Anda di halaman 1dari 11

I* I»

SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG


REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG


REPUBLIK INDONESIA

Nomor : 59A /Sek/SK/ 11/2014

TENTANG

PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN


DI LINGKUNGAN MAHKAMAH AGUNG DAN
BADAN PERADILAN DI BAWAHNYA

SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan


pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang
baik dan untuk meningkatkan kinerja
pelaksanaan tugas dan fungsi Mahkamah
Agung Republik Indonesia perlu disusun
pedoman untuk mencegah dan menangani
terjadinya benturan kepentingan pejabat dan
pegawai di lingkungan Mahkamah Agung
Republik Indonesia;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana tersebut dalam huruf a, perlu
menetapkan Peraturan Mahkamah Agung
Republik Indonesia tentang Pedoman
Penanganan Benturan Kepentingan di
Lingkungan Mahkamah Agung Republik
Indonesia.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009


tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung Republik Indonesia;
-2-

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999


tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN);
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.

MEMUTUSKAN:

MENETAPKAN : KEPUTUSAN SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG


TENTANG PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN
KEPENTINGAN DI LINGKUNGAN MAHKAMAH
AGUNG DAN BADAN PERADILAN DI BAWAHNYA.
PERTAMA : Menetapkan Pedoman Penanganan Benturan
Kepentingan di Lingkungan Mahkamah Agung dan
Badan Peradilan di bawahnya sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan
Sekretaris Mahkamah Agung ini.
KEDUA : Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 menjadi
kerangka acuan bagi pejabat dan pegawai di
lingkungan Mahkamah Agung dan Badan
Peradilan di bawahnya untuk mengenal, mencegah
dan mengatasi benturan kepentingan dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya.
KETIGA : Atasan langsung pejabat dan/atau pegawai
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan Pedoman Penanganan Benturan
Kepentingan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal(l).
-3-

KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal


ditetapkan dengan ketentuan apabila terdapat
kekeliruan akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 2 9 NOVEMBER 2014

SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG


REPUBLIK INDONESIA

N U R H AD I

Tembusan surat keputusan ini disampaikan kepada :


1. Ketua Mahkamah Agung RI;
2. Para Wakil Ketua Mahkamah Agung RI;
3. Para Ketua Kamar Mahkamah Agung RI;
4. Para Eselon I dan II di lingkungan Mahkamah Agung RI.
-4-

LAMPIRAN KEPUTUSAN SEKRETARIS


MAHKAMAH AGUNG-RI
NOMOR : 59A/SEK/SK/11/2014
TANGGAL : 2 9 miWEER 2014

PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN DI LINGKUNGAN


MAHKAMAH AGUNG DAN BADAN PERADILAN DI BAWAHNYA

A, Pendahuluan
1. Latar Belakang
Dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang baik (good
govemment) dan peningkatan pelaksanaan tugas dan fungsi
masing-masing pejabat di lingkungan Mahkamah Agung dan Badan
Peradilan di bawahnya serta dalam rangka penciptaan lingkungan
keija yang bebas korupsi, perlu dilakukan upaya pencegahan dan
penanganan terhadap terjadinya benturan kepentingan dari pejabat
atau pegawai di lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan
di bawahnya dalam pengambilan keputusan atau pelaksanaan
tugasnya.
Untuk itu diperlukan adanya suatu pedoman bagi seluruh pejabat
atau pegawai di lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan
di bawahnya dalam penanganan benturan kepentingan.
Penyusunan Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan di
lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya
mengacu antara lain kepada peraturan perundang-undangan yang
menyangkut pelaksanaan tugas dan fungsi Mahkamah Agung,
pencegahan dan pemberantasan korupsi, pelaksanaan reformasi
birokrasi dan mengikuti pedoman yang diatur di dalam Peraturan
Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
No 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Penanganan Benturan
Kepentingan.
2. Tujuan
Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan bertujuan sebagai
berikut:
a. Menciptakan budaya keija organisasi yang dapat mengenal,
mencegah, dan mengatasi situasi-situasi benturan kepentingan;
-5-

b. Meningkatkan pelayanan publik dan mencegah terjadinya


kerugian negara;
c. Meningkatkan integritas;
d. Meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang bersih dan
berwibawa.

3. Pengertian
Benturan kepentingan adalah situasi di mana pejabat atau pegawai
di lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya
memiliki atau patut diduga memiliki kepentingan pribadi terhadap
setiap penggunaan wewenang dalam kedudukan atau jabatannya,
sehingga dapat mempengaruhi kualitas keputusan dan/atau
tindakannya.

B. Benturan Kepentingan
1. Bentuk Benturan Kepentingan sebagai berikut:
a. Situasi yang menyebabkan pejabat atau pegawai di lingkungan
Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya menerima
gratifikasi atau pemberian/penerimaan hadiah atas suatu
keputusan/jabatannya.
b. Situasi yang menyebabkan pejabat atau pegawai di lingkungan
Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya
menggunakan aset jabatan untuk kepentingan
pribadi/golongan.
c. Situasi yang menyebabkan pejabat atau pegawai di lingkungan
Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya
menggunakan informasi rahasia jabatan untuk kepentingan
pribadi/golongan.
d. Situasi yang menyebabkan pejabat atau pegawai di lingkungan
Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya
memberikan akses khusus kepada pihak tertentu tanpa
mengikuti prosedur yang seharusnya.
e. Situasi yang menyebabkan pejabat atau pegawai di lingkungan
Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya dalam
proses pengawasan tidak mengikuti prosedur karena adanya
pengaruh dan harapan dari pihak yang diawasi.
-6-

f. Situasi yang menyebabkan pejabat atau pegawai di lingkungan


Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya
menyalahgunakan jabatan.
g. Situasi yang memungkinkan pejabat atau pegawai di lingkungan
Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya
menggunakan diskresi yang menyalahgunakan wewenang.
2. Jenis Benturan Kepentingan sebagai berikut:
a. Kebijakan dari pejabat atau pegawai di lingkungan Mahkamah
Agung dan Badan Peradilan di bawahnya yang berpihak akibat
pengaruh, hubungan dekat, ketergantungan, dan/atau
pemberian gratifikasi.
b. Pemberian izin dari pejabat atau pegawai di lingkungan
Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya yang
diskriminatif.
c. Pengangkatan pegawai berdasarkan hubungan dekat/balas
jasa/rekomendasi/pengaruh dari pejabat pemerintah.
d. Pemilihan rekanan kerja oleh pejabat atau pegawai di
lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di
bawahnya berdasarkan keputusan yang tidak profesional.
e. Pejabat atau pegawai di lingkungan Mahkamah Agung dan
Badan Peradilan di bawahnya melakukan komersialisasi
pelayanan publik.
f. Pejabat atau pegawai di lingkungan Mahkamah Agung dan
Badan Peradilan di bawahnya menggunakan aset dan informasi
rahasia untuk kepentingan pribadi.
g. Pejabat atau pegawai di lingkungan Mahkamah Agung dan
Badan Peradilan di bawahnya melakukan pengawasan tidak
sesuai norma, standar, dan prosedur.
h. Pejabat atau pegawai di lingkungan Mahkamah Agung dan
Badan Peradilan di bawahnya menjadi bagian dari pihak yang
memiliki kepentingan atas sesuatu yang dinilai.
i. Putusan pengadilan yang dipengaruhi oleh pihak yang terlibat
dalam kasus persidangan.
j. Pengangkatan/mutasi/promosi hakim yang tidak adil dan
berindikasi adanya pengaruh dan kepentingan pihak tertentu.
-7-

k. Menjabat sebagai dewan direksi di suatu perusahaan atau


membuka jasa profesi lainnya.
3. Sumber Benturan Kepentingan sebagai berikut:
a. Penyalahgunaan wewenang, yaitu penyelenggaraan negara
membuat keputusan atau tindakan yang tidak sesuai dengan
tujuan atau melampaui batas-batas pemberian wewenang yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
b. Perangkapan jabatan, yaitu seorang penyelenggara negara
menduduki dua atau lebih jabatan publik sehingga tidak bisa
menjalankan jabatannya secara profesional, independen dan
akuntabel.
c. Hubungan afiliasi (pribadi, golongan) yaitu hubungan yang
dimiliki oleh seorang penyelenggara negara dengan pihak
tertentu baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan
maupun hubungan pertemanan yang dapat mempengaruhi
keputusannya.
d. Gratifikasi, yaitu pemberian dalam arti luas meliputi pemberian
uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
peijalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan
cuma-cuma dan fasilitas lainnya.
e. Kelemahan sistem organisasi, yaitu keadaan yang menjadi
kendala bagi pencapaian tujuan pelaksanaan kewenangan
penyelenggara negara yang disebabkan karena struktur dan
budaya organisasi yang ada.

C. Prinsip Dasar dalam Penanganan Benturan Kepentingan adalah:


1. Mengutamakan kepentingan publik.
2. Menciptakan keterbukaan penanganan dan pengawasan benturan
kepentingan.
3. Mendorong tanggungjawab pribadi dan sikap keteladanan.
4. Menciptakan dan membina budaya organisasi yang tidak toleran
terhadap benturan kepentingan.

D. Penanganan Benturan Kepentingan


1. Pejabat atau pegawai di lingkungan Mahkamah Agung dan Badan
Peradilan di bawahnya yang terkait dalam pengambilan keputusan

M HHBNM M M M M M M M M M M M M M N
-8-

dan melaporkan atau memberikan keterangan adanya dugaan


benturan kepentingan dalam menetapkan keputusan dan/atau
tindakan;
2. Laporan atau keterangan tersebut disampaikan dengan atasan
langsung penjabat pengambilan keputusan dan/atau tindakan
dengan mencantumkan identitas pelapor dan melampirkan bukti-
bukti terkait;
3. Atasan langsung pejabat tersebut memeriksa tentang kebenaran
laporan pejabat atau pegawai paling lambat 3 (tiga) hari kerja;
4. Apabila hasil dari pemeriksaan tersebut tidak benar maka
keputusan dan/atau tindakan pejabat yang dilaporkan tetap
berlaku;
5. Apabila hasil dari pemeriksaan tersebut benar maka dalam jangka
waktu 2 (dua) hari keputusan dan/atau tindakan tersebut ditinjau
kembali oleh atasan dari atasan langsung tersebut dan seterusnya;
dan
6. Pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan dari tindak lanjut
hasil pemeriksaan teijadinya benturan kepentingan dilaksanakan
oleh Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI.

E. Upaya yang Diperlukan untuk Keberhasilan Penanganan Benturan


Kepentingan adalah :
1. Komitmen dan keteladanan
Diperlukan komitmen dan keteladanan dari seluruh pejabat dan
pegawai dalam menggunakan kewenangannya secara baik dengan
mempertimbangkan kepentingan lembaga, kepentingan publik,
kepentingan pegawai, dan berbagai faktor lain.
2. Perhatian khusus atas hal tertentu
Perhatian khusus perlu dilakukan terhadap hal-hal tertentu yang
dianggap berisiko tinggi yang akan dapat menyebabkan teijadinya
situasi benturan kepentingan. Hal-hal yang perlu mendapat
perhatian khusus tersebut antara lain adalah:
a. Hubungan afiliasi (pribadi, golongan).
b. Gratifikasi.
c. P e k e rja a n ta m b a h a n .

d. Informasi orang dalam.


-9-

e. Kepentingan dalam pengadaan barang.


f. Tuntutan keluarga dan komunitas.
g. Kedudukan di organisasi lain.
h. Intervensi pada jabatan sebelumnya.
i. Perangkapan jabatan.
3. Menghindari situasi benturan kepentingan
Pejabat dan/atau pegawai dapat lebih awal menghindari terjadinya
benturan kepentingan atau melakukan antisipasi terhadap
terjadinya benturan kepentingan dalam pengambilan keputusan,
antara lain dengan lebih awal mengetahui agenda pembahasan
untuk pengambilan keputusan atau melakukan penarikan diri
(recusal) dari pengambilan keputusan secara ad hoc.
4. Pemantauan dan evaluasi
Agar pelaksanaan penanganan benturan kebijakan penanganan
benturan kepentingan perlu dipantau dan dievaluasi secara berkala
untuk menjaga agar tetap efektif dan relevan dengan lingkungan
yang terus berubah.

SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG


REPUBLIK INDONESIA

N U RH AD I
SURAT KEPUTUSAN
K E T U A P E N G A D IL A N N E G E R I K IS A R A N
Nomor: 2 6 /SK/KPN/08/2020
TENTANG

P E N E T A P A N T IM P E N Y E L E S A IA N B E N T U R A N K E P E N T IN G A N

D IL IN G K U N G A N P E N G A D IL A N N E G E R I K IS A R A N

M e n im b a n g a. Bahw a d a la m ra n g k a o p tim a lis a s i k in e rja P e n g a d ila n N e g e ri K is a ra n yang

m e m b a n g u n z o n in te g rita s m e n u ju w ila y a h b e b a s k o ru p s i d a n w ila y a h b iro k ra s i

b e rs ih b e b a s m e la y a n i, m a k a p e rlu d is u s u n p e tu n ju k p e la k s a n a a n s e b a g a i a c u a n

u n tu k m encegah dan m enangani te rja d in y a b e n tu ra n k e p e n tin g a n d a la m

p e fa fcsa a a n tu g a s -tu g a s cfi lin g k u n g a n P e n g a d ila n N e g e ri K is a ra n ;

b. B a h w a o le h k a re n a itu p e rlu m e n e ta p k a n p e m b e ria k u k a n p e n a n g a n a n b e n tu ra n

k e p e n tin g a n d i lin g k u n g a n P e n g a d ila n N e g e ri K is a ra n ;

M e n g in g a t 1. U n d a n g - u n d a n g R I N o m o r 3 T a h u n 2 0 0 9 T e n ta n g P e ru b a h a n k e 2 U n d a n g -u n d a n g

R I N o m o r 14 T a h u n 1 9 9 5 T e n ta n g M a h k a m a h A g u n g R I;

2. U n d a n g - u n d a n g N o m o r 2 T a h u n 1 9 8 6 T e n ta n g K e k u a s a a n K e h a k im a n {L e m b a ra n
N e g a ra R e p u b lik In d o n e s ia T a h u n 1 9 8 6 N o m o r 2 0 , T a m b a h a n L e m b a ra n N e g a ra
R I N o m o r 3 3 2 7 ); s e b a g a im a n a te la h d iu b a h d e n g a n U n d a n g - u n d a n g N o m o r 4 8
Tahun 2009;
3. U n d a n g - u n d a n g N o m o r 8 T a h u n 1 9 9 9 T e n ta n g P e n y e le n g g a ra a n N e g a ra y a n g

B e rs ih d a ri K o ru p s i, K o lu s i d a n N e p o tis m e ;

4. K e p u tu s a n S e k re ta ris M a h k a m a h A g u n g R e p u b lik In d o n e s ia N o m o r : 59AJ SekJ SKJ


1 1 / 2 0 1 4 T e n ta n g P e d o m a n P e n a n g a n a n B e n tu ra n K e p e n tin g a n D i L in g k u n g a n a n

M a h k a m a h A g u n g d a n B a d a n P e ra d ila n d ib a w a h n y a ;

M E M U T U S K A N

M e n e ta p k a n ; K E P U T U S A N K E T U A P E N G A D IL A N N E G E R I K IS A R A N T E N T A N G P E M B E R L A K U A N
P E N A N G A N A N B E N T U R A N K E P E N T IN G A N P A D A PENGADILAN NEGERI K IS A R A N ;
K e s a tu : M e n c a b u t S u ra t K e p u tu s a n K e tu a P e n g a d ila n N e g e ri K is a ra n K e la s IB N om or :
5 6 /S K /K P N /1 1 / 2 0 1 9 , T e n ta n g P e n e ta p a n T im P e n y e le s a ia n B e n tu ra n K e p e n tin g a n d i
L in g k u n g a n P e n g a d ila n N e g e ri K is a ra n ;

Kedua : B a h w a P e ja b a t / P e g a w a i y a n g n a m a -n a m a n y a te rc a n tu m d a la m T im P e n y e le s a ia n
B e n tu ra n K e p e n tin g a n d i L in g k u n g a n P e n g a d ila n N e g e ri K is a ra n y a n g te rla m p ir d a la m
K e p u tu s a n in i d ip a n d a n g c a k a p d a n m a m p u d a la m m e la k s a n a k a n tu g a s te rs e b u t;
K e tig a : K e p u tu s a n in i b e rla k u s e ja k ta n g g a l d ite ta p k a n , d e n g a n k e te n tu a n a p a b ila te rd a p a t
k e k e liru a n a k a n d ia d a k a n p e rb a ik a n s e b a g a im a n a m e s tin y a ;
L A M P IR A N S U R A T K E P U T U S A N
K E T U A P E N G A D IL A N N E G E R I K IS A R A N

Nomor: ^ /SK/KPN/08/2020
TENTANG
T IM P E N A N G A N A N B E N T U R A N K E P E N T IN G A N

D IL IN G K U N G A N P E N G A D IL A N N E G E R I K IS A R A N

NO N A M A /N IP G O L /P A N G K A T JA B A T A N

1 2 3 4

1 A H M A D A D IB .S .H ..M .H P E N A T A T K . 1 ( llld ) H a k im P N . K is a r a n s e b a g a i
K o o r d in a to r
N ip . 1 9 8 0 0 3 0 2 2 0 0 7 0 4 1 0 0 1

2 ID R IS .S .H ..M .H P E N A T A T K . 1 ( llld ) P a n ite r a P N . K is a ra n s e b a g a i

A n g g o ta
N ip . 1 9 6 6 0 8 1 8 1 9 8 7 0 3 1 0 0 2

3 M E D IA N A B R T A R IG A N .S .H P E N A T A T K . 1 ( llld ) S e k r e ta r is P N . K is a ra n s e b a g a i
A n g g o ta
N ip . 19771203 2 0 0 5 0 2 2 001

D ite ta p kkaa n K is a ra n
P a d aL tta
amn ggal S' A g u s tu s 2 0 2 0

KETUA PENGADILAN NEGERI K IS A R A N ,^ /

Anda mungkin juga menyukai