Anda di halaman 1dari 3

Nama : Fardhon Arian

NIM : 2204680
Kelas : 1A
Kelompok: 4
Nama Mentor: Adam Damhuri
Ketika diberi pertanyaan “Apa cita-cita kamu?” Kebanyakan dari kita dan juga saya
sendiri mungkin akan menjawab “tidak tahu”, “gimana nanti”, dsb. Tapi bukan berarti
semua orang seusia saya tidak memiliki cita-cita. Masih banyak orang yang percaya dan
juga yakin terhadap impiannya. Hanya saja mungkin sebagian orang merasakan apa
yang saya rasakan. jika kita tarik kebelakang ketika kita masih kecil, saat guru kita
bertanya, orang tua kita bertanya dan juga orang-orang disekitar lingkungan bertanya.
jawabannya akan lantang dan percaya diri. Kita begitu berani mengatakannya dan
sipemberi pertanyaan akan mengatakan itu hal yang hebat dan luar biasa disertai dengan
doa dan harapan kepada Sang pemberi Rahmat agar kelak suatu saat impianmu tercapai.
Semakin tinggi cita-cita mu semakin tinggi pula reaksi dari sipemberi pertanyaan. Dan
tentu saja bermimpi itu gratis dan tidak ada yang melarangnya. Tapi, bagaimana bila
kita sekarang diberi pertanyaan yang sama dan kita menjawab seperti hal yang kita
jawab di waktu kecil?
Nama saya Fardhon Arian, saya lahir dan besar di Bandung. Dulu saya juga memiliki
impian. Ketika kecil saya ingin sekali menjadi pemain sepakbola. Melihat para pemain
bola di layar kaca, merupakan salah satu hiburan saya di waktu kecil. Saya pun sering
membicarakan hal yang berbau sepakbola ke teman-teman. Selain itu, hampir setiap
hari setelah sepulang sekolah saya sering bermain sepakbola bersama-sama. Pada saat
itu saya berpikir kalau bekerja sesuai dengan apa yang kita sukai, bekerja sesuai dengan
passion yang kita punya, rasanya hebat dan juga menyenangkan. Seperti hobi yang
dibayar. “Jika saya sudah besar saya ingin menjadi seorang pemain sepak bola” saya
berbicara ketika itu. Tapi apa ada yang aneh ketika saya berkata itu. Ucapan itu tidak
spesifik dan terkesan spontan.
Pemain sepakbola dan pemain sepakbola profesional adalah dua hal yang berbeda.
Jika ketika kecil saya berkata ingin menjadi pemain sepakbola itu berarti impian saya
sudah tercapai. Saya sekarang masih sering bermain sepakbola bola. Akan tetapi ini
bukan inti paragraf yang dibicarakan. Tentu saja ketika kecil kita tidak memikirkan hal
yang kompleks dan rumit. Kita masih suka hal-hal yang sederhana. Misal ketika ditanya
dan kita menjawab ingin menjadi dokter. Apakah saat itu kita berpikir ingin menjadi
dokter spesialis apa? Bagaimana cara mewujudkannya? Apa kamu tahu berapa biaya
pendidikannya?. Kita mengatakannya karena itu adalah hal yang hebat dan keren. Tapi
bagaimana cara mewujudkan hal yang disebut hebat ?. Sayangnya di rumah dan di
sekolah kita tidak diajarkan hal yang seperti itu.
Ketika SMP saya mendaftarkan diri sebagai anggota dari SSB PRODUTA Tegalega.
Itu adalah langkah serius pertama saya dalam menggapai cita-cita. Jaraknya cukup jauh
sekitar 7km lebih. Saya terkadang menggunakan sepeda yang saya miliki ataupun
memakai transportasi umum. Disana terdapat banyak sekali orang-orang berbakat.
Mereka begitu sepesial, badan mereka tinggi dan besar, kemampuannya dalam
mengambil keputusan, kemampuan operan, fisik, taktik dan mental lebih unggul dari
saya yang masih seumuran. Tentu saja itu menjadi motivasi buat saya untuk terus
berkembang. Akhirnya saya terpilih untuk kompetisi piala Menpora. Itu menjadi
pengalaman untuk saya meskipun kita tidak lolos ketahap nasional. Tetapi saya bangga
terhadap kerja keras yang sudah saya lakukan. Terkadang saya belajar kepada para
teman-teman bukan hanya pelatih. Akan tetapi rasanya sangat sulit mengejar mereka.
Kondisi start kita berbeda, mereka sudah mulai sejak awal. Hingga akhirnya ada suatu
kondisi dimana saya mulai jenuh dan stress dengan semua ini.
Hal yang saya takutkan terjadi, saya mulai tidak disiplin dalam berlatih. Beberapa kali
saya egois dalam latihan ataupun pertandingan. Saya tidak melatih baik fisik ataupun
teknik dasar, biasanya saya berlatih entah itu sendiri ataupun bersama teman diluar
latihan kolektif. Rasanya seperti kehilangan motivasi. Sepak bola adalah olahraga yang
kompleks dan sedikit saja aspek tidak dilakukan atau tidak bekerja akan berdampak
sangat fatal. Puncaknya adalah ketika saya tidak terpilih untuk mengikuti sebuah liga
kelompok umur. Kompetisi itu sangat panjang, mungkin sekitaran enam bulan lebih.
Aku sempat berpikir, jika saya tidak ada dalam daftar list pemain yang dibawa itu
berarti saya hanya akan mengikuti latihan tanpa bermain. Para pemain di bangku
cadangan saja tidak atau terkadang diberi menit bermain. Saat itu saya masih sangat
muda, kondisi saya saat itu tidak seperti sekarang ini. Saya hanya bocah labil yang tidak
konsisten dan juga malas. Berhenti atau lanjut, itu adalah pilihan yang harus saya
putuskan. Hingga akhirnya tepat saat saya akan beranjak dari bangku SMP ke SMA
saya memutuskan berhenti.
Tentu saja itu bukan keputusan yang mudah. Menerima bahwa impian dan cita-cita
yang kita harap menjadi kenyataan sejak kecil hilang begitu saja. Tapi bukan berarti
saya kecewa, hanya saja jika saya berusaha lebih atau saja saya memberikan seratus
persen terhadap yang bidang yang saya suka, mungkin hasilnya akan berbeda. Tetapi
diri saya di masa sekarang tetap akan berterima kasih dan bangga kepada diri saya
sendiri di masa lalu. Orang bilang kalau masa muda adalah masa pencarian jati diri.
Saya tidak menyesal sedikitpun, setidaknya saya sudah berusaha dan berani untuk
mewujudkan impian yang saya katakan. Bukan hanya sekadar di mulut tetapi saya
melakukannya dengan aksi, itu adalah hal yang baik meskipun hasilnya tidak sesuai
harapan. Semoga pengalaman ini bisa menjadi pembelajaran buat saya, untuk sekarang
tugas saya adalah mencari impian yang baru.
Sama seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, “tidak tahu”, untuk sekarang
mungkin saya akan mengikuti arus. Saya tidak seambisius ketika 4 tahun yang lalu.
Beberapa orang beruntung bisa bekerja sesuai dengan bidang yang disukai, beberapa
orang tidak cukup beruntung untuk bekerja sesuai dengan bidang yang mereka sukai.
Tidak semua hal yang diinginkan di dunia ini bisa jadi kenyataan. Mungkin hanya
beberapa yang bisa jadi nyata. Sekarang mungkin bisa dibilang saya tidak sedang
melangkah kedepan akan tetapi satu langkah kebelakang, satu langkah kebelakang
itulah yang akan membuat saya melompat lebih tinggi. Itu merupakan kiasan atau
perumpamaan yang sedang saya rasakan sekarang. Setidaknya saya harus menunggu,
belajar, belajar dan belajar. Entah itu belajar dari kesalahan, belajar secara formal
ataupun hal lain sebagainya.
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya,
“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara :
[1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
[2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
[3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,
[4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
[5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.”
(HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At
Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh
Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir)
Menerima adalah hal yang berat. Tetap bersyukur kepada Tuhan yang maha esa adalah
hal bijak yang bisa dilakukan. Tawakal serta istiqamah merupakan sifat yang harus
dimiliki, terutama di zaman ini yang banyak sekali distraksi dan gangguan. Menikmati
setiap detiknya itu berarti mensyukuri hal yang diberikan yaitu masa atau bisa disebut
juga waktu. Setiap manusia diberikan waktu yang sama adil, yaitu 24 dalam sehari.
Manfaatkan sebaik mungkin untuk beramal dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan
terakhir, manfaatkan pula masa muda untuk melakukan hal yang positif dan mencari jati
diri.

Anda mungkin juga menyukai