur kata Side
chick adalah seorang gadis. Dalam lirik ini, seorang gadis mengatakan kepada suaminya untuk memperlakukannya
seperti majikannya selama hubungan seksual meskipun dia adalah istrinya.

Side chick dapat diklasifikasikan sebagai bahasa gaul sekunder dan mengidentifikasi kelompok anggota karena
mereka biasanya menggunakan kata ini hanya untuk berbicara dengan seseorang yang mengerti artinya. Tidak banyak
orang yang tahu istilah ini, hanya sekelompok orang yang tahu arti dari bahasa gaul ini.

Kesimpulan

Setelah dianalisis, dapat disimpulkan bahwa ada dua jenis slang dalam lagu ini, yaitu slang primer dan slang
sekunder. Jenis kata slang primer yang paling banyak ditemukan yaitu 21 (78%). Jenis kata slang sekunder yang
biasanya digunakan untuk menjaga tingkat kerahasiaan antara kelompok dan komunitas tertentu ditemukan 6 (22%).
Slang primer lebih dominan terjadi karena data ini selalu digunakan oleh orang-orang dalam percakapan sehari-hari
agar lebih mudah dipahami oleh pendengar.

Ada dua jenis pengaruh kata-kata slang, yaitu mengungkapkan informalitas dan mengidentifikasikan diri sebagai
anggota kelompok, jenis penentang membangun otoritas tidak ditemukan dalam lagu ini.
Dalam penelitian ini, efek dari kata slang ada 21 (78%) kata slang diidentifikasi sebagai

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 103


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Jayanti, Suastini, Jayanti

mengungkapkan informalitas dan 6 (22%) kata-kata slang diidentifikasi sebagai anggota kelompok dan
tidak ada slang yang ditemukan untuk menentang otoritas yang mapan. Ekspresi informalitas dominan
terjadi karena dalam data ini sebenarnya ingin menunjukkan keakraban karena informalitas menciptakan
hubungan yang lebih akrab dan dekat satu sama lain.

Referensi
Allan dan Kate, B. 2006. Kata-Kata Terlarang: Tabu dan Sensor Bahasa.
Cambridge: Pers Universitas Cambridge.

Chapman, R. 2007. Kamus Bahasa Slang Amerika. London: Pan Macmillan.

Ciesielska, M. 2018. Metodologi Kualitatif dalam Studi Organisasi. Teesside


Sekolah Bisnis Universitas.

Clair, E. 1990. Teori Sosiolinguistik: Variasi Linguistik dan Signifikansi Sosialnya.


Oxford: Blackwell.

Criswell, Jhon W. 2013. Desain Penelitian: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Metode Campuran.
Library of Congress Cataloging-in-Publication Data: Amerika Serikat.

Dewi, K. & Widiastuti, A. 2020. Analisis kata-kata slang dalam lirik lagu yang digunakan pada lagu “Itulah
Yang Aku Suka”, “Smoke on the Water”, dan 'Ch-Check It Out'. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora
Udayana, 4(2), 85-90.

Dewi, N. 2019. Analisis penggunaan kata-kata slang dalam film “The Heat” karya Katie Dippold.
Tesis. Denpasar: Jurusan Bahasa Inggris, Universitas Mahasaraswati.

Eble. 1996. Connie-Slang dan Sosiabilitas dalam Kelompok Bahasa Di Antara Mahasiswa Universitas
North: Carolina Press.

Forsdale. 1981. Perspektif Komunikasi. New York: Rumah Acak.

Giffin, K. & BR Patten. 1976. Bacaan Dasar dalam Komunikasi Interpersonal: Teori
dan aplikasi. New York: Harper & Row.

Puspitorini, F. & Narawaty, D. 2019. Analisis penggunaan kata slang dalam lirik lagu “Bruno
Mars". Prosiding Universitas Pamulang. Diakses dari http://
openjournal.unpam.ac.id/index.php/Proceedings/article/view/4320

Saputri, W. 2021. Analisis bahasa gaul dalam lirik lagu yang digunakan oleh “Avril Lavigne”.
Jurnal Pengajaran dan Sastra Bahasa Inggris, 4(2), 51- 68.

Silalahi, D., & Handayani, N. 2020. Kata Slang dalam Lirik Rihanna: Pendekatan Sosiolinguistik. Jurnal
Ilmiah: Jurnal Ilmiah Mahasiswa,1, 2. Diakses tanggal 2 Juli 2019, dari http://ejournal.upbatam.ac.id/
index.php/scientia_journal/article/view/2562

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan
Secara Linguistis. Yogyakarta: Pers Universitas Duta Wacana.

Wardaugh, R. 2006. Sebuah Pengantar Sosiolinguistik. AS: Penerbitan Blackwell.

Yule, G. 1986. Studi Bahasa. Cambridge: Pers Universitas Cambridge.

104
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Mutiarani, Hadi, Caesarina

Penggunaan Aplikasi Joylada dalam Pengajaran Penulisan Narasi


Mutiarani1
, Muhamad Sofian Hadi2
, Elka Caesarina3
elkacsrna@gmail.com3

Universitas Muhammadiyah Jakarta


Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa pada teks naratif dalam pelajaran bahasa Inggris
dengan menggunakan aplikasi Joylada. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII di salah satu SMP di Kota
Tangerang Selatan yang berjumlah 40 siswa. Metode penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan studi pra-
eksperimental. Pengumpulan data dilakukan dengan instrumen pre-test dan post-test. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan keterampilan menulis narasi siswa. Hasilnya dihitung dengan menggunakan tes. Hasil
penelitian membuktikan bahwa jumlah siswa pada pre-test adalah 2500 dengan nilai rata-rata 62,5. Nilai terendah 48
dan nilai tertinggi 75. Sedangkan hasil post-test 3336 dengan rerata 83,4. Skor terendah adalah 75 dan skor tertinggi
adalah 95. Dari hasil skor tersebut, dapat disimpulkan bahwa skor yang lebih tinggi adalah post-test. Hasil perhitungan
uji-t menunjukkan bahwa t-cal adalah 17,5 dan t-tabel dengan derajat kebebasan (df) 40 diperoleh 1,68. Nilai signifikansi
lebih kecil dari 0,05 dan t-cal > t-tabel. Hasilnya dapat disimpulkan bahwa aplikasi Joylada dapat menjadi unik dan
alternatif untuk mengajarkan keterampilan menulis naratif. Siswa dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi
mereka

melalui aplikasi Joylada.

Kata kunci: Aplikasi Joylada, narasi, keterampilan menulis

pengantar

Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing digunakan oleh banyak orang di dunia tetapi orang
Indonesia hanya belajar bahasa Inggris dari sekolah atau kursus. Kita memiliki perbedaan dengan negara lain yang
menggunakan bahasa Inggris setiap hari maka negara tersebut akan disebut English Second Language (ESL). Apalagi,
bahasa Inggris adalah mata pelajaran wajib yang harus dikuasai untuk semua kelas siswa di sekolah.

Dalam mempelajari bahasa Inggris, ada empat keterampilan yang harus dikuasai. Empat itu
keterampilan mendengarkan, membaca, berbicara, dan yang terakhir adalah menulis. Alasan mengapa kita harus
mempelajari keempat keterampilan tersebut, bahasa Inggris akan terasa hampa tanpanya dan menjadi tidak berguna
meskipun bahasa Inggris Anda sangat bagus dalam banyak hal.
Salah satu keterampilan yang harus dikuasai siswa adalah menulis. Menulis merupakan salah satu kegiatan
atau keterampilan untuk mengembangkan kemampuan seseorang dalam menggunakan simbol-simbol seperti huruf
abjad, tanda baca dan spasi. Pembelajaran menulis akan digunakan untuk berbagi atau mengungkapkan
pikiran dan ide dalam bentuk yang dapat dibaca (kertas, buku harian, atau sesuatu yang dapat digunakan untuk berbagi
inspirasi). Dalam pembelajaran menulis, siswa dapat menceritakan apa yang mereka pikirkan atau apa yang ingin
mereka ungkapkan melalui tulisan.
Salah satu alasan mengapa menulis menjadi bagian penting dari keterampilan bahasa dianggap sebagai yang
paling sulit bagi siswa Indonesia. Dalam keterampilan menulis, siswa harus mampu memahami kegunaan penggunaan
tata bahasa, ejaan, tanda baca, bahkan gagasan yang benar.

Permasalahan yang telah diketahui tentang menulis adalah minat siswa untuk menulis rendah, kurang antusias
dalam menulis, mereka merasa sulit untuk mengungkapkan pikiran mereka saat menulis di

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 105


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Mutiarani, Hadi, Caesarina

Bahasa Inggris, dan yang terakhir adalah mereka bingung saat menggabungkan kalimat karena tata bahasanya.

Dalam masalah ini, guru harus mengubah teknik mereka yang selalu monoton.
Dengan menggunakan teknik konvensional, guru akan sulit meningkatkan motivasi siswa untuk belajar menulis.
Itulah sebabnya siswa merasa bosan dan tidak semangat ketika belajar menulis. Jadi, guru harus mengubah dan
mengembangkan strategi pengajaran mereka dalam menulis, sebenarnya untuk meningkatkan mood siswa dalam
belajar menulis.
Berbicara tentang kegiatan menulis, ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengajar menulis.
Tentu saja, guru harus mengubah pikiran siswa jika menulis tidak penting untuk dipelajari oleh mereka. Seorang
guru harus memiliki teknik yang kreatif dan berbeda untuk mengajar siswa. Artinya guru harus mempertimbangkan
strategi yang cocok untuk mengajar menulis agar proses pembelajaran menjadi efektif dan menyenangkan.
Strategi harus disesuaikan dengan kondisi kelas dan kemampuan siswa.

Dalam penelitian sebelumnya yang berjudul “Mempromosikan Kecakapan Menulis Akademik dari pelajar
EFL Iran melalui Blended Learning” oleh Biria's et al (2019:100), mereka meneliti siswa Iran dalam kemampuan
menulis melalui media sosial dan salah satu media sosial yang paling banyak mereka gunakan untuk penelitian
mereka. adalah Edmodo. Edmodo adalah salah satu media sosial paling mendidik yang mirip dengan Facebook,
Twitter dan Instagram. Selain itu, media sosial Edmodo jauh lebih pribadi dan aman untuk lingkungan belajar
karena hanya memungkinkan guru untuk membuat dan mengelola akun dan siswa yang menerima kode grup dan
mendaftar di grup, dapat mengakses dan bergabung dengan grup. Di media sosial Edmodo, guru dapat membuat
beberapa pertanyaan
dan siswa akan menjawabnya.
Berdasarkan penjelasan penelitian sebelumnya, Joylada memiliki kemiripan dengan Edmodo.
Joylada adalah aplikasi membaca dan menulis dari Thailand dan Indonesia yang berpartisipasi
dia. Joylada memiliki dua mode, yang pertama adalah mode superioritas dari mode obrolan aplikasi ini dan yang
kedua adalah mode cerita. Karakteristik antara Edmodo dan Joylada merupakan salah satu media yang dapat
mengembangkan kemampuan menulis bagi siswa.
Dari penjelasan di atas, penulis memilih teknik pengajaran menulis kreatif untuk meningkatkan kemampuan
menulis siswa. Salah satu cara untuk mengembangkan keterampilan menulis penulis adalah melalui aplikasi
“Joylada”. “Joylada” merupakan salah satu media sosial yang dapat meningkatkan keterampilan menulis siswa
dan dapat digunakan oleh siswa untuk membantu apa yang mereka rasakan dan ekspresikan dalam kaitannya
dengan imajinasi atau pengalaman mereka sendiri.

Teori
Menulis adalah kegiatan untuk membuat kata, bahasa, dan kalimat menjadi tulisan.
Artinya bagaimana mengungkapkan perasaan dan pikiran ke dalam kalimat pada selembar kertas atau media lain
untuk menghasilkan temuan bacaan. Menurut Raulan & Fatimah (2018), menulis juga merupakan kegiatan yang
kompleks karena merupakan cara mengkomunikasikan bagaimana menyampaikan pesan dari penulis kepada
pembaca. Pesan-pesannya adalah pengetahuan, pengalaman, pendapat penulis, dan lain-lain. Menulis adalah
salah satu komponen penting benchmarking bahasa.
Kemampuan menulis yang lebih efektif dan komunikatif dalam bahasa Inggris telah dikembangkan karena
peran yang sangat penting dalam pendidikan dan bisnis. Lebih lanjut, Misbah & Kurniawan (2018:107),
menyatakan bahwa menulis adalah ide yang berlawanan yang mungkin bertentangan dengan ide penulis yang
disajikan di atas kertas. Menulis adalah keterampilan yang paling penting dalam mengajar dan belajar bahasa
Inggris.
Khanza & Zakiyatun (2019:588), mengungkapkan bahwa menulis adalah pekerjaan fisik dan mental.
Artinya menulis adalah tindakan fisik melakukan kata-kata atau ide-ide ke beberapa media, dan kerja mental
menciptakan ide-ide, berpikir tentang bagaimana mengekspresikan pernyataan dan paragraf dengan baik. Menulis
adalah kegiatan menggabungkan dalam penggunaan lambang-lambang seperti huruf abjad, tanda baca dan lain-lain

106
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Mutiarani, Hadi, Caesarina

juga untuk berbagi perasaan, pikiran, dan pendapat kita dalam bentuk yang mudah dibaca. Mirlohi et al (2012),
menyatakan bahwa menulis adalah konstruksi mandiri dalam kursus bahasa asing dan selalu menghabiskan
lebih banyak waktu untuk melatih tiga keterampilan lainnya; berbicara, membaca, juga mendengarkan. Namun,
menulis membantu meningkatkan pengetahuan tata bahasa yang mendalam dan semua sistemnya, berfungsi
sebagai media perhatian secara sadar terhadap bentuk-bentuk bahasa, dan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk lebih percaya diri dalam belajar secara individu.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan keterampilan penting untuk
menciptakan dan mengekspresikan pikiran kita dalam kalimat. Menulis menjadi penghubung antara penulis dan
pembaca. Penulis dapat berbagi pesan secara tertulis dan pembaca dapat menerima informasi dari penulis.
Menulis adalah sesuatu yang bebas untuk mengungkapkan ekspresi bahkan di atas kertas atau media sosial.
Hal ini dipengaruhi baik oleh pengalaman pribadi dan sosial yang penulis bawa ke dalam tulisan dan dampak
dari konteks politik dan kelembagaan tertentu. Ini juga merupakan proses yang kita tulis dipengaruhi oleh
kendala genre dan harus hadir dalam kegiatan pembelajaran.

Proses Menulis
Menulis memiliki proses atau model dan menurut Williams, dalam Abas & Aziz (2018), disebutkan bahwa
ada model penulisan, seperti: 1) Prapenulisan Sebelum memulai draft pertama dari sebuah makalah, penulis
menghasilkan ide, strategi , dan informasi untuk tugas menulis yang diberikan. Biasanya prewriting digunakan
dalam diskusi, outlining, free writing, journal, dan talk-writing.

2) Perencanaan
Perencanaan dalam menulis melibatkan tujuan retoris, tujuan utama teks, faktor-faktor dalam menulis dan
bagaimana mereka terhubung dengan informasi yang dihasilkan selama pra menulis.
Penggunaan perencanaan dalam menulis adalah untuk mengembangkan rencana untuk mencapai tujuan teks.
3) Penyusunan
Drafting adalah penggabungan kata-kata menjadi sebuah teks. Penulis yang baik jarang membuat draft
hanya dalam satu hari karena penyusunan harus diperiksa dari waktu ke waktu.
4) Jeda
Saat-saat ketika penulis tidak menulis tetapi dia menantikan apa yang harus mereka hasilkan untuk ditulis
dan mempertimbangkan seberapa cocok teks dengan rencana penulis.

5) Membaca
Ketika jeda terjadi, membaca akan digunakan. Penulis harus membandingkan apa yang mereka tulis
dengan rencana mereka sebelumnya.
6) Merevisi
Revisi terjadi setelah penulis menyelesaikan draf pertama mereka dan mempertimbangkan tulisannya
kecocokan antara rencana dan teks mereka. Merevisi hampir mencakup mendapatkan saran, kritik, dan
pendapat dari teman-teman tentang cara memperbaiki tulisan.
7) Mengedit
Berfokus pada masalah tingkat kalimat, seperti tanda baca, ejaan, berapa banyak kata yang digunakan,
dan bahkan kesepakatan dengan subjek.
8) Penerbitan
Penerbitan adalah membagikan teks yang sudah jadi kepada orang lain ke dalam sebuah makalah atau bisa juga
di media sosial.

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 107


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Mutiarani, Hadi, Caesarina

Genre Penulisan

Hammond dan Derewianka, dalam Jeneiro & Junho (2011), genre adalah pola yang tak terelakkan
dalam kehidupan sehari-hari, teks pendidikan dan sastra yang terjadi di antara budaya tertentu tidak hanya
mengacu pada jenis teks literal. Ada beberapa genre tulisan sebagai berikut:
(1) Narasi
Tujuan utama dari menulis narasi adalah untuk menceritakan sebuah cerita. Penulis narasi akan
menciptakan karakter yang berbeda dan menceritakan apa yang terjadi pada mereka dari sudut pandang
salah satu karakter. Narasi biasanya memiliki karakter, dialog, tindakan dari karakter, konflik dan yang
terakhir memiliki pesan dari cerita.
(2) Deskriptif
Tujuan utama dari menulis deskriptif adalah untuk menggambarkan sesuatu. Pembaca akan mengetahui
tentang deskripsi orang, objek, tempat, dan peristiwa melalui penggunaan detail yang sesuai yang ditulis
oleh penulis.
(3) Persuasif
Tujuan utama genre ini adalah untuk meyakinkan pembaca. Penulis memberikan pernyataan kepada
pembaca dan meyakinkan mereka untuk setuju dengan sudut pandang penulis karena tulisan persuasif
mengandung alasan, argumen, dan pembenaran.
(4) Ekspositori
Genre ini biasanya digunakan untuk menjelaskan, memperjelas, dan membenarkan suatu hal melalui
teks. Penulis hanya berfokus pada menceritakan tentang topik atau subjek utama tanpa mengungkapkan
pendapat pribadinya. Selain itu, penulis ekspositori ingin pembaca menyatakan pendapat mereka.

Mengajar Menulis
Mengajar adalah kegiatan belajar untuk mengajar seseorang yang dipanggil oleh siswa. Schlecthy,
seperti dikutip oleh Ababio (2013), mengajar adalah seni mendorong siswa untuk berperilaku dengan cara tertentu
yang diasumsikan memimpin pembelajaran, termasuk berusaha membujuk siswa agar memiliki karakteristik
yang baik. Apa yang dikatakan Schlecthy dengan mengajar adalah “seni” bahwa guru harus mengubah situasi
lebih kreatif untuk memfasilitasi belajar siswa untuk membuat siswa memiliki minat saat belajar mengajar.

Selain itu, definisi mengajar menulis menurut Cheung, dalam Renandya & Widodo (2016:17), sebagai
guru perlu mengajarkan proses menulis dalam strategi khusus untuk meningkatkan kompetensi menulis siswa.

Teks narasi
Porter, dalam Marzona & Ikhsan (2019), teks naratif adalah representasi dari suatu peristiwa atau
rangkaian peristiwa, yang terdiri dari cerita naratif. Cerita adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa, dan
wacana naratif adalah peristiwa yang direpresentasikan. Lebih lanjut Agustina (2017), teks naratif adalah teks
untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan ke dalam teks dengan rangkaian peristiwa.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa teks naratif adalah teks yang memiliki tokoh, alur,
latar, juga memiliki masalah dan klimaks dalam cerita. Biasanya, teks naratif adalah cerita yang menceritakan
tentang pendapat, pemikiran, dan terkadang pengalaman penulis sehingga dapat digunakan untuk menghibur
pembaca yang merasa bosan pada saat itu.

metode
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan penulis adalah metode kuantitatif. Moreso, Apuke (2017),
mengungkapkan bahwa penelitian berkaitan dengan mengukur, mengamati, dan mengumpulkan data atau
variabel untuk mendapatkan hasil dan membuat kesimpulan tentang data. Penulis diambil

108
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Mutiarani, Hadi, Caesarina

desain pra-eksperimental untuk studi penelitian. Cresswell (2014), desainnya hanya untuk satu kelompok
yang meliputi pengukuran pre-test diikuti dengan perlakuan dan post-test di akhir. Penulis menerapkan
Aplikasi Joylada dalam meningkatkan keterampilan menulis siswa. Selain itu, penulis berharap media
menulis ini efektif untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa dalam teks naratif.

th
Populasinya adalah semua siswa di 8 kelas dan satu kelas diambil sebagai sampel. Untuk
penentuan sampel, penulis menggunakan cluster random sampling. Penggunaan cara ini memberikan
kesempatan yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dijadikan sampel penelitian. Cara yang ditempuh
menggunakan nomor undian. Pada sampling ini penulis menuliskan nama siswa kelas VIII-1 sampai dengan
VIII-10 pada secarik kertas kemudian menggulung kertas tersebut, setelah itu dimasukkan ke dalam gelas
dan digoyang-goyangkan gelas sebanyak dua kali. Satu gulungan kertas keluar dari gelas dan penulis
melihatnya dan mendapatkan VIII-4 untuk kelas eksperimen.
Untuk instrumen penelitian, penulis harus melakukan observasi ke sekolah dan kelas sebelum
melakukan penelitian. Setelah itu, penulis memberikan dua macam tes, yang dikenal sebagai pre-test dan
post-test. Pre-test bertujuan untuk mengetahui eksperimen sebelum perlakuan dilakukan dan post-test
bertujuan untuk melihat perbedaan kemampuan menulis naratif siswa setelah penulis memberikan treatment
menggunakan aplikasi Joylada.

Prosedur Menggunakan Aplikasi Joylada

Produsen perawatan menggambarkan aplikasi Joylada sebagai media


mengajar menulis naratif. Prosedur berikut adalah sebagai berikut:
(1) Guru memberikan materi tentang Generic Structure of Narrative text.
(2) Guru meminta siswa untuk mendownload aplikasi Joylada.
(3) Guru mengajak siswa untuk membuat kelompok yang terdiri dari delapan orang di setiap kelompok untuk memulai
menentukan judul dan karakter yang mereka inginkan dalam kelompok mereka.
(4) Siswa memperhatikan guru yang memberikan cara menulis cerita pada
Aplikasi Joylada.
(5) Siswa diminta untuk menulis cerita sesuai imajinasinya di Joylada
aplikasi.
(6) Guru hanya memberikan waktu empat kali pertemuan untuk menulis cerita secara bergiliran.

Temuan dan Diskusi


Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 2020. Penulis menggunakan observasi sebelum
eksperimen, setelah itu diberikan pre-test sebelum treatment. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel
tersebut menunjukkan kisaran skor pre-test peserta.
Untuk mengetahui apakah aplikasi Joylada efektif untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa
atau tidak. Penulis mengimplementasikan aplikasi Joylada sebagai media untuk meningkatkan keterampilan
menulis siswa di kelas. Sebelum memberikan perlakuan kepada siswa, penulis memberikan pre-test siswa,
untuk mengetahui nilai siswa sebelum penulis mulai mengajar siswa. Dalam pre-test, penulis meminta satu
per satu siswa untuk menulis teks secara bebas dalam dua paragraf dalam waktu 45 menit.
Kemudian skor tersebut dianalisis dan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rentang Skor Pre-test Peserta


Nomor Interval Frekuensi Persentase 2 5% 17,5% Kriteria
12 72 - 75 25% 30% Bagus
68 - 71 7 Adil
64 - 67 10 Adil
34 60 - 63 12

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 109


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Mutiarani, Hadi, Caesarina

5 56 - 59 0 0% Miskin
6 52 - 55 17,5%
7 48 - 51 7 5% Sangat miskin
JUMLAH (N) 2 40 100%

Tabel tersebut menceritakan tentang kisaran skor pre-test peserta. Hasil dari percobaan dapat ditunjukkan, pre-
test menyatakan bahwa siswa yang mendapat nilai tertinggi pada 72 - 75 adalah 2 siswa dan persentasenya adalah
5%. Sedangkan siswa yang mendapat nilai rendah pada 48 - 51 sebanyak 2 siswa dan persentasenya 5%.

Temuan tersebut menunjukkan permasalahan yang terjadi dalam penulisan naratif, seperti kurang antusiasnya
dan minat dalam menulis narasi, tidak cukup waktu untuk berlatih, dan sebagian besar siswa mendapatkan
bingung saat menggabungkan kata ke kalimat, terutama dalam tata bahasa. Isu-isu ini akan semakin besar dalam
keberhasilan mereka dalam belajar menulis naratif.
Untuk post-test, penulis meminta siswa untuk menulis teks naratif dengan tema yang diberikan oleh penulis dan
temanya adalah “Beauty and the Beast”. Para siswa harus menulis dua paragraf dalam 45 menit. Kemudian skor
tersebut dianalisis dan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rentang Skor Post-test Peserta


Nomor Interval Frekuensi Persentase 93 - 95 1 2,5% Kriteria
12

90 - 92 3 7,5% 87 - 89 3 7,5% Bagus sekali


3

4 84 - 86 12 30%
5 81 - 83 7 17,5% 78 - 80 13 32,5% Bagus
6

7 75 - 77 1 2,5%
JUMLAH (N) 40 100%

Tabel tersebut menceritakan tentang kisaran skor pre-test peserta. Hasil dari percobaan dapat ditunjukkan, post-
test menyatakan bahwa siswa yang mendapat nilai tertinggi pada 93 - 95 adalah 1 siswa dan persentasenya adalah
2,5%. Sedangkan siswa yang mendapat nilai kurang pada 75 - 77 sebanyak 1 siswa dan persentasenya adalah 2,5%.

Tabel 3. Hasil Pre-Test dan Post-Test

Tes Skor Terendah Skor Tertinggi Jumlah Skor Skor Rata-Rata


Pra-Tes 48 75 75 95 2500 62.5
Post-Tes 3336 83.4

Dapat dilihat dari Tabel 3 bahwa total skor yang dihitung siswa pada pre-test adalah 2500 dengan rerata skor
62,5. Skor terendah adalah 48 dan skor tertinggi adalah 75.
Sedangkan hasil post-test 3336 dengan mean 83,4. Skor terendah adalah 75 dan skor tertinggi adalah 95. Dari hasil
skor tersebut, dapat disimpulkan bahwa skor yang lebih tinggi adalah post-test.

Gambaran hasil pre-test siswa dihitung hanya dua siswa yang berada pada kriteria 'baik' (5%), tujuh belas siswa
berada pada kategori 'cukup' (42,5%), sembilan belas siswa berada pada kategori 'kurang' (47,5). %), dan dua siswa
terakhir berada pada kriteria sangat buruk (5%), juga tidak ada siswa yang mendapat nilai 'sangat baik' pada pre-test.
Sedangkan untuk hasil post-test siswa dihitung hanya tujuh siswa yang memenuhi kriteria 'sangat baik' (17,5%), dan

110
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Mutiarani, Hadi, Caesarina

tiga puluh tiga dalam kriteria 'baik' (82,5%), dan tidak satupun dari mereka mendapat 'cukup', 'kurang' dan
'sangat buruk' di post-test.
Hasil perhitungan uji-t menunjukkan bahwa t-cal adalah 17,5 dan t-tabel dengan derajat kebebasan
(df) 40 diperoleh 1,68. Nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 dan t kal > t tabel. Hasilnya dapat disimpulkan
bahwa aplikasi Joylada dapat menjadi unik dan alternatif untuk mengajarkan keterampilan menulis naratif.
Siswa dapat meningkatkan keterampilan menulis naratif melalui aplikasi Joylada. Selain itu, siswa tidak
akan bosan saat belajar keterampilan menulis narasi dan juga meningkat dalam menggabungkan kata-kata.

Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh penggunaan aplikasi
Joylada terhadap keterampilan menulis siswa pada teks naratif. Hasil dari pre-test dibuktikan dengan
mendapatkan skor 2500 dan rata-rata mendapatkan 62,5. Nilai terendah pada pre-test adalah 48 dan skor
tertinggi adalah 75. Sedangkan hasil dari post-test dibuktikan dengan mendapatkan 3336 dan rata-rata
mendapatkan 83,4. Nilai terendah pada post-test adalah 75 dan nilai tertinggi adalah 95. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa penggunaan aplikasi Joylada berpengaruh signifikan terhadap peningkatan
keterampilan menulis teks naratif siswa kelas 8 .
Aplikasi Joylada disetujui sebagai media baru untuk pengajaran menulis naratif.
Hal ini juga menjadi motivasi bagi siswa untuk menggunakan aplikasi untuk meningkatkan keterampilan menulis mereka.

Referensi

Ababio, BT 2013. Sifat mengajar: apa yang perlu diketahui dan dilakukan guru.
Jurnal Internasional untuk Pendidikan dan Penelitian Inovasi, 37-48.

Abas, I., & Aziz, AHN 2018. Model proses penulisan dan strategi penulis mahasiswa mahir EFL: studi kasus
pembelajar bahasa Indonesia. Jurnal Pertanika Ilmu Sosial & Humaniora, 1-28.

Agustina, RT 2017. Peningkatan keterampilan menulis narasi melalui penggunaan buku akordeon pada
siswa kelas 1 SDN Lesanpuro 1 Malang.
Jurnal Internasional Ilmu Sosial dan Studi Pendidikan, 26-31.

Apuke, OD 2017. Metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan sinopsis. Jurnal Arab
Tinjauan Bisnis dan Manajemen, 40-47.

Creswell, J., W. 2016. Pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan metode campuran.


Desain Penelitian, 1-32.

Biria, R., & Ehsan, R. 2019. Mempromosikan kemahiran menulis akademik pelajar EFL Iran. Jurnal
Pendidikan Jarak Jauh Turki Online, 99-116.

Fatimah, S., & Raulan. 2018. Pengajaran menulis teks naratif dengan menggunakan “Webtoon Digital
Komik” kepada siswa sekolah menengah atas. Jurnal Pengajaran Bahasa Inggris, 588-593.

Misbah, H., & Kurniawan, F. 2018. Masalah mahasiswa dalam menghadapi umpan balik korektif tidak
langsung dosen pada penulisan argumentatif. Jurnal Pedagogi Pengajaran Bahasa Inggris, 107-121.

Khanza, M., & Nufus, TZ 2019. Pengaruh scaffolding terhadap teks prosedur menulis siswa. Bahasa Inggris
dalam Fokus (ELIF), 33-42.

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 111


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 Mutiarani, Hadi, Caesarina

Jeneiro, & Junho. 2011. Pengajaran menulis melalui pendekatan berbasis genre. Jurnal BELT,
121-136.

Marzona, Y., & Ikhsan, M. 2019. Analisis pemahaman membaca siswa dalam teks naratif kelas
dua di SMAN 1 Talamau. Jurnal Ilmiah Pendidikan Gramedia (JIPS), 35-41.

Mirlohi, M., Ketabi, S., & Roustaei, M. 2012. Pengaruh instruksi pada kinerja menulis siswa EFL
menengah Persia. Jurnal Linguistik Internasional, 325-343.

Renandya, WA, & Widodo, HP 2016. Pengajaran Bahasa Inggris Hari Ini: Membangun Kaitan
yang Lebih Dekat Antara Teori dan Praktik. Teknologi Nanyang
Universitas, 1-307.

112 email: teknosastik@teknokrat.ac.id


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 To'ifah, Sari

Eksplorasi Tantangan Mahasiswa dalam


Mempelajari Bahasa Inggris Sebagai Bahasa
Asing di Masa Pandemi Covid-19
Siti To'ifah1, Fatimah Mulya Sari2
siti_to'ifah@teknokrat.ac.id1 , fatimah@teknokrat.ac.id2

Universitas Teknokrat Indonesia

Abstrak
Sejak wabah virus COVID-19 muncul di dunia, semua industri dan aspek kehidupan telah berubah,
termasuk sistem pendidikan. Pembelajaran tatap muka terpaksa diganti dengan pembelajaran online.
Pembelajaran Online telah membuat siswa mengalami pengalaman mengintegrasikan teknologi ke
dalam proses belajar mengajar. Masalah teknologi dan lingkungan dapat menimbulkan tantangan
yang mungkin dihadapi oleh siswa, terutama dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa
asing. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi tantangan yang
dihadapi siswa EFL dalam mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa asing selama pandemi
COVID-19, serta mendeskripsikan strategi siswa untuk mengatasi tantangan tersebut. Penelitian ini
dirancang sebagai penelitian kualitatif. Untuk melakukan penelitian, 10 mahasiswa jurusan pendidikan
bahasa Inggris Universitas Teknokrat Indonesia diundang untuk menjadi subjek.
Alasan belajar dari rumah, wawancara online tidak terstruktur tentang tujuan dilakukan melalui
aplikasi WhatsApp. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa masalah yang paling umum dihadapi
oleh siswa EFL dalam situasi ini adalah akses internet, diikuti oleh kurangnya media pembelajaran,
pemahaman materi, ketidakjujuran akademik, dan kemalasan.

Kata kunci: Tantangan mahasiswa, EFL, pandemi covid-19

pengantar

Bahasa Inggris adalah bahasa yang paling umum digunakan dan digunakan di dunia. Di semua bidang
komunikasi internasional, bahasa Inggris adalah bahasa pilihan. Hal ini didukung oleh Pustika (2021) bahwa
pendidikan, teknologi, pariwisata, kesehatan, ekonomi, dan sektor kehidupan manusia lainnya semuanya
menggunakan bahasa Inggris. Ini menyiratkan bahwa bahasa Inggris adalah bahasa yang penting untuk dikuasai.
Seiring dengan kemajuan suatu negara, kemampuan seseorang dalam menggunakan bahasa Inggris sangat penting (Matondang, 200
Kemahiran bahasa Inggris sangat penting untuk komunikasi global di era revolusi industri 4.0 ini
(Pranoto & Suprayogi, 2019). Di Indonesia, bahasa Inggris sebagai bahasa asing banyak digunakan
dalam sistem pendidikan, dari tingkat dasar hingga tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan bahasa di
sekolah merupakan upaya untuk mengembangkan kemampuan berbahasa sesuai dengan perannya,
yaitu berkomunikasi, berpikir, dan bernalar (Aprianti & Ayu, 2020). Mengingat permintaan bahasa
Inggris sebagai bahasa internasional di dunia saat ini, pemerintah Indonesia telah menetapkan
bahasa Inggris sebagai topik yang harus diketahui siswa (Mandasari, 2018). Memasukkan bahasa
Inggris dalam kurikulum merupakan salah satu inisiatif nyata yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia terhadap pentingnya bahasa Inggris (Pustika, 2019).
Kemampuan berbicara dalam suatu bahasa merupakan tanda keberhasilan dalam
pembelajaran bahasa (Mandasari & Wahyudin, 2021). Belajar bahasa Inggris itu sulit karena
membutuhkan empat keterampilan: membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan. Dalam
proses pembelajaran bahasa Inggris, semua keterampilan akan ditingkatkan (Gulö & Widianingsih,
2016). Belajar bahasa Inggris jauh lebih sulit daripada belajar bahasa Indonesia karena selain
memahami arti bahasa, siswa juga harus dapat menulis dan mengucapkan kata-kata bahasa Inggris sesuai dengan b

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 113


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 To'ifah, Sari

sistem pengucapan Itu bisa membuat belajar bahasa Inggris lebih menantang bagi pelajar atau anak-anak.
Hambatan tersebut dapat mengakibatkan hasil belajar siswa kurang dari yang diinginkan. Sulitnya
mempelajari dan memahami bahasa asing ini diperparah dengan maraknya pandemi global terkait
penyebaran virus Corona atau yang dikenal dengan COVID19, yang mempengaruhi hampir semua industri,
termasuk pendidikan, sehingga memaksa siswa untuk belajar dari rumah (Mandasari, 2020). ; Qodriani &
Wijana, 2020). Di Indonesia, pembelajaran online telah menjadi aturan baru untuk mengatasi kelangkaan
pertemuan di kelas (Pustika, 2020). Semua kegiatan belajar mengajar, terutama proses belajar mengajar,
harus dipindahkan secara online (Putri & Sari, 2021). Akibatnya, tantangan dalam mempelajari Bahasa
Inggris sebagai Bahasa Asing menjadi lebih umum.

Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tantangan atau kendala
yang dihadapi siswa EFL ketika belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing selama pandemi COVID-19
dan menggambarkan strategi yang digunakan oleh siswa untuk mengatasi tantangan tersebut. Studi saat
ini menyelidiki tujuan penelitian mahasiswa EFL di salah satu universitas di Lampung, Indonesia.

Teori
Tantangan Siswa dalam Pembelajaran Online

Penelitian sebelumnya menemukan bahwa pembelajaran online membuat tantangan atau


kesulitan belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing meningkat. Efriana (2001) menyatakan bahwa
masalah pertama adalah kurangnya pemahaman materi topik. Hal ini disebabkan karena konten materi
yang ditawarkan dalam bentuk e-book, yang terbagi dalam bab-bab materi ajar dalam PowerPoint dan
video. Materi ini mungkin dapat dipahami oleh siswa, tetapi tidak komprehensif. Subjek dipahami oleh
siswa tergantung pada interpretasi atau sudut pandang mereka. Masalah kedua adalah beberapa anak
tidak memiliki akses ke sumber belajar online seperti gadget atau laptop, dan jika ada, mereka adalah
milik orang tua mereka. Masalah ketiga, seperti yang ditemukan dalam Mahyoob (2020), mayoritas siswa
berasal dari kota-kota terpencil yang jaringannya buruk karena situasi COVID-19. Nartiningrum (2020)
juga menyebutkan tantangan lain dari pembelajaran online, yaitu kemalasan. Beberapa siswa mengakui
bahwa pembelajaran online membuat mereka kurang berkomitmen untuk belajar. Mereka kurang
termotivasi untuk belajar karena guru kurang memiliki kontrol dan pengawasan. Ketika siswa sedang
belajar atau mengerjakan tugas, mereka mudah terganggu.

Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing (EFL)

Menurut Harmer (2004), bahasa Inggris sebagai bahasa asing biasanya digunakan untuk merujuk
pada siswa yang belajar bahasa Inggris umum di sekolah atau lembaga di negara asal mereka dan
sedang mengunjungi negara di mana bahasa target digunakan sebagai turis sementara.
Siswa yang belajar Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing (EFL) tetap mengalami beberapa kesulitan,
baik secara lisan maupun tertulis. EFL disesuaikan untuk peserta didik pada saat atau acara tertentu.
Siswa adalah bagian dari komunitas bahasa target di seluruh dunia ketika mereka menggunakan bahasa
Inggris untuk komunikasi internasional, terutama di internet. Mereka dipersiapkan untuk berkomunikasi di
masa depan dengan memanfaatkan bahasa Inggris sebagai bahasa global. Menurut Brown (2001), siswa
di lingkungan bahasa asing tidak memiliki konteks siap pakai untuk komunikasi di luar kelas.

114
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 To'ifah, Sari

metode

Penelitian ini dilakukan sebagai proyek penelitian kualitatif dengan tujuan mengumpulkan
lebih banyak data dan informasi. Menurut Gay, Millis, dan Airasian (2006), sebagaimana dikutip
dalam Suhri, Atmowardoyo, dan Salija (2019). “Penelitian kualitatif melibatkan pengumpulan,
analisis, dan interpretasi sejumlah besar data naratif dan visual untuk mendapatkan wawasan
tentang topik minat tertentu.” Penelitian ini dilaksanakan sepanjang tahun ajaran 2020/2021.
Penelitian tersebut melibatkan 10 mahasiswa EFL Universitas Teknokrat Indonesia yang sedang
menjalani pembelajaran online akibat pandemi COVID-19. Subyek penelitian ini adalah mahasiswa
program studi Pendidikan Bahasa Inggris dari berbagai jenjang semester guna memperoleh
wawasan yang lebih luas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kendala-kendala
yang dihadapi siswa ketika melakukan transisi ke pembelajaran online akibat pandemi COVID-19.

Pada bagian ini, untuk memilih sampel penelitian menggunakan simple random sampling.
Sebuah sampel acak sederhana (SRS) terdiri dari individu-individu yang dipilih dari populasi
sedemikian rupa sehingga setiap kelompok orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi
sampel (Moore dan McCabe, 2006). Wawancara kualitatif mendalam, observasi partisipan dan
non-partisipan, catatan lapangan, kelompok fokus, analisis dokumen, dan berbagai pendekatan
lain digunakan oleh peneliti kualitatif untuk memperoleh data. Metode pengumpulan data untuk
penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara online tidak terstruktur dengan siswa. Untuk
mengumpulkan data, pertanyaan rinci tentang tujuan didistribusikan melalui obrolan pribadi WhatsApp.

Temuan dan Diskusi


Peneliti akan merangkum temuan dalam kaitannya dengan tujuan penelitian, termasuk (1)
mengidentifikasi tantangan siswa EFL dalam pembelajaran bahasa Inggris online dan (2)
menggambarkan strategi yang digunakan oleh siswa EFL untuk mengatasi tantangan belajar
bahasa Inggris online. Peneliti mewawancarai 10 peserta mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa
Inggris. Partisipan dipilih dari berbagai batch untuk mendapatkan set data yang lebih beragam.
Untuk melindungi privasi peserta, peneliti mengubah nama mereka menjadi nama samaran.

1. Tantangan siswa EFL dalam pembelajaran bahasa Inggris online


Seorang pelajar pasti pernah mengalami tantangan belajar selama belajar bahasa Inggris.
Tantangan tersebut dapat mengakibatkan hasil belajar siswa kurang optimal. Tantangan yang
ditemukan dalam penelitian ini telah dikelompokkan ke dalam kategori yang berbeda. Tantangan
tersebut dijelaskan lebih rinci di bawah ini.
Akses internet

Sejak dianut dan kemudian dikembangkan sebagai media komunikasi, internet telah
mengubah cara kita bekerja dan sekarang diposisikan untuk memengaruhi pendidikan (Ayu,
2020). Agar proses belajar-mengajar bahasa Inggris online berjalan dengan lancar, komunikasi
antara guru dan siswa membutuhkan akses internet yang memadai. Akses internet adalah
tantangan paling umum yang dihadapi siswa dalam pembelajaran online. Hampir semua peserta
menyebutkan bahwa salah satu tantangan pembelajaran bahasa Inggris online adalah koneksi
internet yang buruk. Di bawah ini adalah percakapan rinci antara peneliti (R) dan peserta (P).

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 115


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 To'ifah, Sari

R: Apa tantangan yang kamu hadapi ketika belajar bahasa Inggris online selama masa Pandemi COVID-19?

P (Ron, 1 peserta angkatan '19): “Saya yakin tantangan terberat belajar bahasa Inggris online selama pandemi
Covid-19 adalah menjaga koneksi internet, karena listrik di desa saya sering padam. Jadi, kalau listrik padam,
sinyalnya hilang, dan kalau sinyalnya mati, saya tidak bisa ikut kelas zoom. Selain itu, saya tidak pernah
melewatkan posttest karena kurangnya sinyal.”

P (Harry, 1 peserta dari angkatan '18): “Ketersediaan akses internet, yang terkadang dibatasi oleh cuaca buruk.”

P (Hermione, 1 peserta angkatan '20): “Saya rasa tantangan saya dalam belajar bahasa Inggris online selama
pandemi COVID-19 adalah masalah internet karena ketika saya ada kelas online meeting tiba-tiba hilang atau
jelek.”
P (Malfoy, 1 peserta angkatan '19): Karena saya tinggal di daerah pedesaan yang jauh dari kota, masalah
jaringan internet yang lambat menjadi tantangan terbesar yang saya hadapi saat belajar online.
Selain itu, harga kuotanya cukup tinggi. ”
P (Ginny, 1 peserta dari angkatan '18): “Akses internet.”

Dari percakapan peneliti dengan partisipan wawancara dapat diketahui bahwa tantangan paling umum
dalam pembelajaran bahasa Inggris online dalam kondisi pandemi COVID-19 ini adalah akses internet.
Terutama bagi pelajar yang tinggal di daerah terpencil di mana akses internet tidak selalu tersedia. Cuaca
buruk berpotensi menjadi titik lengket koneksi internet. Selain itu, harga paket internet juga cukup tinggi untuk
beberapa mahasiswa.

Kurangnya media pembelajaran

Salah satu tantangan pembelajaran online adalah media. Menurut OECD pada tahun 2005,
sebagaimana dikutip dalam Ayu (2020), teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan dan/
atau mendukung pembelajaran di perguruan tinggi disebut sebagai pembelajaran online. Menurut Fu pada
tahun 2013 sebagaimana dikutip dalam Aminatun (2019), penggunaan TIK dalam pendidikan memiliki banyak
manfaat, termasuk membantu siswa dalam mengakses informasi digital secara efisien, mendukung
pembelajaran yang berpusat pada siswa dan mandiri, menciptakan lingkungan belajar yang kreatif,
mempromosikan pembelajaran kolaboratif, dan memberikan lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan keterampilan berpikir
Karena kebanyakan dari mereka adalah digital natives, penggunaan teknologi dapat menjadi bantuan penting
dalam penguasaan pembelajaran bahasa di era digital (Oktaviani & Desiarti, 2017). Karena pembelajaran
online dilakukan di rumah dalam kondisi pandemi, peserta didik diharuskan memiliki perangkat pembelajaran
online seperti smartphone, laptop, atau komputer. Berikut ini adalah rangkuman percakapan rinci peneliti (R)
dan partisipan (P).

R: Apa tantangan yang kamu hadapi ketika belajar bahasa Inggris online selama masa Pandemi COVID-19?

P (Snape, 1 peserta angkatan '18): “Kekurangan media adalah salah satu tantangan terbesar saya, terutama
di semester 6 ini. Saya memiliki smartphone, tetapi karena tugas dan proyek kebanyakan tentang membuat
esai dan artikel, saya membutuhkan laptop untuk melakukannya dengan rapi, tetapi saya belum sempat
membelinya. Akibatnya, saya sering mengalami masalah dalam mengerjakan tugas, dan saya selalu meminta
bantuan teman saya untuk menyelesaikan masalah saya dalam tugas.”

116
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 To'ifah, Sari

Hanya satu peserta wawancara yang menyebut media sebagai tantangan. Masalah ini terjadi karena
ketersediaan smartphone yang tidak mencukupi bagi mahasiswa, terutama yang berada di semester akhir.
Ketiadaan media pembelajaran ini menjadi kendala bagi siswa yang belum berkesempatan membeli
peralatan yang dibutuhkan.

Pemahaman materi

Pemahaman materi adalah salah satu tantangan belajar bahasa Inggris online.
Pemahaman materi menjadi kunci keberhasilan akademik siswa. Berikut adalah rangkuman wawancara
tentang pemahaman materi.

R: Apa tantangan yang kamu hadapi ketika belajar bahasa Inggris online selama masa Pandemi COVID-19?

P (Dumbledore, 1 peserta angkatan '20): “Tantangan yang saya hadapi dalam belajar bahasa Inggris di
masa pandemi ini adalah memahami lebih dalam materi yang telah diberikan oleh dosen. Mengingat di masa
pandemi ini, pembelajaran dilakukan secara online, banyak mata pelajaran yang sulit dipahami. Tak jarang,
materi yang disampaikan dosen tidak bisa diterima oleh otak.”

P (Hagrid, 1 peserta dari angkatan '18): “Ada masalah dengan pemahaman materi.
Dosen menyampaikan materi yang buruk yang membuat saya muak mendengarnya.”

R: Apakah ada tantangan lain yang Anda hadapi dalam belajar bahasa Inggris online? Jika ya, apa itu?

P (Malfoy): “Sulit memahami materi karena pembelajaran online mengurangi efektivitas pembelajaran.”

P (Voldemort, 1 peserta angkatan '19): “Kemudian, ada kasus ketika guru tidak menjelaskan mata pelajaran,
mempelajari tugas secara langsung, dan ada ppt atau video materi yang tersedia, tetapi sulit untuk dipahami.
oleh diriku sendiri."
P (Harry): “Tantangan yang saya hadapi ketika belajar bahasa Inggris online untuk yang pertama adalah
memahami materi.”

Tantangan pemahaman materi menjadi kendala terbesar karena merupakan kunci keberhasilan
prestasi akademik. Dari sudut pandang peserta didik, kita dapat melihat bahwa materi yang diberikan oleh
dosen seringkali disingkirkan oleh otak. Salah satu peserta bereaksi negatif terhadap pembelajaran online,
mengklaim bahwa hal itu menurunkan efektivitas pembelajaran.
Selain itu, dalam beberapa kasus, dosen hanya memberikan materi berupa PowerPoint Slide atau video
tanpa penjelasan sehingga menyebabkan peserta didik tidak dapat memahami pelajaran secara mandiri.

Ketidakjujuran akademik

Ketidakjujuran akademik dapat menjadi masalah karena pembelajaran dilakukan secara online. Dibawah ini
rekap wawancara antara peneliti dan siswa.

R: Apakah ada tantangan lain yang Anda hadapi dalam belajar bahasa Inggris online? Jika ya, apa itu?

P (Snape): “Ketidakjujuran akademik, ketika mengerjakan tugas individu, siswa berbagi jawaban dengan
orang lain.”
P (Ginny): “Ketidakjujuran akademik.”

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 117


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 To'ifah, Sari

Hanya dua orang yang melaporkan adanya ketidakjujuran akademik. Namun, itu menunjukkan bahwa
ketidakjujuran akademik ada dalam pembelajaran online dan merupakan salah satu tantangan pembelajaran online.
Temuan ini juga didukung oleh Pustika tahun 2020 yang menyebutkan bahwa salah satu kelemahan penggunaan
e-learning adalah maraknya kecurangan.

Kemalasan

Salah satu peserta menyatakan bahwa rasa malas ternyata juga menjadi salah satu tantangan
pembelajaran online. Karena internet dan bentuk media hiburan lainnya, menarik dan mempertahankan perhatian
peserta didik adalah salah satu komponen kegiatan belajar-mengajar yang paling sulit (Pranoto & Suprayogi, 2020).
Hal ini juga menyebabkan kemalasan siswa. Di bawah ini adalah percakapan rinci antara peneliti dan siswa dalam
wawancara.

R: Apakah ada tantangan lain yang Anda hadapi dalam belajar bahasa Inggris online? Jika ya, apa itu?

P (Dudley, 1 peserta dari angkatan '18): “Tidak, tetapi ketika guru memberikan banyak tugas, saya menjadi malas.”

2. Strategi siswa EFL untuk mengatasi tantangan pembelajaran online


Bagian ini menjelaskan strategi yang diambil peserta untuk mengatasi tantangan.

Akses internet

Tantangan paling umum dalam pembelajaran bahasa Inggris online di situasi pandemi COVID-19 ini, tentu
saja, koneksi internet, sebagaimana ditentukan oleh percakapan peneliti dengan peserta wawancara.

R: Apa strategi Anda untuk mengatasi tantangan tersebut?

P (Ron): “Saya punya proyek mendengarkan yang harus diselesaikan pada jam 1 siang, tetapi lampu padam dari
pagi hingga siang, jadi saya pergi dengan seorang teman untuk mencari sinyal untuk menyelesaikan pekerjaan
rumah dan menemukannya di jembatan di samping desa kami. Akhirnya, di pinggir jalan, saya mengerjakannya.”
P (Hermione): “Mencari lokasi dengan koneksi internet yang memadai agar rapat Google tidak terganggu.”

P (Ginny): “Pergi ke tempat lain agar saya bisa mendapatkan akses internet yang bagus.”

Dalam situasi ini, setiap peserta menggunakan strategi yang sama. Mencari lokasi dengan koneksi internet
yang memadai adalah strategi yang banyak digunakan oleh mahasiswa. Kita dapat melihat bahwa dari wawancara,
siswa harus berusaha keras untuk mengatasi tantangan ini.

Kurangnya media pembelajaran

Seperti yang kita ketahui, tantangan ini dihadapi oleh siswa yang belum sempat membeli peralatan untuk
pembelajaran online. Di bawah ini adalah strategi yang digunakan oleh siswa untuk mengatasi tantangan ini.

R: Apa strategi Anda untuk mengatasi tantangan tersebut?

P (Snape): “Untuk mengatasi tantangan ini, saya menabung untuk membeli laptop. Untuk saat ini, saya masih
mencari bantuan dari teman-teman saya.”

118
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 To'ifah, Sari

Meminta bantuan dari teman adalah salah satu pilihan untuk mengatasi tantangan ini, tetapi kita tidak bisa
selalu mengandalkan orang lain. Menyimpan uang untuk membeli peralatan yang dibutuhkan untuk pembelajaran
online adalah strategi terbaik untuk mengatasi tantangan kekurangan media ini.

Pemahaman materi

Kunci keberhasilan akademik seorang siswa adalah pemahaman materi. Berikut ini adalah rincian
wawancara tentang strategi mengatasi tantangan pemahaman materi.

R: Apa strategi Anda untuk mengatasi tantangan tersebut?

P (Malfoy): “Yang pertama adalah saya harus membuat batasan untuk belajar saya. Saya perlu lebih berusaha
karena cukup sulit untuk memahami topik hanya dari file. Selain itu, pembelajaran online ini membuat kami lebih
efisien dalam menggunakan waktu.”
P (Harry): “Mempelajari materi dari sumber lain seperti internet dan YouTube agar saya dapat lebih memahami
materi tersebut.”
P (Dumbledore): “Yang saya lakukan adalah mempelajari kembali materi yang diberikan oleh dosen, dan saya
mendiskusikannya dengan teman-teman saya, kemudian jika masih ada kesulitan, kami akan berkonsultasi dengan dosen
mata kuliah tersebut.”
P (Voldemort): “Kita harus mencari tahu sendiri karena dosen tidak pernah menjelaskannya, kan? Jadi, saya mencari
referensi di internet atau mencoba menyimpulkan apa yang saya tidak mengerti dari materi; jika saya masih tidak
mengerti, saya menyerah.”
P (Hagrid): “Strategi saya adalah meningkatkan keterampilan manajemen waktu saya, membaca dan membaca
sumber belajar secara teratur, dan berkolaborasi dengan teman untuk memahami materi dengan lebih baik.”

Menurut tanggapan peserta, sebagian besar strategi mereka adalah mengatur waktu dan lebih berusaha
mempelajari materi dari sumber lain, seperti internet dan YouTube. Elango et al., pada tahun 2008, sebagaimana
dikutip dalam Sari dan Oktaviani (2021), menganggap internet sebagai alat yang membantu untuk memberikan
kemungkinan bagi pelajar untuk memenuhi kebutuhan belajar dan gaya belajar mereka. Selain itu, peserta didik juga
mencoba berkonsultasi dengan dosen dan berkolaborasi dengan temannya untuk memahami materi.

Ketidakjujuran akademik

Seperti yang kita ketahui dari bagian sebelumnya, hanya dua peserta yang menyebutkan ini
tantangan. Sayangnya, tidak ada strategi untuk mengatasi tantangan ini.

R: Jika ya, apa strategi Anda untuk mengatasi kendala tersebut?

P (Ginny): "Kalau begitu, dengan ketidakjujuran akademis, saya tidak tahu bagaimana mengatasinya."

Memang benar bahwa tidak ada cara untuk mengatasi ketidakjujuran akademik. Strategi terbaik untuk mengatasinya
adalah dengan menghindarinya sama sekali. Kita harus selalu berasumsi bahwa kita diharapkan untuk menyelesaikan
tugas kita sendiri.

Kemalasan

Menurut wawancara, kemalasan muncul ketika guru memberikan terlalu banyak tugas. Siswa tersebut
menyatakan bahwa ia harus menyadari masa depan dan selalu siap dengan apa yang kita siapkan untuknya dengan
pembelajaran online ini. Menyadari masa depan memang merupakan strategi terbaik untuk sukses di dalamnya. Di
bawah ini adalah percakapan antara peneliti dan partisipan.

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 119


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 To'ifah, Sari

R: Jika ya, apa strategi Anda untuk mengatasi kendala tersebut?

P (Dudley): “Untuk menghadapi tantangan itu kita harus semangat belajar dulu karena itu akan
bermanfaat bagi kita di masa depan, dan kita juga tidak boleh malas dan selalu mempersiapkan apa yang telah
kita rencanakan untuk masa depan dengan pembelajaran online ini.”

Kesimpulan

Selama belajar bahasa Inggris, seorang siswa harus menghadapi tantangan belajar, terutama dalam
pembelajaran online, yang menjadi satu-satunya pilihan bidang pendidikan di masa pandemi COVID-19.
Tantangan-tantangan ini dapat menyebabkan hasil belajar siswa yang kurang ideal. Tantangan yang dihadapi
pembelajar EFL dalam situasi ini antara lain akses internet sebagai tantangan paling umum di kalangan siswa,
kurangnya media pembelajaran, pemahaman materi, ketidakjujuran akademik, dan kemalasan. Namun, harus
ada solusi untuk setiap masalah. Akibatnya, siswa memiliki
strategi untuk mengatasi kesulitan tersebut. Strategi tersebut antara lain berusaha mencari lokasi dengan
koneksi internet yang memadai, menabung untuk membeli pembelajaran online yang diperlukan dari sumber
seperti internet dan YouTube, dan waspada terhadap masa depan untuk menghindari kemalasan. Namun, tidak
ada strategi untuk mengatasi ketidakjujuran akademik selain menghindarinya. Peneliti masa depan juga akan
mengamati tantangan siswa EFL dan strategi mereka di kelas. Studi ini menunjukkan bahwa penelitian lebih
lanjut dapat memperluas ukuran sampel untuk meningkatkan tingkat studi secara umum dan membuat
kesimpulan lebih dapat diandalkan dan akurat.

Referensi

Aminatun, D. 2019. ICT in university: bagaimana dosen merangkul teknologi untuk mengajar.
Jurnal SMART, 5(2), 71-80.

Aprianti, D. & Ayu, M. 2020. Think-Pair-Share: melibatkan siswa dalam kegiatan berbicara di kelas. Jurnal
Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Inggris (JELTL), 1(1), 13-
19.

Ayu, M. 2020. Pembelajaran online: e-learning terdepan di perguruan tinggi. Jurnal Pendidikan Literasi Bahasa
Inggris, 7(1), 47-54.

Brown, HD 2001. Pengajaran dengan Prinsip dan Pendekatan Interaktif untuk pedagogi bahasa.
New York: Longman Inc.

Efriana, L. 2021. Permasalahan pembelajaran online pada masa pandemi Covid-19 di kelas EFL dan solusinya.
Jelita: Jurnal Pengajaran dan Sastra Bahasa Inggris, 2(1), 38-47.

Gulö, I. & Widianingsih, NKA 2016. Kesulitan gramatikal yang dihadapi oleh pembelajar bahasa kedua bahasa
Inggris. Prosiding ISELT FBS Universitas Negeri Padang 4(2), 141-144.

Harmer, J. 2004. Bagaimana Mengajar Menulis. Inggris: Pearson Education Limited.

Mahyoob, M. 2020. Tantangan e-learning di masa pandemi COVID-19 dialami oleh pembelajar EFL. Jurnal
Bahasa Inggris Dunia Arab (AWEJ), 11(4), 351-362.

Mandasari, B. 2020. Dampak pembelajaran online terhadap prestasi akademik siswa


pada kursus korespondensi bisnis. Edutec, 4(1), 98-110.

120
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 To'ifah, Sari

Mandasari, B. & Oktaviani, L. 2018. Strategi pembelajaran bahasa Inggris: studi eksplorasi
mahasiswa manajemen dan teknik. Jurnal Pendidikan Bahasa Inggris dan Linguistik
Terapan, 7(2), 61-78.
Mandasari, B. & Wahyudin, AY 2021. Model pembelajaran kelas terbalik: implementasi dan
dampaknya terhadap kepuasan peserta didik EFL pada kelas tata bahasa. Lingua Etis, 8(1),
150-158.

Matondang, EM 2005. Menumbuhkan minat belajar bahasa inggris anak usia dini melalui music
and movement (gerak dan lagu). Jurnal Pendidikan Penabur, 5(4), 128-136.
Moore, DS, & McCabe, GP 2006. Pengantar Praktek Statistik. Warga kehormatan.
Nartiningrum, N. & Nugroho, A. 2020. Pembelajaran online di tengah pandemi global: tantangan,
saran, dan materi yang dibutuhkan mahasiswa EFL. Bahasa Inggris Franca: Jurnal
Akademik Bahasa dan Pendidikan Bahasa Inggris, 4(2), 115-140.
Nugroho, A., Ilmiani, D., & Rekha, A. 2020. Tantangan dan wawasan guru EFL mengajar online di
tengah pandemi global. Metatesis: Jurnal Sastra dan Pengajaran Bahasa Inggris, 4(3),
277-291.
Oktaviani, L. & Desiarti, E. 2017. Perspektif dosen dan mahasiswa terhadap permainan ular etnik
di kelas speaking di Universitas Muhammadiyah Malang. Teknosastik: Jurnal Bahasa dan
Sastra, 15(2), 53-59.
Pranoto, BE & Suprayogi. 2019. Perspektif mahasiswa terhadap kegiatan sulih suara berita di
kelas pengucapan. Atlantis Tekan SARL, 430, 203-206.
Pranoto, BE, & Suprayogi. 2020. Memasukkan Meme 9GAGS untuk mengembangkan kemampuan
berbicara dan kemauan berkomunikasi pelajar EFL. IJEE (Jurnal Pendidikan Bahasa Inggris
Indonesia), 7(2), 130-144.
Pustika, R., & Wiedarti, P. 2019. Pelaksanaan pembelajaran membaca di kelas EFL. Abadi: Jurnal
Bahasa Inggris, Pengajaran, Pembelajaran dan Penelitian, 5(1), 75-87.
Pustika, R. 2021. Analisis percakapan yang dihadapi oleh pelajar muda bahasa Inggris:
pengalaman pedagogis. Jurnal EFL Indonesia (IEFLJ), 7(1), 89-96.
Pustika, R. 2020. Perspektif calon guru bahasa Inggris terhadap penerapan e learning di era
pandemi covid-19. JELTL (Jurnal Pengajaran Bahasa Inggris dan Linguistik), 5(3), 383-391.

Putri, W. 2021. Tantangan pedagogis e-learning guru EFL di masa pandemi covid-19. Edutech,
20(1), 87-97.
Qodriani, LU & Wijana, IDP 2020. Perubahan bahasa di kelas 'new-normal' kajian komunikasi
pedagogis di media baru. Kemajuan Ilmu Sosial, Pendidikan dan Penelitian Humaniora,
509, 385-389.

Ratnasari, AG 2020. efl tantangan mahasiswa dalam mempelajari keterampilan berbicara: studi
kasus di jurusan teknik mesin. Jurnal Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Asing, 5(1),
21-38.
Sari, F. & Oktaviani, L. 2021. Pandangan mahasiswa S1 tentang penggunaan platform
pembelajaran online di masa pandemi covid-19. Teknosastik: Jurnal Bahasa dan Sastra,
19(1), 41-47.

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 121


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 To'ifah, Sari

Sari, FM, & Putri, SN 2019. Academic WhatsApp group: menggali pengalaman siswa di kelas menulis.
Teknosastik: Jurnal Bahasa dan Sastra, 17(2), 56-65.

Suhri, RA, Atmowardoyo, H. & Salija, K. 2019. Strategi Guru dalam Mengelola Kecemasan Siswa Berbicara
di
dari http://eprints.unm.ac.id/12753/1/ARTIKEL.pdf. Bahasa inggris. Diperoleh

122
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 adhi

Analisis Bahasa Kiasan dalam Lagu Santa Esmeralda


Lirik berjudul You're My Everything
Sukmono Bayu Adhi
sukmono.sba@bsi.ac.id
Universitas Bina Sarana Informatika

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bahasa kiasan dan makna yang terkandung dalam lirik lagu
You're My Everything. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dimana data yang diambil berasal
dari website lirik lagu. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lirik lagu yang dirilis pada tahun
1977 berjudul “You're my everything” yang dinyanyikan oleh Santa Esmeralda di Esmeralda pada
album Don't Let Me Be Misunderstood. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat sembilan
kumpulan data yang berisi 14 bahasa kiasan yang terdiri dari empat jenis, yaitu: aliterasi (enam item),
hiperbola (empat item), pleonasme (tiga item), dan sintesis (satu item). Dengan demikian, hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa 42,8 persen adalah aliterasi, 28,5 persen adalah
hiperbola, 21,5 persen adalah pleonasme, dan 7,2 persen adalah antitesis.

Kata kunci: Bahasa kiasan, lirik lagu, You're My Everything

pengantar

Sebagai bahasa internasional, bahasa Inggris tidak hanya digunakan oleh orang-orang di
seluruh dunia untuk berkomunikasi dalam aktivitas sehari-hari tetapi juga digunakan di semua sektor
kehidupan termasuk di bidang seni seperti musik, puisi, drama, dll. Lagu sebagai komposisi musik
berisi lirik yang dibawakan oleh penyanyi berfungsi sebagai alat komunikasi. Terkadang bahasa yang
digunakan dalam lirik lagu ditulis agak berbeda dari hal lain. Cara penyampaian yang tidak biasa atau
tidak langsung ini sering disebut sebagai bahasa kiasan. Jadi sebagai alat komunikasi, bahasa juga
memiliki cara penyampaian yang berbeda. Kennedy menyatakan bahwa "kiasan dapat dikatakan terjadi
setiap kali pembicara atau penulis, demi kesegaran atau penekanan, berangkat dari denotasi kata yang
biasa" (1983: 479).
Dan menurut Morner dan Rausch, “Bahasa kiasan. Bahasa yang mengandung kiasan, seperti
metafora, simile, personifikasi, dan hiperbola, ekspresi yang membuat perbandingan atau asosiasi
dimaksudkan untuk ditafsirkan secara imajinatif daripada secara harfiah”
(1991:83). Jadi jelas bahwa dalam bahasa kiasan, ide disampaikan melalui metafora atau kiasan
lainnya.
Penggunaan bahasa kiasan dalam bidang seni seperti dalam musik sangat menarik. Dalam
setiap lirik lagu sering ditemukan penggunaan bahasa kiasan. Terkadang orang tidak menyadari bahwa
sebuah lagu yang mereka dengarkan sebenarnya juga mengandung banyak unsur bahasa kiasan.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa bahasa kiasan menggunakan ungkapan
dengan makna yang berbeda dalam penyampaiannya. Dan mempelajari makna bahasa terkadang
tidak mudah meski terkesan sederhana. Studi tentang makna biasanya dipelajari dalam Semantik.
Kreidler menyatakan bahwa "Semantik adalah studi sistematis tentang makna, dan semantik linguistik
adalah studi tentang bagaimana bahasa mengatur dan mengungkapkan makna (1998: 3). Dan menurut
Leech (1984: 9), "Atas dasar ini, saya akan memecah 'makna' dalam arti terburuknya menjadi tujuh
bahan yang berbeda, memberikan arti penting utama pada makna logis atau (seperti yang saya lebih
suka menyebutnya) makna konseptual, jenis makna yang telah saya diskusikan sebelumnya dalam kaitannya dengan

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 123


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 adhi

'kompetensi semantik'. Enam jenis lain yang akan saya pertimbangkan adalah makna konotatif,
makna sosial, makna afektif, makna pantul, makna kolokatif, dan makna tematik.
Menyanyi dan mendengarkan lagu adalah hal yang sangat menyenangkan bagi hampir
semua orang. Dengan memahami makna yang terkandung dalam sebuah lirik lagu, termasuk
yang mengandung unsur bahasa kiasan, dapat membuatnya lebih dinikmati. Untuk itu penulis
mencoba melakukan penelitian tentang bahasa kiasan yang terdapat dalam lagu berbahasa
Inggris yang berjudul “You're my everything”. Berdasarkan informasi dari genius.com, lagu ini
ditulis oleh Leroy Gomez dan dibawakan oleh Santa Esmeralda dalam album Don't Let Me Be
Misunderstood yang dirilis pada tahun 1977.
Menurut informasi yang diperoleh dari lyrics.com, Santa Esmeralda adalah grup Disko AS/
Perancis yang dibentuk pada tahun 1970-an; mungkin paling dikenal karena remake disko hit
mereka dari hit tahun 1960-an "Don't Let Me Be Misunderstood" dan "House of the Rising Sun".
Grup ini menampilkan penyanyi Leroy Gómez dari 1977 hingga 1978 dan penyanyi Jimmy Goings
dari 1978 hingga 1983 ketika grup dibubarkan.
Lagu ini juga memiliki lirik dan melodi yang indah. Lirik lagu terdiri dari 5 bait dimana setiap
bait terdiri dari 4 baris, ditambah satu chorus yang dinyanyikan dua kali; setelah dua bait pertama
dan sebelum dua bait terakhir.

Teori dan Metode


Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. "Penelitian Kualitatif menganalisis
data secara interpretatif dengan mengatur data ke dalam kategori, mengidentifikasi pola, dan
menghasilkan sintesis naratif deskriptif, sedangkan analisis kuantitatif melibatkan prosedur
statistik." (Gay & Airasian, 2000: 9). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian
kualitatif tidak menggunakan metode statistik tetapi cenderung menggunakan deskripsi kata-kata
dan makna dalam menganalisis data.
Menurut Reaske, bahasa kiasan adalah "bahasa yang menggunakan berbagai kiasan.
Beberapa contohnya adalah metafora, simile, antitesis, hiperbola, dan paradoks" (1966:33).

Menurut Wales, “Dalam Semantik, makna kiasan menggambarkan jenis ekstensi makna
yang sangat umum untuk sebuah kata (menghasilkan polisemi atau makna ganda), yaitu dengan
transfer indra metaforis” (2014:20).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lirik lagu. Reaske menyatakan bahwa
"Liris: awalnya merujuk pada puisi liris, yaitu puisi yang ditulis untuk dinyanyikan dengan kecapi.
Namun, istilah 'lirik' sekarang menunjuk pada puisi pendek yang menekankan ekspresi perasaan
dan emosi individu daripada eksternal. peristiwa atau sikap" (1966:35).
Penelitian ini menggunakan lirik lagu berjudul You're my everything yang dibawakan oleh
Santa Esmeralda yang dirilis pada tahun 1977 sebagai data. Data diperoleh dari situs web https://
genius.com/Santa-esmeralda-youre-my-everything-lyrics.
Untuk metodenya, penulis menganalisis data melalui beberapa langkah seperti: (1)
Membaca data; (2) Menemukan makna data, (3) Menemukan jenis bahasa kiasan yang digunakan
dalam data berdasarkan teori, (4) Mendeskripsikan makna kata atau kalimat kiasan dari data, (5)
Membuat Kesimpulan. ).

124 email: teknosastik@teknokrat.ac.id


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 adhi

Temuan dan Diskusi


Temuan

Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian ini, lirik lagu terdiri dari 28 baris. Untuk memudahkan dalam
menganalisis data, jumlah baris ditambahkan di akhir setiap lirik. Berikut lirik lagu “You’re my everything”:

KAMU ADALAH SEGALANYA KU

kamu segalanya bagiku (1)


Matahari yang bersinar di atasmu membuat burung biru bernyanyi (2)
Bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit (3)
Katakan padaku aku sedang jatuh cinta (4)

Saat aku mencium bibirmu (5)


Saya merasakan guntur yang menggelegar di ujung jari saya (6)
Dan sementara kepalaku berputar (7)
Jauh di lubuk hati, aku jatuh cinta (8)

paduan suara

Kamu adalah segalanya bagiku (9)


Dan tidak ada yang benar-benar penting selain cinta yang Anda bawa (10)
Kamu segalanya bagiku (11)
Untuk melihat Anda di pagi hari dengan mata cokelat besar itu (12)
Kamu adalah segalanya bagiku (13)
Selamanya dan sehari aku membutuhkanmu dekat denganku (14)
Kamu adalah segalanya bagiku (15)
Anda tidak perlu khawatir, jangan takut, karena saya dekat (16)

Untuk segalanya (17)


Saya tinggal di atas tanah dan melihat langit di atas (18)
Aku berenang di lautannya yang manis dan hangat (19)
Tidak ada badai, cintaku (20)

kembali ke paduan suara.

Saat aku memelukmu erat (21)


Tidak ada yang bisa menyakitimu di malam yang sepi (22)
Aku akan datang kepadamu dan membuatmu tetap aman dan hangat (23)
Ini sangat kuat, cintaku (24)

Saat aku mencium bibirmu (25)


Saya merasakan guntur bergulir ke ujung jari saya (26)
Dan sementara kepalaku berputar (27)
Jauh di lubuk hati, aku jatuh cinta (28)

Berdasarkan data yang dianalisis, penulis menuliskannya dalam bentuk tabel untuk memudahkan membaca
hasil pengolahan data. Tabel tersebut menunjukkan bahwa terdapat 9 data berupa kalimat dan kata yang mengandung
total 14 bahasa kiasan. Hasil dari data tersebut dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 125


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 adhi

Tabel 1. Hasil Analisis Data

Tidak. Data / Lirik Jenis Garis

Kamu adalah segalanya bagiku,


aliterasi,
1 Matahari yang bersinar di atasmu membuat 1, 2
hiperbola
burung biru bernyanyi

2 Bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit 3


pleonasme

Saat aku mencium bibirmu,


aliterasi, 5, 25
3 Saya merasakan guntur bergulir ke ujung jari saya
hiperbola 6, 26

hiperbola,
Dan sementara kepalaku berputar 7, 27
4 aliterasi,
Jauh di lubuk hati, aku jatuh cinta 8, 28

Kamu adalah segalanya bagiku


Dan tidak ada yang benar-benar penting selain cinta yang aliterasi,
5 9, 10
kamu bawa antitesis

Anda tidak perlu khawatir, jangan pernah takut, karena saya


6 pleonasme, 16
saya dekat
aliterasi

Saya tinggal di darat dan melihat langit di atas


7 pleonasme 18

8 Aku berenang di lautannya yang manis dan hangat hiperbola 19

Saat aku memelukmu erat


9 Tidak ada yang bisa menyakitimu di malam yang aliterasi 21, 22
sepi

Setelah menganalisis semua data, penulis menyimpulkan bahwa ada 9 data berupa kalimat dan kata
yang seluruhnya mengandung 14 bahasa kiasan. Dalam penelitian ini penulis membuat satu datum dapat terdiri
dari lebih dari satu baris lirik agar lebih mudah untuk dianalisis. Misalnya, jika ada dua baris lirik yang diakhiri
dengan bunyi ujaran yang sama, maka dapat dikategorikan sebagai aliterasi.

Tiga data berisi jenis hiperbola dan aliterasi, satu data berisi aliterasi dan antitesis, satu data berisi
aliterasi dan pleonasme, dua data berisi pleonasme saja, satu data berisi aliterasi saja, dan satu data lagi berisi
hiperbola saja.

Diskusi

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa ada 4 macam bahasa kiasan


dalam lirik lagu yaitu: aliterasi, hiperbola, pleonasme, dan antitesis.
"Kadang-kadang agak longgar diparafrasekan sebagai 'sajak awal', aliterasi adalah pengulangan
konsonan awal dalam dua kata atau lebih" (Wales, 2014:14). Meskipun aliterasi tidak melibatkan kiasan, tetapi
dapat membantu menciptakan suasana hati terutama dalam lirik lagu. Selain itu juga dapat menambah keindahan
lirik sehingga menjadi lebih asyik untuk diucapkan dan didengar.

126
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 adhi

Dan menurut Reaske, definisi aliterasi adalah "pengulangan bunyi yang sama pada awal beberapa kata yang
berdekatan" (1966:26).
Hiperbola berbeda dari aliterasi, itu melibatkan kiasan. Reaske menyatakan bahwa hiperbola adalah "kiasan
yang menggunakan berlebihan. Hiperbola berbeda dari berlebihan dalam hal itu ekstrim atau berlebihan" (1966:34).

Menurut www.myeglishpages.com, “Antitesis adalah majas yang mengacu pada penjajaran ide-ide yang
berlawanan atau kontras. Ini melibatkan membawa keluar dari kontras dalam ide-ide dengan kontras yang jelas
dalam kata-kata, klausa, atau kalimat, dalam struktur gramatikal paralel.

Menurut https://literaryterms.net, “Pleonasme adalah ketika seseorang menggunakan terlalu banyak kata
untuk mengekspresikan sebuah pesan. Pleonasme bisa menjadi kesalahan atau alat untuk penekanan.”
Menurut https://dictionary.cambridge.org, “Pleonasme adalah penggunaan lebih banyak kata
daripada yang diperlukan untuk mengungkapkan suatu makna, dilakukan baik secara tidak sengaja atau untuk penekanan”

Data 1:
Lirik lagu: Kau segalanya bagiku (Baris 1),
Matahari yang bersinar di atas Anda membuat burung biru bernyanyi (Baris 2).

Kalimat pada baris 1 dan 2 mengandung aliterasi karena kedua kalimat diakhiri dengan bunyi ujaran yang
sama, yaitu /-ÿÿ /. Itu ditemukan dalam kata "semuanya" dan kata "bernyanyi".
Hal ini dapat membuat lirik yang unik dan menarik sehingga menjadi lebih indah dan menyenangkan untuk
didengarkan.
Kalimat di baris 2 juga hiperbola karena menunjukkan sesuatu yang sangat dilebih-lebihkan bahwa matahari
yang bersinar di atas seseorang dapat membuat burung biru bernyanyi. Mustahil burung itu bisa berkicau karena
matahari yang bersinar di atas seseorang.

Data 2:
Lirik lagu: Bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit (Baris 3)

Kalimat pada baris 3 mengandung pleonasme karena menggunakan lebih banyak kata daripada yang dibutuhkan.
Ini digunakan baik secara tidak sengaja atau hanya untuk penekanan. Setiap orang tahu bahwa bintang-bintang
selalu ada di langit, jadi sebenarnya kata-kata ini tidak perlu ditulis lagi.

Data 3:
Lirik lagu: Saat aku mencium bibirmu (Line 5)
Saya merasakan guntur yang menggelegar di ujung jari saya (Baris 6),

Kalimat pada baris 5 dan 6 mengandung aliterasi karena kedua kalimat tersebut diakhiri dengan bunyi ujaran
yang sama, yaitu /-ÿps/. Itu ditemukan dalam kata "bibir" dan kata "ujung jari".
Hal ini juga dapat membuat lirik yang unik dan menarik sehingga dapat membuatnya lebih indah untuk didengar
oleh semua orang.
Kalimat pada baris 6 mengandung hiperbola karena menunjukkan sesuatu yang sangat dilebih-lebihkan.
Kalimat "Guntur menggelegar ke ujung jari seseorang" terdengar di atas pernyataan. Karena tidak mungkin guntur
bisa menggelinding ke ujung jari seseorang. Ini menggambarkan betapa bahagianya seseorang yang dapat
digambarkan dengan kata.

Data 4:
Lirik lagu: Dan sementara kepalaku berputar (Baris 7)
Jauh di lubuk hati, aku jatuh cinta (Baris 8)

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 127


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 adhi

Kalimat pada baris 7 dan 8 mengandung aliterasi karena kata 'berputar' dan kata 'dalam' diakhiri
dengan bunyi ujar yang sama, yaitu /-ÿn/. Ini terdiri dari vokal / / dan konsonan / n /. Hal ini juga dapat
menciptakan lirik yang unik dan menarik sehingga lebih indah dan enak didengar oleh orang yang
mendengarkannya.
Kalimat pada baris 7 mengandung hiperbola karena juga menunjukkan sesuatu yang dilebih-
lebihkan. Kalimat “Sementara kepalaku berputar-putar” terdengar berlebihan dan tidak realistis. Karena
tidak mungkin kepala seseorang bisa berputar.

Data 5:
Lirik lagu: Kau segalanya bagiku (Baris 9)
Dan tidak ada yang benar-benar penting selain cinta yang Anda bawa (Baris 10)

Kalimat pada baris 9 dan 10 mengandung aliterasi karena baik kata 'semuanya' dan kata 'bawa'
diakhiri dengan bunyi ujar yang sama, yaitu /-ÿÿ /. Ini terdiri dari vokal / / dan konsonan / /. Hal ini juga
menciptakan lirik yang unik dan menarik yang dapat membuat lirik menjadi lebih indah dan enak untuk
didengar.
Kalimat pada baris 10 juga mengandung ekspresi antitesis karena kalimat “Dan tidak ada yang
benar-benar penting selain cinta yang Anda bawa” mengacu pada gagasan yang kontras. Dalam hal ini
"cinta yang Anda bawa" benar-benar penting. Artinya tidak ada yang begitu penting kecuali cinta yang
diberikan oleh kekasihnya.

Data 6:
Lirik lagu: Anda tidak perlu khawatir, tidak pernah takut, karena saya dekat (Baris 16)
Kalimat pada baris 16 mengandung aliterasi karena baik kata 'takut' dan kata 'dekat' diakhiri dengan
bunyi ujar yang sama, yaitu /-ÿÿ /. Sama halnya dengan data sebelumnya, hal ini juga menciptakan lirik
yang unik dan menarik yang berfungsi agar lebih indah dan enak didengar oleh seseorang.

Kalimat di atas juga mengandung pleonasme karena menggunakan lebih banyak kata daripada
yang dibutuhkan untuk mengungkapkan suatu makna. Kata “tidak perlu khawatir” sebenarnya memiliki arti
yang sama dengan kata “tidak pernah takut”. Jadi sebenarnya ada terlalu banyak kata yang digunakan
untuk menjelaskan hal ini. Atau dengan kata lain, ada beberapa kata yang sebenarnya tidak terlalu perlu
diucapkan atau ditulis, karena sudah jelas atau terdeskripsikan oleh kata-kata sebelumnya.

Data 7:
Lirik lagu: Aku hidup di darat dan melihat langit di atas (Baris 18)

Kalimat pada baris 18 mengandung pleonasme karena menggunakan lebih banyak kata daripada yang
dibutuhkan untuk mengungkapkan suatu makna. Bagi orang-orang di tanah, langit harus di atas, tidak pernah di
bawah. Jadi, seperti pada data 6, sebenarnya terlalu banyak kata yang digunakan untuk menjelaskan atau mengungkapkan hal ini.
Semua orang tahu bahwa langit harus selalu di atas. Jadi kata di atas sebenarnya tidak begitu penting
atau perlu ditulis atau diucapkan.

Data 8:
Lirik lagu: Aku berenang di lautannya yang manis dan hangat (Baris 19)

Kalimat pada baris 19 juga mengandung ekspresi hiperbola karena terdengar berlebihan dan tidak
realistis. Faktanya, tidak mungkin dia memiliki lautan yang rasanya manis. Lautan atau air laut selalu
terasa asin. Sebenarnya, itu mengungkapkan untuk menunjukkan betapa bahagianya dia. Dan lautannya
berarti kehidupan yang dicintainya. Jadi dia sangat senang menjadi bagian dari kehidupan yang dicintainya. Dia

128
email: teknosastik@teknokrat.ac.id
Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 adhi

hidup ini seperti sesuatu yang sangat manis dan hangat baginya. Hidupnya di sini juga berarti cintanya
padanya.

Data 9:
Lirik lagu: Saat aku memelukmu erat-erat (Baris 21)
Tidak ada yang bisa menyakitimu di malam yang sepi (Saluran 22)

Kalimat pada baris 21 dan 22 mengandung aliterasi karena baik kata 'ketat' dan kata 'malam' diakhiri
dengan bunyi ujar yang sama, yaitu /-aÿt /. Terdiri dari diftong /aÿ/ dan konsonan /t/. Seperti data
sebelumnya, hal ini juga berfungsi untuk membuat lirik yang unik dan menarik sehingga dapat membuatnya
lebih indah dan enak untuk didengar.

Kesimpulan

Setelah menganalisis data, penulis menemukan bahwa ada sembilan kumpulan data yang berisi 14
bahasa kiasan dalam lirik lagu yang terdiri dari empat jenis, yaitu: aliterasi (enam item), hiperbola (empat
item), pleonasme (tiga item), dan sintesis (satu item). Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa 42,8 persen adalah aliterasi, 28,5 persen adalah hiperbola, 21,5 persen adalah pleonasme, dan 7,2
persen adalah antitesis. Berdasarkan hasil penelitian, tipe aliterasi paling banyak dan tipe antitesis paling
sedikit.

Referensi

Gay, LR, & Airasian, P. 2000. Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Analisis dan
Aplikasi. New Jersey: Merrill Prentice Hall.

https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/pleonasm. (Diakses pada 31 Desember,


2021).

https://genius.com/Santa-esmeralda-youre-my-everything-lyrics. (Diakses pada Desember


31, 2021).

https://literaryterms.net/pleonasm/. (Diakses pada 31 Desember 2021).

https://www.lyrics.com/artist/Santa-Esmeralda/25348. (Diakses pada 19 Juli 2022).

https://www.menglishpages.com/english/writing-antithesis.php. (Diakses pada Desember


31, 2021).

Kennedy, XJ 1983. Sastra: Sebuah Pengantar Fiksi, Puisi, dan Drama. Ketiga
Edisi. Boston: Coklat Kecil.

Kothari, CR 2004. Metodologi Penelitian: Metode dan Teknik. New Delhi: Zaman Baru
Penerbit Internasional.

Kreidler, Charles W. 1998. Memperkenalkan Semantik Bahasa Inggris. New York: Routledge.

Lintah, Geoffrey. 1981. Semantik, Studi Makna. Edisi kedua. Inggris: Penguin
Buku Ltd.

Pagi, Katlhen & Ralph Rausch. 1991. Kamus Istilah Sastra NTC. AS: Grup Penerbitan NIC.

Laboratorium Energi Terbarukan Nasional. 2008. Bahan Bakar Nabati. Diakses tanggal 6 Mei 2008, dari
http://www.nrel.gov/learning/re_biofuels.html.

Reaske, Christopher Russel. 1966. Bagaimana Menganalisis Puisi. New York: Pers Raja.

email: teknosastik@teknokrat.ac.id 129


Machine Translated by Google

TEKNOSASTIK ISSN 2656-6842


Jilid 20 (2), 2022 adhi

Sanchez, D., & King-Toler, E. 2007. Mengatasi kesenjangan konsultasi dan strategi
penjangkauan untuk pengaturan universitas. Konsultasi Jurnal Psikologi: Praktek dan
Penelitian, 59(4), 286-295.
Pasak, Robert E (ed.). 2010. Penelitian Kualitatif: Mempelajari Bagaimana Segala Sesuatu Bekerja. New York:
Pers Guilford.

Wales, K. 2014. Kamus Gaya. Edisi ketiga. New York: Routledge.

130 email: teknosastik@teknokrat.ac.id


Machine Translated by Google

INFORMASI UNTUK PENULIS

1. TEKNOSASTIK menyambut baik artikel tentang berbagai topik yang berkaitan dengan linguistik dan
literatur.

2. Naskah harus asli dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya.

3. Dapat berupa hasil penelitian (laboratorium, lapangan, atau penelitian kepustakaan), konsep/
gagasan, analisis dan aplikasi teoritis, atau analisis buku.

4. Naskah dapat ditulis dalam bahasa Inggris atau Indonesia dan terdiri dari 3000-7000 kata termasuk
abstrak (untuk sekitar 200-350 kata) dengan 3-5 kata kunci, pendahuluan, metode, diskusi (teks,
tabel, dll), dan referensi.

5. Biografi singkat penulis harus dikirim dengan naskah melalui email ke


teknosastik@teknokrat.ac.id

6. Penulis akan diberitahu apakah file telah berhasil diterima secara maksimal dalam waktu dua
minggu setelah file dikirim.

7. Review atau pemberitahuan penerimaan akan dikirimkan kepada penulis selambat-lambatnya satu
bulan setelah file dikirimkan.

8. Penulis yang berminat mengirimkan naskah dapat meminta template artikel melalui
alamat email yang diberikan di atas.
Machine Translated by Google

Anda mungkin juga menyukai