Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

I’JAZ AL-QURAN

Tugas ini disusun guna memenuhi tugas I’jaz Al-Quran

DOSEN PEMBIMBING
Tri Handayani,M.Us

DISUSUN OLEH
Fajar Nugroho (18010011)

SEKOLAH TINGGI ILMU AL-QURAN AL-LATIFIYYAH


PRODI TAFSIR AL-QURAN
PALEMBANG 1442H/2022M
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Setiap rasul dan nabi selalu dibekali dengan mu’jizat yang akan menjadi
bukti kebenaran kenabiannya atau kerasulannya, seperti Nabi Isa yang bisa
mengobati segala penyakit dan menghidupkan orang yang mati, atau seperti Nabi
Sulaiman yang bisa berkomunikasi dengan segala binatang. Unsur luar biasa yang
terkandung dalam mu’jizat ini dimaksudkan sebagai dorongan bagi manusia untuk
berpikir.1
          Sejarah mengatakan bahwa mu’jizat seorang nabi atau rasul merupakan hal
yang sesuai dengan zamannya, atau hal yang sedang berkembang dan digandrungi
oleh masyarakat yang diseru untuk beriman kepada Allah, seperti merubah tali
menjadi ular ketika masyarakat Mesir kala itu sedang menggandrungi sihir, atau
keindahan bahasa Alquran untuk orang Arab yang sangat menyukai bahasa yang
indah, fasih dan baligh.2
              Alquran yang menjadi mu’jizat Nabi Muhammad SAW adalah bukti
terkuat untuk saat itu atas kebenaran risalah Muhammad, keindahannya yang
merupakan hal yang paling mudah dicerna oleh orang Arab yang notabene adalah
pengagum karya sastra mengalahkan segala keindahan syair-syair kaum Quraisy.
Meskipun sebenarnya tidak ada lagi alasan bagi orang kafir dan kaum Quraisy
Mekkah juga kaum munafik Yahudi khususnya untuk tidak mempercayai
kebenaran seruan Nabi Muhammad tapi mereka tetap tidak mengakui kebenaran
risalah Muhammad.
Dalam makalah ini, penulis ingin menguraikan tentang I’jaz Alquran
tersebut, aspek-aspek kemu’jizatannya dan beberapa hal yang masih relevan
dengan kajian kemukjizatan Alquran, termasuk tentang sekilas keadaan bangsa
Arab pra-risalah yang begitu menghormati sastra yang juga merupakan salah satu
kemukjizatan Alquran.

1 Munawwar Khalil, Al-Qur’an Dari Masa ke Masa (Solo:Ramadhani, 1985) hal. 59.


2 Ahmad Warson Munawwir, Al-munawwir (Yogyakarta : Pustaka Progressif, 1984) hal.
911. 

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi mu’jizat?
2. Bagaimana sisi kemu’jizatan al-Qurán?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi mu’jizat.
2. Untuk mengetahui sisi kemu’jizatan al-Qurán.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bangsa Arab dan Sastra Arab Pra-Risalah
        Bangsa Arab yang hidup di semenanjung Arab adalah bangsa yang harus
berusaha lebih untuk bertahan hidup, hal ini dikarenakan daerah yang tandus yang
mereka diami tidak memberikan sumber kehidupan yang mencukupi. Mereka,
mayoritas merupakan pedagang meskipun tidak juga sedikit yang hidup dari
pertanian dan profesi lainnya.
Perdagangan yang merupakan mayoritas pekerjaan orang Arab direkam
dan dijadikan sebagai bahan ungkapan oleh Alquran. Banyak kata dan permisalan
yang digunakan oleh Alquran “bersumber” dari istilah-istilah perdagangan
seperti mitsqal, mizan, ajr, jaza’, yattajirun, hisab, robiha, khosiro dan lain
sebagainya.3
Bangsa Arab juga merupakan bangsa yang mempunyai minat tinggi
terhadap bahasa, mereka mempunyai kebiasaan mengirimkan anak-anak mereka
untuk mempelajari bahasa kepedalaman. Mereka memberikan apresiasi yang
sungguh besar bagi seseorang yang fasih  dan baligh dalam berbicara. Sastra
merupakan salah satu bentuk kehormatan bagi mereka, tak heran jika beberapa
genre sastra berkembang pesat dikalangan bangsa Arab kala itu.4 Mereka beradu
kebolehan dalam menggubah puisi secara rutin di pasar-pasar atau di tempat
berkumpulnya orang-orang, karya yang paling bagus akan mendapatkan
kehormatan untuk ditempelkan di dinding ka’bah, seorang pujangga akan semakin
terkenal dengan banyaknya mu’alloqot  yang ia ciptakan.
Puisi yang merupakan genre yang paling disenangi biasanya berkisar pada hal,
benda atau kejadian yang kasat mata, seperti wanita, unta, raja atau perang, maka
tak heran jika puisi yang mereka gubah haruslah menggunakan kata-kata atau
ungkapan hiperbola -yang tentu tidak terlepas dari unsur kebohongan- untuk
memperindah karyanya.

3 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an (Yogyakarta : Forum kajian dan


Budaya, 2001) hal. 11.
4 John, L.Esposito, Dunia Islam Modern I, terj. Eva dkk (Bandung: Mizan,
2002) hal . 153.

3
           Ketika Nabi Muhammad SAW membacakan ayat-ayat suci yang indah dari
segi bahasanya untuk saat itu, sontak saja mereka kaget dan mengakui keindahan
susunan kata, fashl, ijaz, surah bayaniyah, balaghah, ma’ani dan badi’nya. Selain
bahasa yang merupakan keindahan Alquran kala itu juga adalah kandungannya
tentang cerita tentang ummat-ummat terdahulu.
          Akan tetapi ketika keindahan itu disertai dengan pengakuan Muhammad
tentang risalah dan agama baru, meninggalkan agama lama dan berhala, mereka
lantas tidak mau mengakui kebenaran ayat Alquran sebagai firman Tuhan.
Kesombongan dan rasa harga diri mereka membuat mereka menolak ajaran
Muhamad. Berbagai tuduhan mereka lontarkan seperti tukang sihir, tukang
tenung, pendongeng dan orang gila yang membuat sendiri Alquran.
B. Definisi Mu’jizat
          Kata mu’jizat berasal dari bahasa Arab, ajaza yang merupakan kata
dasarnya berarti lemah, tidak mampu atau tidak kuasa. Kata ini merupakan kata
kerja intransitif (lazim), kemudian dijadikan transitif (muta’addiy) dengan
menambahkan huruf hamzah diawalnya atau dengan
menambahkan tadi’efh, hingga menjadi a’jaza atau ajjaza yang berarti
membuatnya lemah atau menjadikan tidak kuasa. Kata a’jaza inilah yang
kemudian dengan sighat ism fai’l berubah menjadi mu’jiz atau mu’jizatun, yang
menurut etimologi berarti yang melemahkan.
          Dalam buku Mukjizat Al-Qur’an, Quraish Shihab lebih lanjut menjelaskan
bahwa pelaku yang melemahkan itu dalam bahasa Arab dinamai
ِ
dengan  ‫معجز‬ (mu’jiz). Bila kemampuan pelakunya dalam melemahkan pihak lain

sangat menonjol sehingga mampu membungkam lawan-lawannya, maka ia


ِ
dinamai  ‫(معج زة‬mu’jizat). Tambahan (‫ة‬ ) pada akhir kata itu mengandung makna

superlatif (mubalaghah).5
          Mukjizat didefinisikan oleh kebanyakan pakar agama Islam sebagai “suatu
hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku Nabi,

5 Lihat, M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,


Isyarat Ilmiyah dan Pemberitaan Gaib, Cet. IV (Bandung: Mizan, 1997), h. 23

4
sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan
atau membuat hal serupa, namun mereka tidak mampu untuk
membuatnya.” Sebagaimana diungkapkan oleh Al-Suyuthi dalam Al- Itqan ;

‫ وهي إما حسية‬، ‫ سامل عن املعارضة‬، ‫ مقرون بالتحدى‬، ‫ أمر خارق للعادة‬: ‫املعجزة‬ 

 .‫وإماعقلي‬

Menurt Manna Qatthan kata mu’jizat berarti hal yang luar biasa yang
tampak pada seorang rasul ataupun nabi yang tidak mungkin untuk ditandingi,
Louis Ma’luf juga mengatakan hal tidak jauh berbeda dengan pendapat di
atas. Memang tidak begitu banyak perbedaan yang mendasar tentang defenisi
Mu’jizat ini.
Nabi Muhammad diperintahkan oleh Allah Swt. untuk menantang kaum
Quraisy untuk menandingi keindahan Alquran dari segala sisinya. Paling tidak
ada empat ayat yang merupakan tantangan bagi mereka yang tidak mempercayai
kebenaran Alquran saat itu, keempat ayat itu adalah:

‫ كنتم ىف ريب مما نزلنا على عبدنا فأتوا بسورة من مثله و ادعوا شهداءكم من‬ ‫و إن‬

) 24 : ‫ ( البقرة‬ ‫دون اهلل إن كنتم صادقني‬


Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Alquran yang kami wahyukan
kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal dengan
Alquran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-
orang yang benar.( al-Baqarah: 24 )

‫ فأتوا بسورة مثله و ادعوا من استطعتم من دون اهلل إن كنتم‬ ‫ قل‬ ‫أم يقولون افرتاه‬

) 37 : ‫صادقني ( يونس‬
Atau (patutkah) mereka mengatakan “ Muhammad membuat-buatnya.”
Katakanlah : “(kalau benar yang kamu katakan itu),  maka cobalah datangkan
sebuah surat seumpanya dan panggilah siapa-siapa yang dapat kamu panggil 

5
(untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. ( Yunus :
38)

‫ام يقولون افرتاه قل فأتوا بعسر سور مثله مفرتيات و ادعوا من استطعتم من دون اهلل‬

) 13 : ‫إن كنتم صادقني ( هود‬


Bahkan mereka mengatakan :” Muhammad telah membuat-buat Alquran itu”,
katakanlah:”( kalau demikian ), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang
dibuat-buat menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup
(memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”.
( Hud : 13)

) 34 : ‫فليأتوا حبديث مثله إن كانوا صادقني ( الطور‬


Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal dengan Alquran itu
jika mereka orang-orang yang benar (At-at-Thur : 34)
          Tapi ada juga pendapat yang mengatakan bahwa ayat yang merupakan
tantangan untuk membuat tandingan Alquran hanya ada tiga ayat, dalam arti tiga
tingkatan. Seperti Manna Qaththan yang mengatakan memberikan tiga tingaktan
tantangan dengan empat ayat, yang pertama adalah Al-Isro ayat 88 yang berbunyi:

‫قل لئن اجتمعت اإلنس يأتون مبثله و لو كان بعضهم لبعض ظهريا و اجلن على أن‬

‫يأتوا مبثل هذا القرأن ال‬


Artinya: katakanlah:”sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa dengan Alquran ini, niscaya mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka menjadi pembantu dengan
yang lainnya”
Diteruskan dengan membuat sepuluh surat saja pada surat  Hud ayat 13,
yang kalau itu juga mereka tidak mampu maka diteruskan untuk membuat satu

6
surat saja yaitu pada surat Yunus ayat 38 yang kemudian diulangi pada surat al-
Baqarah ayat 24.6
C. Sisi Kemu’jizatan Al-Qur’an.
          Sisi kemu’jizatan Alquran ini adalah salah satu hal yang sangat variatif,
banyak terdapat perbedaan pendapat tentang apa saja yang menjadi mu’jizat
Alquran itu, sebagian mengatakan bahasanya dan kandungannya, sebagian lagi
mengatakan bahkan satu hurufnya saja merupakan mu’jizat, kandungannya
terhadap teori-teori ilmiah.
          Dalam buku “Membumikan Alquran”, Quraish Shihab menjelaskan paling
tidak ada tiga aspek dalam Alquran yang dapat menjadi bukti kebenaran Nabi
Muhammad saw., sekaligus menjadi bukti bahwa informasi atau petunjuk yang
disampaikannya adalah benar-benar bersumber dari Allah swt. Ketiga aspek
tersebut akan lebih meyakinkan lagi, bila diketahui bahwa Nabi Muhammad
bukanlah seorang yang pandai membaca dan menulis, ia juga tidak hidup dan
bermukim di tengah-tengah masyarakat yang relatif mengenal peradaban, seperti
Mesir, Romawi atau Persia. Ketiga aspek tersebut adalah  pertama, aspek
keindahan dan ketelitian redaksi-redaksinya. Kedua, pemberitaan-pemberitaan
gaibnya, dan yang ketiga isyarat-isyarat ilmiahnya.
           Bila diteliti lebih lanjut pendapat para mufassirin tentang i’jaz Al-Quran,
maka akan didapati pendapat mereka yang sangat variatif. Sebagian mufassirin,
diantaranya Imam Fakruddin, az-Zamlukany, Ibn Hazam, al-Khutabi berpendapat
bahwa kemukjizatan Al-Quran karena fashahat dan balaghat–nya secara
keseluruhan. Sedangkan yang lain seperti al-Marakasy berpendapat bahwa I’jaz
tersebut disebabkan ia memiliki unsur-unsur keteraturan, kesinambungan dan
penyusunan yang berbeda dengan kaedah-kaedah bahasa konvensional kalam
Arab. Dalam hal ini, sulit bagi mereka (orang Arab) untuk mengetahui rahasia-
rahasia i’jaz Al-Quran, baik mereka lihat dari sisi syairnya,
balaghatnya, khitabnya dan lain sebagainya, sekalipun diantara mereka adalah
orang-orang yang ahli dalam sastra dan bahasa.

6 Manna Qatthan, Mabahits Fi Ulumil Qur’an (Mesir: Mansyuroti asril Hadist, tth) hal.


259

7
          Ada juga sebagian mufassir yang lain melihat I’jaz Alquran tersebut dari
sisi prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya, khususnya
yang berhubungan dengan persoalan-persoalan sosial (al-ijtima’iyyat), politik (al-
siyasat) dan norma-norma (al-akhlaqiyat). Aspek-aspek tersebut bagi masyarakat
Arab saat itu adalah sesuatu yang belum pernah terpikirkan mereka sebelumnya.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Alquran membawa informasi-informasi
baru yang di luar perkiraan manusia. Dari sini jelas bahwa Alquran mengandung
dasar-dasar dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, yang pada dasarnya tidak
mungkin dihasilkan oleh seorang Muhammad yang “ummi” (menurut sebagian
besar ulama)7
Al-Rumani, dalam buku Salasu Rasail Fi I’jaz al-Quran melihat
kemukjizatan Alquran dari tujuh macam segi, yaitu:8 

1. Tidak adanya yang mampu menyaingi (  ‫ترك املعارضة‬ )

2. Tantangan Alquran yang global (semua manusia dan jin) ( ‫)التحدى للكافة‬

3. Adanya pemalingan ( ‫)الصرفة‬ 

4. Balaghah Alquran  ‫)) البالغة‬

5. Berita-berita gaib yang akan datang  (‫) األخبار الصادقة عن األمور املستقبلة‬

6. Pembatalan kebiasaan-kebiasaan ( ‫)نقض العادة‬

7. Qiasnya terhadap segala mukjizat  ( ‫) قياسه بكل معجزة‬

Kemu’jizatan Alquran ini kemudian dirangkum oleh Manna Qaththan,


menurutnya mu’jizat Alquran terletak pada kata-katanya, hurufnya,
susunannya, bayannya dalam memberikan informasi, nazhmnya, kandungannya
tentang ilmu, hukum dan kekuatannya dalam menjaga hak asasi manusia. Banyak

7 Manna, Mabahits…., hal. 260
8 Muhammad Zaglul Salam dan Muhammad Khalfullah Ahmad, Salasu Rasail Fi I’jaz
Al-Quran: Li al- Rumani Wa al-Khuthabi Wa Abdul Qadir al-Jurjani, Cet.3. (Mesir: Dar al-
Ma’arif, t.t.), h. 75.

8
orang salah yang menganggap bahwa Alquran juga mengandung seluruh teori
ilmiah, padahal teori ilmiah itu bersifat dinamis, sedangkan yang merupakan
mu’jizatnya dalam hal ini adalah kekuatannya dalam mengajak manusia untuk
berfikir dan mencari ilmu.
Menurut kami bahwa salah satu bentuk kemu’jizatan ini adalah keabadiannya,
keeksisannya hingga zaman sekarang, begitu juga kekuatannya untuk menjadi
beberapa sumber ilmu, seprti Fikih, Ushul Fikih, Nahwu, Sharf, Bayan, Ma’ani
dan Badi’. Denga kata lain tidak ada suatu tulisanpun yang paling diminati orang
di muka bumi ini menyaingi Alquran hingga menghasilkan beberapa disiplin
Ilmu. Juga kemampuannya menjelaskan sesuatu  dan melukiskannya dengan
sarana terbaik, menerangkan sesuatu dengan makna yang mudah difikirkan, atau
menjelaskan suasana psikologik dengan imajinatif dengan sesuatu yang dapat
diraba dan dirasakan dengan konkret.
Lalu apakah semua kandungan Alquran dimaksudkan dalam tantangan untuk
membuat tandingan Alquran ketika turunnya?” tentu saja tidak karena bangsa
Arab kala itu tidaklah mengenal kandungan-kandungan Alquran, seperti hukum,
ilmu dan lain sebagainya.
Mu’jizat bahasa adalah hal yang paling utama dalam tantangan ini, 9 karena
unsur itulah yang menjadi perhatian kaum Quraysy saat itu. Keindahan eksternal
maupun internalnya merupakan hal yang dipuji sekaligus diingkari oleh kaum
Quraysy.
Uslubnya, tasybih, majaz, kinyah, fasohah, balaghah, ma’ani, qashr, washl,
fashl, ijaz, irama (musiqul uslub, musiqul wazan dan musiqul fawasil), saja’,
tajanus, husnut taqsim, jinas, tarshi’, tasythir,  raddul I’jaz alas shudur,
tauriyah,tibaq, muqabalah  dan lain sebagainya adalah unsur-unsur yang menjadi
keindahan bahasa Alquran dalam pandangan ilmu Balaghah. Seperti ayat :

‫و أما‬ ‫نقهر‬ ‫ فأما اليتيم فال‬ #  ‫ساعة‬ ‫يقسم اجملةمون ما لبسوا غري‬ ‫الساعة‬ ‫يوم تقوم‬

‫ و ختش ى‬ #  ‫إن األب رار لفى نعيم و إن الفج ار لفى جحيم‬  #   ‫تنه ر‬ ‫الس ائل فال‬
9 Subhi Sholih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, terj. Tim Pustaka Firdaus (jakarta :
pustaka Firdausi, 2001) hal. 427.

9
‫ و هو الذى يتوفاكم بالليل و يعلم ما جرحتم بالنهار‬ #  ‫الناس و اهلل أحق أن ختشاه‬

‫ لكيال تأسوا على ما فاتاكم و ال تفرحوا على‬ # ‫ و حتسبهم أيقاظا و هم رقودا‬  #

‫ما أتاكم‬
Selain itu menurut Manna Qaththan bahwa informasi tentang ummat-
ummat terdahulu juga merupakan unsur dalam tantangan Allah. Dan menurut
sebagian besar ulama keummiyan rasul juga terkandung didalamnya.10
Dari beberapa perbedaan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
kemukjizatan Alquran tidak hanya terbatas pada kadar tertentu saja, akan tetapi
kemukjizatannya terletak pada totalitasnya sebagai Alquran, baik bahasa,
pemilihan huruf, pemilihan kata, pemilihan kalimat, ritme, kandungannya, cara
turunnya, kekekalannya dan kemampuannya membangkitkan minat pengkaji
untuk mengkajinya.
Lebih rinci lagi, Manna Khalil al-Qatthan berpendapat bahwa secara garis
besarnya, kemukjizatan Alquran itu dapat dilihat dari beberapa aspek berikut:
Aspek Bahasa.
Aspek Ilmiah.
Banyak orang terjebak dalam kesalahan ketika mereka menginginkan agar
Alquran mengandung segala teori ilmiah. Setiap lahir sebuah teori baru, mereka
mencari ayat yang diklaim telah terlebih dahulu menemukan teori tersebut.
Keilmiahan Alquran tidaklah terletak pada cakupannya terhadap teori-teori
ilmiahan yang selalu berubah karena memang pada dasarnya teori itu akan terus
berkembang sesuai dengan metode yang dipakai dalam membuktikan teori
tersebut, sementara Alquran tidaklah berubah. Dengan begitu, menurut kami
bahwa keilmiahan Alquran tersebut terletak pada dorongannya untuk berfikir dan
menggunakan akal.
Aspek Hukum.

10 Lihat Abu Bakar Jabbar, Aysarut Tafasir (Beirut : Daar Kutub Al-Ilmiyah, 1995) jil. I,
hal. 34.

10
Allah Swt. telah banyak meletakkan fondasi-fondasi hukum di dalam
Alquran. Ini juga merupakan salah satu kemukjizatan Alquran yang tidak bisa
diabaikan. Alquran turun pada masa bangsa Arab “hanya” memikirkan perang,
tanpa ada kepedulian terhadap kehidupan sosial.
Pada masa turunnya Alquran, kita banyak mengenal nama tersohor dalam
bidang sastra, perang, ekonomi dan politik, tapi baik di Mekkah maupun Madinah
tidak ada seorangpun yang begitu mencuat namanya dalam bidang hukum kecuali
ia memang seorang tokoh yang mengambil dasar-dasar hukumnya dari Alquran,
seperti Mu’adz b. Jabal, Abu Musa al-Asy’ari dan sebagainya.
D. Arah Baru Dalam Memahami Alquran
Apa yang ditemukan manusia akhir-akhir ini membuat mereka terheran-
heran, hal ini disebabkan kesesuaian beberapa fenomena zaman sekarang ini
dengan prediksi-prediksi atau kandungan Alquran, sebut saja tentang sidik jari
yang telah lama diisyaratkan oleh Alquran dalam uraian tentang proses terjadinya
manusia.
Hal ini mungkin akibat dari krisis yang melanda ummat Islam dalam
berfikir bukan karena krisis metode berpikir, karena ummat Islam telah
mempunyai dasar metode berpikir.
Yang perlu dipikirkan pada masa sekarang ini adalah adanya jaminan-
jaminan individu, pemikiran materi, undang-undang dan seterusnya bagi para
cendikiawan, fukaha.
Ummat perlu memikirkan bagaiman caranya memahami Alquran dengan
humanis dan universal, hingga melahirkan kesimpulan dan nilai-nilai yang
humanis dan universal, bukan hanya sebuah nostalgia akan kemajuan peradaban
ummat Islam pada masa lalu. Tidak dengan serta merta mencari-cari ayat untuk
mengklaim bahwa sebuah temuan yang ditemukan oleh orang non-Muslim telah
ada dalam Alquran, yang kemudian terkesan bagai sebuah takwil yang ba’id.
Kita tidak mengingkari kemungkinan bahwa Alquran telah menjelaskan
beberapa hal yang akan terjadi di dunia ini. Tapi bagaimana memandang Alquran
sebagai kitab yang penuh mukjizat hingga bisa dijelaskan dengan gamblang

11
memerlukan usaha lain, yang kesemua itu memerlukan aktivitas berfikir yang
memadai.

BAB III
PENUTUP
A. Penutup
Pada dasarnya mukjizat itu merupakan sesuatu yang digunakan untuk
melemahkan orang lain. Istilah ini yang kemudian dipopulerkan oleh kaum
muslimin diberi konotasi sebagai sebuah kejadian luar biasa yang muncul pada
diri seorang nabi atau rasul, yang tidak bisa ditiru, dipelajari dan dilawan.
Ada beberapa perbedaan pendapat dalam menetukan apa sajakah yang
menjadi kemukjizatan Alquran tersebut. Akan tetapi secara garis besar dapat
dikatakan bahwa semua menyetujui bahwa termasuk dari kemukjizatan Alquran
adalah bahasa dan kandungannya. Lebih lanjut lagi bahwa Alquran sebagai
totalitas juga merupakan mukjizat tersendiri. Totalitas Alquran itu dapat dilihat
sebagai sebuah kitab suci yang mempunyai bahasa yang sungguh indah,
mempunyai kandungan yang sangat variatif, dalam, imajinatif (membangkitkan
daya khayal pembaca), mampu membangkitkan minat ilmiah yang menghasilkan
sebuah rumpun ilmu yang terdiri dari berbagai macam ilmu, sebagai sumber
hukum yang masih dianggap relevan hingga sekarang, bahkan hingga hari kiamat,
dan sebagainya.

B. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan
makalah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu
dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa
membangun dari para pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA
Amal, Taufik Adnan, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an (Yogyakarta : Forum
kajian dan Budaya, 2001)

Jabbar, Abu Bakar, Aysarut Tafasir (Beirut : Daar Kutub Al-Ilmiyah, 1995) jil. I

Khalil, Munawwar, Al-Qur’an Dari Masa ke Masa (Solo:Ramadhani, 1985)

L.Esposito, John, Dunia Islam Modern I, terj. Eva dkk (Bandung: Mizan, 2002)

Munawwir, Ahmad Warson, Al-munawwir (Yogyakarta : Pustaka Progressif,


1984)

Qatthan, Manna, Mabahits Fi Ulumil Qur’an (Mesir: Mansyuroti asril Hadist, tth)

Salam, Muhammad Zaglul dan Muhammad Khalfullah Ahmad, Salasu Rasail Fi


I’jaz Al-Quran: Li al- Rumani Wa al-Khuthabi Wa Abdul Qadir al-
Jurjani, Cet.3. (Mesir: Dar al-Ma’arif, t.t.)

Shihab, M. Quraish, Mukjizat Al-Quran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,


Isyarat Ilmiyah dan Pemberitaan Gaib, Cet. IV (Bandung: Mizan, 1997)

Sholih, Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, terj. Tim Pustaka Firdaus (jakarta


: pustaka Firdausi, 2001)

13

Anda mungkin juga menyukai