Anda di halaman 1dari 7

11

Dari Allah

Kita meteraikan dan goreskan di dalam hati kita, kita goreskan sedalam-dalamnya di hati kita,
dan kita mau terus membangkitkannya di dalam pikiran bahwa kehidupan ini bukanlah milik
kita. Hanya Allah yang bisa menciptakan dari apa yang tidak ada menjadi ada (creatio ex nihilo).
Kehidupan ini bukan dari siapa-siapa, tapi dari Allah. Yang Alkitab sebut sebagai Allah
Abraham, Ishak, dan Yakub. Dialah yang Empunya kehidupan ini. Itulah sebabnya dalam Doa
Bapa Kami, Tuhan kita Yesus Kristus mengajarkan kalimat: “Karena Engkaulah yang Empunya
kuasa, kerajaan, kemuliaan sampai selama-lamanya.” Kehidupan adalah milik Tuhan, bukan
milik kita. Tetapi Tuhan berkenan memercayakannya kepada kita untuk kita jalani. Tentu kita
harus menjalaninya sesuai dengan kehendak Dia. Di dalam kehidupan itu, ada hak dan
kewajiban. Karenanya, kita harus menjalaninya dengan bijaksana. Ada hak yang boleh kita
nikmati, tapi ada kewajiban yang harus kita dipenuhi. Hak adalah anugerah, tetapi kewajiban
juga memuat anugerah, jika kita jalani.

Dan jikalau kewajiban kita jalani, maka hak yang Tuhan berikan bisa kita nikmati secara
maksimal. Karena kehidupan milik Tuhan—dan kita adalah makhluk yang dipercayai untuk
menjalani kehidupan tersebut dimana kita harus menjalaninya sesuai dengan kehendak Allah—
maka kita harus menjalaninya guna memenuhi apa yang Allah rencanakan. Sebab Ketika Allah
menciptakan kehidupan, tentu Ia memiliki tujuan. Hidup tidak gratis, tetapi ada pertanggungan
jawab. Dalam Roma 14:12 dan Ibrani 4:3 memuat ayat-ayat yang menunjukkan bahwa kita harus
memberikan pertanggungan jawab. Ironis, banyak manusia yang tidak mau mengerti akan hal
ini. Dan memang kuasa kegelapan telah membutakan banyak orang sehingga mereka tidak
mengerti hak dan tanggung jawabnya secara benar. Pada umumnya, orang merasa memiliki hak
tanpa mempersoalkan dari mana hak tersebut. Dan mereka juga tentu tidak mempersoalkan
kewajiban yang ada di dalamnya.

Sejatinya, pasti Tuhan mengingatkan mereka dengan segala cara. Tetapi kalau seseorang
memang membuka hatinya terhadap suara lain, maka ia tidak mau dan tidak akan mengerti.
Orang yang tidak mau mengerti kebenaran ini dan akhirnya memang tidak mengerti, merasa
bahwa kehidupan ini adalah miliknya sendiri. Ia merasa berhak menggunakan sesuai dengan apa
yang dia hasrati, dia ingini. Mulut kita ini sebenarnya milik Tuhan, dipercayakan-Nya kepada
kita. Dengan metabolisme tubuh yang sempurna, hubungan antara otak dan mulut, otak dan
seluruh tubuh anggota tubuh, Allah yang memiliki, Allah yang menciptakan, Allah yang dan
mendesain sempurna. Mestinya tidak boleh digunakan sembarangan. Seperti seorang budak yang
telah ditebus, dibeli, tapi tidak hidup untuk mengabdi kepada tuannya. Jadi, kiranya kita hari ini
menyadari sesadar-sadarnya bahwa setiap kita harus menghadap takhta pengadilan Allah.
Kuasa kegelapan berusaha untuk menutup-nutupi hal ini agar manusia melupakannya
dan tidak memperhatikannya sama sekali. Dan memang faktanya, kalau kita melihat manusia
pada umumnya atau hampir semua manusia tidak pernah memedulikan realita pengadilan Tuhan
ini. Kita sendiri bisa terbawa oleh situasi dunia yang tidak memperkarakan adanya pengadilan
Tuhan. Kita juga bisa menjadi ceroboh terhadap hidup kita. Tanpa kita disadari, kita
menganggapnya sepele atau menganggapnya bukan masalah besar. Padahal, ini kecerobohan
adalah yang terbesar dalam hidup, ketika orang tidak memperkarakan hal pengadilan Tuhan
bahwa ia harus mempertanggungjawabkan hidupnya di hadapan Allah.

Kalau kita benar-benar memperkarakan hal pengadilan ini, kita akan serius setiap hari
membawa diri kita di hadapan Allah untuk diterangi Tuhan. Kita mohon pimpinan Roh
Kudus, kita seakan-akan dan memang bisa terjadi setiap saat, kita ada di hadapan pengadilan
Tuhan. Jangan sampai ada sekecil apa pun kesalahan yang masih kita lakukan, sehalus apa pun
dosa yang kita perbuat. Kita harus bisa membayangkan seakan-akan kita sudah ada di pengadilan
Tuhan, dimana tidak ada kesempatan untuk memperbaiki diri. Kiranya kita tidak bisa tidur
nyenyak sebelum kita memperkarakan hal ini. Kiranya kita tidak bisa tenang, damai rebah di
pembaringan, sebelum menyelesaikan keadaan kita di hadapan Tuhan. Lakukanlah hal ini.
Supaya tidak sia-sia kita menjadi orang Kristen.

Jangan sekali-kali berpikir bahwa ketika kita menjelang tua, apalagi menjelang mati, baru kita
mau bebenah atau beres-beres diri. Kalau kita tidak membiasakan diri bebenah,
membereskan keadaan di hadapan Tuhan, maka kita tidak akan pernah bisa
membereskan diri ketika ada di ujung maut. Dan kita tidak akan memiliki kepekaan
untuk melihat keadaan kita yang sebenarnya. Memang ada semacam “seni memeriksa diri,”
dan Roh Kudus akan menolong kita memiliki kecakapan memeriksa diri itu. Jangan ceroboh.
Semua orang memang tidak ingin masuk neraka, tapi mereka tidak serius masuk surga.

Kehidupan ini bukan dari siapa-siapa, tapi dari Allah.

12

Tanggung Jawab Menata Kekekalan

Kalau seorang mahasiswa mau lulus ujian, apalagi bisa menjadi juara, maka dia pasti belajar
tekun. Apalagi kalau kita mau menjadi orang yang terkemuka di Kerajaan Allah di antara orang-
orang yang terkemuka—terkemuka bukan supaya kita mendapat kehormatan dari manusia, tetapi
supaya kita dipercayai oleh Allah di dalam Kerajaan kekekalan nanti—maka kita pasti serius.
Orang yang serius mau menikmati hari tua tanpa penderitaan, dia sudah mulai merajut
dan membangun petanya sejak sekarang dengan pola hidup yang baik, dengan pola makan
yang baik. Kalau orang tidak tiap hari memeriksakan diri di hadapan Tuhan, dia tidak peduli
pengadilan Tuhan, itu berisiko kematian kekal; terpisahnya manusia dari hadirat Allah. Jelas,
orang yang tidak memedulikan pengadilan, pasti tidak mempersiapkan diri di hadapan
penghakiman Allah. Kalaupun jadi Kristen lalu mau jadi orang baik, tidak serius memeriksa diri.

Semua kita manusia berdosa. Tapi jangan berbuat dosa lagi. Jangan berbuat salah lagi. Orang
yang tidak peduli pengadilan Tuhan, berisiko kematian kekal; terpisahnya dari hadirat Allah
selamanya. Orang yang tidak peduli pengadilan, pasti tidak mempersiapkan diri di
hadapan Allah. Kiranya kita memperhatikan hal ini, menyadari betapa pentingnya
memperkarakan hidup kita di hadapan Tuhan setiap hari. Pertanyakan kepada diri kita masing-
masing, “Seberapa saya serius dengan Tuhan?” Kalau kita tidak benar-benar ekstrem serius,
bagaimana kita bisa menularkan keseriusan dengan Tuhan kepada sesama; terutama kepada
keluarga inti dan keluarga besar kita. Kita menyongsong kekekalan. Kalau dari muda sudah
diajar memperkarakan pengadilan Tuhan, makin hari mereka akan makin kuat. Dan sebaliknya,
kalau dari muda sudah tidak pernah memperkarakan pengadilan, mereka jadi rusak. Dan hari ini,
hampir semua orang tidak memperkarakan pengadilan Tuhan. Termasuk sebagian besar mereka
yang mengaku sebagai anak-anak Allah, karena mereka sudah terpengaruhi dan tergarami
dengan penggaraman yang salah dari dunia sekitar.

Di dalam pengadilan Tuhan, Allah menuntut pertanggungan jawab setiap individu, apa yang
telah dilakukannya dalam mengisi hidupnya di bumi. Ingat, kita tidak dapat menghindarkan diri
dari pengadilan di hadapan Tuhan. Firman Tuhan mengatakan di dalam Ibrani 4:13, “Sebab
segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Allah, yang kepada-Nya kita harus
memberikan pertanggungan jawab.” Makanya, sebelum kita diperhadapkan di pengadilan
Tuhan, kita sudah membuat pengadilan terhadap diri kita sendiri. Dan kalau kita bersalah, kita
merasa terhukum. Kita menghukum diri kita sendiri. Dan sebenarnya itu otomatis. Orang yang
memiliki nurani dan mengembangkannya, maka ketika berbuat salah, ia akan dapat
merasakannya. Dan jangan kita lupa bahwa di dalam pengadilan Tuhan, Tuhan tidak
menerima alasan apa pun. Salah adalah salah. Jadi, jangan kita membuat alasan apa pun.

Pengadilan di hadapan Tuhan itu harus dihadapi oleh setiap individu, dan kita tidak tahu kapan
terjadi hari itu. Harus selalu diingat bahwa hukuman kematian atas manusia bisa terjadi
kapan saja. Makanya jauh-jauh hari kita sudah berkata, “Aku memerlukan-Mu, Tuhan. Hanya
Engkau yang kuperlu. Ubah hidupku agar aku memberkati orang-orang yang kucintai.” Setiap
hari kita harus memperhatikan hidup kita di hadapan Allah, seakan-akan kita ada di hadapan
pengadilan-Nya. Dan seiring berjalannya waktu pada saat kita membereskan diri di hadapan
Tuhan, ada dua hal yang harus kita diperhatikan, yaitu: yang pertama, ada pencobaan. Yang
kedua, Tuhan mau kita bertumbuh. Jadi di hadapan pengadilan Tuhan, Tuhan bukan hanya
memperkarakan kita berbuat dosa atau tidak, tetapi apakah kita bertumbuh atau tidak. Apakah
umur rohani kita sesuai dengan kedewasaan umur biologis kita? Sebab kalau kita masih punya
perjalanan waktu, berarti kita harus belajar, bertumbuh dewasa, makin sempurna. Supaya ketika
kita bertemu dengan Tuhan, Tuhan menemukan wajah Yesus di dalam hidup kita.

Dalam perjalanan waktu, Tuhan mengizinkan ada pencobaan-pencobaan, yang mana bertujuan
untuk: satu, membuktikan kesetiaan dan cinta kita kepada Tuhan; kedua, mendewasakan
kita. Jadi, hari ini mari kita membawa diri kita di hadapan Tuhan. Namun jangan berkata, “Saya
sudah lahir baru kok tahun 2002.” Lalu, setelah itu apa? “Ya, sudah.” Tuhan menuntut kita
untuk bertumbuh. Paulus pun punya rasa kegentaran yang ditulisnya dalam 2 Korintus 5:9-10,
“Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam dalam tubuh ini maupun kami diam di luarnya,
supaya kami berkenan kepada-Nya. Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan
Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan apa yang
dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.”

Jadi, perkarakan hal ini, apa yang telah kita lakukan dengan hidup ini? Seberapa banyak investasi
kita untuk kekekalan? Seberapa kedewasaan rohani yang kita capai? Seberapa banyak kita
berdampak untuk orang lain dan berguna bagi Kerajaan Bapa?” Jadi, umur makin panjang,
tanggung jawabnya makin besar. Banyak orang bangga dengan umur panjang, tapi mereka
tidak memperkarakan tanggung jawabnya dalam menata kekekalan. Ironis!

Banyak orang bangga dengan umur panjang,

tapi mereka tidak memperkarakan tanggung jawabnya

dalam menata kekekalan.


13

Saldo Dosa

Pada umumnya atau sebagian besar manusia setiap hari atau dalam beberapa hari tertentu
melihat saldo uangnya. Apalagi bagi orang-orang bisnis yang memang fokusnya adalah dagang,
dimana mereka harus mengatur cash flow, maka mereka selalu memeriksa saldo uangnya. Pada
umumnya begitu. Kalau saldonya tambah besar, hati lebih senang, wajah lebih ceria. Kalau
saldonya rendah atau makin kurang, hati susah, kurang senang, wajah bisa kusut. Pasti jarang
orang yang serius melihat saldo hidupnya bertambah atau berkurang, terkait dengan perkenanan
di hadapan Bapa, nilai diri kita di mata Tuhan. Mazmur 139:23-24 mengingatkan, "Selidikilah
aku ya Allah, kenalilah aku." Artinya, "Tuhan beritahu aku berapa tabunganku?" Juga di Matius
6:19-20 Yesus mengatakan, "Kumpulkan harta di surga." Nah, sudah berapa banyak investasi
kita di hadapan Allah? Berapa besar saldo kita? Mari, mulai hari ini kita memperhatikan
tabungan harta kekal kita di hadapan Allah.
Apakah masih ada dosa di sana? Masih ada kesalahan yang kita perbuat, atau tindakan kita,
keadaan kita, yang tidak membuat Tuhan nyaman? Kalau kita benar-benar mengasihi Tuhan,
maka kita akan selalu memperhatikan saldo hidup kita; masih ada saldo dosa atau tidak?
Kalau terkait dengan uang, orang mau saldonya sebesar mungkin. Tapi kalau bicara mengenai
kesucian, saldo dosa kita makin berkurang, makin habis. Harus selalu dikuras habis, dan jika
muncul lagi, dikuras lagi, muncul lagi, dihabisi lagi. Sehingga kita memiliki irama hidup yang
benar-benar berkenan di hadapan Allah. Jangan anggap ini sesuatu yang mudah. Ini bukan
sesuatu yang mudah. Ini lebih sukar dari karier, lebih sukar dari mencari nafkah, lebih sukar dari
atau studi. Jangan anggap remeh dan jangan tidak didahulukan.
Karenanya, di Matius 6:33 firman Tuhan mengatakan, "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan
kebenarannya." Kita punya banyak masalah dan juga kebutuhan. Tetapi lebih dari semua
masalah yang kita dihadapi, lebih dari segala dan kebutuhan yang kita rasa mendesak,
kebutuhan kita yang selalu mendesak adalah selalu menghabisi saldo dosa yang masih
tersisa di dalam hidup kita. Makanya betapa berartinya saat-saat kita berdoa bersama atau doa
pribadi masing-masing di mana kita mengoreksi diri. Hal ini akan membawa kita kepada satu
pengalaman, yaitu menjadikan Tuhan sebagai kebahagiaan. Kalau kita menyisakan saldo dosa,
saldo kebiasaan buruk atau saldo kesenangan—sesuatu yang kita anggap bisa menyenangkan dan
membahagiakan—berarti kita ada dalam bahaya. Kita tidak mau meleset lagi. Kita benar-benar
rindu agar kita memiliki harta di surga yang banyak. Kita mengumpulkan harta sebanyak-
banyaknya.
Tuhan Yesus berkata, "Jangan bekerja untuk roti yang dapat binasa, tapi bekerjalah untuk roti
yang tak dapat binasa." Apa itu roti yang tak dapat binasa? Yaitu karakter kesempurnaan kita di
hadapan Allah. Dan sejujurnya, karena kita sudah merekam banyak keinginan yang dulu kita
nikmati di dalam daging dan jiwa kita, maka hal itu sering menuntut muncul di dalam pikiran
kita, menuntut untuk dipuaskan. Selera kita sudah rusak selama belasan bahkan puluhan tahun,
sehingga kita tidak sungguh-sungguh haus dan lapar akan Tuhan sebagai satu-satunya
kebahagiaan kita. Maka bagi yang masih muda, jangan membangun kebahagiaan dengan apa pun
dan siapa pun. Tetapi bangun kebahagiaanmu hanya di dalam Tuhan. Jangan melakukan sesuatu
yang salah, yang kau pandang akan membahagiakan, menyenangkan hatimu, sebab itu malah
membuat engkau merekam banyak hal yang tidak patut dan membangun menciptakan selera jiwa
yang salah.
Dan sebagai orang-orang yang sudah berumur, kita harus benar-benar kerja keras untuk
menguras saldo dosa, saldo kesalahan dan kebiasaan yang Tuhan tidak kehendaki dan saldo
percintaan dunia yang masih bersisa karena melekat di dalam diri kita. Perjuangan kita menjadi
lebih berat dibanding dengan orang muda yang belum dicemari oleh banyak hal. Untuk itu, mari
kita mempersempit dunia kita. Tidak melakukan apa yang tidak perlu—studi, karier, bekerja,
berkeluarga—semua merupakan tanggung jawab kita yang harus kita dipenuhi. Hal inilah yang
akan menyelamatkan kita. Kita bersyukur kita memiliki komunitas yang baik. Kita berterima
kasih Tuhan memberi seorang pelayan, perawat, gembala kecil yang terus menangkap
momentum yang Tuhan berikan dan tidak menyia-nyiakan momentum-momentum itu, sehingga
semua kita terbawa. Jadi, jangan menganggap kalau kita bisa tiap hari ke gereja atau berdoa, itu
adalah sesuatu yang berlebihan. Kalau kita melihat kekekalan, kita akan tahu, melakukan lebih
dari ini pun kita lakukan. Seiring dengan perjalanan waktu, kiranya ada pertumbuhan yang
benar-benar kita alami.

Kebutuhan kita yang selalu mendesak adalah


selalu menghabisi saldo dosa yang masih tersisa di dalam hidup kita.

Anda mungkin juga menyukai