Kita yakin betul dengan balasan di hari akhirat. Namun adakah balasan setiap amalan
itu kita juga dapatkan semasa hidup di dunia?
Manusia sebagaimana dijelaskan dalam QS A-Najm 53:39 tidak memperoleh selain apa
yang telah diusahakannya. Semakin besar usaha, semakin besar pula hasil yang ia
dapatkan. Walau barangkali hasil yang didapat tersebut tidak selalu dalam bentuk yang
paling diharapkan. Namun Allah tetap membalas sesuai usaha yang dilakukan.
Manusialah yang barangkali sering tidak sadar, bahwa sebenarnya ia telah menerima
balasan yang setimpal.
“ Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika
kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri … “ QS Al-Isra’
17 : 7
Balasan perbuatan ini tidak hanya didapat di akhirat saja. Namun ia juga akan terbalas
semasa masih hidup di alam dunia. Amirul Mu’minin Umar bin Khattab suatu malam
pernah menjumpai keluarga pedagang susu yang sedang berdebat. Sang Ibu ingin
menambahkan air ke dalam susu yang ia jual, agar mendapat keuntungan lebih, lagi
pula tidak Umar atau siapapun akan tahu ujar sang Ibu. Namun anak perempuannya
mengingatkan, Umar memang tidak tahu, tapi Allah maha tahu. Hingga kemudian anak
perempuan itu dilamar Umar agar menikah dengan anaknya.
Seorang pedagang jujur boleh saja tidak mendapat untung sebanyak pedagang yang
curang. Namun nampak betul keberkahan dari kejujuran dirinya tersebut. Ia memiliki
wajah yang menentramkan sehingga senang orang berbelanja di tempat ia berjualan,
mereka merasa tidak dicurangi dan senang untuk kembali. Sedangkan wajah tentram
dan dicintai orang ini tidak didapat oleh mereka yang berbuat curang, yang selalu
gelisah dan wawas khawatir ketahuan.
Oleh karena setiap hal akan kembali kepada pelaku, maka sekecil apapun orang tidak
boleh memandang ringan padanya. Baik itu sesuatu yang sederhana seperti berkata
jujur dan mengantri.
Jujur berarti hati yang lurus yang membawa pada perbuatan yang benar. Terbiasa
berperilaku jujur mendekatkan seseorang untuk bersikap ihsan. Yakni merasa
senantiasa di awasi oleh Allah. Ada atau tidak guru yang mengawasi, dia tidak akan
mencontek. Ada atau tidak orang yang melihat, ia tidak akan membuang sampah
sembarangan. Ada atau tidak ada orang tua, ia tetap melaksanakan ibadah dengan
baik.
Mengantri berarti memiliki sifat sabar dan menghargai kepayahan orang lain yang telah
menunggu lebih lama. Semakin ia terbiasa dengan itu, maka iapun akan tumbuh
menjadi orang yang berempati dan awas terhadap keadaan orang-orang disekitar. Dari
mengantri itu ia tumbuh menjadi pribadi berhati besar dan peka terhadap lingkungan.
Demikianlah hukum yang Allah tetapkan, yakni setiap perbuatan akan kembali pada
empunya. Di dunia, juga di akhirat. Bila terbiasa dengan kebaikan sederhana, ia akan
dimampukan melakukan kebaikan yang lebih besar.
Doa