Anda di halaman 1dari 15

MODERASI ISLAM

1
A. INTEGRITAS KEISLAMAN
1. Transformasi Intelektual
Proses mempelajari wawasan keislaman
kepada guru yang memiliki genealogi intelektual
yang bersambung kepada Rasulullah SAW.
Menghindar dari belajar otodidak secara murni
kepada buku, apalagi internet. Mohammad Amin
Abd. al Aziz dalam al-Da’wah Qawa’id wa Ushul
menegaskan pentingnya prinsip tilmidz imam la
tilmidz kitab, prinsip yang menerangkan guna
berguru kepada ulama, bukan kepada buku. Artinya,
belajar secara mandiri tanpa bimbingan guru
merupakan perkara yang kurang bijak dalam tradisi
Islam.1
Memahami Alquran harus sesuai dengan
pedoman para ulama yang lurus, bukan petunjuk
nafsu. Kampanye “kembali kepada Alquran dan
hadis” yang disebarkan oleh komunitas tertentu
dapat berpengaruh terhadap muslim dalam
mempelajari Alquran secara otodidak, sehingga bisa
terjerumus kepada kesesatan beragama. Padahal
untuk menjadi ahli tafsir, selain harus penghafal
Alquran dan ahli hadis, juga memahami bahasa
Arab dengan baik. Keilmuan pendukung juga
diperlukan seperti ilmu Akidah, Fikih, Akhlak,
Sejarah dan lain-lain.2

1
Mohammad Amin Abd. al Aziz, al-Da’wah Qawa’id wa Ushul (Kairo:
Dar al-Dakwah, 1999), 234.
2
Samsuriyanto, Dakwah Lembut, Umat Menyambut (Surabaya: Inoffast
Publishing, 2021), Cet. 3, 109-110.

2
2. Moderat dalam Beragama
Islam adalah jalan tengah dalam segala hal,
baik dalam hal pengetahuan, akidah, ibadah,
perilaku, relasi sosial maupun dalam hukum. Sikap
moderat adalah di antara ciri Islam.3 Artinya, Islam
memang adalah agama yang moderat, bukan radikal
dan liberal. Islam menasehati setiap muslim agar
menebar ketentraman, keharmonisan dan
4
perdamaian terhadap sesama. Samsuriyanto dalam
Dakwah Moderat Dr (HC). KH. Ahmad Mustofa
Bisri di Dunia Virtual menyebut ada tiga
karakteristik moderasi dalam dakwah yaitu:
a. Toleran, adalah mayoritas bersedia menghargai
dan memberi ruang beragama kepada
minoritas, dan sebaliknya. Di sisi lain, toleran
adalah tegas dalam urusan teologi, namun
lentur dalam urusan sosial.
b. Seimbang, merupakan integrasi antara dalil
naqli (Alquran dan hadis) serta aqli (akal)
dalam menyampaikan ajaran Islam serta
menyikapi problamatika umat.
c. Adil, adalah bersikap obyektif terhadap
pemikiran, sikap dan tindakan orang lain. 5
3
Yusuf Qardhawi, Islam Jalan Tengah; Menjauhi Sikap Berlebihan dalam
Beragama, terj. Alwi A.M (Bandung: Mizan Pustaka, 2017), Cet. 1. Edisi.
3, 22.
4
Farooq Hassan, “Islam: A Religion of Tolerance or Terrorism (An
Analytical and Critical Study)”, Interdisciplinary Journal of
Contemporary Research in Business, Vol 3, No. 10 (February, 2012), 822.
5
Lihat Samsuriyanto, “Dakwah Moderat Dr (HC). KH. Ahmad Mustofa
Bisri di Dunia Virtual” (Tesis--Universitas Islam Negeri Sunan Ampel,
Surabaya, 2018).

3
B. APRESIASI TERHADAP SESAMA MUSLIM
1. Bebas dari Tuduhan Negatif
Kecintaan kepada sesama muslim harus
dibuktikan dengan menghindar dari ujaran
kebencian, tabdi’ (menuduh bid’ah), takfir
(menuduh kafir) dan tuduhan lainnya. Menurut
Imam Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad
al-Ghazali, sebaiknya kita mencegah diri dari
perilaku mencela. Sebab seseorang tidak akan
ditanya telah berapa banyak melaknat orang lain.6
Tabdi’ juga dilarang, karena perkara bid’ah
memiliki ragam pendapat dari para ulama dan
cendekiawan Muslim. Jika tabdi’ dilarang, apalagi
takfir yang akan membahayakan pagi penuduh.
Beberapa konsekuensi penting karena takfir:
a. Ketika mati, jenazahnya tidak perlu
dimandikan dan disalati.
b. Nikahnya menjadi batal.
c. Tidak dapat menjadi wali bagi anak-anaknya
ketika mereka menikah.
d. Tidak dapat dimakamkan di taman makam
umat Islam.
e. Tidak dapat memperoleh warisan, dan lain-
lain.7

6
Imam Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali dalam Tim
Forum Kajin Ilmiah AFKAR Wisudawan Mahasantri Ma’had Aly
Lirboyo Tahun Akademik 2018-2019, Kritik Ideologi Radikal:
Deradikalisasi Doktrin Keagamaan Ekstrem dalam Upaya Meneguhkan
Islam Berwawasan Kebangsaan (Kediri: Lirboyo Press, 2019), Cet. 1,
108.
7
Ibid, 127.

4
2. Kerjasama Umat Islam
Sesama umat Islam dapat saling tolong-
menolong dalam kebaikan, perdamaian dan lain-
lain. Imam Munawwir (dalam Samsuriyanto)
menawarkan solusi untuk memperkuat persaudaraan
antar sesama umat Islam di antaranya adalah tolong
menolong. Persatuan yang diinginkan Islam akan
telihat, jika seluruh pengikutnya mempunyai sikap
penolong. Dalam Islam, semua manusia bisa
ditolong, tanpa membedakan suku dan golongan.8
Kerjasama umat Islam dapat dilakukan
dengan mudah karena sudah ada teknologi,
informasi dan komunikasi.9 Jika umat Islam
terutama pemuda berdebat tentang masalah
perbedaan dalam pengamalan keagamaan, maka
akan ditinggal oleh pemeluk agama lain.10
Kerjasama juga bisa berbentuk dalam bidang
ekonomi, sosial, budaya, teknologi dan lain-lain
yang bermanfaat untuk umat Islam secara khusus
dan manusia secara umum. Di sisi lain, kerjasama
juga dilakukan untuk kemerdekaan Palestina dari
Zionis Israel, serta umat Islam yang tertindas di
berbagai belahan dunia, seperti etnis Rohingya dan
lain sebagianya.

8
Samsuriyanto, Dakwah Lembut, Umat Menyambut, 12-13.
9
Lihat Seyed Ebrahim Hosseini, et al, “The Impact of Information
Technology on Islamic Behaviour”, Journal of Multidisciplinary
Engineering Science and Technology, Vol. 1, No. 5 (December, 2014),
135.
10
Samsuriyanto, Menyelamatkan Negeri (Dari Radikalisme, Covid-19 dan
Korupsi) (Surabaya: Inoffast Publishing, 2021), Cet. 2, 78.

5
C. NASIONALISME DAN KENEGARAAN
1. Persaudaraan Sesama Warga Negara
Persaudaraan yang dibangun berdasarkan
kesamaan dalam kenegaraan dan kebangsaan
dengan mengesampingkan perbedaan agama, suku
bangsa, ras dan partai politik. Dalam suatu negara
mungkin ada kafir mu’ahad, yaitu nonmuslim yang
melaksanakan perjanjian keamanan dan perdamaian
dalam waktu tertentu dan terbatas.11 Dalam
perjanjian dengan kafir mu’ahad, tidak hanya
bentuk perjanjian gencatan senjata yang sementara,
akan tetapi merupakan bentuk usaha untuk
mengimplementasikan relasi saling memberikan
keselamatan dan hidup berdampingan dalam
perdamaian yang permanen.12
Samsuriyanto bercerita dengan mengutip dari
Salahuddin Wahid bahwa dalam sejarah Indonesia,
Badan Penyidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) telah membuat Piagam Jakarta
yang menjadi pembukaan Undang-undang Dasar
(UUD). Rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) akan mengesahkan rencana UUD
tersebut. Namun sebagian pemuda pada sehari
sebelumya yang menganggap sebagai wakil dari
umat Kristen dari Indonesia Timur mendatangi

11
Tim Forum Kajin Ilmiah AFKAR Wisudawan Mahasantri Ma’had Aly
Lirboyo Tahun Akademik 2018-2019, Kritik Ideologi Radikal:
Deradikalisasi Doktrin Keagamaan Ekstrem dalam Upaya Meneguhkan
Islam Berwawasan Kebangsaan, 213.
12
Ibid, 218.

6
Bung Hatta dan menyampaikan tidak akan menjadi
bagian dari warga negara Indonesia.13
Mereka berpendapat karena terdapat kalimat
yang tidak disepakati dalam Piagam Jakarta yaitu,
“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Besok harinya,
Bung Hatta menggelar rapat dengan sejumlah tokoh
Islam termasuk KH. A. Wahid Hasyim. Hasil rapat
menegaskan bahwa dengan rasa tanggung jawab
dan semangat yang besar demi dan tujuan bangsa di
atas kepentingan individu dan golongan, mereka
menghapus tujuh kata Piagam Jakarta sehingga
Pembukaan UUD berbunyi dan tertulis seperti
sekarang.14
2. Taat kepada Pemerintah Sah
Dalam ajaran Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah
(ASWAJA) di antara cirinya adalah taat kepada
pemerintah yang sah serta menghindar dari
pemberontakan dan perilaku kudeta walaupun
mereka fasik dan menyimpang.15 Namun di sisi
lain, harus ada kontrol dan kekuatan sipil terhadap
pemerintah, misal dari organisasi keislaman seperti
Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama dan
13
Samsuriyanto, “KH. A. Wahid Hasyim: Inspirasi dan Motivasi”, dalam
Tokoh Pemuda Indonesia, ed. Mustadin Taggala (Jakarta: Deputi
Pengembangan Pemuda Kementrian Pemuda dan Olahraga Republik
Indonesia, 2019), 324.
14
Ibid.
15
Tim Forum Kajin Ilmiah AFKAR Wisudawan Mahasantri Ma’had Aly
Lirboyo Tahun Akademik 2018-2019, Kritik Ideologi Radikal:
Deradikalisasi Doktrin Keagamaan Ekstrem dalam Upaya Meneguhkan
Islam Berwawasan Kebangsaan, 356

7
Muhammadiyah. M. Zaid Wahyudi, misalnya
menegaskan bahwa NU diharapkan sebagai
penyeimbang kekuatan politik dengan tetap menjadi
kekuatan masyarakat sipil.16
Banyak yang mengkritik Tradisi ASWAJA
dalam menghadapi pemerintah yang dianggap
sebagai sikap oportunis, penakut bahkan disebut
tidak peduli dengan kemaslahatan masyarakat.
Tetapi jika dikaji secara mendalam, metode
persuasif, konstitusional, elegan dan demokratis ini
sungguh efektif untuk melembutkan pemerintah dan
lebih terjamin dalam kondisi keamanan negara.
Terbukti hebat dalam menyelesaikan konflik dan
perang saudara demi menjaga persatuan dan
menghindar dari pertumpahan darah.17

16
M. Zaid Wahyudi, “Sulitnya Konsisten Sebagai Kekuatan Sipil”, dalam
Nasionalisme dan Islam Nusantara, ed. Abdullah Ubaid dan Mohammad
Bakir (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2015), Cet. 1, 183-184.
17
Tim Forum Kajin Ilmiah AFKAR Wisudawan Mahasantri Ma’had Aly
Lirboyo Tahun Akademik 2018-2019, Kritik Ideologi Radikal:
Deradikalisasi Doktrin Keagamaan Ekstrem dalam Upaya Meneguhkan
Islam Berwawasan Kebangsaan, 369.

8
D. HUMANITAS DAN MULTIKULTURAL
1. Memelihara Persatuan
Menjaga persatuan dan kesatuan untuk
membangun tatanan kehidupan yang harmonis,
serta menjauhkan dari perpecahan dan peperangan.
Persatuan dan kesatuan adalah suatu hal yang
dianggap sangat penting dalam Islam, bahkan oleh
Syaikh Ibnu Taimiyah disebut sebagai bagian dari
pokok agama dalam Islam.18 Jika persatuan luntur
dalam kehidupan masyarakat, maka perdamaian
akan sirna. Tatanan sosial menjadi kacau, sehingga
tidak dapat menjalankan ibadah dan ritual
keagamaan dengan baik.
Islam sangat mengapresiasi manusia serta
melarang aksi radikalisme dan terorisme. 19 Sebab
dua aksi ini tentu merusak persatuan dan
mengakibatkan perpecahan. Persatuan dalam Islam
merupakan persatuan yang didasarkan pada
persaudaraan, cinta, anti egoisme serta seseorang
menjadi bagian dari kelompok. Persatuan yang
memberi kesempatan bagi seluruh manusia untuk
maju karena kebaikan dan intelektual, bukan atas
dasar senjata dan peperangan.20
18
Syaikh Ibnu Taimiyah dalam Tim Forum Kajin Ilmiah AFKAR
Wisudawan Mahasantri Ma’had Aly Lirboyo Tahun Akademik 2018-
2019, Kritik Ideologi Radikal: Deradikalisasi Doktrin Keagamaan
Ekstrem dalam Upaya Meneguhkan Islam Berwawasan Kebangsaan, 98.
19
Samsuriyanto, Menyelamatkan Negeri (Dari Radikalisme, Covid-19 dan
Korupsi), 27.
20
Musthafa Rifa’i, Islamuna: Fi al-Tawfiq Bayn al-Sunnah wa al-Syiah,
terj. Kadarisman Ahmad dan Falahuddi Qudsi, Islam Kita: Titik Temu
Sunni-Syiah (Jakarta: Fitrah, 2013), Cet.1, 18.

9
2. Toleran dalam Kemajemukan
Saling menghormati dalam urusan sosial dan
kemanusiaan tanpa memandang suku dan agama,
namun memiliki integritas kuat dalam meyakini
agama atau kepercayaan yang dianut. Di Mekkah,
Rasulullah SAW. mendamaikan seluruh elemen
rakyat, menghormati kaum Yahudi, Nasrani dan
lain-lain.21 Islam menghormati umat agama lain dan
bisa hidup berdampingan dengan damai. Islam
menciptakan tatanan sosial atas dasar kebersamaan
dan kemajemukan. Seorang muslim boleh saja
berkerja kepada non muslim, demikian juga non
muslim tidak merasa berat untuk berprofesi dengan
umat Islam.22
Kemajemukan telah terjadi dalam waktu lama
dalam Islam. Banyak sekali para imam dan pendiri
Mazhab yang berbeda dalam pendapatnya, di
antaranya Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam
al-Syafi’i, Imam Ahmad dan lain-lain. Namun,
mereka tetap memiliki sikap toleran kepada orang
lain serta menghindar dari sikap fanatisme, apalagi
saling mencela. Mereka tidak pernah memaksakan
pendapatnya untuk diikuti dan saling membenci
karena adanya perbedaan.23

21
A’la Abu Bakar, Islam yang Paling Toleran (Jakarta: Pustaka al Kautsar,
2006), 26.
22
Ibid, 49.
23
Tim Forum Kajin Ilmiah AFKAR Wisudawan Mahasantri Ma’had Aly
Lirboyo Tahun Akademik 2018-2019, Kritik Ideologi Radikal:
Deradikalisasi Doktrin Keagamaan Ekstrem dalam Upaya Meneguhkan
Islam Berwawasan Kebangsaan, 100.

10
E. DAKWAH DAN KONTRIBUSI PERADABAN
1. Dakwah Lembut
Penyampaian ajaran baik melalui lisan,
tulisan dan tindakan secara persuasif, sehingga
mampu menghadirkan Islam penuh rahmat untuk
seluruh umat. Di Indonesia, para pendakwah
(Walisongo) menggunakan pendekatan lembut
dalam berdakwah sehingga banyak penduduk
pribumi yang tertarik dan masuk Islam secara
persuasif. Dakwah lembut dapat diterima oleh mitra
dakwah, karena memang manusia menginginkan
kelembutan. Pendakwah sebaiknya mendahulukan
kelembutan, agar masyarakat memahami bahwa
Islam agama yang lembut.24
Walisongo sebagai mediator antar berbagai
elemen masyarakat dengan diplomasi keagamaan,
sehingga semua lapisan warga di Kesultanan
Demak Bintaro merasa memperoleh apresiasi.
Walisongo membimbing Kesultanan tersebut
berupa metode pemerintahan yang sesuai dengan
nilai-nilai Islam. Walisongo juga mengarahkan para
saudagar di bandar-bandar pesisir utara Jawa guna
melaksanakan roda usahanya berlandaskan teladan
dari Rasulullah SAW. Sedangkan masyarakat secara
umum senantiasa memperoleh pengarahan guna
sebagai umat yang baik.25

24
Samsuriyanto, Dakwah Lembut, Umat Menyambut, 4.
25
Purwadi, Dakwah Sunan Kajaga; Penyebaran Agama Islam di Jawa
Berbasis Kultural (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), Cet. 3, 50-51.

11
2. Jihad Kompleks
Perang tentu berbeda dengan jihad, karena
perang adalah bagian dari jihad. Jihad di negeri
damai bisa dilakukan dengan membangun (lembaga
pendidikan, fasilitas kesehatan, lembaga bantuan
hukum), menyantuni (fakir miskin, anak yatim) dan
lain-lain. Menurut Said Aqil Siroj, jihad memotivasi
umat Islam agar bekerja keras dan menciptakan etos
kerja serta juga menuntut mereka mempunyai
kepekaan dan kepedulian sosial yang tinggi.26
Di sisi lain, jihad melawan hawa nafsu juga
penting, terdiri dari empat tingkatan.
a. Jihad melawan hawa nafsu dengan mengkaji
ilmu keislaman yang menjadi penentu
keselamatan dan kebahagiaan seseorang di dunia
dan akhirat.
b. Jihad melawan hawa nafsu dengan
mengimplementasikan ilmu tersebut.
c. Jihad melawan hawa nafsu dengan berdakwah
dan menyebarkan ilmu keislaman di masyarakat.
d. Jihad melawan hawa nafsu dengan berkarakter
sabar dan tabah dalam menjalani semua
tantangan dan ujian dalam berdakwah. 27

26
Said Aqil Siroj, Dialog Tasawuf Kiai Said; Akidah, Tasawuf dan Relasi
Antarumat Beragama (Surabaya: Khalista, 2012), Cet.1, 126.
27
Tim Forum Kajin Ilmiah AFKAR Wisudawan Mahasantri Ma’had Aly
Lirboyo Tahun Akademik 2018-2019, Kritik Ideologi Radikal:
Deradikalisasi Doktrin Keagamaan Ekstrem dalam Upaya Meneguhkan
Islam Berwawasan Kebangsaan, 167.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abd. al Aziz, Mohammad Amin, al-Da’wah Qawa’id wa


Ushul, Kairo: Dar al-Dakwah, 1999.

Abu Bakar, Al’a, Islam yang Paling Toleran, Jakarta: Pustaka


al Kautsar, 2006.

Hassan, Farooq, “Islam: A Religion of Tolerance or Terrorism


(An Analytical and Critical Study)”, Interdisciplinary
Journal of Contemporary Research in Business, Vol
3, No. 10, February, 2012.

Hosseini, Seyed Ebrahim, et al, “The Impact of Information


Technology on Islamic Behaviour”, Journal of
Multidisciplinary Engineering Science and
Technology, Vol. 1, No. 5, December, 2014.

Purwadi, Dakwah Sunan Kajaga; Penyebaran Agama Islam di


Jawa Berbasis Kultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007, Cet. 3.

Qardhawi, Yusuf, Islam Jalan Tengah; Menjauhi Sikap


Berlebihan dalam Beragama, terj. Alwi A.M,
Bandung: Mizan Pustaka, 2017, Cet. 1. Edisi. 3.

Rifa’i, Musthafa, Islamuna: Fi al-Tawfiq Bayn al-Sunnah wa


al-Syiah, terj. Kadarisman Ahmad dan Falahuddi
Qudsi, Islam Kita: Titik Temu Sunni-Syiah, Jakarta:
Fitrah, 2013, Cet.1.

Samsuriyanto, “Dakwah Moderat Dr (HC). KH. Ahmad


Mustofa Bisri di Dunia Virtual”, Tesis--Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2018.

13
Samsuriyanto, “KH. A. Wahid Hasyim: Inspirasi dan
Motivasi”, dalam Tokoh Pemuda Indonesia, ed.
Mustadin Taggala, Jakarta: Deputi Pengembangan
Pemuda Kementrian Pemuda dan Olahraga Republik
Indonesia, 2019.

Samsuriyanto, Dakwah Lembut, Umat Menyambut, Surabaya:


Inoffast Publishing, 2021, Cet. 3.

Samsuriyanto, Menyelamatkan Negeri (Dari Radikalisme,


Covid-19 dan Korupsi), Surabaya: Inoffast Publishing,
2021, Cet. 2.

Siroj, Said Aqil, Dialog Tasawuf Kiai Said; Akidah, Tasawuf


dan Relasi Antarumat Beragama, Surabaya: Khalista,
2012, Cet.1.

Tim Forum Kajin Ilmiah AFKAR Wisudawan Mahasantri


Ma’had Aly Lirboyo Tahun Akademik 2018-2019,
Kritik Ideologi Radikal: Deradikalisasi Doktrin
Keagamaan Ekstrem dalam Upaya Meneguhkan Islam
Berwawasan Kebangsaan, Kediri: Lirboyo Press,
2019, Cet. 1.

Wahyudi, M. Zaid, “Sulitnya Konsisten Sebagai Kekuatan


Sipil”, dalam Nasionalisme dan Islam Nusantara, ed.
Abdullah Ubaid dan Mohammad Bakir, Jakarta:
Kompas Media Nusantara, 2015, Cet. 1.

14
15

Anda mungkin juga menyukai