PROSIDINGSEMINARNASIONAL2018 Etikadan Profesi Konselordi Indonesia
PROSIDINGSEMINARNASIONAL2018 Etikadan Profesi Konselordi Indonesia
net/publication/337011320
CITATIONS READS
0 7,034
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Using Ekphrasis of Emotional Writing for Improving Emotional Regulation Skills View project
Effectivenes of Strength Based Group Counseling to Improve Students’ Resiliency View project
All content following this page was uploaded by Sri Rahmah Ramadhoni on 04 November 2019.
Diterbitkan oleh:
Program Studi Magister Bimbingan dan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta
Gedung R.A Kartini Lt.7 Kampus UNJ Jalan Rawamangun Muka,
Jakarta Timur, 13220. Telp (021) 4755115, (021) 4897535. Fax (021) 489 7535
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL 2018
“Etika dan Profesi Konselor
di Indonesia”
Penasihat:
Dr. Sofia Hartati, M.Si
Editor:
Dr. Happy Karlina Marjo, M.Pd., Kons
Dr. Wirda Hanim, M.Psi
Reviewer:
Dr. Dede Rahmat Hidayat, M.Psi
Dr. Aip Badrujaman, M.Pd
Dra. Michiko Mamesah, M.Psi
Diterbitkan oleh:
Program Studi Magister Bimbingan dan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta
Gedung R.A Kartini Lt.7 Kampus UNJ Jalan Rawamangun Muka,
Jakarta Timur, 13220. Telp (021) 4755115, (021) 4897535. Fax (021) 489 7535
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Profesi konselor bukan tidak memiliki kode etik. ABKIN telah merumuskan kode etik
bagi anggotanya yang memiliki lima tujuan, yaitu; 1) Melindungi konselor yang menjadi anggota
asosiasi dan konseli sebagai penerima layanan, 2) Mendukung misi Asosiasi Bimbingan
Konseling Indonesia, 3) Kode etik merupakan prinsip-prinsip yang memberikan panduan
perilaku yang etis bagi konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling, 4) Kode
etik membantu konselor dalam membangun kegiatan layanan yang professional, 5) Kode etik
menjadi landasan dalam menghadapi dan menyelesaikan keluhan serta permasalahan yang
datang dari anggota asosiasi dalam hal ini ABKIN.
Dengan masih banyaknya permasalahan etik yang dialami oleh guru BK/konselor di
Indonesia, kami bersama mahasiswa Magister Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Jakarta mengadakan seminar dengan mengusung tema mengenai
“Etika dan Identitas Profesi Konselor di Indonesia” dan workshop dengan empat tema yaitu
Adminsitrasi BK, Etika dan Profesi Konselor, Teknik Bimbingan dan Konseling, Konseling
Multikultur sehingga dengan diadakannya kegiatan ini diharapkan dapat memberikan masukan
yang membangun bagi ABKIN sebagai organisasi profesi yang mewadahi guru BK/konselor dan
dapat membantu menjawab beragama permasalahan etika dalam ranah kerja guru BK/konselor.
Pada kesempatan ini saya mewakili panitia sebagai Pembina kegiatan menyampaikan
ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada panitia dan semua peserta yang memberikan
kontribusi besar bagi perkembangan ke-BK-an kedepannya. Terima kasih
Wassalamualaikum Wr. Wb
Pembina Kegiatan
4. Administrasi BK
(27-35)
AMALIA ULFAH
10. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Yang Memandirikan untuk Jalur Pendidikan
Formal yang Berfokus pada Perguruan Tinggi
i
(69-75)
DEASY DWI CAHYANINGTYAS ARIFIN, FITRI WIDYA NINGSIH
15. Cognitive Behavior Therapy (Cbt) untuk Mengatasi Depresi pada Mahasiswa :
Literature Review
(112-116)
FAIRUZ NABILA
16. Analisis Peranan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling dalam Meningkatkan
Motivasi Belajar Siswa di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Nusantara 2
Jakarta
(117-122)
FAUZI NUR ILAHI, MUHAMMAD AMIEN , FIRMASNYAH , YUSUF MAULANA
PRAWATA
18. Karakter Ideal Konselor Sebagai Suatu Identitas Berdasarkan Nilai-Nilai Ajaran
Ki Hadjar Dewantara
(132-139)
FERISA PRASETYANING UTAMI
ii
FUAD ZEN
20. Kompetensi Pedagogik Konselor Guru Bimbingan dan Konseling Di SMA Al-Azhar
Summarecon Bekasi
(150-155)
GUIDO CHRISNA HIDAYAT
25. Hidup Sebagai LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Dan Transgender): Pandangan
Masyarakat Indonesia Terkait Fenomena LGBT dan Peran Konselor Multikultural
(191-199)
INDRA LACKSANA, ISHLAKHATUS SA’IDAH, ANGGA DWI PRASETYA
27. Meningkatkan Hasil Layanan Bimbingan Kelompok Melalui Metode Simulasi pada
Satuan Layanan Kemampuan Komunikasi Siswa Kelas Xi Teknik Pendingin dan
Tata Udara
(209-218)
KRISTIANI
iii
29. Nilai – Nilai Budaya Batak Mandailing dan Implikasinya Terhadap Konseling
Pernikahan
(228-238)
MASKHAIARANI HARAHAP
31. Optimalisasi Peran Konselor Masa Kini dalam Pelayanan Bimbingan dan
Konseling
(249-255)
MUHAMMAD RIDHA, MUHAMMAD ZULFIKAR
33. Internalisasi Prinsip Indegenous Budaya Lampung (Fiil) dalam Praktik Konseling
Multikultural
(262-273)
NEDI KURNAEDI, USWATUN CHASANAH
35. Cbt Therapy: Upaya Berhenti Merokok pada Remaja Menggunakan Pendekatan
Konseling
(282-288)
NURUL AZIZAH ZAIN, ALIF NURJANAH, NIMAS SAFITRI KUSUMANINGRUM
36. Perspektif Kritis Hubungan Masyarakat: Identifikasi Masalah Sosial dan Gender
and Sexual Diversity Therapy (GSDt) Sebagai Intervensi pada LGBT
(289-298)
NURUL ENGGAR PERMANA SARI
iv
RAUDATUL JANNAH, SITI NURFAIDATUL MUNAWARA
43. Konseling Indigenous Berbasis Tata Nilai Budaya Lampung ”Piil Pesenggiri“
dalam Pembentukkan Karakter Siswa di Lampung
(350-359)
SITI ZAHRA BULANTIKA, ANUGRAH INTAN CAHYANI
44. Peranan Nilai-Nilai Sarak Opat dalam Budaya Masyarakat Gayo Terhadap
Pemahaman Karir (Indigenous Counseling Reviewed with Social Cognitive Career
Theory)
(360-367)
SOFYAN ABDI, ZARA MAYRA KUSHENDAR, AYU PERNAMA
47. Peningkatan Kompetensi Profesional Guru BK yang Dirindukan Oleh Siswa SMA
dalam Pemberian Layanan di Sekolah
(380-387)
ULFA DANNI ROSADA
48. Pola Komunikasi Coordinator Bimbingan dan Konseling dengan Guru Bimbingan
dan Konseling Lainnya SMA Negeri 58 Jakarta
(388-395)
v
ULFATUL MUTAHIDAH
51. Pentingnya Model Evaluasi Diri Profesional dalam Menjalankan Tugas Profesi di
Setting Pendidikan
(412-419)
YOVITA VINA PERMATASARI
vi
KARAKTERISTIK KONSELOR YANG EFEKTIP DALAM
KONSELING LINTAS BUDAYA
Kushendar 2
Abstrak
Konseling lintas budaya adalah hubungan konseling yang melibatkan
koselor dan konseli yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Oleh
karena itu, konselor perlu menyadari dan peka akan nilai-nilai yang berlaku
secara umum. Konseling lintas budaya tentunya menuntut kedua belah
pihak untuk memahami budaya dari keduanya. Untuk menjalankan
konseling lintas budaya yang efektif seorang konselor mempunyai ciri atau
karakteristik tertentu. Karakteristik yang dimiliki konselor lintas budaya
yakni: mempunyai kesadaran budaya, paham karakteristik konseling seacra
umum, menunjukan empati budaya dsb. Salah satu foktor gagalnya proses
konseling lintas budaya adalah persepsi yang dimilki oleh konselor tidak
sama dengan persepsi yang dimiliki oleh konseli. Untuk itu seorang
konselor harus mengembangkan kemampuan dalam konseling lintas budaya
untuk menghindari hambatan dan bias-bias budaya dalam proses konseling.
Abstract
Multiculture counseling is a counseling relationship involving counselors and
counselee from different backgrounds. Therefore, the counselor needs to be aware
and sensitive to common values. Multiculture counseling requires both parties to
understand the culture of both. To carry out effective multiculture counseling a
counselor has certain characteristics. Characteristics Multicultutre counselors:
have cultural awareness, understand the characteristics of counseling in general,
show cultural empathy and so on. One of the factors that fails the counseling
process is that perceptions owned by counselors are not the same as the perceptions
of the counselee. In order to avoid cultural biases and obstacles that occur then a
counselor should develop the characteristics of ability in multiculture counseling.
1
Universitas Negeri Islam Raden Fatah Palembang, hartikautamifitri@yahoo.com
2
Universitas Negeri Semarang, Ushenefrans@gmail.com
161
PENDAHULUAN diversitas budaya serta memiliki
keterampilan-keterampilan yang
Seperti yang diketahui bahwa responsive secara kultural. Dengan
konseling sangat erat kaitanya dengan demikian, maka konseling dipandang
budaya, khususnya konseling yang ada di sebagai “perjumpaan budaya” (cultural
Indonesia. Sebagai negara yang majemuk, encounter) antara konselor dan klien
Indonesia memiliki keberagaman mulai (Supriadi dalam Masturi, 2015).
dari suku, ras, etnis, agama dsb. Konseling
lintas budaya merupakan hubungan yang Dalam hal ini klien tidak hanya
berbeda antara konselor dengan konseli dipahami dalam terminologi psikologis
yang berbeda latar belakang kebudayaan murni, tapi juga dipahami sebagai anggota
dan diyakini sebagai sebuah profesi yang aktif dari sebuah kultur. Perasaan,
menyeluruh tanpa memandang perbedaan pengalaman, dan identitas dari klien
latar belakang klien. dipandang dan dibentuk oleh mileu
kultural. Keefektifan suatu konseling
Salah satu tujuan utama yang harus bergantung pada banyak faktor salah
dilakukan seorang konselor yang efektip satunya adalah hubungan satu sama lain
ialah bagaimana memandirikan individu serta saling mengerti antara konselor dan
untuk memahami perbedaan budaya. konseli. Hubungan keduanya akan sangat
Ramires (dalam Siregar, 2017) mudah dipahami jika berasal dari latar
mengatakan bahwa tema umum yang belakang yang sama. Tetapi berbeda
terdapat dalam semua konseling dengan konselor dan konseli dengan latar
multikultural adalah tantangan untuk hidup belakang budaya yang berbeda. Untuk itu
dalam masyarakat multikultural. Dia sangat penting dipahami bahwa konselor
menyatakan bahwa tujuan utama dalam harus memahami budaya mereka sendiri
menghadapi klien dari berbagai kelompok dalam rangka untuk bekerja dengan klien
etnis adalah mengembangkan “fleksibilitas tanpa memaksakan nilai-nilai mereka,
kultur” (culture flexibility). tidak menyinggung klien, atau perilaku
Oleh karena itu dalam proses layanan nonverbal klien yang salah
konseling yang diberikan, konselor perlu diinterpretasikan. Masturi (2015) juga
memiliki pemahaman yang mendalam mengatakan bahwa konselor juga memiliki
terhadap konselinya. Pemahaman tersebut nilai-nilai budaya yang dianut dan dipedomani
sebagai nilai kebenaran dalam menjalani
mencakup hal-hal yang ada dalam diri dan
hidup. Akan tetapi, seberapapun besar dan
juga konselinya. Kesadaran akan kuat nilai budaya konselor mengikat dan
perbedaan yang dimiliki antara keduanya mengakar pada diri konselor, seroang konselor
menjadi salah satu cara yang penting untuk tidak boleh terus mengungkung dirinya
menjaga hubungan dan interaksi dalam sehingga bisa dari nilai-nilai kebenaran yang
proses konseling. Konselor dan klien yang mungkin saja muncul dari sudut pandang
berasal dari latar belakang budaya yang budaya yang berbeda utamanya dari konseli.
berbeda, sangat rawan akan terjadinya
bias-bias budaya khusunya pada pihak Untuk menghindari terjadinya kesalah
konselor yang mengakibatkan konseling pahaman atau ketidak mengertian maka
tidak berjalan efektif. konselor harus memiliki kesadaran akan
perbedaan yang terjadi tersebut agar klien
Untuk itu agar pelaksanaan konseling dapat merasa nyaman. Kesadaran akan
berjalan efektif pada konseling lintas perbedaan budaya yang dimiliki konselor
budaya, maka konselor dituntut untuk dapat membantu dan mendidik tidak hanya
memiliki kepekaan budaya dan konselor namun juga klien terkait dengan
melepaskan diri dari bias-bias budaya, budaya masing-masing. Sehingga hal
mengerti dan juga dapat mengapresiasi tersebut dapat membantu keduanya untuk
162
bekerjasama dalam mengatasi masalah psikologinya. Seperti kecerdasan, bakat,
klien atau dalam lingkungan yang lebih minat, sikap, motivasi, kehendak dan tendensi-
kondusif bagi pertumbuhan klien. tendensi kepribadian lainnya (Masturi, 2015).
Sehingga penting bagi konselor memiliki Memahami perbedaan tersebut maka
diharapkan konselor memiliki beberapa
karakteristik konseling dalam lintas
karakteristik kompetensi multikultural.
budaya yang membrikan arah dengan
keberagaman budaya konseli sehingga Kartadinata (2005) menyebutkan
proses konseling dapat berjalan dengan bahwa sebagai pendidik psikologis,
efektif. konselor harus memiliki kompetensi dalam
hal : (1) Memahami kompleksitas interaksi
PEMBAHASAN individu-lingkungan dalam ragam konteks
sosial budaya. Ini berarti seorang konselor
Dalam melakukan konseling lintas harus mampu mengakses, mengintervensi,
budaya peran konselor sangat diperlukan. dan mengevaluasi keterlibatan dinamis
Konseling lintas budaya dapat berjalan dari keluarga, lingkungan, sekolah,
dengan efektif tergantung dari bagaiamana lembaga sosial dan masyarakat sebagai
penerimaan konselor kepada konseli yang faktor yang berpengaruh terhadap
berbeda latar belakang budayanya. keberfungsian individu di dalam sistem,
Geldard (2001) menyatakan bahwa (2) Menguasai ragam bentuk intervensi
konseling yang efektif, bergantung pada psikologis baik antar maupun intra pribadi
kualitas hubungan antara klien dengan dan lintas budaya, (3) Menguasai strategi
konselor, kaitanya dengan konseling lintas dan teknik asesmen yang memungkinkan
budaya adalah bagaimana seorang dapat difahaminya keberfungsian
konselor dari latar belakang yang berbeda psikologis individu dan interaksinya
dapat menyamakan persepsi dalam dengan lingkungan, (4) Memahami proses
menyelesaikan sebuah permasalahan. perkembangan manusia secara individual
maupun secara sosial. Oleh karena itu,
Menurut Rogers (dalam Kushendar, penting bagi konselor secara umum (tidak
2017) ada tiga kemampuan dasar yang hanya untuk konselor multikultural) dapat
dimiliki oleh konselor berkaitan dengan memiliki kesadaran budaya dan perlu
kualitas hubungan konselor dengan klien memperhatikan berbagai hal yang terkait
yang ditunjukkan melalui kemampuan dengan pemahaman individu dan
konselor dalam : (1) kongruensi lingkungan.
(congruence) seorang konselor yang
efektif seyogyanya mampu membedakan Kesadaran budaya yang perlu dimiliki
individu yang menunjukan dirinya konselor diawali juga dengan
seutuhnya, yang mengatakan apa yang pemahamannya terhadap perbedaan
ingin dikatakan dan ada keselarasan antara budaya konseli. Selain itu Corey (2005)
apa yang dirasakan dan dimunculkan mengemukakan bahwa dalam konseling
dalam ekspresi, (2) empati (empathy) yaitu multikultural memiliki tiga dimensi
kemampuan seorang konselor untuk kompetensi, yaitu : (1) Keyakinan dan
mengetahui dan ikut merasakan apa yang sikap,hal ini berkaitan dengan keyakinan
dirasakan oleh konseli, (3) perhatian secara nilai-nilai yang dimiliki konselor dengan
positif tanpa syarat (unconditional positive keyakinan nilai yang dimiliki konseli
regard), seorang konselor dapat menerima dalam hal ini konselor harus memiliki
bahwa konseli yang dihadapi memiliki sikap yang tentunya dapat mendukung
nilai-nilai yang berbeda dari yang dimiliki proses konseling lintas budaya yaitu
oleh konselor. menerima dan memahami perbedaan yang
ada (2) Pengetahuan, dalam konseling
Dalam proses konseling, konselor
lintas budaya seorang konselor tentunya
maupun klien membawa karakteristik
163
harus memiliki pengetahuan yang luas
mengenai sistem nilai dan kebudayaan
yang beragam, dan (3) Keterampilan dan
strategi intervensi setelah konselor
memahami dan memiliki pengetahuan
mengenai budaya yang dimiliki oleh
konseli maka diperlukan ketrampilan dasar
konselor dan strategi intervensi yang
diberikan konselor dalam proses
konseling.
Oleh sebab itu konselor dituntut untuk
memahami nilai-nilai kebudayaan yang
berbeda dengan yang dimiliki oleh konseli.
Selanjutnya, kesadaran budaya konselor
dalam menghadapi perbedaan nilai nilai
menjadi faktor penentu efektifitas proses
konseling yang diberikan. Bishop (dalam
Kertamuda, 2009)mengatakan bahwa pada
konseling lintas budaya perbedaan akan
terlihat antara konselor yang memahami
dan menerima perbedaan nilai-nilai budaya
yang ada, sebab konselor yang memahami
hal tersebut memiliki karakteristik sendiri.
Sue et.al (dalam Lago, 2006) menuliskan
kompetensi konselor multicultural di
Amerika Serikat menjadi kunci
pelaksanaan konselng yang efektif,
kompetensi tersebut antara lain:
164
Tabel. 1 Karakteristik Konselor Multicultural yang Efektif
Dimensi Kesadaran Konselor Memahami Mengembangkan
terhadap asumsi diri dan nilai Pandangan Dunia tentang Strategi Intervensi dan
– nilai bias perbedaan budaya klien Tekhnik yang sesuai
Sikap dan • Memiliki kesadaran dan • Menyadari reaksi • Menghormati keyakinan
Keyakinan sensitifitas budaya emosional mereka spiritual dan nilai – nilai
• Menyadari bahwa terhadap ras dan klien
latarbelakang mempengaruhi kelompok etnis lainnya • Menghormati adat akan
proses psikologis • Menyadari Stereotip dan membantu praktek
• Merasa nyaman dengan gagasan prasangka • Menghargai nilai
adanya perbedaan antara diri bilingualisme
mereka dengan klien
Pengetahuan Konselor Budaya yang Konselor Budaya yang Konselor Budaya yang
efektif adalah : efektif adalah : efektif adalah :
• Memiliki pengetahuan • Memiliki spesifikasi • Memiliki pengetahuan
tentang ras/warisan budaya pengetahuan dan yang jelas tentang batas
mereka dan bagaimana hal informasi tentang konseling dan bagaimana
tersebut mempengaruhi kelompok tertentu • Memahami batas – batas
definisi normalitas dan • Memahami bagaimana prosedur assasment
proses konseling ras/budaya/etnis dapat • Memiliki pengetahuan
• Memiliki pengetahuan dan mempengaruhi tentang struktur keluarga
pemahaman tentang cara pembentukan kepribadian/ minoritas dan masyarakat
penindasan/rasisme/diskrimi • memiliki pengetahuan hirarki
nasi ( mengacu pada model pengaruh sosial politik
perkembangan identitas yang melanggar atas
kulit putih ) ras/etnis minoritas
• Memiliki pengetahuan
tentang dampak sosial
mereka pada orang lain
Ketrampilan Konselor Budaya yang Konselor Budaya yang Konselor Budaya yang
efektif adalah : efektif adalah : efektif adalah :
• Mencari pendidikan • Harus Terlibat dengan • Mampu melatih
konsultatif dan pengalaman individu minorita ketrampilan intervensi
pelatihan untuk • Bertanggung jawab untuk
memperkaya pemahaman perhatian dalam bahasa
mereka yang dibutuhkan oleh
• Terus berusaha untuk klien
memahami diri mereka
sendiri sebagai ras/makhluk
budaya
165
Dalam hal ini perspektif konseling lintas Konselor menguasai konteks budaya,
budaya yang dimaksudkan adalah latar belakang dan dimensi-dimensi dari
bagaimana seorang konselor memahami perbedaan dan keragaman konseli.
bahwa yang menjadi konseli tidak sama Sebagaimana Sternberg (dalam Akhmadi,
antara satu dengan lainya. Di sisi lain 2013) mengatakan bahwa kearifan
konselor juga mempunyai budaya sendiri dilakukan berdasarkan keberagaman
yang secara tidak langsung akan karakteristik konseli, konselor memiliki
mempengaruhi proses konseling. Maka keterampilan menyimak, kepedulian,
denga kata lain seorang konselor perlu pemahaman psikologis secara mendalam,
memahami kompetensi multikultural, memiliki kapasitas pemahaman diri,
tentunya dengan terus mengembangkan kesadaran diri dan empati, cakap melihat
kompetensi diri. Penelitian akhmadi masalah secara menyeluruh, mengenal dan
(2013) menyatakan bahwa dengan belajar dari kesalahan sebelumnya, serta
mengembangkan kompetensi salah satu kecakapan untuk menyusun kembali
cara yang bisa diikuti oleh konselor makna-makna. Maka perlunya konselor
dengan mengikuti pelatihan yang memiliki wawasan multibudaya yang
diberikan. Hal ini mampu memberikan dimiliki oleh konselor ini dapat digunakan
kesadaran bagi konselor bahwa kepekaan untuk memprediksi bagaimana identitas
budaya sangat diperlukan dalam proses onselinya sebagai dasar strategi intervensi
konseling. selanjutnya. Kurangnya wawasan konselor
dalam ranah multibudaya dapat
Penelitian ini juga memperkuat diakibatkan karena karakter yang mereka
penelitian Hanna (dalam akhmadi, 2013) bangun di dalam dirinya (Setyaputri,
yang menyatakan bahwa pada akhirnya 2017).
konselor diharapkan dapat mencapai
kearifan dalam menghadapi konseli Memahami klien tentu saja
dengan segala perbedaan budaya dan merupakan langkah pertama yang penting
karakteristik konseli, kearifan dipandang dalam bekerja dengan klien, dan
sebagai kualitas fundamental dan memungkinkan kita untuk melihat klien
merupakan kualitas konselor yang efektif dari perspektif yang mungkin tidak kita
yakni bagaimana seorang konselor perlu memiliki sebelumnya. Namun, setelah
mempertimbangkan secara mendalam memahami klien sangat penting bahwa
dasar-dasar pengetahuan tentang budaya kita memiliki beberapa cara untuk
khas dan secara kreatif menyatukan secara menerapkan pemahaman ini. Konselor
arif dalam praktek konseling. yang efektif perlu menjadi orang yang
kompeten secara budaya jika ia akan
Konselor yang arif menurut Hanna terhubung dengan kliennya
(dalam akhmadi, 2013) memiliki empati
dan kepekaan budaya, tidak menggunakan Penting bahwa konselor memahami
pendekatan atau keterampilan yang budaya mereka sendiri dalam rangka untuk
bersifat otomatis, memiliki pandangan bekerja dengan klien tanpa memaksakan
mendalam, tidak mudah mengelabuhi atau nilai-nilai mereka, menyinggung klien,
menipu, memiliki pengetahuan diri (self atau perilaku nonverbal klien yang salah
knowledge) dan kesadaran diri (self diinterpretasikan. Untuk menghindari
awareness) secara ekstensif, belajar dari terjadinya kesalahapahaman atau bias-bias,
kesalahan-kesalahan, siap melakukan maka konselor harus memiliki kesadaran
penataan ulang dalam konteks budaya, akan perbedaan yang terjadi, hal tersebut
memahami kerangka masalah secara tepat, agar klien dapat merasa nyaman untuk
memiliki toleransi tinggi dan terbuka, serta tetap mengikuti proses konseling.
ahli dalam melakukan transendensi diri. Kesadaran akan perbedaan budaya yang
dimiliki konselor dapat membantu dan
166
mendidik tidak hanya bagi konselor namun konselinya. Perbdaan persefsi budaya
juga bagi klien terkait dengan budaya antara konselor dan konseli menyebabkan
masing-masing. Sehingga hal tersebut proses konseling berjalan tidak efektif.
dapat membantu keduanya untuk Untuk itu perhatian terhadap perbedaan
bekerjasama dalam mengatasi masalah latar belakang budaya konseli penting
klien atau dalam lingkungan yang lebih untuk dipahami mengingat faktor budaya
kondusif bagi pertumbuhan klien. memiliki kontribusi terhadap pelaksanaan
konseling. Aktualisasi dari budaya seperti
Berkaitan dengan hal diatas, bahasa, nilai, stereotip, kelas sosial dan
penting bagi konselor memiliki semisalnya dalam kondisi tertentu dapat
kompetensi yang akan memberikan arah menjadi sumber penghambat proses
dalam pelaksanan konseling dengan pencapaian tujuan konseling. Dengan
keberagaman budaya konselinya. Refleksi mengembangkan karakteristik kompetensi
terhadap praktek konseling tentu akan budaya maka diharapkan proses konseling
melibatkan pemahaman dan kesadaran dapat berjalan efektip dengan terhindarnya
konselor terhadap budaya yang dimiliki hambatan dan bias-bias budaya yang
konselor dan konselinya. Kesadaran terjadi.
budaya (cultural awareness) merupakan
salah satu dimensi yang penting untuk DAFTAR PUSTAKA
dimiliki oleh konselor. Dimensi ini perlu
dimiliki oleh konselor agar dapat memiliki Corey, Marianne Schneider Corey, Patrick
pemahaman dan kesadaran bahwa faktor Callanan, (2011), Issues and Ethics in
budaya yang dimilikinya (ras, jender, nilai- the
nilai, kelas sosial, dan lain-lain) akan Helping Professions, United States of
mempengaruhi perkembangan diri dan America:Brooks/Cole, Cengage
pandangan terhadap dirinya. Learning
Oleh karena itu perlu bagi konselor Dedi Supriadi (2001) Konseling Lintas
untuk mengetahui bahwa nilai dan perilaku Budaya: Isu- isu dan relevansinya di
yang dimiliki akan berpengaruh kepada Indonesia. Bandung. UPI Gerard
orang lain. Selama proses konseling
berwawasan lintas budaya konselor dan Geldar & Geldard (2001) Working with
klien masing-masing akan menjadikan children in groups. A Handbooks for
budaya yang dimiliki sebagai investasi counselors educators and community
awal untuk pemecahan masalah. workers. New York: Palgrave
Selanjutnya konselor dan klien akan
membesarkan investasi itu melalui Kartadinata, Sunaryo (2005) Rambu-
perolehan pengalaman dalam proses rambu Pelayanan BK dalam Jalur
kelompok, pematangan diri masing– Pendidikan formal. Direktorat Jendral
masing dengan saling tukar kesadaran Pendidikan dan Kependidikan
budaya, yang semuanya bertujuan untuk DEPDIKNAS
pemecahan masalah dan pengembangan
Kertamuda (2009) Konseling Pernikahan
potensi bagi konseli.
Untuk Keluarga Indonesia. Jakarta:
KESIMPULAN Salemba Humanika
167
dan Konseling Indonesia. Vol.2 No. 1 Multicultural Counseling for Helping
maret 2017 Professionals. New York: Routledge
Taylor & Francis Group
Lago Collin ( 2006 ) Race, Culture and
Counselling The Ongoing Challenge.
England: McGraw-Hill House
McLeod John (2011) An Introduction to
Counseling. New York: McGraw Hill
Masturi (2015) Counselor Encapsulation:
Sebuah Tantangan dalam Pelayanan
Konseling Lintas Budaya. FKIP Muria
Kudus. Jurnal Gusjigang. Vol. 1 No. 2
Tahun 2015
Pedersen.P (1991) Counseling Across
Cultures. East- West Center Book:
University Press of Hawai
Robert L.Gibson & Marianne H. Mitchell
(2008). Introduction to Counseling
and Guidance. New Yersey: Pearson
Prentice Hall.
Seetyaputri, N.Y (2017) Karakteristik
Ideal Konselor Multibudaya
Berdasarkan Nilai Luhur Semar.
JKBK. Jurnal Kajian Bimbingan dan
Konseling. ISSN 2503-3417
Supriyatna, M. (2011) Bimbingan dan
Konseling Berbasis Kompetensi.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Siregar.R (2017) Sosial Budaya dalam
Konseling Multikultural. HIKMAH,
Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi
Islam. Vol. 11, No.2 tahun 2017
Samuel T. Glading (2012) Counseling : A
Comprehensive Profession. New
Jersey: Pearson Education,Inc
Uwe P. Gielen, Juris G. Draguns, Jefferson
M. Fish (2008) Principles of
Multicultural Counseling and
TherapyAn Introduction. New York:
Taylor & Francis Group, LLC.
Wanda M.L. Lee, John A. Blando,
Nathalie D. Mizelle, Graciela L.
Orozco (2007) Introduction to
168