Anda di halaman 1dari 5

Setiap petani tahu prinsip ini. Ia tahu bahwa jika ia menabur jagung, ia akan menuai jagung.

Jika ia menabur semangka, ia akan menuai semangka. Jika petani menanam jeruk, ia tidak
akan mengharapkan untuk menuai lemon – karena dunia fisik diatur oleh hukum menabur dan
menuai.

Ilmu pengetahuan menyebut hukum ini hukum sebab-akibat. Setiap ilmuwan tahu bahwa untuk
setiap akibat pasti ada penyebabnya. Ahli nutrisi tahu bahwa jika Kita makan makanan yang
mengandung lemak dan karbohidrat yang tinggi, Kita akan menuai kelebihan berat badan.
Kekasih Kita tahu bahwa jika Kita menabur benih kebaikan, Kita akan menuai respon kebaikan
pula.

Langkah kita menuju kedewasaan iman menuntut kita memahami kebenaran ini dan membuat
pilihan yang tepat setiap yaitu menabur dalam Roh, dan bukan dalam daging. Ketika Paulus
berkata : Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.

Prinsip umum yang sama diajarkan di seluruh Alkitab. Dalam Ayub 4:8, “Yang telah kulihat
ialah bahwa orang yang membajak kejahatan dan menabur kesusahan, ia
menuainya juga.” . Raja Salomo berkata dalam Pengkhotbah 3:2, ”…ada waktu untuk
menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam”.

Tuhan Yesus berkata, “Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah
orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri?
Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon
yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik.” (Matius 7:16-17).

Prinsipnya sudah jelas, “kita menuai apa yang kita tabur,” dan “kita menuai apa yang kita
tanam”. Ada 3 bagian dalam prinsip ini:
1. Seseorang tak akan menuai jika dia tidak menabur.
Pada prinsipnya, setiap perbuatan yang kita lakukan dalam hidup ini adalah sebuah
taburan.
Kita tidak bisa berpikir bahwa, ah cari aman saja, ga usahlah menabur apa-apa, alias tak
usahlah berbuat apa-apa, supaya aman toh. Tapi, tidak melakukan apa-apa pun, itu berarti
kita menabur kekosongan dan menuai kekosongan pula. Tak ada orang di dunia ini yang
mau mendapat hasil yang buruk. Semua mau dapat hasil yang baik. Yang menjadi
permasalahan adalah orang tidak mau menabur yang baik, maunya dapat hasil yang baik
saja. Ini sama dengan kita mempermainkan Allah. Kita tidak hidup menurut kebenaran dan
melakukan Firman, atau melakukan tapi pada saat baik saja, kalau sudah kejepit, kita
memakai cara-cara yang salah. Saat stress dan punya masalah, kita lari atau mulai mencari
pelampiasan yang salah. Hidup berkubang dengan dosa, pikirnya ah gampanglah, nanti kita
bisa minta ampun. Ini sudah kategori mempermainkan Allah. Di mata manusia kita seperti
hidup dalam kebenaran, tapi jauh di dalam hati kita memiliki motivasi yang salah dan
mendukakan Roh Kudus. Manusia melihat apa yang di depan mata, tapi Allah melihat hati.

2. Setiap orang akan menuai apa yang mereka tabur.


Pencuri akan dirampok, penipu akan ditipu, orang yang curang akan dicurangi,
dan orang yang suka memberi akan diberi. Ini prinsip menabur dan menuai sejenisnya.
Dan apa yang kita tabur pada masa muda akan kita tuai pada saat tua. Dan apa yang kita
tabur pada waktunya akan kita tuai dalam kekekalan.
Yakub setelah berhasil menipu ayahnya, ia melarikan diri kepada pamannya, Laban. Yakub
berpikir bahwa ia sudah terlepas. Ia berpikir ia sudah bebas dan bersih dari dosa penipuan.
Namun ia ditipu perihal Lea dan Rahel. Si penipu telah tertipu. Kita tidak menuai sesuatu
yang berbeda tetapi kita menuai sesuai jenisnya. Kita menuai mirip yang kita tabur.

Apa yang kita tabur pada masa muda, akan kita tuai pada saat tua. Dan apa yang kita tabur
pada waktunya, akan kita tuai dalam kekekalan. Kita mungkin tidak selalu menuai dengan
cepat tetapi kita akan selalu menuai. Petani tahu ada waktu untuk menanam dan ada waktu
untuk memetik – masing-masing terjadi pada waktu yang berbeda.

Allah selalu menyelesaikan perhitungan-Nya. Hari pembalasan kan datang suatu hari kelak
dan setiap orang akan menuai sesuai kerangka waktu Allah. Salah satu pemikir terbesar di
dunia telah mengingatkan kita, “Taburlah pikiran maka Kita akan menuai tindakan, taburlah
tindakan maka Kita akan menuai kebiasaan, taburlah kebiasaan maka akan menuai karakter,
dan taburlah karakter maka Kita akan menuai masa depan.”

3. Menuai yang baik maka harus menabur di ladang yang baik.


Karena kita semua menuai apa yang kita tabur, kita sangat perlu untuk menabur di ladang
yang benar. Dan kita sebagai umat Tuhan hanya punya 2 ladang di mana kita bisa menabur.
Yang pertama yaitu ladang kedagingan. “Sebab barangsiap menabur dalam
dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya .” (Galatia 6:8). Daging
merujuk pada pola hidup lama kita yang berdosa, pada kebiasaan hidup lama dan cara
berpikir serta bertindak yang lama. Ini adalah prinsip hidup yang jahat yang sudah berurat
akar yang bertentangan dengan Allah.
Ini adalah bagian diri kita yang menginginkan cara kita sendiri dan ingin melakukan
kehendak diri sendiri. Daging adalah tempat tinggal dosa yang masih ada dalam kehidupan
orang percaya. Ini adalah hawa nafsu yang menjadi bagian diri kita yang terus-menerus
menarik Kita untuk berbuat dosa.
Menabur dalam daging berarti mengijinkan pikiran kita menaruh dendam, menolak untuk
mengampuni, memikirkan hal-hal kotor, atau mengasihani diri sendiri, kita menabur dalam
daging. Demikian juga keadaannya bila kita berusaha mengontrol situasi atau seseorang
dengan memanipulasi.
Setiap kali kita berusaha melarikan diri dari kenyataan melalui narkoba dan alkohol, atau kita
menyangkal realitas dengan harapan hal itu akan menyingkir begitu saja, atau menyangkal
segala sesuatu yang memang salah, kita sedang menabur dalam daging.
Setiap kali kita mengembangkan sikap kritis, menganggap orang lain bodoh, berprasangka
atau mengeluh, kita menabur dalam daging. Setiap kali kita melepaskan kemarahan dengan
bersikap kasar, dengan kata-kata kita, kita menabur dalam daging.
Setiap kali kita melawan otoritas, bersikap tidak kooperatif, tidak mau diajar, dan suka
berdebat, kita menabur dalam daging. Setiap kali kita tidak memiliki belas kasihan, tidak
murah hati, dan tidak mau mengerti, kita menabur dalam daging.Ketika kita menabur dalam
daging, kita akan menuai “kehancuran”.
Kata ini berarti “membusuk”, dan itulah yang kita lakukan jika kita secara moral dan rohani
membusuk. Kita berubah dari hidup menjadi mati. Itulah sebabnya jika seorang umat
percaya merangkul pola hidup kedagingan, mereka beralih dari baik menjadi buruk dan dari
buruk menjadi buruk sekali, di mana pembusukan mulai berjalan, dan ia mulai mati.
Akhirnya kita tidak pantas digunakan dalam Kerajaan Allah. Itulah sebabnya Rasul Paulus
berkata dalam Galatia 5:21 “…barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia
tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah” . Jika kita menabur dalam daging,
kita akan menuai kerusakan oleh daging. Hosea 8:7 berkata, “Sebab mereka menabur
angin, maka mereka akan menuai puting beliung…” Yakobus 1:15 : “Dan apabila
keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah
matang, ia melahirkan maut.”
Namun ada ladang kedua tempat kita di mana kita bisa menabur. Galatia 6:8b : “…tetapi
barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.”
Menabur dalam Roh itu sama dengan “berjalan dalam Roh” (Galatia 5:16-21) dan
“menetapkan pikiranmu dalam Roh” (Roma 8:6).

Yang Kedua ialah Menabur dalam Roh berarti mencari Allah dan menetapkan pikiran
Kita pada hal-hal yang dari Allah. Itulah yang dikatakan Rasul Paulus dalam Kolose 3:1-
2, “Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara
yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah
perkara yang di atas, bukan yang di bumi.”
Setiap kali kita mengampuni orang-orang yang menyesal, menolak pikiran-pikiran yang
kotor, mengatasi sikap mengasihani diri sendiri, meninggalkan perbuatan jahat,
mempraktekkan pengendalian diri, kita menabur dalam Roh. Setiap kali kita memilih untuk
melakukan hal yang baik dan benar, melakukan apa yang kita tahu menyenangkan hati
Tuhan, kita menabur dalam Roh.
Jika kita membuat pilihan setiap hari untuk menabur dalam Roh, kita akan menuai “hidup
kekal”. Kata ini merujuk pada kualitas maupun kuantitas hidup. Jika kita menabur dalam
Roh, kita akan menuai buah Roh dan hidup kita akan ditkitai dengan, “kasih, sukacita, damai
sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.”
(Galatia 5:22-23).

Dalam ladang mana Kita menabur? Karena setiap kita akan menuai apa yang kita tabur,
maka Rasul Paulus menasehati kita dan mendorong kita untuk menabur dalam Roh, mendorong
kita untuk tidak menjadi lelah dalam berbuat baik dan tidak pernah menyerah – seperti umat-
umat Tuhan di Makedonia yang telah menjadi teladan sebagai penatalayan yang rajin berbuat
baik, selalu sedia dengan senang hati memberi bagi kepentingan pelayanan pekerjaan Tuhan,-
karena Kita akhirnya akan menuai.

Apakah kita sudah berdoa untuk keselamatan orang-orang yang kita kasihi dan mereka masih
mengeraskan hati? Jangan menyerah. Apakah kita sudah bersaksi kepada rekan sekerja dan
mereka masih belum membuat keputusan? Jangan berhenti bersaksi. Apakah kita telah
mengajak seseorang ke gereja tapi mereka masih belum mau datang? Jangan jemu karena
kita akan menuai pada waktunya. Frase “pada waktunya” merujuk pada “waktu Tuhan”. Pada
waktunya kita akan menuai. Jadi, jangan menyerah, tetaplah menabur dalam Roh. Betapa
indahnya bilamana umat-umat Tuhan dapat menikmati berkat kebahagiaan dalam memberi.
Kiranya setiap kita menabur dalam Roh, akan dapat menikmati segala berkat Allah yang
melimpah dan berkat kebahagiaan melalui memberi.

Anda mungkin juga menyukai