Anda di halaman 1dari 18

AL-QUR’AN MENURUT PANDANGAN ORIENTALIS

(Al-Qur’an Sebagai Firman Tuhan Tetapi Diproduksi Melalui Pribadi Nabi


Muhammad)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat


Guna Memperoleh Nilai Mata kuliah Tafsir Orentalis

Oleh:
Ali Ma’ruf

Jurusan : Ilmu Al Quran dan Tafsir

FAKULTAS USULUDDIN
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
1441H/2019M

1
2

A. Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai wahyu Allah yang tertulis (al-matluw) sering diuji
keampuhannya oleh musuh-musuh Islam. Namun, usaha-usaha itu senantiasa
berakhir dengan kegagalan. Dalam sejarah, tak satu pun maksud-maksud jahat
mereka pernah berhasil. Usaha-usaha itu berhasil dipatahkan oleh kaum muslimin,
begitu muncul di permukaan. Umat islam menyadari betul bahwa tidak ada
kemuliaan mereka kecuali dengan berpegang teguh pada kitabullah dan Sunnah
Nabi saw. Mereka meyakini kebenaran sabda Rasulullah saw. “kutinggalkan
untuk kamu dua pegangan. Niscaya kamu tak akan sesat setelah itu yakni Al-
Qur’an dan Sunnahku.1
Bertitik tolak dari landasan ini, kaum muslimin sangat concern terhadap
Al-Qur’an, baik dalam pemeliharaan tulisan, bacaan, maupun pemahamannya.
Perhatian yang sama juga dicurahkan pada Sunnah Nabi saw. Ulama-ulama hadist
(muhadditsun) mencurahkan segenap perhatian teksnya luar kepala di samping
membukukannya. Bahkan lebih dari itu, mereka mampu merumuskan kaidah-
kaidah untuk menilai suatu hadist, apakah tergolong dalam hadist sahih atau hadis
dhaif. Sebagaimana mereka juga berhasil meletakkan sejumlah kriteria perawi,
untuk menjaring perawi palsu dan lemah.2

1
______________ Joesoef Sou’yb, Orientalisme dan Islam, (Jakarta: Ikatan Penerbit
Indonesia (IKAPI), 1995), hlm. 23.
2
______________ Daud Rasyid, “pembaruan Islam dan Orientalisme Dalam Sorotan”,
(Jakarta: Akbar Media Eka Sara, 2002), hlm. 137.
3

Jika menoleh sejarah kebelakang, pada periode Mekkah, masa awal-


awalnya turunnya Al-Qur’an, sebenarnya penentang-penentang Islam sudah lama
berusaha menggoyang keyakinan orang tentang kebenaran Al-Qur’an dan
sumbernya. Adalah kaum paganisme (al-watsaniyyun) sejak dahulu menentang
keras ide bahwa Al-qur’an adalah wahyu dari Allah. Mereka menuduh itu
hanyalah dongeng klasik masyarakat tempo dulu yang dikutip dan didiktekan pagi
dan sore. Mereka menuduh bahwa Nabi Muhammad Saw diajari orang. Mereka
juga menuduh Al-Qur’an adalah perkataan/mitosnya tukang sihir atau dukun.
Tuduhan-tuduhan itu bertujuan untuk membatalkan dogma bahwa Al-Qur’an
merupakan wahyu “langit” kepada Nabi saw untuk menunjuki manusia.
Jika diamati opini-opini kaum orientalis, akan ditemukan bahwa derap
langkah mereka tak lebih dari mengikuti jejak musyrikin Mekkah. Kalau boleh
diberi gelar, mereka bisa disebut “neopaganisme mekah”. Karena apa yang
dilontarkan oleh musyrikin Mekah tempo dulu, itu juga yang dilemparkan oleh
para orientalis masa kini. Bedanya hanya dalam cara dan pola. Kalau paganis
Mekah melempar tuduhan itu melalui lisan kepada Rasulullah saw, dan sahabt-
sahabatnya, sedangkan orientalis melontarkan klaim-klaim itu melalui forum
seminar dan diskusi di ruang kuliah yang megah dan ber-AC, melalui tulisan di
dalam buku, jurnal, leksikon, dan ensiklopedi, dengan selubung akademik ilmiah.
Mereka juga susupkan itu melalui bimbingan tesis dan disertasi bagi mahasiswa
yang sedang menulis karya ilmiah dan penelitian.
Namun demikian, Al-Qur’an juga pernah diselewengkan oleh pihak-pihak
yang tidak senang kepada Islam dengan cara memberikan interpretasi
(penafsiran), pemahaman, dan penjelasan keliru, yang tidak sesuai dengan tujuan
diturunkannya. Tidak kalah rusaknya riwayat-riwayat Israeliyat (dongeng-
dongeng Israel) yang sempat mencemari beberapa kitab tafsir dan hadist.
Orientalisme sangat menguntungkan bagi kolonial, karena ia memberikan
segudang informasi dan data tentang Islam dan umatnya. Informasi itu sangat
berharga bagi kolonial untuk mempermulus jalannya politik kolonial di berbagai
negeri muslim yang dijajahnya.
4

Bidang kajian orientalis tidak terbatas pada aspek tertentu saja dari ajaran
Islam. Bahkan mencakup berbagai studi dan disiplin ilmu yang pernah digeluti
oleh ulama-ulama islam sendiri, di antaranya kajian tentang sumber pertama
islam, yaitu Al-Qur’an.3

B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat saya
ambil adalah:
a. Bagaimanakah firman Allah tentang Al-Qur’an?
b. Bagaimana sikap tokoh-tokoh orientalis Barat dalam mengkritik Al-
Qur’an?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui bagaimana firman Allah tentang Al-Qur’an.
b. Untuk mengetahui bagaimana sikap tokoh-tokoh orientalis Barat dalam
mengkritik Al-Qur’an.

3
______________ Daud Rasyid, pembaruan Islam dan Orientalisme Dalam Sorotan,
(Jakarta: Akbar Media Eka Sara, 2002), hlm. 137-138.
5

A. Firman Allah Tentang Al-Qur’an


Firman Allah mengenai kitab suci Al-Qur’an yaitu mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan yang cukup tegas, sebagai berikut:
       
“Sesungguhnya kami menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya kami benar-
benar memeliharanya”, (Q.S. al-Hijri, 15:9).
           
        
“Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) itu tidak sesat dan tidak
pula keliru. Bukanlah dia mengatakan (Al-Qur’an) itu menurut kehendaknya. Tapi
dia (Al-Qur’an) itu tidak lain dari wahyu yang diwahyukan”, (Q.S. al-Najmi, 53:
1-4).

         
         
        
      

“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan terhadap Al-Qur’an yang kami wahyukan
itu kepada hamba kami (Muhammad) itu, silahkan buat satu surah saja seperti Al-
Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolong kamu selain Allah, jika kamu memang
dipihak yang benar. Dan jika kamu tidak sanggup membuatnya, dan pasti kamu
6

tidak akan sanggup membuatnya, maka peliharalah dirimu dari neraka yang bahan
bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi pihak penyangkal”, (Q.S al-
Baqarah, 2 :23-24).
         
          
           
          

“Dan apabila dibacakan kepada mereka itu ayat-ayat kami yang nyata,
maka pihak yang tidak mengharapkan pertemuan dengan kami itu berkata:
Datangkanlah Al-Qur’an yang lain dari ini atau gantilah dia. Katakan (hai
Muhammad), tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku
tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. (Q.S. Yunus, 10:15).
          
 

kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan. “Dan Allah mengetahui apa “
.yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan”. (Q.S. al-Maidah 5:99)
         
        
       

“Dan kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan


segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar suka bagi pihak yang berserah
diri”, (Q.S. an-Nahl, 16:89).
         
        


“Sesungguhnya telah kami kemukakan bagi manusia dalam Al-Qur’an itu setiap
tamsilan supaya mereka merenungkannya. Al-Quran berbahasa Arab, yang tiada
cacad isinya, supaya mereka taqwa”, (Q.S. al-Zummar, 39: 27-28).
7

      


“Sesungguhnya kami menurunkan Al-Quran itu berbahasa Arab supaya supaya
kamu dapat memahamkannya”. (Q.S. Yusuf, 12:2).
      
         
        
        

“Jikalau kami jadikan Al-Quran itu bukan berbahasa Arab tentulah mereka
berkata: “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya? Apakah patut Al-Quran dalam
bahasa asing sedangkan Rasul itu berasal dari Arab? Katakan (hai
Muhammad) :”Al-Quran itu petunjuk dan penawar bagi yang beriman”, (Q.S.
Fusshilat, 41:44). Demikian sekelumit firman Allah Swt mengenai kitab suci Al-
Quran.
Setelah mengenali hal-hal yang paling pokok dari pada kitab suci Al-Quran,
tibalah saatnya mendengarkan sikap dan pandangan kaum Orientalis terhadap
kitab suci tersebut.4

B. Sikap Tokoh-tokoh Orientalis Barat dalam Mengkritik Al-Qur’an


pengaruh dalam tradisi Yahudi dan Kristen, terdapat pertanyaan
sederhana: Apa yang menyebabkan adanya kemungkinan munculnya teori
pengaruh dari dua agama besar tersebut? Jika ditelaah secara garis besar, penulis
mengamati bahwa ada dua hal yang melatarbelakanginya. Pertama, kebencian
mereka terhadap alQur’an. Kedua, Penilaian negatif terhadap sosok Nabi. Itulah
sebabnya mereka memandang dua hal di atas cenderung pada persamaan faktor
bias subjektivitas dan jauh dari nilai-nilai kejujuran.5
1. Sikap Washington Irving

4
______________ Joesoef Sou’yb, Orientalisme dan Islam, (Jakarta: Ikatan Penerbit
Indonesia (IKAPI), 1995), hlm.122-123.
5
______________ M. Muzayyin, AL-QUR’AN MENURUT PANDANGAN ORIENTALIS
(Studi Analisis ‘Teori Pengaruh’ dalam Pemikiran Orientalis), Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an
dan Hadis, Vol. 16, No. 2, Juli 2015, h. 206
8

Washington Irving (1783-1859), adalah sarjana hukum dan diplomat yang


pernah mewakili Amerika Serikat di Spanyol dengan jabatan Minister Resident
(1942-1846). Di dalam karyanya diungkapkan pendapatnya mengenai kitab suci
Al-Quran sebagai berikut:
 Dia (Muhammad) itu seorang penipu yang tidak berprinsip (unprincipled
impostor). Seluruh wahyu yang disampaikannya itu suatu kepalsuan yang
sengaja diatur. Seluruh sistemnya itu rangkaian kelicikan belaka.
 Dia (Muhammad) sendiri jelas dan berulang kali menolak untuk
melakukan sesuatu mukjizat kecuali mukjizat satu-satunya baginya adalah
Al-Quran yang karena keistimewaannya tidak dapat ditandingi pada masa
itu, yang dikatakan ia terima melalui wahyu, ia pun menyatakan bahwa itu
adalah mukjizat yang terbesar.
 Dan Muhammad itu sendiri adalah buta huruf, tapi merupakan kritikus
yang teliti menyatakan paduan keindahan dan kekeliruan, tanpa metode
ataupun aransemen, penuh dengan kekaburan, ketiadaan ujung pangkal,
kelewat berulang-ulang, dan pertentangan-pertentangan secara langsung.
 Sebenarnya Al-Quran yang ada sekarang ini tidaklah sama dengan Al-
Quran yang disampaikan Muhammad kepada para muridnya di masa itu,
tapi telah mengalami banyak penyelewengan dan sisipan-sisipan.
 Sekian banyak kekeliruan, sisipan-sisipan, dan kontradiksi-kontradiksi
menyusup ke dalam naskah-naskah tersebut (Al-Quran).6
Demikian pandangan Washington Irving mengenai kitab suci Al-Quran.
Sikap dan pandangan Washington Irving itu niscaya menyakitkan hati setiap umat
muslim, karena banyak hal-hal yang tidak benar dalam ungkapan tersebut.

2. Sikap Theodore Noldeke


Dr. Theodore Noldeke (1836-1930) adalah seorang Orientalis terkemuka
di Jerman yang khusus mendalami bahasa Siryani. Ia mengemukakan
pendapatnya tentang kitab suci Al-Quran sebagai berikut:

6
______________ Joesoef Sou’yb, Orientalisme dan Islam, (Jakarta: Ikatan Penerbit
Indonesia (IKAPI), 1995), hlm.145
9

 Muhammad itu adalah tokoh yang luar biasa dan mengerikan dalam
banyak hal. Ia banyak sekali mendalami agama seperti Yahudi dan agama
Kristen, tapi hanya melalui laporan lisan belaka.
 Muhammad menuntut ilmu agama-agama terdahulu dengan tokoh-tokoh
yang kurang terpelajar. Khususnya guru pembimbing dalam bidang agama
Kristen.
 Al-Quran itu hanyalah khayalan-khayalan yang berlebihan, tidak sejalan
dengan logika manusia, dan kemiskinan pemikiran yang tidak dapat
dibantah.
Demikianlah pandangan Theodore Noldeke tentang kitab suci Al-Quran.
Dia mngungkapkan bahwa pada masa-masa sebelum Nabi besar Muhammad
SAW berdakwah pada tahun 610 M, ada fakultas Teologi dari sebuah universitas
dan Nabi Muhammad adalah mahasiswa yang tekun mempelajari berbagai agama
selama bertahun-tahun dan mempunyai guru baik dari kalangan Yahudi dan
Kristen seperti yang dilakukan Theodore Noldeke sendiri sewaktu mempelajari
agaa Islam. Pendapatnya tentang Al-Quran itu keterlaluan, banyak imajinasi,
kekurangan logika, kemiskinan pemikiran, tidak ditemukan satu pembuktian
ilmiah yang mendukung dari pada pendapatnya tersebut mengenai kitab suci Al-
Quran.

3. Sikap Reinhart Dozy


Reinhart Dozy (1820-1884)7 adalah seorang Orientalis terkemuka di
Negeri Belanda dan mahaguru bahasa Arab di Universitas Leiden, yang luas
sekali studinya tentang berbagai daulat Islam di Andalusia. Pendapatnya tentang
kitab suci Al-Quran adalah sebagai berikut:
 Al-Quran itu berisikan kumpulan kisah-kisah, bimbingan, hukum, dan
sebagainya yang ditempatkan berdampingan tanpa memperhatikan
kronologis ataupun urutan.

7
______________
10

 Orang-orang pada masa Muhammad itu memiliki ingatan yang sangat kuat
sekali, misalnya banyak kelompok yang tidak menggunakan tulisan
elainkan dengan cara menghafal.
 Kata Qur’an itu ialah berasal dari bahasa Yahudi yang berarti membaca,
bercerita, dan membeberkan.
Demikianlah sikap Reinhart Dozy dalam mendefinisikan Al-Quran.
Tampak ia mengakui dengan menjelaskan bukti-bukti yang rasional bahwa orang-
orang pada masa Nabi besar Muhammad SAW itu memiliki kemampuan ingatan
yang kuat sekali. Tapi dibalik itu ia lupa memperhitungkan bahwa ayat-ayat Al-
Quran itu merupakan bagian bacaan di dalam setiap shalat umat muslim, bulan
ramadhan, pada mauled Nabi Muhammad karena Firman Allah SWT.

4. Sikap Tor Andrae


Prof. Dr. Tor Andrae8 ini adalah seorang tokoh Orientalis yang berasal dari
Jerman. Pandangannya terhadap kitab suci Al-Quran adalah sebagai berikut:
 Muhammad sepertinya termasuk pendengar yang baik. Karena wahyu
yang diterimanya itu adalah hanya dengan didektekan oleh yang
menyampaikan wahyu tersebut yaitu malaikat Jibril.
 Pembuktian atas kemurnian wahyu yang diterimanya itu diungkapkan
Muhammad dalam surah Al-Qiyamah, 75: 16-19, yang berbunyi “Jangan
kamu gerakkan lidahmu untuk untuk membaca Al-Quran hanya karena
ingin cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkan di dadamu dan membuatmu pandai membacanya.
 Apabila kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.
Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya. Justru
sang Nabi itu tidaklah menggerakkan lidahnya dengan sengaja membentuk
lebih dulu kata-kata yang akan diucapkan oleh malaikat. Tapi dengan
tenang dan diam, dia menantikan bacaan malaikat, dengan jaminan bahwa
kalimat-kalimat ilahi itu akan tetap membekas di dalam ingatannya; Surah
al-A’la 87: 6-8.

8
______________
11

Demikianlah ungkapan Tor Andrae mengenai kitab suci Al-Quran. Ia


mengatakan bahwa Al-Quran itu adalah sebagai tempat atau kumpulan wahyu
dengan membahas pengertian wahyu dan hal-hal yang berkaitan dengan wahyu,
juga membandingkannya kepada Nabi-nabi yang tercantum di dalam holy Bible.
Tor Andrae juga mengemukakan data-data yang ditemukan di dalam Al-Quran
sendiri beserta setiap hadist yang Mutawatir tentang keadaan Nabi besar
Muhammad SAW sewaktu menerima wahyu. Berdasarkan semua itulah Tor
Andrae lantas menolak pendapat penulis-penulis Bizantium pada masa dulu dan
pendapat-pendapat penulis Barat pada masa lampau tentang wahyu yang diterima
oleh Nabi besar Muhammad itu, dengan kalimat yang begitu tegas. Ia menyatakan
bahwa pesan yang dibawa oleh Nabi Muhammad itu adalah bersifat rasional dan
universal.

5. Sikap W. Montgomery Watt


W. Montgomery Watt9, ia adalah maha guru pada Universitas Edinburgh
Skotlandia. Ia menulis buku yang berjudul Muhammad Prophet and Statesman
(Muhammad Nabi dan Negarawan) yang cetakan pertamanya terbit pada tahun
1961. Kata pengantar dari penulisnya tertanda agustus 1960 yang menyatakan
buku tersebut merupakan ikthisar dari dua buah karya tebal pada masa
sebelumnya, yaitu Muhammad at Mecca dan Muhammad at Medina.
Sekalipun pendapat W.Montgomery Watt terhadap pribadi Nabi besar
Muhammad itu dapat dinyatakan dengan sikap yang positif, tetapi sikapnya
terhadap kitab suci Al-Quran malah berbalik negatif. Dalam bukunya tersebut ia
menulis:
 Ia mengatakan bahwa Muhammad itu seseorang yang jujur dari segi
perangainya.
 Akan tetapi janganlah mengambil kesimpulan bahwa dia itu teliti dalam
berbagai kepercayaan. Perkataan-perkataan Nabi Muhammad bahwa
wahyu itu datangnya dari Allah bukan berarti itu benar dan

9
______________ Joesoef Sou’yb, Orientalisme dan Islam, (Jakarta: Ikatan Penerbit
Indonesia (IKAPI), 1995), hlm. 155
12

menghindarinya kalau Al-Quran itu telah diperbaiki dengan jalan


penghapusan dan penambahan ayat.
 Penambahan-penambahan di dalam ayat-ayat Al-Quran ini dilakukan
karena Muhammad itu lupa akan sebagian ayat dan studi yang ketat
terhadap teks-teks Al-Quran.
 Jadi, bukan tidak mungkin penambahan atau penghapusan terhadap teks
Al-Quran ini dilakukan oleh khalifah-khalifah penerusnya.
Demikianlah beberapa sekelumit ungkapan Dr. W. Montgomery Watt itu
mengenai kitab suci Al-quran. Dia mengatakan bahwa ada sebagian ayat-ayat
yang dihilangkan dari pada kitab suci Al-Quran pada masa itu. Seperti yang
dilakukan oleh tokoh-tokoh orientalis lainnya, dia tidak menunjukkan mana ayat-
ayat yang ditambah ataupun dihilangkan dari pada kitab suci Al-Quran. Dan disini
juga tidak ada pembuktian yang kuat atau pun rasional dalam pernyataan tersebut
yang ia ungkapkan.10
Berbeda dengan kalangan sarjana Bible dalam dunia Kristen sendiri yang
menyatakan bahwa di dalam bible itu banyak yang dihilangkan dan banyak
merupakan sisipan/tambahan, dan mereka mampu membuktikan dengan
membandingkannya, yaitu pada naskah Grik yang ditemukan pada tahun 1862
dan Vulgata, yaitu naskah latin yang menjadi pegangan dunia Kristen sejak abad
ke-5 sampai pertengahan Abad ke-19 itu.
Tetapi sebaliknya yang dilakukan kebanyakan tokoh orientalis yang
menyatakan bahwa di dalam Al-Quran itu ada yang dihilangkan dan ada yang
ditambahkan tidak dengan pembuktian yang pasti dan rasional. Jadi, disinilah
letak bedanya tokoh-tokoh orientalis tertentu mengenai Al-Quran dengan
ungkapan kalangan sarjana Bible dalam dunia Kristen sendiri mengenai Bible.
C. Al-Qur’an Menurut Pandangan Orientalis
1. Kebencian Terhadap Al-Qur’an

10
______________ al A’zami, “Sejarah Teks Al-Quran”, Dari Wahyu Sampai
Kompilasinya), hal 346-347.
13

Asumsi Orentalis dari generasi ke generasi adalah bahwa al-Qur’an bukan


firman Tuhan, melainkan karangan Muhammad11 Hal ini bisa dipahami dalam
sejarah konflik keagamaan yang begitu panjang, Kristen Vs Islam, yang
akhirnya berujung pada kebencian sebagai akibat dari adanya Perang Salib.
Konsekuensinya, ketika mereka benci terhadap agama Islam sebagai bentuk
legislasi Tuhan, maka secara tidak langsung mereka juga benci terhadap kitab
suci yang menjadi sumber asasinya bagi umat Islam.
Harus diakui bahwa jika dilihat lebih jauh, al-Qur’an dalam beberapa
ayatnya banyak mengkritisi doktrin yang ada dalam agama Kristen, misalnya,
Allah berfirman
       
         
        

artinya: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata


sesungguhnya Allah ialah al-Masih putera Maryam.”10 Dalam ayat lain Dia
berfirman: “Sesungguhnya kafirlah orang orang yang mengatakan bahwasanya
Allah salah satu dari yang tiga.” 12Selain itu, Dia juga berfirman: “Padahal
mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, tetapi orang yang
diserupakan dengan `Isa bagi mereka.” Di samping itu, Allah juga melaknat
orang-orang Nasrani karena menyatakan al-Masih itu putera Allah.
Pernyataan al-Qur’an tersebut membuat kalangan Kristiani marah dan
geram. Oleh sebab itu, sejak awal mereka menganggap al-Qur’an sama sekali
bukan kalam Ilahi. Mereka menjadikan Bibel sebagai tolak ukur untuk menilai
al-Qur’an. Menurut penilaian mereka, jika isi al-Qur’an bertentangan dengan
kandungan Bibel, maka al-Qur’an yang salah. Sebabnya bagi mereka Bibel
adalah God’s Word, yang tidak mungkin salah dan karena al-Qur’an berani

11
______________ Tokoh-tokoh orientalis yang menyatakan bahwa al-Qur’an merupakan
karangan Muhammad antara lain, A Sprenger, William Muir, Theodor Noldeke, Ignaz Goldziher,
W. Wellhausen, Leone Caetani, David S. Margoliouth, Richard Bell, dan W. Montgomery Watt.
Lihat, Muhammad Mohar Ali, The Qur’an and Orientalist (Oxford: Jam’iyat ‘Ihya’ Minhaaj Al-
Sunnah, 2004), hlm. 2
12
______________ QS. al-Taubah [9]: 30
14

mengkritik dengan sangat tajam kata-kata Tuhan di dalam Bibel, maka al-
Qur’an bersumber dari setan.
Hujatan terhadap al-Qur’an dari kalangan Kristen dimulai dari abad ke-8
sampai abad ke-16; sebagai contoh, Johannes (652- 750) asal Damaskus
menyatakan dengan tegas bahwa al-Qur’an banyak memuat cerita-cerita bodoh
(idle tales). Kemudian, Abdul Masih al-Kindi (873) berkesimpulan bahwa orang
yang percaya bahwa al-Qur’an berasal dari Tuhan adalah orang yang sangat
tolol. Menurut al-Kindi, Muhammad dengan al-Qur’annya sama sekali tidak
membawa mukjizat sebagaimana Nabi Musa yang membelah laut dan Kristus
yang bisa menghidupkan orang mati serta menyembuhkan penyakit kusta. 13
Tidak jauh berbeda dengan al-Kindi, Petrus Venerabilis, seorang kepala Biara
Cluny di Perancis, menyatakan bahwa al-Qur’an tidak terlepas dari peran setan.
Selanjutnya, Ricoldo da Monte Croce (1243-1320), seorang biarawan
Dominikus. Dia mengatakan bahwa setan mengarang al-Qur’an sekaligus
membuat Islam. Selain itu, Ricoldo juga mengklaim banyak penyimpangan yang
terjad dalam sejarah al-Qur’an dan susunan al-Qur’an sangat tidak
sistematis.Selanjutnya, Marthin Luther (1483-1546) tidak jauh berbeda dengan Ricoldo
dan Nicholas dalam pemikirannya tentang alQur’an; dia menganggap menganggap
setan adalah pengarang terakhir al-Qur’an (The Devil is the ultimate author of the
Qur’an)
2. Penilaian Negatif Terhadap Sosok Nabi.
Image negative tentang Nabi Muhammad dalam kajian dan literatur
sarjana Barat khususnya di Eropa, sudah mulai tersebar dan tampak pada tahun
1120. Nama Nabi Muhammad kemudian dirubah dengan sebutan “mahomet”,
atau “mahound” yang berarti sebuah ejekan untuk Nabi Muhammad, sementara
“mahound” sebagaimana yang kemukakan oleh W.Monggomery Watt dalam
tulisannya “Muhammad Prophet and Statesment” menyebutkan bahwa sebutan
“mahound” berarti pangeran kegelapan atau nama untuk kejahatan.

______________ 5 Daniel J.Sahas, “John of Damascus: The Heresy of the Ishmaelites”


13

(Leiden: E. J. Brill, 1972), hlm. 141. Uraian lengkapnya mengenai bagaimana Johannes
mengkritik isi al-Qur’an bisa dilihat dalam buku yang ditulis oleh Adnin Armas, Metodologi, hlm.
6-8
15

Pastor Bede dari Inggris (673-735 M) berpendapat bahwa Muhammad


adalah seorang manusia padang pasir yang liar (a wild man of desert). Bede
menggambarkan Muhammad sebagai seorang yang kasar, cinta perang dan
biadab, buta huruf, status sosial yang rendah, bodoh tentang dogma Kristen, dan
tamak kuasa, sehingga ia menjadi penguasa dan mengklaim sebagai seorang
nabi.14
Sebuah karya yang berjudul “Life of Saint Juliana” ditulis sekitar abad ke-
12, menganggap Nabi Muhammad sebagai seorang “pembidah legendaris” yang
disamakan dengan legendalegenda tukang bidah dalam tradisi Kristen yaitu
Simon Magus dan Deacon Nicholas.15 Selanjutnya, The Quest of the historical
Mohamed Karya Arthur Jeffery (1893-1959), dia menganggap Nabi Muhammad
sebagai seorang kepala perampok (a Robber Chief) atau sebagai tokoh ideal yang
penuh dengan cerita dongeng (an ideal and legendary picture).
Demikian, yan pada intinya, kajian mereka tentang Nabi sangat beragam,
ada yang secara khusus meneliti karakter atau kepribadian, idea atau visi Nabi
Muhammad Saw. seperti yang dilakukan oleh tokoh Orientalis Fr. Buhl, R. F.
McNeile, W. H. T. Gairdner, Henri Lammens, G.W. Bromfield dan Richard Bell.
Ada juga kajian yang meneliti kasus, seperti mengenai ke-ummi-an Nabi Saw.
sebagaimana yang dilakukan oleh tokoh orientalis, S. M. Zwemer, H. G. Reissner,
Isaiah Goldfeld, Norman Calder, dan Khalil ‘Athamina BirZeit. Selain itu, kajian
sejarah hidup Nabi Saw.
Secara umum juga mereka lakukan, misalnya kajian W. Muir, Josef
Horovitz, D. S. Margoliouth, W. Irving dan A. Guillaume.26 Kaitannya antara
Nabi dengan wahyu, William Muir, dalam magnum opusnya The Life of
Muhammad, berpendapat bahwa apa yang disebut dengan wahyu (al-Qur’an)
tidak lain hanyalah katakata Muhammad sendiri. Kata-kata itu dihimpun dari
sekumpulan pengalaman pribadi Muhammad. Pengalaman karir publiknya,
pandangan keagamaannya serta kareteristik pribadinya. Hal serupa juga

______________ Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat, hlm. 71-72


14

______________ Malki Ahmad Nasir, “Orientalis dan Sirah Nabi Muhammad Saw:
15

Sketsa Awal Kerancuan Orientalis dalam Kajian Islam” dalam ISLAMIA, Vol. III, No. 1, tahun
2006, hlm. 33.
16

dikemukakan oleh Macdonald, dalam karyanya Development of Muslim


Theology, Jurisprudence and Constitutional Theory, menurutnya Muhammad
merupakan seorang ahli sastra yang tidak tertandingi.
Kemampuan sastranya sangat tinggi, sehingga ia mampu menciptakan
karya sastra seperti al-Qur’an.28 Karena itu, apa yang disebut al-Qur’an adalah
produk pemikiran Muhammad. Muhammad memproduksi wahyu tidak lepas dari
suasana psikologisnya yang mengalami kasus patologis. 16 Dalam hal ini, tidak
jauh beda juga dengan pandangan para orientalis sebelumnya, W. Monggomery
Watt, seorang orientalis yang sangat terkenal luas dalam blantika intelektual
dunia. Ia memberikan sebuah kesimpulan bahwa al-qur’an sebagai firman Tuhan
tetapi diproduksi melalui pribadi Nabi Muhammad. Oleh karena itu, dalam
analisanya, Watt cenderung melihat aspek manusiawi dalam wahyu.

KESIMPULAN

______________ Duncan Black Macdonald, The Religious Attitude And Life of Islam
16

(New York: AMS Press, 1970), hlm.6-7


17

Dari pembahasan yang sudah dipaparkan di atas mengenai “Al-Qur’an


dalam perspektif orientalis”, saya dapat mengambil suatu kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pada pembahasan pertama yang berisikan tentang firman-firman Allah
mengenai Al-Quran, disitu sudah dijelaskan cukup tegas dengan
pertanyaan-pertanyaan seperti yang dijelaskan dalam surah al-Hijri ayat
9 dan al-Najmi ayat 1-4 dan ayat yang lainnya mengenai keabsahan kitab
suci Al-Quran.
“Sesungguhnya kami menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya kami
benar-benar memeliharanya”, (Q.S. al-Hijri, 15:9).
“Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) itu tidak sesat
dan tidak pula keliru. Bukanlah dia mengatakan (Al-Qur’an) itu menurut
kehendaknya. Tapi dia (Al-Qur’an) itu tidak lain dari wahyu yang
diwahyukan”, (Q.S. al-Najmi, 53: 1-4).
2. Pada pembahasan terakhir menurut kesimpulan yang dapat saya ambil
yaitu rata-rata pandangan tokoh-tokoh orientalis dalam mengkaji dan
mendefinisikan Al-Quran tidak objektif sehingga apa yang dikatakan
mengenai isi teks-teks yang terkandung dalam Al-Quran itu tidak benar
dan banyak mengalami penghapusan, pengaburan hingga penambahan
yang dilakukan oleh penerus setelah nabi. Akan tetapi pendapat-
pendapat dan pernyataan mereka (tokoh-tokoh orientalis) mengenai kitab
suci Al-Quran itu tidak disertai dengan bukti-bukti yang kuat dan
rasional. Dan ada juga tokoh orientalis yang melihat baik dan positif
tentang pendapat dan ungkapannya terhadap kitab suci Al-Qur’an yaitu
yang disampaikan oleh Prof. Dr. Tor Andrae. Ia menolak pendapat
penulis-penulis Bizantium pada masa dulu dan penulis-penulis Barat
pada masa lampau tentang wahyu yang diterima oleh nabi Muhammad
Saw. Dan ia sempat menegaskan bahwa kemurnian wahyu atau Al-
Quran itu adalah benar dan harus difahami dalam pengertian yang lebih
mendalam. Dan dari ungkapan tersebut, terlihat bahwa Prof. Andrae ini
18

lebih maju pemikirannya dibanding dengan tokoh-tokoh orientalis


lainnya.

Anda mungkin juga menyukai