Anda di halaman 1dari 10

Anak merupakan kelompok yang memerlukan perhatian dalam

upaya pembinaan kesehatan masyarakat, karena mereka berperan


sebagai calon orang tua, tenaga kerja, bahkan pemimpin bangsa di
masa depan. Anak (0-18 tahun) berada dalam proses tumbuh kembang
yang sangat dipengaruhi oleh tiga kebutuhan dasar yaitu asuh, asih, dan
asah. Terpenuhinya kebutuhan dasar tersebut akan berdampak positif
terhadap kualitas hidup anak. Namun, tidak semua anak beruntung dan
memperoleh kebutuhan dasarnya secara layak, akan tetapi dewasa ini
sebagian anak mengalami perlakuan yang tidak wajar yaitu tindak
kekerasan dan penelantaran, yang dilakukan oleh orang-orang terdekat
di lingkungannya seperti orang tua atau guru, yang sebenarnya harus
memberikan perlindungan serta kasih sayang kepada mereka.

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 kekerasan


terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual,
dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan dengan cara melawan
hukum. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga negara
lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan
perlindungan khusus kepada anak. Perlindungan Khusus tersebut
berupa perlindungan yang diterima oleh anak dalam situasi dan kondisi
tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang
membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.

Jenis kekerasan terhadap anak menurut Kantor Pusat Layanan


Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang juga
merupakan definisi dari the UN Convention on the Rights of the Child
and the World Report on Violence and Health, World Health
Organization, 2002:

1. Kekerasan Fisik: pukul, tampar, tendang, cubit, dsb.


2. Kekerasan Emosional: kekerasan berupa kata-kata yang
menakut-nakuti, mengancam, menghina, mencaci dan memaki
dengan kasar dan keras.
3. Kekerasan Seksual: pornografi, perkataan-perkataan porno,
tindakan tidak senonoh/pelecehan organ seksual anak.
4. Pengabaian dan Penelantaran: segala bentuk kelalaian yang
melanggar hak anak dalam pemenuhan gizi dan pendidikan.
5. Kekerasan Ekonomi (Eksploitasi): mempekerjakan anak di
bawah umur dengan motif ekonomi, prostitusi anak.

Anak Indonesia pada usia 6-12 tahun paling sering mengalami


kekerasan seksual (33%) dan emosional (28,8%), dibandingkan dengan
kekerasan yang bersifat fisik (24,1%). Ruang kekerasan terhadap anak
sebagian besar terjadi di rumah (129 kasus), selanjutnya di jalanan (79
kasus), sekolah (10 kasus), lembaga keagamaan (2 kasus), sektor
perekonomian (21 kasus). Kekerasan seksual juga terjadi tidak hanya di
rumah (48,7%), tapi juga di tempat umum (6,1%), sekolah (4,1%),
tempat kerja (3,0%), lain-lain (0,4%).

Kekerasan terhadap anak dapat terjadi kapan saja dan dimana saja
termasuk pada saat di rumah, di tempat bermain bahkan di sekolah.
Padahal sekolah merupakan tempat dimana anak menerima pendidikan
moral, etika dan akademik, bahkan menjadi rumah kedua bagi anak.
Namun, kenyataannya justru di sebagian sekolah terjadi kasus
kekerasan. Baik yang dilakukan oleh teman, guru atau penjaga
kebersihan sekolah.

Kekerasan pada anak usia dini merupakan tindakan yang dapat


merusak perkembangan anak, baik secara fisik, psikis, maupun seksual.
yang dapat memperngaruhi perkembangan kehidupan masa depan
anak.

Dari data dan uraian diatan tersebut menjadikan tim kelompok 2


KKN 87 berencara melakukan program kerja sosialisasi pencegahan
kekerasan terhadap anak dan perempuan. Kegiatan sosialisasi
dilakukan untuk mengedukasi siswa sekolah dasar tentang kekerasan
pada anak agar tindak kekerasan pada anak dapat diminimalisir dan
mencegah terjadinya kekerasan pada anak.

Data yang diperoleh dari penelitian terhadap sebanyak 192 siswa


yang terdiri dari 77 siswa kelas 6 SD yang berumur 11-12 tahun, 57
siswa kelas 5 SD yang berumur 10-11 tahun, dan 58 siswa kelas 4 SD
yang berumur 9-10 tahun sebelum dilakukannya sosialisasi mengenai
kekerasan pada anak menunjukkan hasil sebagai berikut:

1. Pengetahuan siswa mengenai apa itu kekerasan pada anak.


Pertanyaan ini ditujukan untuk mengetahui apakah siswa sudah
mengetahui apa itu maksud dari kekerasan. Sebanyak 79.17%
siswa mengetahui apa itu kekerasan pada anak. Hal ini
merupakan hal yang baik karena pengetahuan siswa mengenai
kekerasan dapat mencegah kekerasan itu terjadi.
Apakah kamu mengetahui apa itu
kekerasan pada anak?

20.83

79.17

Ya Tidak

2. Pengetahuan siswa mengenai contoh dari kekerasan pada anak.


Pertanyaan ini ditujukan untuk mengetahui apakah siswa tau
bagaimana contoh-contoh kekerasan secara fisik atau non fisik.
Dari jawaban yang diterima, didapat sebanyak 78.65% siswa
sudah mengetahui bagaimana bentuk dari tindak kekerasan pada
anak. Sehingga siswa dapat memahami jika ada seseorang yang
melakukan kekerasan kepada mereka dapat dilaporkan kepada
orang tua atau pihak yang berwajib.

Apakah kamu tau bagaimana con-


toh kekerasan pada anak?

21.35

78.65

Ya Tidak
3. Pandangan siswa apakah kekerasan hanya dialami oleh anak
perempuan saja.
Pertanyaan ini ditujukan untuk mengetahui pandangan siswa
mengenai kekerasan hanya dialami oleh anak perempuan saja,
padahal sebenarnya semua anak perempuan maupun laki-laki
dapat menjadi korban kekerasan. Dari jawaban yang diterima,
sebanyak 7.29% siswa berpendapat bahwa kekerasan hanya
dialami oleh anak perempuan saja.

Apakah kekerasan hanya dialami oleh


anak perempuan?

7.29

92.71

Ya Tidak

4. Pandangan siswa mengenai apakah kekerasan termasuk hal


yang baik atau buruk.
Pertanyaan ini ditujukan untuk mengetahui pendapat siswa
mengenai apakah kekerasan termasuk hal yang baik atau buruk.
Hasil didapatkan bahwa sebanyak 91.15% siswa menganggap
bahwa kekerasan merupakan hal yang tidak baik. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa sudah mengerti kekerasan
merupakan hal yang tidak boleh untuk mereka lakukan
kapanpun dan dimanapun karna alasan apapun, sehingga
kebanyakan siswa sudah mengerti untuk tidak melakukan
kekerasan terhadap orang lain.

Apakah kekerasan termasuk hal yang


tidak baik?
8.84999999999999

91.15

Ya Tidak

5. Pendapat siswa mengenai apakah kekerasan dapat terjadi di


lingkungan sekolah.
Pertanyaan ini ditujukan untuk mengetahui pendapat siswa
mengenai apakah kekerasan dapat terjadi di lingkungan sekolah
atau tidak, karena sekolah merupakan lingkungan yang
seharusnya aman bagi siswa. Dari jawaban yang didapatkan,
sebanyak 73.96% siswa berpendapat bahwa kekerasan dapat
terjadi di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah
mengerti bahwa kekerasan dapat terjadi dimana saja, meskipun
di tempat yang aman seperti di sekolah.
Apakah kekerasan pada anak dapat
terjadi di sekolah?

26.04

73.96

Ya Tidak

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat


disimpulkan bahwa siswa kelas 4,5, dan 6 di sekolah dasar tersebut
mayoritas sudah mengetahui apa itu kekerasan, mengetahui contoh-
contoh dari perilaku kekerasan baik secara fisik maupun emosional,
mengetahui bahwa kekerasan dapat dialami oleh semua gender baik
anak laki-laki maupun perempuan, mengetahui bahwa kekerasan
merupakan hal yang tidak baik untuk dilakukan oleh mereka kepada
siapapun, kapanpun, dan dimanapun, dan mengetahui bahwa kekerasan
dapat terjadi dimana saja, seperti disekolah atau dirumah yang
seharusnya tempat tersebut adalah tempat yang aman bagi siswa dan
tempat yang seharusnya tidak akan terjadi kekerasan kepada anak.

SETELAH SOSIALISASI

Dalam mengatasi dan mencegah kekerasan pada anak,


diperlukannya keberadaan Pusat Pelayanan Terpadu sebagai lembaga
yang menangani korban kekerasan pada anak ataupun kekerasan dalam
rumah tangga. Serta dibutuhkan sosialisasi mengenai kekerasan pada
anak tentang apa itu kekerasan, bagaimana contoh kekerasan pada
anak, apa yang harus dilakukan jika terjadi kekerasan, dan apa dampak
dari kekerasan terhadap anak kepada orang tua, guru sekolah, dan
masyarakat sekitar oleh pihak-pihak yang terkait. Sehingga orang
dewasa akan lebih peka terhadap kasus kekerasan pada anak jika terjadi
di lingkungan mereka, sehingga jika ada kasus kekerasan bisa
memberitahukan ke pihak yang berwajib agar kasus kekerasan dapat
diatasi dan diminimalisir.

Referensi

Hastuti, S., Susmiati, H., & Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pelayanan Kesejahteraan Sosial (Indonesia). (2015). Fenomena
kekerasan terhadap anak. Kementerian Sosial RI, Badan
Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial.
Joae Brett Nito, P., Hanik Fetriyah, U., & Ariani, M. (2022). SEX
EDUCATION “KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK”
UPAYA PREVENTIF TINDAK KEKERASAN DAN
PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK. JURNAL SUAKA
INSAN MENGABDI (JSIM), 3(2), 78–86.
https://doi.org/10.51143/jsim.v3i2.306
N., Sujanto, B., Jakarta, & Jakarta (Daerah Khusus Ibukota). Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak
(P2TP2A). (2007). Pencegahan kekerasan terhadap anak di
lingkungan pendidikan. Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi DKI
Jakarta.
Pusat Data dan Informasi - Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. (2020, January 1). Https://Pusdatin.Kemkes.Go.Id.
Diakses pada 18 Agustus, 2022, dari
https://pusdatin.kemkes.go.id
ULFA, I. (2018). HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN
KELUARGA TENTANG KEKERASAN PADA ANAK
DENGAN KEJADIAN KEKERASAN PADA ANAK DI
PERUMAHAN GRAHA ATHAYA SIAK HULU KAMPAR.
Jurnal Keperawatan Abdurrab, 2(1), 61–65.
https://doi.org/10.36341/jka.v2i1.500
Biografi Penulis

Nama lengkap penulis Humaira Nabila


Achmarini, lahir di Bandung pada tanggal 25
Juni 2001 yang saat ini berdomisili di kota
Cimahi. Adapun riwayat pendidikan penulis,
menempuh pendidikan di Sekolah Dasar
Angkasa 3 sampai dengan tahun 2013, kemudian
melanjutkan ke SMP Negeri 1 Bandung sampai
dengan tahun 2016, kemudian menlanjutkan ke SMAN 6 Bandung
jurusan IPA sampai dengan tahun 2019 dan saat ini sedang menempuh
pendidikan di Universitas Pendidikan Indonesia dengan konsentrasi
Pendidikan IPA sejak tahun 2019. Penulis memiliki ketertarikan
terhadap dunia pendidikan dan sains serta aktif dalam organisasi di
dalam dan di luar kampus. Akhir kata penulis mengucapkan rasa
syukur yang sebesar-besarnya atas selesainya kegiatan KKN dan
laporan ini. Semoga penulisan laporan ini mampu memberikan
kontribusi positif dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan
terhadap anak dan perempuan.

Anda mungkin juga menyukai