Anda di halaman 1dari 12

Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan

Pemahaman Konsep siswa pada Pokok Bahasan Permutasi


di Kelas X MAN 2 Pidie Jaya Kabupaten Pidie Jaya
Rahmawati
Dosen Istitut Agama Islam (IAI) Al-Aziziyah Samalanga Bireun
rahma.ayya@gmail.com

ABSTRAK
Semakin tinggi pemahaman dan penguasaan materi serta hasil belajar, maka
semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan banyak ditentukan oleh proses belajar mengajar yang
ditangani langsung oleh guru. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak
mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa dan siswa kurang diberi
kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkontruksi sendiri ide-ide
matematika sehingga pembelajaran di kelas jadi kurang bermakna. Model
pembelajaran discovery learning merupakan salah satu alternatif yang diharapkan
mampu mengaktifkan anak, menemukan sesuatu dan mengembangkan kreatifitas.
Metode Discovery Learning adalah suatu metode pembelajaran yang
membimbing siswa untuk menemukan hal-hal yang baru bagi siswa berupa
konsep, rumus, pola, dan sejenisnya. Sehingga, dengan penerapan metode ini
dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran. Uji coba ini
bertujuan Metode Discovery Learning adalah suatu metode pembelajaran yang
membimbing siswa untuk menemukan hal-hal yang baru bagi siswa berupa
konsep, rumus, pola, dan sejenisnya. Sehingga, dengan penerapan metode ini
dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran. tingkat
pemahaman konsep siswa, pernyataan dalam angket dikategorikan dalam 3
kategori, yaitu pemahaman masalah terhadap permutasi, kebenaran jawaban akhir
soal, dan proses penurunan rumus permutasi. Berdasarkan angket yang telah diisi
oleh siswa, dapat terlihat bahwa dari 3 kategori 4 siswa tergolong “sangat baik”, 3
siswa tergolong “cukup” dan 18 siswa tergolong “baik”. Dari hasil kategori
terlihat bahwa pemahaman konsep siswa “baik” karena siswa baru pertama kali
membuktikan rumus selama mereka belajar.

Kata Kunci: Discovery Learning, Pemahaman Konsep.

1. PENDAHULUAN
Keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran
matematika dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi serta hasil
belajar siswa. Hal ini dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi pemahaman dan
penguasaan materi serta hasil belajar, maka semakin tinggi pula tingkat
keberhasilan pembelajaran. Namun dalam kenyataannya dapat dilihat bahwa hasil

101
belajar matematika yang dicapai siswa masih rendah. Masalah tersebut,
dikarenakan kurangnya pemahaman konsep siswa tentang materi yang dipelajari.
Menurut Sadirman dalam Qorri’ah (2011), pemahaman (comprehension)
dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran, memahami maksudnya dan
menagkap maknanya. Pemahaman memilki arti sangat mendasar yang meletakkan
bagian-bagian belajar pada proporsinya, oleh sebab itu pemahaman tidak sekedar
tahu, tetapi juga menghendaki agar subjek belajar dapat memanfaatkan bahan-
bahan yang telah dipahaminya. Fenomena ini menunjukkan bahwa pemahaman
merupakan unsur psikologis yang penting dalam proses belajar-mengajar.
Pemahaman juga merupakan hasil yang didapati daripada proses interaksi
(Aminullah, 2018)
Sedangkan konsep menurut kamus bahasa Indonesia adalah “ide atau
pengertian yang diabtrakskan dari peristiwa kongkret”. Dan menurut kamus
matematika, “konsep adalah gambaran ide tentang sesuatu benda yang dilihat dari
segi ciri-cirinya seperti kuantitas, sifat, atau kualitas”. Pada dasarnya konsep
adalah sesuatu kelas stimuli yang mewakili sifat-sifat umum, misalnya konsep
demokrasi, konsep kuda, konsep bangunan, mobil dan sebagainya. Dalam
kaitannya dengan metode pelajaran dapat dikatakan bahwa untuk mengajarkan
konsep konkret akan lebih baik jika digunakan metode penemuan (discovery).
Menurut Sri Anitah (2011) konsep dalam matematika merupakan ide
abtraks yang memungkinkan orang dalam mengklasifikasikan objek-objek atau
peristiwa dan menentukan apakah objek atau peristiwa itu merupakan contoh atau
bukan dari ide abtraks tersebut.
Konsep-konsep dalam matematika tersusun secara hirarkis, terstruktur,
logis dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana samapai pada
konsep yang kompleks. Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat
sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya. Dapat dikatakan
bahwa dalam mempelajari matematika dibutuhkan kemampuan mengkaji dan
berfikir (bernalar) secara logis, kritis dan sistematis.
Banyak faktor mempengaruhi tingkat pemahaman konsep matematis
siswa, menurut Soedjadi (2005) bahwa keberhasilan penyelenggaraan pendidikan
banyak ditentukan oleh proses belajar mengajar yang ditangani langsung oleh

102
guru (Sutrisno, 2012). Menurut kenyataan di lapangan proses pembelajaran yang
dilaksanakan di MAN 2 Pidie Jaya masih dilaksanakan secara konvensional, yaitu
pembelajaran yang masih terpusat pada guru, guru menjelaskan materi di depan
kelas, memberi contoh soal beserta penyelesaiannya, memberi kesempatan kepada
siswa untuk bertanya apabila ada yang kurang dipahami, siswa mencatat hal-hal
yang penting dari penjelasan guru, dan siswa diberi latihan soal tidak ada suatu
bimbingan dimana siswa dapat mengetahui dengan jelas asal usul rumus atau
penjelasan tuntunan yang dapat membuat siswa mengetahui dan paham betul
tentang materi tersebut.
Model pembelajaran discovery learning merupakan salah satu alternatif
yang diharapkan mampu mengaktifkan anak, menemukan sesuatu dan
mengembangkan kreatifitas. Bruner (dalam Dahar, 1996) menganggap bahwa
belajar dengan 5 metode penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara
aktif oleh manusia. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta
pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar
bermakna bagi siswa. Penemuan yang dimaksud yaitu siswa menemukan konsep
melalui bimbingan dan arahan dari guru karena pada umumnya sebagian besar
siswa masih membutuhkan konsep dasar untuk dapat menemukan sesuatu. Abel
dan Smith (1994) mengungkapkan bahwa guru memiliki pengaruh yang paling
penting terhadap kemajuan siswa dalam proses pembelajaran(Leo Adhar Efendi,
2012).
Discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam
bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasikan sendiri. Sebagai
strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri
(inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga
istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep
atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery
ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam
masalah yang direkayasa oleh guru.
Metode Discovery Learning adalah suatu metode pembelajaran yang
membimbing siswa untuk menemukan hal-hal yang baru bagi siswa berupa

103
konsep, rumus, pola, dan sejenisnya. Sehingga, dengan penerapan metode ini
dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran (TIM
MKPBM: 178-179).
Adapun langkah pelaksanaan model discovery learning menurut Muhibbin
Syah dalam Qorri’ah (2011) yaitu: 1) Stimulation (stimulasi/pemberian
rangsangan), kegiatan belajar dimulai dengan memberikan pertanyaan yang
meransang berpikir siswa, mengajukan dan mendorongnya untuk mebaca buku
dan aktifitas belajar lain yang mengarah kepada persiapan pemecahan masalah, 2)
Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah), memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengidentifikasikan sebanyak mungkin masalah yang relevan
dengan bahan pelajaran, kemudian memilih dan merumuskannya dalam bentuk
hipotesis (jawaban sementara dari masalah tersebut), 3) Data collection
(Pengumpulan Data), memberikan kesempatan kepada siswa mengumpulkan
informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar tidaknya
hipotesis tersebut, 4) Data Processing (Pengolahan Data), mengolah data yang
telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi dan lain-lain. Data
tersebut kemudian ditafsirkan, 5) Verification (Pembuktian), mengadakan
pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis yang
ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan pengolahan data, 6) Generalization
(menarik kesimpulan/generalisasi), mengadakan penarikan kesimpulan untuk
dijadikan umum yang berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama
dengan memperhatikan hasil verifikasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam tulisan ini
adalah “Bagaimana penerapan model discovery learning untuk meningkatkan
pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan permutasi di kelas X MAN 2 Pidie
Jaya Kabupaten Pidie Jaya”.

2. PEMBAHASAN
2.1. Metode
Uji coba materi menggunakan model Discovery Learning, materi yang
diambil dalam uji coba ini adalah permutasi. Materi permutasi ini dapat

104
disesuaikan dengan model Discovery Learning yaitu siswa mencoba menemukan
sendiri konsep dan rumus untuk menghitung permutasi.
Adapun Komponen Model Pembelajaran Discovery Learning (Sesuai
Praktek Dikelas) yaitu:
2.2. Sintaks (Fase)
Adapun fase pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran
Discovery Learning Sebagai berikut:
a. Fase pertama:
Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan), pada tahap ini guru,
memberi apersepsi dengan menjelaskan materi prasyarat yaitu faktorial dan
memberikan motivasi dengan menjelaskan manfaat dari pembelajaran yang
dilakukan. memotivasi siswa dengan cara menunjukkan gambar pada slide power
point. Motivasinya berupa gambar mobil dan kunci koper, siswa ditantang
menghitung untuk mengajukan pertanyaan berkaitan gambar yang ditampilkan
dan menyebut contoh lain.
b. Fase kedua:
Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah), pada tahap ini guru
kasus berupa 3 angka, kemudian guru menantang siswa untuk menyusun angka
tersebut membentuk angka ratusan dan berapa susunan yang didapat dari susunan
angka ratusan tersebut.
c. Fase ketiga:
Data collection (Pengumpulan Data), pada tahap ini guru
mengelompokkan siswa dalam kelompok dan siswa menyelesaikan masalah yang
ada pada LKS dan dengan bimbingan guru.
d. Fase keempat:
Data processing (pengolahan data), siswa mendiskusikan penyelesaian
permutasi dengan cara mereka sendiri dan Siswa dengan bimbingan guru dalam
kelompok menemukan konsep permutasi dalam model matematika sehingga siswa
dapat menemukan rumus permutasi
e. Fase kelima:
Verification (pembuktian), pada tahap ini siswa membuktikan rumus
permutasi bersama teman kelompoknya dan dengan bimbingan guru.

105
f. Fase keenam:
Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi), wakil kelompok
mempresentasikan hasil pengamatan dan diskusi tentang konsep permutasi serta
menemukan rumus permutasi.
2.3. Sistem Sosial
Siswa belajar dalam kelompok yang beranggotakan 5-6 siswa. Siswa
bebas berfikir serta berperilaku dalam proses pembelajaran. Model ini menuntut
agar guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat
membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.
Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented
menjadi student oriented.
a. Prinsip Reaksi
Prinsip reaksi bermakna sikap dan perilaku guru untuk menanggapi dan
merespon bagaimana siswa memproses informasi, menggunakannya sesuai
pertanyaan yang diajukan oleh guru. Tugas penting yang diemban guru pada tahap
ini adalah menangkap kesiapan siswa menerima informasi baru dan aktivitas
mental baru untuk dipahami dan diterapkan. Selama diskusi kelompok guru
bertindak sebagai fasilitator/pembimbing. Guru berupaya agar kegiatan diskusi
mengutamakan nilai demokratis dan kemandirian setiap kelompok.
b. Sistem Pendukung
Ada beberapa sistem pendukung pada saat pembelajaran berlangsung,
yaitu: Slide Power point, LKS, spidol, karton presentasi, dan alat peraga.
c. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Dampak instruksional model pembelajaran Discovery Learning bagi
siswa:
1) Siswa lebih antusias dan bersemangat mengikuti pelajaran karena
manfaatnya dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.
2) Siswa dapat menemukan sendiri konsep sesuai arahan yang telah
disusun guru dalam kegiatan pada LKS sehingga pembelajaran
menjadi lebih bermakna.

106
3) Siswa mampu menurunkan rumus sampai siswa menemukan rumus
dari permutasi.
4) Siswa dapat berinteraksi dengan lingkungan serta mempresentasikan
konsep yang telah dipelajari.
Dampak pengiring model pembelajaran Discovery Learning:
1) Menimbulkan rasa percaya diri dan keberanian untuk bisa tampil di
depan kelas.
2) Memupuk rasa solidaritas antar siswa.
3) Dapat menunjukkan sikap demokratis antar siswa.
2.4. Hasil dan Pembahasan
Pada pelaksanaan penerapan model pembelajaran Discovery Learning
guru lebih berperan sebagai fasilitator/pembimbing. Siswa diharapkan bisa
menggali semua informasi yang dimiliki pada proses belajar mengajar. Namun
untuk menyamakan persepsi seluruh siswa, guru akan memberikan penguatan
sehingga siswa lebih yakin akan apa yang telah ditemukannya.
2.5. Kegiatan yang dilakukan
Kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran Discovery Learning
dilaksanakan pada tanggal 29 April 2014 dengan permutasi. Adapun kegiatan
pembelajaran yang dilakukan di kelas sesuai dengan kerangka rancangan model
pembelajaran Discovery Learning.
Pada kegiatan awal dilakukan tahap stimulation (pemberian rangsangan),
melalui tampilan slide power point guru menjelaskan tujuan dari pembelajaran.
Selanjutnya guru menggali kembali pengetahuan awal siswa melalui apersepsi dan
dilakukan tanya jawab mengenai permutasi yang telah pernah mereka pelajari.
Pada kegiatan inti dilakukan pembagian kelompok, identifikasi masalah,
pengumpulan data, pengolahan data dan pembuktian. Sedangkan generalisasi pada
akhir pembelajaran atau kegiatan penutup.
Semua orang pasti selalu mengharapkan apa yang dilakukannya sempurna,
akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa kekurangan dan kelemahan itu akan
selalu muncul sehingga dapat melakukan perbaikan ke depan. Berikut beberapa
kendala yang dihadapi siswa selama proses pembelajaran berlangsung:

107
a. Siswa tidak terbiasa mengerjakan LKS yang menuntut siswa untuk
bekerja mandiri. Sehingga guru sedikit kewalahan dalam menjelaskan
kepada setiap kelompok hal yang mereka kurang pahami.
b. Siswa tidak terbiasa membuktikan rumus sehingga guru harus
membimbing siswa secara tahap demi tahap sampai siswa benar-benar
paham.
c. Mereka masih merasa kurang percaya diri dan malu-malu tampil di
depan kelas saat mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.
2.6. Suasana di Kelas
Suasana kelas pada saat proses belajar mengajar sudah sangat kondusif
meskipun pada awal pembelajaran siswa masih merasa canggung dengan
perbedaan yang ada di dalam kelasnya. Misalnya: ada yang merekam kegiatan
pembelajaran, sehingga memberikan kesan kaku pada siswa. Tetapi, seiring
berjalannya waktu, kondisi ini kembali normal. Berikut adalah kegiatan selama
pembelajaran:
a. Tahap Pertama: Stimulation (pemberian rangsangan)

Gambar: Guru menumbuhkan minat siswa dengan memotivasi tentang materi


yang akan dipelajari.

108
b. Tahap Dua: Problem statement (Pertanyaan/Identifikasi masalah)

Siswa mengajukan
pertanyaan tentang apa
yang belum siswa
pahami

c. Tahap Tiga: Data collection (Pengumpulan data)

Gambar: Guru
membimbing siswa
dalam kelompok
untuk mendiskusikan
masalah yang ada
pada LKS

d. Tahap Empat: Data processing (pengolahan data)

109
Gambar: Siswa
mendiskusikan
penyelesaian
permutasi dengan
cara mereka sendiri
dengan bimbingan
guru

e. Tahap lima: Verification (pembuktian)

Gambar: Dengan
bimbingan guru
siswa mencoba
menemukan rumus
permutasi

f. Tahap enam: Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Gambar: Siswa menarik kesimpulan tentang apa yang telah ditemukan dan
mempresentasikannya.

110
Berdasarkan hasil penyelesaian LKS yang dilakukan oleh 5 kelompok,
rata-rata semua kelompok bisa menyelesaikannya walaupun dengan bimbingan
guru namun siswa cepat mengerti di saat bimbingan. Berdasarkan pengamatan
hasil pengerjaan LKS, siswa ini mengalami kendala dalam mengerjakan operasi
aljabar yaitu pada saat pembuktian rumus.
Penilaian pemahaman dan tanggung jawab siswa yang dilakukan guru selama
proses pembelajaran dapat terlihat bahwa, pada sikap rasa ingin tahu terdapat 3
siswa dikategorikan “sangat baik” dan 3 siswa “kurang baik” dan lainnya “Baik”
dari 25 siswa yang hadir dan 4 siswa yang tidak hadir. Dari ketiga siswa ini
menunjukkan bahwa mereka kurang ikut serta saat teman-teman sekelompoknya
mengerjakan kegiatan di LKS yang berhubungan dengan perhitungan, tetapi saat
mempraktekkan kerja pada alat peraga, mereka sangat bersemangat. Untuk
penilaian sikap “tanggung jawab” terdapat 22 siswa dikategorikan “sangat baik”
dan 3 siswa dikategorikan “baik”.
Untuk mengukur tingkat pemahaman konsep siswa, pernyataan dalam
angket dikategorikan dalam 3 kategori, yaitu pemahaman masalah terhadap
permutasi, kebenaran jawaban akhir soal, dan proses penurunan rumus permutasi.
Berdasarkan angket yang telah diisi oleh siswa, dapat terlihat bahwa dari 3
kategori 4 siswa tergolong “sangat baik”, 3 siswa tergolong “cukup” dan 18 siswa
tergolong “baik”. Dari hasil kategori terlihat bahwa pemahaman konsep siswa
“baik” karena siswa baru pertama kali membuktikan rumus selama mereka
belajar.

3. SIMPULAN
Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
a. Penerapan model pembelajaran Discovery Learning pada materi
permutasi disaat proses belajar-mengajar berlangsung di MAN 2 Pidie
Jaya kelas X3 sangat memotivasi siswa untuk dapat menemukan,
memahami dan mengaplikasikan konsep.
b. Model Pembelajaran Discovery learning guru berperan sebagai
pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat

111
membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan
tujuan.
Berdasarkan uji coba dan simpulan yang diperoleh, maka peneliti dapat
menyarankan kepada guru bidang studi untuk lebih memberikan kesempatan
kepada siswa untuk dapat menemukan dan membuktikan sendiri mengenai
hubungan baru tentang konsep yang dimiliki dengan permasalahan yang dihadapi.
Guru juga dapat meningkatkan pencapaian indikator kemampuan pemahaman
konsep siswa dengan menerapkan metode Discovery Learning secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Qorri’ah, (2011), Penggunaan Metode Guided Discovery Learning Untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa pada Pokok Bahasan Bagun
Ruang Sisi Lengkung, UIN Syarif hidayatullah: Jakarta, (Online:
http://ebookbrowsee.net/13895-pdf-d308219246, diakses 22 Mei 2014).
Sri Anitah, (2011), Strategi Belajar Mengajar.Jakarta: Universitas Terbuka.
Muhammad Aminullah, Theory of Alamin: A Formation of Universal
Communication Formula, Budapest International Research and Critics
Institute-Journal (BIRCI-Journal) Volume 1 No. 2, June 2018,
(www.bircujournal.com/index.php/birci )
Sutrisno. 2012. Efektifitas Pembelajran dengan Metode Penemuan Terbimbing
terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa. (Online).
http://fkip.unila.ac.id/ojs/data/journals/11/JPMUVol1No4/016_Sutrisno.pd
f diakses 25 Mei 2014.
Effendi, Leo Adhar. 2012. Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan
Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP.(Online)
http://jurnal.upi.edu/file/Leo_Adhar.pdf diakses 22 Mei 2014.
TIM MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:
UPI, JICA.

112

Anda mungkin juga menyukai