Anda di halaman 1dari 3

TAKWA

Hadirin sidang jum’ah rahimakumullah

Kita yakin betul dengan balasan di hari akhirat. Namun adakah balasan setiap amalan
itu kita juga dapatkan semasa hidup di dunia?

Manusia sebagaimana dijelaskan dalam QS A-Najm 53:39 tidak memperoleh selain apa
yang telah diusahakannya. Semakin besar usaha, semakin besar pula hasil yang ia
dapatkan. Walau barangkali hasil yang didapat tersebut tidak selalu dalam bentuk yang
paling diharapkan. Namun Allah tetap membalas sesuai usaha yang dilakukan.
Manusialah yang barangkali sering tidak sadar, bahwa sebenarnya ia telah menerima
balasan yang setimpal.

Tidak pernah kejahatan akan berbuah kebaikan bagi pelakunya. Begitupun, tidaklah


ada balasan bagi kebaikan kecuali kebaikan pula. Demikian janji Allah dalam QS. Ar-
Rahman 55:60.

‫… اِنْ اَحْ َس ْن ُت ْم اَحْ َس ْن ُت ْم اِل َ ْنفُسِ ُك ْم َۗواِنْ اَ َسْأ ُت ْم َفلَ َه ۗا‬

“ Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika
kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri … “ QS Al-Isra’
17 : 7

Setiap perbuatan akan berdampak kepada pelaku, apakah


itu kebaikan ataupun kejahatan. Setiap kebaikan akan mendatangkan pahala yang
menjadi penyelamat di akhirat kelak saat yaumul mizan. Kejahatan pula akan
mendatangkan dosa yang menjadi bencana di hari kemudian. Karenanya, jika berbuat
baik, maka sesungguhnya ia berbuat baik untuk dirinya sendiri. Begitupun sebaliknya.

Balasan perbuatan ini tidak hanya didapat di akhirat saja. Namun ia juga akan terbalas
semasa masih hidup di alam dunia. Amirul Mu’minin Umar bin Khattab suatu malam
pernah menjumpai keluarga pedagang susu yang sedang berdebat. Sang Ibu ingin
menambahkan air ke dalam susu yang ia jual, agar mendapat keuntungan lebih, lagi
pula tidak Umar atau siapapun akan tahu ujar sang Ibu. Namun anak perempuannya
mengingatkan, Umar memang tidak tahu, tapi Allah maha tahu. Hingga kemudian anak
perempuan itu dilamar Umar agar menikah dengan anaknya.

Seorang pedagang jujur boleh saja tidak mendapat untung sebanyak pedagang yang
curang. Namun nampak betul keberkahan dari kejujuran dirinya tersebut. Ia memiliki
wajah yang menentramkan sehingga senang orang berbelanja di tempat ia berjualan,
mereka merasa tidak dicurangi dan senang untuk kembali. Sedangkan wajah tentram
dan dicintai orang ini tidak didapat oleh mereka yang berbuat curang, yang selalu
gelisah dan wawas khawatir ketahuan.
Oleh karena setiap hal akan kembali kepada pelaku, maka sekecil apapun orang tidak
boleh memandang ringan padanya. Baik itu sesuatu yang sederhana seperti berkata
jujur dan mengantri.

Hadirin sidang jum’ah rahimakumullah

Jujur berarti hati yang lurus yang membawa pada perbuatan yang benar. Terbiasa
berperilaku jujur mendekatkan seseorang untuk bersikap ihsan. Yakni merasa
senantiasa di awasi oleh Allah. Ada atau tidak guru yang mengawasi, dia tidak akan
mencontek. Ada atau tidak orang yang melihat, ia tidak akan membuang sampah
sembarangan. Ada atau tidak ada orang tua, ia tetap melaksanakan ibadah dengan
baik.

Sikap jujur yang sederhana ini kemudian akan membawa ia pada kebaikan-


kebaikan yang lebih besar. Bila ia bekerja, maka ia akan menyelesaikan tugas hingga
waktu yang ditentukan. Tidak korupsi waktu, tidak pulang sebelum waktu kerja yang
telah ditetapkan. Pekerjaan ia selesaikan dengan seharusnya, tidak mengambil jalan
pintas yang curang. Sikap jujur yang sederhana itu, kini menjadi kebaikan yang lebih
besar dan mulia.

Mengantri berarti memiliki sifat sabar dan menghargai kepayahan orang lain yang telah
menunggu lebih lama. Semakin ia terbiasa dengan itu, maka iapun akan tumbuh
menjadi orang yang berempati dan awas terhadap keadaan orang-orang disekitar. Dari
mengantri itu ia tumbuh menjadi pribadi berhati besar dan peka terhadap lingkungan.

Demikianlah hukum yang Allah tetapkan, yakni setiap perbuatan akan kembali pada
empunya. Di dunia, juga di akhirat. Bila terbiasa dengan kebaikan sederhana, ia akan
dimampukan melakukan kebaikan yang lebih besar.

Sedangkan keburukan itu sendiri harus dihentikan sesegera mungkin.


Sebab, kejahatan-kejahatan besar di awali oleh kejahatan kecil yang menjadi
kebiasaan. Awalnya mabuk sambil sembunyi di tempat yang sepi, lama kelamaan ia
tidak perduli mabuk di siang hari di keramaian warga, hingga membawa celaka pada
diri dan orang sekitarnya. Oleh karena telah tertutup hati oleh titik-titik hitam
kemaksiatan.

Doa

Anda mungkin juga menyukai