Anda di halaman 1dari 11

ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA

PENEGASAN KEILMUAN, PROFESI, DAN PENYELENGGARAAN


BIMBINGAN DAN KONSELING YANG MEMANDIRIKAN
SEBAGAI PELAKSANAAN PERMENDIKBUD NOMOR 111 TAHUN 2014

Oleh Tim PB ABKIN


Disampaikan oleh
Prof. Dr. H. Muh Farozin, M.Pd
Ketua Umum PB ABKIN

Naskah ini disusun setelah dilaksanakan audiensi antara ABKIN dengan Bapak Dirjen
GTK pada tanggal 6 Agustus 2020, yang dihadiri oleh Dirjen GTK, Dirjen PAUDDIKDASMEN,
Kepala PPPPTK Penjas & Bimbingan dan Konseling, dan pimpinan lainnya, serta merujuk
webinar ABKIN bekerjasama dengan UAD Yogyakarta, Sabtu 27 Juni 2020 dengan tema Standar
Kompetensi Kemandirian Peserta Didik dalam Konfigurasi Inovasi Bimbingan dan Konseling.
Beberapa pemikiran dan penegasan ABKIN tentang bimbingan dan konseling dalam Sisdiknas,
khusunya pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah sesuai Permendibud Nomor 111
Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling sebagai berikut.

KEILMUAN DAN PROFESI

Penegasan Wilayah Keilmuan

1. Tujuan bimbingan dan konseling adalah kemandirian, bimbingan dan konseling yang
memandirikan, sebagai konteks tugas bimbingan dan konseling, yang diampu oleh Guru
Bimbingan dan Konseling, yang berbeda dari konteks tugas pembelajaran yang mendidik,
yang diampu Guru Mata Pelajaran dan Guru Kelas.

2. Pemikiran keilmuan bimbingan dan konseling berentang dari filosofis sampai praksis.
Filosofi bimbingan dan konseling membantu menentukan kebijakan, yang menyiapkan
dasar perencanaan bagi penguatan struktur program atau kerangka kerja yang terorganisasi,
dalam ragam kegiatan dengan menggunakan ragam prosedur profesional, yang
menghendaki personel terlatih dan fasilitas yang adekuat.

3. Bimbingan dan konseling berada dalam wilayah keilmuan pendidikan, proses


mengarahkan manusia dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya.
Fokus keilmuan Bimbingan dan Konseling adalah memfasilitasi pengembangan kondisi
pribadi maksimum untuk realisasi diri secara berkelanjutan. Kondisi pribadi maksimum
adalah kesiapan peserta didik untuk memilih dan mengambil keputusan secara mandiri atas
dasar pemahaman diri dan lingkungan yang adekuat. Penciptaan kondisi maksimum
pribadi dilakukan melalui penciptaan lingkungan perkembangan yang sehat sebagai
ekologi perkembangan dan ekosistem kehidupan peserta didik melalui upaya pendidikan.

4. Relasi membantu adalah fokus kajian bimbingan dan konseling, dikembangkan


berdasarkan pemahaman Guru Bimbingan dan Konseling secara mendalam tentang
individu dan penguasaan ragam strategi intervensi dalam memfasilitasi keberfungsian
individu secara efektif di dalam sistem . Subjek sasaran yang disebut dengan konseli adalah
individu dalam sistem, dan keefektifan intervensi bimbingan dan konseling terwujud dalam
keberfungisan individu di dalam sistem. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor adalah
seorang pendidik, menguasai kiat-kiat merekayasa relasi membantu dengan menggunakan
kaidah-kaidah mendidik dalam menciptakan sebuah hubungan relasional yang menjadi
ekologi perkembangan individu di dalam merealisasikan diri dan hidup di dalam ekositem
sebagai sebuah kehidupan nyata.

5. Sekolah adalah lingkungan perkembangan sekaligus menjadi representasi ekosistem


kehidupan peserta didik, tempat Guru Bimbingan dan Konseling mengembangkan relasi
membantu, dalam upaya mengembangkan perilaku jangka panjang peserta didik baik
terkait dengan pengembangan belajar, pribadi, sosial, maupun karir. Bimbingan dan
konseling berurusan dengan pengembangan perilaku jangka panjang peserta didik, bertolak
dari dan sejalan dengan pandangan tentang hakikat dan tujuan hidup manusia Indonesia,
yakni Manusia Pancasilais, dalam konteks perjalanan historis bangsa, ideologi,
sosialbudaya, politik Negara, dan kehidupan antarbangsa.

6. Bimbingan dan konseling turut bertanggungjawab untuk mewujudkan Tujuan ber-Negara


dan Tujuan Pendidikan Nasional, yang terkandung dalam amanat konstitusi sebagaimana
termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, dan yang ternyatakan dalam UU Sisdiknas.
Pendidikan Nasional bermakna sebagai proses membawa manusia Indonesia dari kondisi
saat ini kepada kondisi manusia Indonesia masa depan yang diharapkan, sebagai Manusia
Pancasilais yang Unggul dan Damai. Bimbingan dan konseling beranjak dari pemahaman
manusia Indonesia secara filosofis, historis, politis, sosiokultural, dan kehidupan manusia
Indonesia yang akan datang, dan Guru Bimbingan dan Konseling sebagai pendidik
profesional turut bertanggungjawab dalam mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.

7. Secara idiil konstitusionil manusia Indonesia adalah Manusia Pancasilais, manusia yang
berada pada tahap perkembangan yang menginternalisasi dan mengaktualisasikan nilai-
nilai Pancasila secara dinamis dan kontekstual, dihayati sebagai pengalaman puncak (peak
experience) kehidupan manusia Pancasilais, sebuah keadaan well-being dari manusia
Pancasilais. Bimbingan dan konseling mengandung fungsi transformatif, memfasilitasi
pengembangan dan pemberdayaan ragam potensi manusia Indonesia (kodrat alam) dalam
ragam potensi lingkungan (kodrat jaman), menumbuhkan kondisi maksimum pribadi
dalam mencapai pengalaman puncak kehidupan Manusia Pancasilais sebagai bentuk
aktualisasi diri manusia Indonesia, sebagai pribadi, warga negara, warga global, dan
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

8. Bimbingan dan konseling bertolak dari keragaman individu dan diperuntukan bagi semua
(guidance and counselling for all), menempatklan keragaman individual sebagai nilai
martabat manusia. Keragaman menjadi prinsip dasar bimbingan dan konseling,
mengandung makna bahwa bantuan yang diberikan oleh bimbingan dan konseling
berdasarkan potensi dan kebutuhan individual manusia Indonesia untuk berkembang dalam
konteks keragaman sebagai bangsa dan bagian dari bangsa-bangsa lain di dunia.
Pemahaman mendalam terhadap manusia Indonesia tidak cukup menggunakan narasi
universal, melainkan harus dihampiri dari teori kritis keilmuan, meletakan pemahaman
generasi bangsa yang akan dididik dalam perspektif historis dan kebangsaan, serta dari
perspektif ideologis, politik dan sosial budaya bangsa.

9. Keilmuan bimbingan dan konseling berada dan menjadi bagian terpadu dari wilayah ilmu
dan praksis pendidikan, turut bertanggungjawab mewujudkan tujuan pendidikan nasional,
bertolak dari landasan idiil konstitusionil Negara Republik Indonesia, memfasilitasi
perkembangan manusia Indonesia melalui penciptaan “relasi membantu” sebagai
lingkungan perkembangan yang memfasilitasi penciptaan kondisi maksimum pribadi
untuk realisasi diri sebagai manusia Pancasilais, yang unggul, mandiri, damai, berkarakter,
dan berkecakapan abad 21.

Keunikan Layanan

1. Salah satu ciri profesi adalah keunikan layanan, seting, dan subjek layanan. Layanan
profesional bimbingan dan konseling berlangsung dalam seting pendidikan, terutama jalur
pendidikan formal dan non-formal, subjek layanannya peserta didik yang sedang
berkembang dengan segala diversifikasi potensi dalam diri sendiri, dan layanan
profesional diselenggarakan dengan pendekatan Pedagogisosiopsikologis (PSP).

2. Pendekatan Pedagogisosiopsikologis (PSP) dikembangkan atas dasar pemahaman naratif


kontekstual keragaman peserta didik Indonesia, baik keragaman potensi di dalam diri
sendiri (diversity within oneself), keragaman pribadi di dalam kelompok (diversity within
the group), dan keragaman antar kelompok (diversity between groups). Dalam pemikiran
dan bahasa ajaran Ki Hajar Dewantara, layanan Pedagogisosiopsikologis (PSP) dapat
dipandang sebagai layanan yang berlandaskan kodrat alam dan kodrat jaman. Layanan PSP
menciptakan situasi pergaulan pedagogis, sebagai bentuk relasi membantu, untuk
mengembangkan kodrat alam peserta didik di dalam lingkungan masyarakat sebagai kodrat
jaman di mana dia hidup dan berkembang.
3. Pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menegaskan perbedaan pendidikan dengan
pengajaran memperkuat layanan Pedagogisosiopsikologis (PSP) sebagai keunikan layanan
bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling tidak menyelenggarakan layanan
pengajaran. Jika menggunakan bahasa Ki Hajar Dewantara, bimbingan dan konseling
menyelenggarakan layanan untuk memerdekakan pikiran, mengandung makna
memandirikan peserta didik dalam memilih dan mengambil keputusan untuk
mengembangkan kodrat alam di dalam kodrat jamannya. Kemerdekaan atau kemandirian
adalah tujuan layanan bimbingan dan konseling.

4. Ungkapan Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa ”Tidak ada keabadian dalam
kehidupan manusia dan lingkungannya”, mengandung makna bahwa pengembangan
kodrat alam peserta didik merupakan pencapaian sebuah kondisi perkembangan dinamik
yang memiliki daya adaptasi dan kemerdekaan (kemandirian) berkelanjutan dalam
memilih dan mengambil keputusan sesuai dengan dinamika dan perubahan kodrat jaman.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara ini sesungguhnya melandasi pemikiran tentang ekspektasi
kinerja dan konteks tugas bimbingan dan konseling yang selama ini dianut, yang
dirumuskan ke dalam “bimbingan dan konseling yang memandirikan”.

5. Bimbingan dan konseling adalah ilmu normatif, menggunakan ilmu-ilmu dasar tentang
manusia untuk memenuhi fungsi keilmuannya, terutama psikologi sebagai ilmu tentang
perilaku manusia. Namun demikian, bimbingan dan konseling tidak berhenti pada
pemahaman psikologis dengan menggunakan teknik-teknik psikologi, yang pada dasarnya
pemahaman psikologi itu tidak sampai kepada sebuah komposit pemahaman tentang
manusia secara utuh melainkan lebih menyajikan rangkaian ragam gambaran tentang
pemahaman perilaku manusia, kecuali diintegrasikan dan dimaknai dalam pemahaman
keutuhan hakikat manusia yang bersumber kepada filsafat tentang manusia dan filsafat
pendidikan sebagai landasan penyelengaraan bimbingan dan konseling. Dengan demikian,
layanan Pedagogisosiopsikologis (PSP) yang diselenggarakan oleh bimbingan dan
konseling merupakan upaya sadar dan terencana yang selalu terkait dengan dan diposisikan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Secara skematik posisi dan relasi
bimbingan dan konseling dengan pembelajaran dan manajemen pendidikan dalam sistem
pendidikan nasional digambarkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Pemetaan Bimbingan dan Konseling dalam Sistem Pendidikan Nasional

Kerangka Berpikir Inovasi

1. Inovasi sebagai hasil, merujuk pada daya adaptasi dan keberlanjutan sistem, inovasi
sebagai proses, merujuk cara berpikir kritis dan kreatif yang menumbuhkan daya adaptasi
dan keberlanjutan sistem. Inovasi bimbingan dan konseling harus berwujud dalam daya
adaptasi bimbingan dan konseling sebagai sebuah sistem berkelanjutan, tetap berpijak pada
landasan filsafiah dan keilmuan bimbingan dan konseling, tetap ajeg dalam keunikan
layanan dan konteks tugas bimbingan dan konseling, dan secara sadar dan terencana
merupakan upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional abad 21. Jika inovasi
bimbingan dan konseling tidak ajeg dalam koridor yang digambarkan, maka upaya
semacam itu hanya sebatas merupakan perubahan “gaya hidup”, dari konvensional ke
teknologi dan bukan sebuah inovasi yang membangun keberlanjutan keilmuan dan profesi.

2. Pemanfaatan teknologi informasi dalam upaya inovasi bimbingan dan konseling harus
mewujudkan penciptaan “relasi membantu” sebagai situasi PSP yang memfasilitasi
pengembangan (dalam Bahasa Ki Hajar Dewantara) kodrat alam dan kodrat jaman peserta
didik. Perlu disiapkan rancangan utuh pemanfaatan teknologi informasi dalam upaya
inovasi bimbingan dan konseling, mecakup filosofi dan visi, misi dan tujuan, bahasa dan
isi, teknologi dan komunikasi, sintaks dan transaksi, asesmen dan evaluasi.

3. Bahasa bimbingan dan konseling akan memberikan pengaruh kepada cara bepikir, reaksi
emosional, dan kecenderungan bertindak individu, mendorong individu untuk mengubah
dan mengembangkan cara berpikir, reaksi emosional, dan kecenderungan bertindak ke arah
yang lebih efektif. Bahasa berperan penting dalam bimbingan dan konseling karena,
“…the development of language cannot be separated from culture. Many clients exhibit
strong cultural and linguistic ties. Their language and culture are one. When the cultural
language is not available to them in counseling, clients can feel devalued. Clients can feel
alienated and may resist counseling if their presence is mandated or never come back if
their counseling is voluntary.” (http://counselingoutfitters.com/vista08/Faubert.htm)

Memaknai Kata Sambung “dan”

1. Frase “bimbingan dan konseling” mengandung makna sebuah keutuhan tetapi


mengandung perbedaan di anatara keduanya. Analog dengan, misalnya, frase
“pengembangan kurikulum” akan kehilangan makna jika ditulis “pengembangan dan
kurikulum”, tetapi bagi bimbingan dan konseling akan kehilangan makna apabila kata
sambung “dan” tidak digunakan. Makna dimaksud adalah makna pedagogis, makna dari
hakikat pendidikan dalam hal mana bimbingan dan konseling berada dalam wilayah
(keilmuan) pendidikan dan merupakan upaya pedagogis.

2. Adegan (seting) utama relasi membantu berlangsung dalam adegan kelas atau kelompok.
Layanan bimbingan dan konseling berlangsung, terutama, dalam adegan pergaulan
kelompok yang memberikan pengaruh kepada peserta didik dalam mengembangkan ragam
potensi diri, jelasnya dalam bentuk Layanan Dasar sebagaimana Ketentuan pasal 6 ayat (1)
Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014. Ekologi perkembangan yang dikembangkan dalam
upaya bimbingan dan konseling adalah sebuah situasi pergaulan pedagogis, tempat bagi
individu mengembangkan kondisi pribadi maksimum dan merealisasikan diri, belajar
hidup dalam sebuah ekosistem yang mengandung keragaman sebagai sebuah kehidupan
nyata.

3. Kesulitan karena faktor keragaman bisa muncul dalam ekosistem yang membuat
keberfungsian individu dalam sistem terganggu, dan diperlukan layanan yang berfokus
pada keragaman individual, yakni layanan konseling individual maupun kelompok. Dalam
perspektif pedagogis, bimbingan merupakan strategi intervensi layanan dasar yang
diperuntukan bagi seluruh peserta didik, dan konseling merupakan strategi intervensi
khusus yang terfokus pada penanganan ketidakberfungsian individu dalam sistem karena
persoalan diversifikasi diri.

4. Perspektif di atas menunjukkan bahwa konseling tidak merupakan titik akhir penanganan
ketidakberfungsian individu dalam sistem, karena paska konseling individu harus (di)-
kembali-(kan) ke dalam ekologi perkembangan dan ekosistem di mana strategi intervensi
bimbingan dilaksanakan secara berkelanjutan, jelasnya peserta didik kembali mengikuti
layanan dasar paska memperoleh layanan konseling. Tampak bahwa kata sambung “dan”
dalam frase bimbingan dan konseling mengandung makna, bahwa individu (baca: konseli)
dalam seting pendidikan yang memperoleh intervensi bimbingan belum tentu memerlukan
intervensi konseling. Akan tetapi konseli yang memperoleh intervensi konseling dia akan
kembali memperoleh intervensi bimbingan karena paska konseling dia kembali kepada
ekosistem dimana bimbingan berkelanjutan dilaksanakan.
5. Oleh karena itu, kata sambung “dan” dalam frase “bimbingan dan konseling” mengandung
makna pedagogis bagi keberadaan bimbingan dan konseling dalam wilayah keilmuan
pendidikan, menempatkan bimbingan dan konseling sebagai layanan
pedagogisosiopsikologis untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik melalui
penciptaan relasi pergaulan pedagogis. Layanan pedagogisosiopsikologis dibangun atas
dasar pemahaman filosofis tentang hakikat manusia Indonesia, narasi kontekstual
perkembangan manusia Indonesia, tujuan pendidikan nasional Indonesia dalam konteks
kehidupan antarbangsa. Layanan pedagogisosiopsikologis merupakan keunikan dari
layanan bimbingan dan konseling, menekankan kepada perkembangan, diwujudkan
terutama dalam layanan dasar.

TELAAH IMPLEMEMNTASI PERMENDIKBUD NO 111/2014

1. Kebijakan penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling secara nasional dalam


sistem pendidikan nasional dipayungi oleh Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang
Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Ketentuan
Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Permendikbud dimaksud menegaskan komponen program dan
bidang layanan bimbingan dan konseling, yakni:
Pasal 6 ayat (1) Komponen layanan Bimbingan dan Konseling memiliki 4 (empat)
program yang mencakup:
a. layanan dasar
b. layanan peminatan dan perencanaan individual;
c. layanan responsif; dan
d. layanan dukungan sistem.
Pasal 6 ayat (2) Bidang layanan Bimbingan dan Konseling mencakup:
a. bidang layanan pribadi;
b. bidang layanan belajar;
c. bidang layanan sosial; dan
d. bidang layanan karir.
Pasal 7 (1) Strategi layanan Bimbingan dan Konselingdibedakan atas:
a. jumlah individu yangdilayani (individual, kelompok, klasikal atau kelas besar);
b. permasalahan (pembimbingan, konseling, dan advokasi);dan
c. cara komunikasi layanan (tatap muka atau media).

2. Hasil dari seluruh komponen layanan bimbingan dan konseling, yakni layanan dasar,
peminatan peserta didik dan perencanaan individual, dan responssif sebagaimana
Ketentuan Pasal 6 ayat (1) adalah perkembangan pribadi, sosial, belajar dan karir
sebagaimana Ketentuan Pasal 6 ayat (2), yang mendukung keberhasilan peserta didik
dalam belajar di sekolah. Secara skematik hubungan hasil bimbingan dan konseling dengan
keberhasilan belajar peserta didik digambarkan pada Gambar 2.
Gamabr 2. Hubungan Layanan Bimbingan dan Konseling dan Keberhasilan Belajar
(Sunaryo Kartadinata)

3. Komponen program dan bidang layanan sebagaimana Ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan (2)
dituangkan ke dalam program tahunan dan semesteran sebagaimana Ketentuan Pasal 6 ayat
(3), diselenggarakan sebagai layanan bimbingan dan konseling yang menurut Ketentuan
Pasal 9 ayat (1) dan (2) program dilaksanakan oleh dan ada di bawah tanggungjawab
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling sebagai tenaga professional yang
berkualifikasi sebagaimana Ketentuan Pasal 1 ayat (3) dan (4), yakni (3) Konselor adalah
pendidik profesional yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1)
dalam bidang Bimbingan dan Konseling dan telah lulus pendidikan profesi guru
Bimbingan dan Konseling/konselor; dan (4) Guru Bimbingan dan Konseling adalah
pendidik yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang
Bimbingan dan Konseling dan memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan Konseling.
Kondisi lapangan menunjukkan masih terdapat penyelenggara layanan bimbingan dan
konseling yang tidak memenuhi kualifikasi sebagaimana Ketentuan yang disebutkan
tersebut.

4. Relasi membantu yang dikembangkan oleh bimbingan dan konseling diperuntukan bagi
semua peserta didik dan terutama berlangsung dalam adegan kelas, intervensi dilakukan
terutama melalui layanan dasar dan perencanaan individual, dan guru bimbingan dan
konseling harus hadir secara terjadwal di kelas. Implementasi guru Bimbingan dan
Konseling masuk kelas secara terjadwal sebagaimana Ketentuan pasal 6 ayat (4)
tidak/belum terselenggara sebagaimana mestinya, sehingga layanan dasar sebagai layanan
utama bagi seluruh peserta didik yang mestinya diselenggarakan dalam kegiatan tatap
muka terjadwal di kelas tidak didukung oleh implementasi kebijakan sesuai Ketentuan
yang disebutkan.

5. Kondisi objektif lapangan menunjukkan bahwa jumlah Guru Bimbingan dan Konseling
sangat kurang dan tidak semua Guru Bimbingan dan Konseling tidak/belum memenuhi
pesyaratan kewenangan sebagai Guru Bimbingan dan Konseling sesuai dengan latar
belakang pendidikan formal dalam bidang bimbingan dan konseling, sebagaimana
Ketentuan pasa 1 ayat (3) Permendibud Nomor 111 Tahun 2014, namun jumlah formasi
kepegawaian yang dibuka untuk mengisi kekurangan Guru Bimbingan dan Konseling
kurang memadai bahkan seringkali bukan diperuntukan bagi para lulusan yang berlatar
pendidikan bimbingan dan konseling.

REKOMENDASI SOLUSI

1. Dalam upaya mewujudkan visi SDM unggul dan Tujuan Pendidikan Nasional, yang
menjadi bagian dari tanggungjawab bimbingan dan konseling, implementasi ketentuan-
ketentuan yang terkandung dalam Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 mesti menjadi
kebijakan yang konsisten dari tingkat Kementerian sampai dengan tingkat satuan
pendidikan. Perlu penegasan implementasi Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014
melalui, antara lain, sosialisasi Permendikbud terseebut dengan seluruh turunannya
(Panduan BK PDPM dan POP BK 2016) kepada para pemimpin pendidikan di tingkat
daerah dan satuan pendidikan.

2. Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 merupakan Model Nasional Bimbingan dan
Konseling yang diarahkan untuk mendukung dan meningkatkan keberhasilan belajar
peserta didik di sekolah dalam akademik/belajar, perencanaan karir, pribadi, dan sosial.
Secara skematik Model Nasional Bimbingan dan Konseling dimaksud digambarkan pada
Gambar 3.
Gambar 3. Interelasi Intervensi Sistemik (Nasional) dan Individual (Sekolah)
(Sunaryo Kartadinata)

3. Dalam upaya memfasilitasi seluruh peserta didik mencapai kemandirian untuk


mengembangkan potensi diri (kodrat alam) melalui pilihan dan keputusan yang diambilnya
secara adekuat, layanan bimbingan dan konseling harus memfasilitasi seluruh peserta didik
untuk memahami diri (kodrat alam) dan memahami lingkungan (kodrat jaman), guna
mengembangkan ragam potensi diri di dalam keragaman kehidupan, melalui layanan
dasar, perencanaan individual, responsif, dan dukungan sistem.
Untuk itu, perlu penguatan profesionalisme Guru Bimbingan dan Konseling yang
diselenggarakan secara khusus untuk Guru Bimbingan dan Konseling, dalam hal
kemampuan memahami faktor-faktor kontekstual perkembangan peserta didik, yang akan
difasilitasi untuk berkembang menjadi Manusia Pancasilais, pengembangan relasi
membantu dengan ragam strategi intervensi, dan literasi teknologi dan media informasi.
Penguatan profesionalisme dilakukan secara kolaboratif dan sinergi anatara ABKIN dan
PPPPTK Penjas & BK Ditjen GTK Kemendikbud, dan diupayakan disertai dukungan dari
Pemerintah Daerah.

4. Layanan dasar dan perencanaan individual menjadi prioritas karena menyangkut layanan
untuk semua peserta didik, berorientasi pencegahan timbulnya hambatan perkembangan
dan pengembangan perilaku jangka panjang, mencakup keempat bidang layanan
Bimbingan dan Konseling ( pribadi, sosial, belajar dan karir) dan mengakomodasi
substansi pengembangan ragam aspek perkembangan peserta didik. Untuk itu, perlu
dikembangkan materi layanan dasar sebagai pedoman bagi seluruh Guru Bimbingan dan
Konseling dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling untuk semua di
tingkat satuan pendidikan. (ABKIN pernah mendapat persetujuan dan dukungan dana dari
Dirjen GTK Kemendikbud, namun belum selesai).
5. Implementasi layanan dasar dan perencanaan individual, sebagai bentuk layanan
Bimbingan dan Konseling untuk semua, dilaksanakan dalam kegiatan tatap muka terjadwal
masuk kelas. Perlu kiranya memperoleh pertimbangan bahwa dalam Pengembangan
Kurikulum di tingkat nasional mengakomodasi Layanan Bimbingan dan Konseling dalam
Struktur Program dan Kurikulum Sekolah, sehingga layanan dasar dan perencanaan
individual yang diperuntukan bagi seluruh peserta didik dapat terselenggara secara
terencana dan terjadwal secara definitif.

6. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga Guru Bimbingan dan Konseling pada satuan
pendidikan di setiap jenjang pendidikan perlu memperoleh pertimbangan membuka
formasi ketenagaan Guru Bimbingan dan Konseling dengan memprioritaskan lulusan
program studi bimbingan dan konseling, hal ini sesuai dengan Ketentuan pasal 1 ayat (3)
dan (4) dan pasal 10 ayat (1) dan (2) Permendikbud Nomor 111 tahun 2014.

PENUTUP

Bimbingan dan Konseling sebagai ilmu dan sebagai profesi terus berkembang dan
diperlukan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasional. Layanan bimbingan dan
Konseling dapat berhasil manakala didukung oleh adanya regulasi yang memayungi dan
implementasinya dilaksanakan secara konsisten, Guru Bimbingan dan Konseling yang
ahli, berwenang dan dedikasi kerja tinggi dan sarana dan prasarana yang memadai untuk
penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling.

Yogyakarta, 2 Oktober 2020.

Anda mungkin juga menyukai