Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan
gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan
pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar
usianya.
Pemerintah telah menetapkan stunting sebagai isu prioritas nasional dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan target
penurunan yang signifikan dari kondisi 24,4% pada 2021 menjadi 14% pada 2024.
Stunting memiliki dampak pada gangguan tumbuh kembang yang akan memengaruhi
masa depan anak. Misalnya, ukuran tubuh yang pendek, serta tingkat kecerdasan
rendah sehingga sulit mendapat kesempatan kerja yang layak. Anak yang mengalami
stunting juga mudah sakit karena memiliki daya tahan tubuh yang lemah. Oleh sebab
itu, banyaknya dampak negatif membuat stunting perlu diatasi dengan baik.
Meskipun sudah banyak media informasi yang disampaikan mengenai stunting, akan
tetapi masih ada mitos yang beredar seputar stunting
1. Stunting itu karena keturunan
Banyak yang berasumsi bahwa stunting diakibatkan oleh faktor keturunan dari orang
tua yang bertubuh pendek. Ini anggapan yang keliru, karena penyebab utama stunting
adalah kekurangan gizi kronis di masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
2. Dampak stunting hanya menyebabkan anak pendek
Salah satu dampak stunting yang paling terlihat memang tubuh penderitanya yang
pendek. Tapi masih banyak dampak lainnya. Dalam jangka panjang, misalnya, stunting
bisa menyebabkan perkembangan kognitif anak terhambat sehingga kecerdasannya
kurang. Ada juga risiko penyakit degeneratif di masa depan, seperti diabetes melitus,
hipertensi, hingga jantung koroner.
3. Stunting dimulai ketika seorang anak lahir.
Faktanya, kekurangan nutrisi selama masa kehamilan bisa menyebabkan janin tidak
tumbuh dengan baik sehingga meningkatkan risiko stunting.
Itulah mengapa, momen 1.000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) yang dimulai sejak anak
dalam kandungan hingga usia 2 tahun sangatlah krusial. Bumil selalu disarankan untuk
mengonsumsi makanan beragam dan bergizi seimbang agar janin tumbuh sehat.
4. Penyebab stunting karena anak kurang banyak makan
Masih banyak yang menganggap stunting disebabkan karena kurang makan. Faktanya,
penyebab stunting bukan karena kurang makan, namun asupan makanan yang tidak
seimbang.
Oleh karena itulah makanan bergizi seimbang, yang mengandung karbohidrat, protein,
lemak vitamin, dan mineral, sangat penting untuk mencegah stunting pada anak. Untuk
panduan makan sehat, bisa menerapkan metode isi Piringku
5. Semakin cepat memberikan MPASI, semakin baik untuk mencegah stunting
WHO dan IDAI merekomendasikan MPASI pertama dilakukan saat bayi berusia 6
bulan. Pemberian MPASI yang terlalu cepat dikhawatirkan dapat mengganggu
pencernaan bayi yang belum sempurna. Jika dipaksakan mengonsumsi makanan
padat, bayi bisa sering mengalami diare atau infeksi saluran pencernaan atas. Perlu
diingat, bayi yang sering sakit-sakitan akan lebih tinggi berisiko menderita stunting
karena energi yang sebenarnya diperlukan untuk pertumbuhan justru digunakan untuk
proses penyembuhannya dari sakit.
Kementerian Kesehatan menyebutkan tiga hal yang harus diperhatikan dalam
pencegahan dan penanggulangan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola
asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih. Sehingga membutuhkan peran
semua sektor dan tatanan masyarakat.
Obesitas adalah kondisi tubuh yang kompleks. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO)
menyebutkan sedikitnya 2,8 juta orang meninggal dunia akibat obesitas. Meski dulu
kerap terkait dengan negara berpenghasilan tinggi, namun kini obesitas juga menimpa
penduduk negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Seseorang bisa dengan kelebihan berat badan apabila Indeks Massa Tubuh atau IMT
(IBM/Body Mass Index) sama atau lebih dari 25, sementara obesitas IBM-nya sama
atau lebih dari 30.
Masih banyak yang belum diketahui secara pasti. Itulah sebabnya orang cenderung
mengasosiasikannya dengan mitos-mitos yang tidak tepat.