Anda di halaman 1dari 14

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Sintang (Gambar 4).


Secara geografis Kabupaten Sintang terletak pada 1005” Lintang Utara 1021”
Lintang Selatan dan 110050” – 113020” Bujur Timur. Di bagian utara berbatasan
dengan Sarawak (Malaysia Timur), sebelah selatan dengan Propinsi Kalimantan
Tengah dan Kabupaten Melawi, sebelah timur dengan Kabupaten Kapuas Hulu,
sebelah barat dengan Kabupaten Sekadau dan Kabupaten Sanggau. Kegiatan
penelitian berlangsung dari bulan Pebruari 2009 sampai dengan Juni 2009.

Bahan dan Alat Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat
keras dan perangkat lunak komputer dan berbagai macam data yang disajikan
dalam Tabel 9.

Tabel 9. Alat dan Bahan yang digunakan dalam Penelitian


Alat Bahan Fungsi

Komputer Pengolahan data, pelaporan

ArcView 3.3 Analisis spasial

Erdas 8.5 Analisis spasial

Expert Choice Analisis kebijakan

Peta digital Administrasi Sumber untuk membuat peta tematik


Kabupaten Sintang

Citra lansdsat ETM 7 tahun Sumber informasi penutupan lahan


2006

SRTM 90m Sumber peta kemiringan lahan

GPS Pengambilan titik koordinat di lapang

Kamera Digital Dokumentasi objek dan kawasan

Kuisioner Pengumpulan data dari responden


Gambar 4. Lokasi Penelitian

38
39

Pendekatan Perencanaan

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan pengembangan wisata


berkelanjutan. Artinya pariwisata direncanakan, dikembangkan, dan dikelola
dengan cara tidak menghabiskannya (depleted) atau menurunkannya kualitasnya
(degraded) tetapi menjaganya agar tetap bertahan untuk penggunaan masa
depan. Metode penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif, dan
kuantitatif, melalui pembobotan dan skoring dan penentuan peringkat peubah
yang dinilai.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan (Gambar 5) dengan tahapan


sebagai berikut ;

Tahap 1. Identifikasi, Penilaian dan Seleksi Kawasan Wisata Potensial di


Wilayah Kabupaten Sintang.
1. Identifikasi Potensi Wisata Kabupaten Sintang.
Pada tahap ini dilakukan identifikasi potensi wisata berupa potensi wisata
alam, budaya, artefak bersejarah dan kesenian yang ada di seluruh kecamatan.
Identifikasi dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dari berbagai
instansi terkait, dan melakukan pengumpulan data dengan observasi lapang.

2. Seleksi Kawasan Wisata Potensial di Wilayah Kabupaten Sintang


Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap objek dan daya tarik wisata
dengan metode yang dikembangkan oleh Gearing, Swart dan Var (1974) dalam
Smith (1989), yaitu penilaian Tourism Attractineness Index untuk menilai daya
tarik suatu kawasan wisata berdasarkan pembobotan dan skoring (skala 0,00 –
1.00 ) untuk mendapatkan wilayah dengan nilai atraktif yang paling tinggi yang
selanjutnya merupakan kawasan (kecamatan) yang akan menjadi fokus utama
untuk direncanakan sebagai kawasan wisata berkelanjutan (Tabel 10).
Penilaian ini dilakukan oleh pakar (5 orang) yang mengetahui kondisi
wilayah dan memiliki pemahaman yang baik tentang wisata. Pakar berasal dari
Kantor Pariwisata satu orang, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
satu orang, akademisi satu orang, agen perjalanan satu orang serta dari
Lembaga Swadaya Masyarakat satu orang.
40

WILAYAH KABUPATEN SINTANG

Penilaian Potensi Objek Kawasan Wisata

Tourism Attractiveness
Index
Tahap I
Sub Wilayah Wisata Potensial
(Tourism Attractineness index tertinggi)

Analitical Hierarchy
Process (AHP)

Ketersediaan Dukungan Sosial


Kondisi Biofisik Objek dan Atraksi Masyarakat
Wisata

Pembobotan dan Skoring Pembobotan dan Skoring Pembobotan dan Skoring

Zona Kepekaan Zona Wisata Potensial Zona Akseptibilitas


Biofisik Masyarakat

Tahap II
Zonasi Pengembangan Kawasan
Wisata Berkelanjutan

Konsep Lanskap Kawasan Wisata Berkelanjutan

Tahap III Rencana Lanskap Wisata Berkelanjutan Kawasan Terpilih

Program Rencana Pengembangan Kawasan Wisata Berkelanjutan

Rencana Lanskap Kawasan Wisata yang Berkelanjutan

Gambar 5. Tahapan Penelitian


41

Persamaaan untuk penentuan Tourism Attractiveness Index sebagai


berikut :
Touristic attractiveness suatu wilayah (Kecamatan):
IAW = f(Faj, Fsbj, FSj, Frbj, Iwj)

IAW = Indeks atraksi wisata


Fa j =Faktor-faktor alam
Fsbj =Faktor sosial dan budaya
Fsj = Faktor sejarah
Frbj =Fasilitas rekreasi dan berbelanja
Iwj = Infrastruktur Wisata
Nilai daya tarik wisata (Dj) merupakan nilai potensi wisata yang menjadi
pendorong kehadiran wisatawan kesuatu daerah tujuan wisata.
n
Dij = ∑ BiNij
i=1
Dij = Daya tarik dari wilayah ke - j
Bi = Bobot kriteria ke - i
Nij = Nilai kriteria - i untuk wilayah ke - j

Tabel 10. Penilaian Tourism Attractiveness Index


Penilaian Pakar ( N X B)
Kategori ܺത
P1 P2 P… P5
1 Faktor Alam;
- Keindahan alam
- Iklim
2 Faktor Sosial Budaya;
- Adat istiadat
- Arsitektur
- Atraksi budaya dan festival
3 Faktor Sejarah;
- Peninggalan masa lampau
4 Fasilitas untuk belanja dan rekreasi;
- kesempatan berolah raga
- Edukasi
- Fasilitas belanja
5 Infrastruktur wisata;
- infrastruktur
- Fasilitas pangan dan akomodasi
Tourism Attractiveness Index ∑
Sumber : Gearing, Swart dan Var dalam Pendit (2006) modifikasi
N = Nilai B = Bobot P = Pakar ܺ = rata-rata
42

Berdasarkan penilaian peubah pada setiap kecamatan maka akan


diperoleh nilai Touristic attractiveness setiap kecamatan. Kecamatan yang
memiliki nilai tertinggi merupakan kecamatan yang selanjutnya akan terpilih
menjadi fokus utama untuk perencanaan kawasan wisata berkelanjutan.

3. Analisis Prioritas Penataan Kawasan Wisata


Dalam menentukan zona dan bentuk pengembangan yang diinginkan oleh
stakeholder, digunakan metode AHP (Saaty 1991) dengan melakukan analisis
terhadap beberapa alternatif rencana penataan sub kawasan wisata potensial
yang meliputi aspek biofisik, aspek wisata dan aspek akseptibilitas masyarakat.
Pakar yang dilibatkan sebagai responden berasal dari BAPPEDA Kabupaten
Sintang, Akademisi, LSM, agen perjalananan, dan Dinas Pariwisata. Pada
Gambar 6. disajikan struktur hierarki rencana penataan lanskap wisata
berkelanjutan.

Tujuan Penataan Lanskap Kawasan Wisata Terpilih


yang Berkelanjutan

Menjaga Kualitas Pengembangan Partisipasi Masyarakat


Kriteria
Lingkungan Potensi Wisata

Alternatif Kondisi Biofisik Dukungan Sosial


Ketersediaan ODTW Masyarakat

Gambar 6. Struktur Hierarki Rencana Penataan Lanskap Kawasan Wisata di


Kabupaten Sintang

Penilaian dilakukan oleh stakeholder dengan perbandingan pada skala nilai


1- 9 sesuai dengan tingkat kepentingan masing-masing kriteria dan alternatif
seperti pada Tabel 11.
43

Tabel 11. Skala Perbandingan Secara Berpasangan AHP

Nilai Definisi
1 Kedua elemen sama pentingnya
3 Elemen satu sedikit lebih penting daripada yang lainnya
5 Elemen satu lebih penting dibanding yang lain
7 Elemen satu jelas lebih penting dari elemen yang lain
9 Elemen satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain
2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan
Sumber : Saaty (1991)

Arahan bentuk pengembangan diperoleh berdasarkan jawaban responden


dari kuisioner. Kemudian dilakukan perbandingan karakteristik dari semua aspek
pada tingkatan atau level yang sama berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tertentu, perbandingan juga dilakukan dari setiap aspek terhadap beberapa
alternatif rencana penataan sub kawasan wisata terpilih hingga akan diperoleh
skenario prioritas rencana penataan lanskap yang diinginkan oleh stakeholder.

Tahap 2. Analisis Potensi dan Kendala Kawasan Terpilih untuk Penentuan


Zonasi.
1. Analisis Kualitas Biofisik Lahan
Penilaian kualitas biofisik kawasan di dasarkan pada kesuaian biofisik
untuk wisata. Peubah-peubah yang dinilai dapat dilihat pada Tabel 12. Penilaian
dilakukan dengan skoring dan pembobotan dengan Nilai skor ditentukan dengan
nilai 1 sampai 4. Penentuan kelas kualitas di tentukan sebagai berikut :

Kualitas Biofisik Kawasan = ∑15Kl + ∑10Kt + ∑15Pl +∑10CH

Keterangan :
Kl = Kemiringan lahan
Kt = Kepekaan Tanah
Pl = Penutupan lahan
CH = Curah hujan
44

Tabel 12. Kriteria Penilaian Kualitas Biofisik Kecamatan Terpilih

No Peubah Bobot Sub Peubah Nilai


- 0 – 8% (landai) 4
- 8 – 15% (agak curam) 3
1 Kemiringan lereng
15 - 15 – 45% (curam ) 2
- > 45% ( sangat curam) 1
- Tidak peka 4
- Agak Peka 3
2 Kepekaan tanah
10 - Peka 2
- Sangat Peka 1
- Bervegetasi rapat 4
- Bervegetasi tidak rapat 3
3 Penutupan lahan
15 - Lahan pertanian 2
- Lahan pemukiman 1
- Sangat rendah 4
(≤13,6mm/hari)
- Rendah (13,6-20,7 3
Intensitas curah
4 10 mm/hari)
hujan
- Sedang (20,7-27,7 2
mm/hari)
- Tinggi (>27,7 mm/hari) 1
Sumber : Deptan (1980) dan Yusni (2008).

Penilaian akhir diklasifikasikan menjadi tiga nilai total yaitu; >150 tidak peka
(TP); >100 - ≤150 peka (P); 50 - 100 sangat peka (SP). Selanjutnya klasifikasi
tersebut dikumulatifkan, untuk memperolah kategori kesesuaian wisata dengan
klasifikasi sangat sesuai (S1), sesuai(S2), tidak sesuai(S3), dan selanjutnya di
buat bentuk peta kepekaan biofisik untuk wisata.

2. Analisis Objek dan Atraksi Wisata


Penilaian terhadap objek dan atraksi wisata dilakukan dengan metode
skoring berdasarkan kriteria McKinon et al. (1986) dengan beberapa modifikasi
yang disesuaikan dengan tujuan penelitian.
Penilaian obyek wisata yang potensial dilakukan dengan skoring,
selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 13. Nilai skor ditentukan dengan nilai 1
45

sampai 4. Dengan klasifikasi 4 untuk kriteria sangat baik, 3 untuk kriteria baik, 2
untuk kriteria buruk, 1 untuk kriteria sangat buruk. Selanjutnya dilakukan
penjumlahan nilai skor pada masing-masing kriteria. Nilai skor dimasukan ke
dalam kriteria potensi mulai dari yang sangat potensial sampai yang tidak
potensial. Penentuan kelas potensi sebagai berikut :

∑ skor maksimal - ∑ skor minmal


Selang Kelas Kesesuaian =
∑ kriteria kesesuaian

Penghitungan penilaian terhadap obyek dan atraksi wisata adalah :

= ∑10Fljr + ∑ 25Fek + ∑ 30 Fatr + ∑10Ffp + ∑ 10Fkab + ∑ 15Fta

Keterangan :
Flju = Letak dari Jalan Raya;
Fek = Estetika dan Keaslian;
Fatr = Atraksi;
Ffp = Fasilitas Pendukung;
Fkab = Ketersediaan Air Bersih
Fta = Transportasi dan Aksesibilitas
Dari hasil penilaian suatu objek, maka skor, >300 sangat potensial (SP);
>200 – ≤ 300 potensial (P); 100 – 200 kurang potensial (KP). Selanjutnya
klasifikasi tersebut dikumulatifkan, untuk memperoleh kategori kesesuaian wisata
dengan klasifikasi sangat sesuai (S1), sesuai(S2), tidak sesuai(S3), dan
selanjutnya di buat dalam bentuk peta potensi wisata setiap desa.
46

Tabel 13. Kriteria Penilaian Objek dan Atraksi Wisata

Nilai
No Faktor 4 3 2 1
Bobot
(Sangat (Baik) (Buruk) (Sangat
Baik) Buruk)
1. Letak dari 10 < 1 km 1- 2 km 2- 3 km > 3 km
Jalan Raya

2. Estetika dan 20 Asli Asimilasi, Asimilasi, Sudah


Keaslian dominan dominan berubah
bentuk bentuk sama
asli baru sekali

3. Atraksi 30 Hanya Terdapat Terdapat Terdapat


terdapat < 3 di 3–5 > 5 di
ditapak tempat ditempat tempat
lain lain lain

4. Fasilitas 10 Tersedia Tersedia Tersedia Tidak


Pendukung dalam dalam dalam
tersedia
kondisi kondisi kondisi
sangat baik kurang
baik baik

5. Ketersediaan 15 < 0,5 km 0,5-1 km 1-2 km >2 km


Air Bersih
6.
Transportasi 15 Jalan Jalan Jalan Jalan
dan aspal, ada aspal aspal berbatu
Aksesibilitas kendaraan berbatu, berbatu, /tanah,
umum ada tanpa tanpa
kendaraan kendaraan kendaraan
umum umum umum
Sumber : Mc.Kinnon (1986). Modifikasi

3. Analisis Akseptibilitas Masyarakat


Keikutsertaan masyarakat dalam pariwisata memacu perkembangan
pariwisata dan kawasan kearah yang lebih baik. Keikutsertaan masyarakat dinilai
dari tingkat akseptibilitas masyarakat. Akseptibilitas masyarakat ditunjukan
dengan tingkat kesediaan masyarakat dalam menerima pengembangan lokasi
penelitian menjadi kawasan wisata. Akseptibilitas masyarakat didasarkan pada
jawaban responden (3 responden/objek) yang dipilih acak pada setiap desa (unit
penilaian). Penilaian diklasifikasikan menjadi bersedia, kurang bersedia, tidak
bersedia dan tidak tahu. Penilaian tingkat akseptibilitas masyarakat dapat dilihat
pada Tabel 14.
47

Tabel 14. Penilaian Akseptibilitas Masyarakat

Peringkat
4 3 2 1
No Faktor
(Bersedia) (Kurang (Tidak (Tidak tahu)
Bersedia) bersedia)
1 Pengembangan Setuju Kurang Tidak Tidak tahu
kawasan sebagai setuju setuju
daerah tujuan wisata
2 Pengelolaan kawasan Setuju Kurang Tidak Tidak tahu
wisata oleh masyarakat setuju setuju
3 Peran aktif masyarakat Ya Kurang Tidak Tidak tahu
dalam pariwisata
4 Keuntungan kegiatan Ya Kurang Tidak Tidak tahu
wisata
5 Keberadaan wisatawan Bersedia Kurang Tidak Tidak tahu
Bersedia Bersedia
Sumber : Yusiana (2007)

Aseptibilitas Masyarakat = ∑Pdtw + ∑Ppkw + ∑Ppmp + ∑Pkkw +∑Pkw


Keterangan :
Pdtw = Pengembangan kawasan sebagai daerah tujuan wisata
Ppkw = Pengelolaan kawasan wisata oleh masyarakat
Ppmp = Peran aktif masyarakat dalam pariwisata
Pkkw = Keuntungan kegiatan wisata
Pkw = Keberadaan wisatawan
Skor preferensi pada tiap objek diklasifikasikan dengan ketentuan Tinggi (T)
dengan nilai >45, Sedang (S) dengan nilai >30 – ≤ 45, Rendah (R) dengan nilai
15 – 30. Skor preferensi kumulatif selanjutnya diklasifikasikan untuk memperolah
kategori kesesuaian wisata dengan klasifikasi sangat sesuai (S1), sesuai(S2),
tidak sesuai(S3), dan selanjutnya di buat bentuk peta akseptibilitas untuk wisata.

4. Zonasi Kawasan Wisata Potensial


Zonasi dilakukan dengan bantuan GIS (arcview 3.3) dengan teknik
overlay untuk memetakan hasil analisis objek dan atraksi wisata dengan hasil
analisis kualitas biofisik kawasan serta dengan hasil analisis akseptibilitas
masyarakat, sehingga menghasilkan tiga zona pengembangan wisata dengan
ketentuan:
48

Zona Pengembangan = B∑b + B∑odtw + B∑am


Keterangan:
b = Biofisik
odtw = Objek dan Atraksi Wisata
am = Akseptibilitas Masyarakat
B = Bobot

Ketiga zona pengembangan diperoleh dengan klasifikasi skor akhir total yaitu:

Zona Pengembangan = Skor total tertinggi - Skor total terendah


3
Tahap 3. Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Berkelanjutan
Rencana lanskap kawasan wisata berdasarkan zona kesesuaian wisata,
yang kemudian dilakukan pengembangan dan penataan kawasan wisata.
Rencana lanskap kawasan wisata berkelanjutan dalam bentuk:
a. Konsep pengembangan dan penataan yang akan dilaksanakan adalah
kawasan wisata berkelanjutan dengan memperhatikan tersedianya fasilitas
pendukung. Kawasan wisata berkelanjutan dapat terbentuk apabila
pemanfaatan sebagai kawasan wisata menjamin keberlanjutan kawasan
tersebut secara biofisik dan budaya serta dapat juga memberikan
kesejahteraan bagi masyarakat disekitar kawasan. Konsep ini
diimplementasikan dalam bentuk pengembangan kawasan sebagai kawasan
ekowisata, rencana lanjutan adalah dalam atribut pengembangan kawasan
wisata yaitu tata ruang wisata, akses, dan touring plan dan infrastruktur
wisata. Perencanaan ini dilakukan untuk mendapatkan tatanan lanskap
kawasan wisata yang mendukung keberlanjutan kawasan. Hasil penelitian
yang akan diperoleh berupa rencana pengembangan kawasan wisata dalam
bentuk model grafis/arsitektural pada skala destination planning untuk
penataan kawasan wisata di Kabupaten Sintang.
b. Untuk mendukung keberlanjutan lanskap perlu disusun program secara
teknis yang ditujukan untuk menjaga kualitas lingkungan, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat serta untuk pelestarian kebudayaan lokal. Program
pengembangan dan penataan kawasan wisata berupa rencana perbaikan dan
penataan kawasan sesuai konsep pengembangan kawasan. Perencanaan
program ini dilakukan berdasarkan nilai-nilai potensi wisata kawasan, hasilnya
49

berupa arahan pengembangan kawasan yang diilustrasikan secara grafis


sebagai panduan penataan kawasan wisata berkelanjutan di Kecamatan
Kelam Permai.

Batasan Istilah

Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan
dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan
kesejahteraan penduduk setempat (The Ecotourism Society (1990).
Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau
disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata (undang-undang Nomor 9
Tahun 1990).
Lanskap adalah bentang alam yang memilki karakteristik tertentu, dapat
dinikmati oleh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu dengan
harmonis dan alami antara komponen-komponennya (Simonds 1983).
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan
sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna
yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang
meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan
lingkungan fisik tersebut (Suparmoko 1989).
Lanskap berkelanjutan adalah umumnya menggambarkan suatu lanskap yang
mendukung kualitas lingkungan dan memelihara sumberdaya alami (Rodie dan
Streich 2000).
Obyek dan Daya Tarik Wisata adalah merupakan potensi yang menjadi
pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata (Suwantoro
2004).
Perencanaan adalah suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan untuk
mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan atau
pengendalian terhadap proses pengembangan dan pembangunan (Nurisyah
2000).
Pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang
dilandasi oleh semangat pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi
pembangunan teknologi dan perubahan kelembagaan yang dilakukan secara
harmonis dan amat memperhatikan potensi pada saat ini dan dimasa yang akan
datang dalam pemenuhan aspirasi masyarakat (Mitchell et al. 2007).
50

Pembangunan wisata berkelanjutan adalah pembangunan tanpa penurunan


dan pemusnahan dari sumber-sumber kepariwisataan, karena pengembangan
pariwisata tidak dapat dibatasi oleh waktu, geografis, maupun sosial budaya
(McIntyre 1993) dalam Yoeti et al (2006).
Wisata adalah suatu pergerakan temporal manusia menuju tempat selain dari
tempat biasa mereka tinggal dan bekerja, selama mereka tinggal ditujuan
tersebut mereka melakukan kegiatan dan diciptakan fasilitas untuk
mengakomodasi kebutuhan mereka ( Gunn (1994).
Wisata berkelanjutan adalah suatu bentuk kepariwisataan yang memperhatikan
keseimbangan antar aspek-aspek pendukungnya yaitu aspek ekologi, social
budaya dan social ekonomi menuju kelestarian lingkungan (Avenzora 2003).

Anda mungkin juga menyukai