Anda di halaman 1dari 14

OBESITAS PADA ANAK

Disusun Oleh :
Kelompok 7

Laura Palit 711331121035


Lavenia Wilar 711331121036
Lindayanti 711331121037
Nedison Enumbi 711331121063
Syalom Waworuntu 711331121007

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MANADO

PRODI GIZI DAN DIETETIKA

2023

PEMBAHASAN
A. Pengertian Obesitas

Menurut Kemenkes RI tahun 2017 Obesitas adalah akumulasi lemak


abnormal yang dapat mengganggu Kesehatan. Jika kegemukan terjadi pada masa
balita kemungkinan besar kegemukan akan menetap sampai dewasa. Sebagian
masyarakat masih mempunyai anggapan bahwa balita yang gemuk menandakan
balita yang sehat dan bukan sebagai masalah yang perlu di lakukan tatalaksana.
(Indanah, Sukesih, Fairuzzah, & Khoiriyah, 2021).

Obesitas adalah permasalahan umum pada anak-anak pada masa sekarang


ini. Obesitas atau kelebihan berat badan dapat menyebabkan efek negatif untuk
kesehatan, menurut WHO, obesitas menyebabkan 10,3% kematian dari seluruh
kematian di dunia. (Pratiwi & Sapriyani, 2018).

B. Klasifikasi Pada Obesitas

Tidak semua anak yang kelebihan berat badan disebut obesitas. Lemak
yang mengumpul di tubuh anak tetap memengaruhi baik dan buruknya proses
tumbuh kembang si kecil. Bagi anak yang berusia kurang dari 5 tahun, berat
badan ideal diukur lewat kurva yang dirancang oleh Kementerian Kesehatan
Indonesia seperti tabel di bawah ini. Berat badan si kecil yang lebih dari rentang
tersebut menandakan anak kelebihan berat badan atau obesitas.

Kemudian, melansir dari situs resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI),
anak bisa disebut obesitas ketika berat badannya lebih dari +3 SD grafik
pertumbuhan.
Sementara itu, anak dikatakan kelebihan berat badan atau oveweight
adalah ketika berat badan anak lebih dari +2 SD grafik pertumbuhan yang dibuat

2
oleh WHO. SD adalah satuan internasional untuk standar deviasi dalam
pengukuran status gizi anak. Untuk anak di atas 5 tahun, tanda ia mengalami
obesitas bisa dilihat pada tabel di bawah ini, berdasarkan tolok ukur Center for
Disease Control and Prevention (CDC).

Hasil IMT masuk dalam kategori obesitas

Selanjutnya, menentukan siapa saja yang masuk dalam golongan berat


badan sehat dan tidak sehat, diperlukan perhitungan BMI (indeks massa
tubuh/IMT). Hasil BMI diperoleh dengan membandingkan berat dengan tinggi
badan anak. Rumusnya, membagi berat badan dalam kilogram dengan tinggi
badan dalam meter kuadrat. Untuk lebih memudahkan mencari tahu angka BMI
anak, dibawah ini adalah BMI yang hanya berlaku untuk anak-anak berusia di atas
5 tahun.
Namun hasil perhitungan IMT anak berbeda dengan orang dewasa karena
persentase lemak tubuh anak-anak berubah seiring waktu dengan
pertumbuhannya. Oleh sebab itu, BMI mereka akan bervariasi berdasarkan usia
dan jenis kelamin. Pada anak, angka-angka dalam perhitungan IMT disebut
dengan persentil. Hasil perhitungan akan dibandingkan dengan klasifikasi
pertumbuhan sebagai berikut.

● Kurang: di bawah persentil ke-5

● Normal: persentil ke-5 sampai ke-85

● Kegemukan: persentil ke-85 hingga ke-95

3
● Obesitas: 95 persen atau lebih tinggi

C. Kebutuhan Kalori Manusia Berdasarkan Usia

● Bayi 0-6 bulan memiliki kebutuhan kalori 115-350 kkal


● Bayi 6 bulan-1 tahun membutuhkan kalori 250-750 kkal
● Anak-anak usia 1-3 tahun membutuhkan asupan kalori sebesar 325-975
kkal
● Anak-anak berumur 4-6 tahun memiliki kebutuhan kalori sebesar 450-
1.350 kkal
● Anak-anak berusia 7-10 tahun membutuhkan kalori 600-1800 kkal
● Remaja memiliki kebutuhan kalori sebesar 900-2700 kkal
● Orang dewasa membutuhkan asupan kalori sebesar 1.100-3.300 kkal.

D. Kebutuhan Kalori Anak

Kebutuhan asupan gizi yang dibutuhkan oleh anak-anak lebih sedikit


daripada kebutuhan orang dewasa. Anak-anak lebih banyak membutuhkan kalori
untuk pertumbuhan badan, sedangkan kalori pada orang dewasa digunakan untuk
memenuhi kebutuhan energi. Menghitung kebutuhan kalori anak dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus kebutuhan kalori anak berdasarkan usianya, yakni:

● 0-3 bulan = (89 x BB dalam kg – 100) + 175


● 4-6 bulan = (89 x BB dalam kg – 100) + 56
● 7-12 bulan = (89 x BB dalam kg – 100) + 22
● 13-35 bulan = (89 x BB dalam kg – 100) + 20

E. Ciri-ciri Obesitas Pada Anak


Hal sederhana yang dapat membantu kita untuk memastikan bahwa Anak
Obesitas adalah dengan mengenali ciri-ciri sebagai berikut :

4
● Wajah bulat, pipi tembem, dan bahu rangkap

● Leher relatif pendek

● Perut buncit

● Dagu yang berisi

● Kedua tungkai umumnya berbentuk x

● Kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan

● Pada Anak laki-laki dada membusung dan payudara sedikit membesar, serta
penis mengecil (tidak terlihat secara utuh karena tertutup oleh timbunan
lemak)

● Pada Anak perempuan datangnya pubertas lebih dini yaitu usia kurang dari 9
tahun sudah mengalami menstruasi.
F. Gejala Obesitas Pada Anak

Menghitung BMI adalah terpenting untuk mengetahui apakah anak


mengalami obesitas atau tidak. Pasalnya, tak semua anak yang mempunyai berat
badan ekstra termasuk dalam obesitas. Beberapa anak memang mempunyai
kerangka tubuh lebih besar dari rata-rata dan biasanya membawa jumlah lemak
tubuh yang berbeda pada berbagai tahap perkembangannya. Apalagi, gejala
obesitas anak juga mungkin tidak diketahui dari penampilan. Meski begitu, berat
badan yang melebihi angka normal dapat menjadi tanda awal anak mengalami
obesitas.

Gejala obesitas anak lainnya bisa seperti nyeri sendi, pinggul terkilir, ruam
kulit, iritasi, sembelit, jaringan lemak di area payudara, refluks gastroesofagus,
serta stretch mark di pinggul, perut, dan punggung.

G. Penyebab Obesitas Pada Anak

5
Gaya hidup seperti asupan kalori anak yang melebihi Angka Kecukupan
Gizi dan malas bergerak adalah penyebab utama obesitas pada si kecil. Akan
tetapi, beberapa faktor berikut ini turut meningkatkan risiko kenaikan berat badan.

1. Pola makan yang buruk

Konsumsi makanan tinggi kalori, seperti makanan cepat saji, minuman


manis, atau makanan kemasan dapat menyebabkan kenaikan berat badan pada
anak. Pasalnya, jenis makanan dan minuman ini cenderung tinggi gula.

2. Kurang gerak

Anak yang jarang bergerak lebih mungkin mengalami kenaikan berat badan
karena mereka tidak membakar banyak kalori. Si kecil mungkin lebih memilih
menghabiskan waktunya untuk nonton televisi atau bermain game.

3. Genetika

Anak yang memiliki anggota keluarga dengan kondisi obesitas, lebih mungkin
mengembangkannya di kemudian hari. Risiko obesitas akan semakin bertambah
besar jika memang gaya hidup anak juga tidak sehat. Jadi, anak lebih mungkin
mengalami kenaikan berat badan.

4. Faktor psikologi

Stres pribadi, orang tua, dan keluarga dapat meningkatkan risiko obesitas pada
anak. Beberapa anak makan berlebihan untuk mengatasi masalah atau untuk
mengatasi emosi, seperti stres atau untuk melawan kebosanan.

5. Faktor sosial ekonomi

6
Anak-anak dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah lebih mungkin
mengonsumsi makanan tidak sehat, contohnya makanan siap saji. Orangtua
mereka cenderung sibuk bekerja memenuhi kebutuhan ekonomi, sehingga tidak
punya cukup waktu untuk menyiapkan makanan bergizi seimbang. Kesibukan
orangtua juga bisa membuat asupan kalori anak tidak diawasi dengan baik.

6. Penggunaan obat tertentu

Beberapa obat resep dapat meningkatkan risiko mengembangkan obesitas. Obat-


obatan tersebut termasuk prednison, lithium, amitriptyline, paroxetine (Paxil),
gabapentin (Neurontin, Gralise, Horizant) dan propranolol (Inderal, Hemangeol).
Hal ini bisa saja terjadi pada anak jika ia memang memiliki masalah kesehatan
tertentu yang mengharuskan konsumsi obat-obatan.

H. Dampak Obesitas Pada Anak dan Penyakit yang Mungkin Timbul

Obesitas mempunyai dampak terhadap tumbuh kembang anak, terutama


aspek perkembangan psikososial. Anak obesitas berpotensi mengalami berbagai
penyakit yang menyebabkan kematian antara lain penyakit kardiovaskular,
diabetes melitus, dan lain-lain. Kegemukan pada masa anak-anak juga
menimbulkan konsekuensi psikososial jangka pendek dan jangka panjang
sepertipenurunan kepercayaan diri, gangguan makan, dan kesehatan yang lebih
rendah hubungannya dengan kualitas hidup. Kondisi kegemukan pada usia dini
akan dibawa sampai dewasa, yang berdampak terhadap peningkatan resiko
penyakit degeneratif. Penyebab obesitas yaitu pola makan,tingkat asupan gizi,
tingkat aktivitas fisik yang dilakukan individu, serta kondisi sosial ekonomi
bahkan beberapa penelitian menemukan hubungan insomnia atau kurang tidur
sebagai faktor risiko kejadian obesitas.

Dampak yang terjadi jika balita mengalami obesitas antara lain yaitu
cenderug dapat mengakibatkan terkena:

- Mellitus tipe II,

7
- Meningkatnya nilai kolestrol sehingga mengakibatakan tekanan drarah
meningkat dan dapat menyebakan penyakit jantung,

- Nafas berhenti saat tidur (sleep apnue),

- Gangguan ortopedi,

- Penyakit asma dan hati 

Anak dengan obesitas cenderung akan mengalami peningkatan tekanan


darah sehingga berpengaruh pada denyut jantung, sekitar 20-30% anak dengan
obesitas menderita hipertensi. (Molintao, Sulaeman, & Purwanti, 2019)

Pada anak obesitas sering dijumpai dengan gejala mengorok. Penyebab


tersebut yakni terjadinya penebalan jaringan lemak di daerah dinding dada perut
sehingga menganggu proses pergerakan dinding dada dan diafrgama, sehingga
terjadi penurunan volume torakal adomen dan menyebabkan beban kerja otot
pernapasan meningkat. Berbagai dampak di atas memiliki efek yang sangat besar
pada kualitas hidup dan pengalaman sosial penderita obesitas, dan dapat
berimplikasi serius terhadap tingkat morbiditas.

Dampak kesehatan yang berkaitan dengan obesitas pada masa kanak-


kanak adalah naiknya tingkat keparahan asma dan penyakit pernapasan lain,
tingkat kebugaran yang lebih rendah, diskriminasi sosial seperti bullying,
viktimisasi, dan pengucilan yang bisa mengakibatkan harga diri yang rendah,
kualitas hidup yang lebih rendah, dan prestasi akademik yang lebih rendah,
meningkatnya risiko penyakit kardiovaskuler. penyakit lain yang dijumpai pada
anak-anak adalah hiperkolesterolemia, hipertensi dan diabetes mellitus tipe 2,
yang dulunya juga didominasi oleh orang dewasa dan tua.

Dari berbagai penyakit yang muncul di atas bila di lihat dari riwatnya
diawali adanya obesitas pada anak-anak.

I. Penanganan Obesitas Pada Anak

8
Penanganan obesitas pada sang buah hati akan mengacu kepada pilar
pencegahan obesitas, yaitu perubahan pola hidup, peningkatan aktivitas fisik,
penggunaan obat dan tindakan khusus bila diperlukan. Seberapa berat keadaan
yang mencetuskan obesitas anak tersebut juga mempengaruhi tindakan medis
yang dapat diambil oleh dokter. Pada umumnya, semua anak yang mengalami
obesitas akan diminta menjalani terapi perubahan gaya hidup, yaitu:
- Menerapkan pola makan gizi seimbang, yaitu dengan memperhatikan
jumlah kalori yang cukup tiap hari, dengan bentuk dan komposisi nutrisi
yang sesuai.
- Mengubah gaya hidup menjadi lebih aktif, yaitu dengan bermain aktif
bersama teman sebaya, berolahraga dengan olahraga permainan, ataupun
dengan melakukan aktivitas fisik keluarga sebagai acara rutin.
- Berkonsultasi dengan dokter spesialis anak dan spesialis gizi untuk
mendapatkan keadaan dan kecukupan nutrisi anak yang menyeluruh.
- Mengikuti terapi individu atau berkelompok untuk membantu mengubah
perilaku dan menghadapi gangguan psikologis
- Mengikuti program terapi latihan fisik bagi yang membutuhkan
- Operasi penurunan berat badan pada keadaan sangat khusus pada remaja

Dalam penanganan obesitas secara umum dibutuhkan tenaga dokter lintas


disiplin. Misalnya dokter spesialis anak, dokter spesialis gizi, psikolog anak, dan
dokter spesialis olahraga. Orang tua juga turut berperan dengan membantu
memberikan dorongan, motivasi dan fasilitas agar anak mau dan mampu
menjalani perubahan pola hidup ini demi kesehatannya ke depan.
Tujuan pelayanan kesehatan bagi anak yang mengidap obesitas adalah
mengurangi laju pertambahan berat badan dan membantu mereka tumbuh secara
alami. Karena itu, anak-anak tak bisa dipaksa mengikuti program penurunan berat
badan tertentu tanpa konsultasi dengan penyedia layanan kesehatan.

J. Pencegahan Obesitas Pada Anak

9
Anak rentan mengalami obesitas ketika orang tua kurang memperhatikan
kebiasaannya sehari-hari. Khususnya kebiasaan makan dan aktivitas fisik buah
hati. Orang tua diharapkan juga memegang peran utama dalam pencegahan
obesitas pada si kecil. Hal yang bisa dilakukan antara lain:
- Berfokus pada keluarga sebagai keseluruhan. Terapkan kebiasaan makan
dan gaya hidup sehat untuk semua anggota keluarga, bukan cuma anak
sehingga orangtua dapat menjadi contoh dan panutan anak dalam
menjalani hidup sehat.
- Jadilah teladan untuk anak dengan rajin berolahraga serta mengurangi
makanan yang tidak sehat. Sebab, anak cenderung meniru kebiasaan orang
tua.
- Dorong anak melakukan aktivitas fisik. Misalnya dengan mengajak
bersepeda bersama pada sore hari atau akhir pekan. Bisa juga dengan
menawari anak mengikuti kegiatan klub olahraga atau bela diri.
- Batasi penggunaan gadget dan mengurangi screen time maksimal dua jam
per hari (menonton Televisi, Smartphone, Tablet).
- Sediakan makanan ringan rendah kalori di lemari dan kulkas. Perbanyak
stok buah dan jus alami. Pastikan anak makan buah setiap hari.
- Ingatkan anak untuk minum air putih yang cukup setiap hari.
- Pastikan anak tidur pada jam yang sesuai dan cukup pada malam hari.

Akan jauh lebih baik apabila kita mencegah terjadinya obesitas pada anak
daripada mengobati karena saat anak didiagnosis mengalami obesitas, dibutuhkan
upaya ekstra untuk penanganannya. Karena itu, peran orang tua sangat diperlukan
untuk mengupayakan pencegahan dan deteksi dini agar buah hati terbebas dari
berbagai masalah kesehatan akibat berat badan berlebih.

K. Data-data Obesitas
Indonesia saat ini masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan gizi
terutama gizi kurang atau stunting dan gizi lebih atau obesitas. Ada beberapa
upaya yang harus dilakukan oleh seorang ibu baik sebelum maupun setelah bayi

10
lahir dalam mencegah stunting dan obesitas. Direktur Gizi Masyarakat
Kementerian Kesehatan RI Dr. Dhian Probhoyekti, SKM, MA mengatakan
permasalahan gizi tidak hanya terjadi di Indonesia tapi di dunia. Bahkan
permasalahan ini menjadi fokus secara global.

Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi obesitas pada Balita sebanyak


3,8% dan obesitas usia 18 tahun ke atas sebesar 21,8%. Target angka obesitas di
2024 tetap sama 21,8%, upaya diarahkan untuk mempertahankan obesitas tidak
naik. Ini adalah upaya yang sangat besar dan cukup sulit. Dampak masalah gizi
obesitas berdampak jangka panjang karena masalah gizi ini menjadi indikator
pembangunan kesehatan bangsa yang berpengaruh terhadap kualitas generasi
penerus. Dalam jangka panjang dapat menimbulkan dampak pada gangguan
metabolik yang meningkatkan risiko individu obesitas, diabetes, stroke, dan
jantung.
Perbaikan gizi lebih diarahkan pada gizi seimbang sebagai solusi mencegah
angka obesitas naik. Gizi seimbang bermakna luas berlaku pada semua kelompok
umur. Penerapan gizi seimbang dilakukan dengan mengkonsumsi aneka ragam
makanan, membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat, mempertahankan berat
badan normal, dan melakukan aktivitas fisik di semua kelompok umur.
Kementerian Kesehatan melakukan intervensi spesifik untuk
melaksanakan Penerapan gizi seimbang. Dalam intervensi spesifik ada 6
intervensi yang kita lakukan yaitu pertama promosi dan konseling pemberian
makan bayi dan anak (PMBA), kedua promosi dan konseling menyusui, ketiga
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak, keempat pemberian suplemen
tablet tambah darah (TTD) bagi ibu hamil dan remaja serta pemberian vitamin A,
kelima penanganan masalah gizi dan pemberian makanan tambahan, keenam
tatalaksana gizi buruk. Intervensi spesifik diikuti dengan strategi peningkatan
kapasitas SDM, peningkatan kualitas program, penguatan edukasi gizi dan
penguatan manajemen intervensi gizi di Puskesmas dan Posyandu. Selain upaya
pemerintah, peran keluarga terutama ibu berperan penting dalam mencegah anak
stunting dan obesitas.

11
Guru Besar Ilmu Gizi FEMA IPB Prof Dr. Hardiansyah mengatakan untuk
bisa mencegah secara dini baik itu stunting maupun obesitas perlu memahami
bahwa kedua masalah tersebut harus segera dicegah. Dalam hal ini ibu memiliki
peran penting dalam menentukan makanan pada saat hamil dan pemberian gizi
serta pola asuh pada anak setelah lahir. Untuk obesitas, pahami penyebab obesitas
atau kegemukan. Obesitas bukan hanya disebabkan karena kurang aktivitas fisik
dan makanan, tapi banyak penyebabnya. Pada orang dewasa atau remaja obesitas
bisa bisa karena stres yang menimbulkan inflamasi, inflamasi menimbulkan
penumpukan lemak. Selain itu kurang tidur atau kelebihan tidur yang
meningkatkan hormon ghrelin jadi pembawaannya lapar. Oleh karena itu,
mulailah dengan mengelola faktor penyebab utama seperti stres, terus jangan
sampai stres, harus perbanyak aktivitas fisik dan mengatur waktu tidur, pantau
berat badan dan lingkar pinggang.

12
DAFTAR PUSTAKA

Indanah, Sukesih, Fairuzzah, & Khoiriyah. (2021). Obesitas pada balita.

Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 12(2), 242–248.

Molintao, W. P., Sulaeman, S., & Purwanti, N. H. (2019). Hubungan

kompetensi ibu, aktivitas fisi, dan konsumsi junk food dengan kejadian obesitas

pada balita. Journal of Telenursing (JOTING), 1(1), 1–9.

Pratiwi, W. R., & Sapriyani. (2018). Pengetahuan dan sikap ibu tentang

obesitas pada balita. Jurnal Ilmiah Kesehatan Iqra, 6. Retrieved from

https://stikesmu-sidrap.e-journal.id/JIKI/article/download/53/42

Kementrian Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, 2022.


Obesitas Pada Anak dan Penyakit yang mungkin Timbul.
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/16/obesitas-pada-anak Diakses 7
Febuari 2022

Aprinda Puji. 2022. Seputar Obesitas Anak yang Perlu Orangtua Ketahui.
https://hellosehat.com/nutrisi/obesitas/obesitas-pada-anak/ Diakses 7 Febuari 2022

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018. Apakah anak Obesitas?


Yuk, kenali ciri-ciri Anak Obesitas. https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-
p2ptm/obesitas/page/46/apakah-anak-obesitas-yuk-kenali-ciri-ciri-anak-obesitas
Diakses 7 Febuari 2022

dr. Andry Kelvianto M.Gizi, SpGK, AIFO-K, Dokter Spesialis Gizi,


Primaya Hospital Bekasi Timur, 2023. Obesitas pada Anak: Tanda, Penanganan,

13
dan Pencegahan. https://primayahospital.com/gizi/obesitas-pada-anak/ Diakses 5
Febuari 2023.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2022. Upaya Ibu Cegah Anak


Stunting dan Obesitas.
https://www.kemkes.go.id/article/view/22011800003/upaya-ibu-cegah-anak-
stunting-dan-obesitas.html Diakses 5 Febuari 2022.

14

Anda mungkin juga menyukai