Anda di halaman 1dari 4

MELANGKAH BERSAMA DENGAN TUHAN1

Edy Kristanto, S.Th

1. PENDAHULUAN
Jemaat yang kasihi oleh Tuhan, seperti yang kita ketahui bersama bahwa setiap
produk (apapun: buatan pabrik) sebelum dipasarkan pasti harus melewati tahap akhir
produksi. Proses tersebut merupakan sangat diperlukan dalam rangka untuk menjamin
mutu produk agar dapat meminimalkan komplain dari konsumen terhadap produk
pabrikannya. Lha pada proses pengujian ini apabila kita amati bersama terlihat begitu
mengerikan dan agak “merugikan”. Bagaimana tidak, produk yang telah selesai diolah
kemudian dibenturkan, ditekan dengan beban, diputar dengan kecepatan sekian rpm
dalam rangka untuk mengetahui tingkat ketahanan produk tersebut.
Katakana misalnya mobil, selesai mobil diproduksi biasanya akan diuji
ketahanannya dengan cara dipacu kecepatannya dengan robot dengan diarahkan ke
sebuah tembok besar dan tebal. Setelah mobil melaju kencang dan menabrak tembok,
kemudian diperiksa kembali secara keseluruhan, seberapa parah tingkat kerusakannya.
Hal tersebut dilakukan sekaligus juga untuk menguji tingkat keamanannya. Laptop pun
demikian. Saya pernah melihat proses pembuatan laptop mulai dari tahap awal
pembuatan, kemudian perakitan sampai dengan tahap terakhir yakni penyelesaian dan
pengujian. Pada tahap terakhir ini saya menyaksikan laptop ini dimasukkan ke dalam
sebuah tabung besar kemudian diputar beberapa jam dan dengan kecepatan sekian rpm,
kemudian dinyalakan, diperiksa apakah ada kerusakan, setelah itu dimasukkan lagi dan
ditekan dengan mesin penekan dengan kekuatan sekian mosh dan dikeluarkan,
diperiksa adakah kerusakan dan seberapa parah kerusakan. Proses ini mutelak
diperlukan sebelum produk tiba di tangan konsumen.
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan, apabila kita resapi bersama seolah-olah
seperti inilah kehidupan kita. Tuhan menciptakan kita ke dunia ini dan setelah hidup,
hidup ini mutelak perlu melalui proses atau tahapan penyempurnaan. Banyak persoalan
hidup harus kita hadapi sebagai bagian dari pengujian kualitas hidup sebelum kita hidup
bersama dengan ciptaan lainya dan menjadi kemuliaan bagi nama Tuhan. Jauh sebelum
kita melalui persoalan-persoalan penyempurnaan ini, ternyata Tuhan Yesus telah
terlebih dahulu mengalaminya ketika dalam keadaan puasa dan haus harus dicobai oleh
sang iblis.

1
Bahan kotbah Minggu Pra Paskah I 1 Maret 2020 di GKJ Rembang Pep. Kragan. Bacaan Kitab Suci
terambil dari Matius 4:1-11 “Pencobaan di Padang Gurun”.
2. TIGA PENCOBAAN YANG DIALAMI YESUS DAN RELEVANSINYA DALAM KEHIDUPAN
ORANG PERCAYA
Sudah “hampir” jatuh “hampir” akan ditimpakan tangga pula, peribahasa ini
sepertinya lebih sesuai dengan keadaan yang dihadapi oleh Yesus sebagaimana
diceritakan dalam Matius 4:1-11. Sudah dalam keadaan lapar dan haus karena puasa
empat puluh hari masih harus diperhadapkan dengan pencobaan iblis. Tiga kali Tuhan
Yesus dicobai dalam ceritera ini: pertama, merubah batu menjadi roti (ayt. 3-4). Iblis
ingin Yesus membuktikan keesaan-Nya sebagai Anak Allah pastinya tidak ada yang
mustahil bagi-Nya. Kedua, menjatuhkan diri dari atas bubungan Bait Allah (ayt. 6). Iblis
mulai menggoyahkan keyakinan dan kemurnian Yesus. Ketiga, diiming-imingi kerajaan
dunia dan kemegahannya yang akan diberikan kepada Yesus apabila Yesus berkenan
sujud dan menyembah iblis (ayt. 8).
Pola di atas apabila kita resapi bersama serasa persis dengan kehidupan yang
kita alami bersama sebagai orang percaya dan sebagai anak-anak Tuhan. Semua itu
selalu didahului dengan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup seperti makan dan minum.
Begitu berat dan menuntut kita untuk menahan lapar dan haus. Dalam proses ini
sesungguhnya kita telah berpuasa, namun dalam ranah jasmani.
Kemudian karena kita orang Kristen yang menaruh keyakinan dan pengharapan
kepada Tuhan Yesus Kristus setiap hari bahwa semuanya pasti baik-baik saja karena
Tuhan pasti mencukupkan lantas mulai dicobai iblis yang menuntut kita untuk
membuktikan apa yang selama ini kita yakini yaitu perngharapan kita terhadap Tuhan
Yesus. Kita telah masuk ke dalam pencobaan yang pertama. Apakah kita mampu atau
tidak untuk membuktikan bahwa Tuhan Yesus pasti akan mencukupkan kebutuhan kita.
Iblis mencobai kita pada tahap materil karena berbicara masalah kebutuhan makanan
jasmani.
Setelah itu beban pencobaan ditambahkan lagi menjadi lebih berat oleh si iblis.
Yakni dengan diberikan ketegangan dalam bentuk yang lain. Yang namanya dibawah ke
atas bubungan Bait Allah yang segitu tinggi, siapa yang tidak tegang. Ketegangan ini bisa
saja dalam bentuk persoalan lain yang mana bisa saja nyawa kita menjadi taruhannya.
Hal tersebut semisal: “mungkin” bisa berupa sebuah pekerjaan dengan resikonya sangat
tinggi. Peluang kecelakaan kerjanya dan dapat berpotensi menghilangkan nyawa kita
sangat tinggi dan bisa saja terjadi. Iblis mencobai kita pada tahap
ke-“tatakan”(baca:berani dalam Bahasa Jawa) dalam hidup sama seperti ketika Tuhan
Yesus dibawah oleh iblis ke atas bubungan Bait Allah. Diuji, masihkan kita sanggup
bertahan?
Kemudian yang terakhir kita diiming-imingi harta duniawi dengan segala
kemegahannya. Semua itu bisa kita peroleh asal kita mau tunduk dan menyembah iblis.
Cobaan ini sudah masuk pada level spirituil yang bisa diartikan sebagai level pencobaan
yang terakhir yang harus kita alami. Dengan demikian yang artinya iblis mencoba
membujuk kita, agar kita pergi meninggalkan iman dan pengharapan kita di dalam
Tuhan Yesus Kristus. Seolah si-iblis bisa menjamin bahwa dengan tunduk dan
menyembah dia segala persoalan hidup kita (seperti tidak bisa makan atau
minum=urusan perut, hidup dalam kemiskinan, tidak punya apa-apa untuk bertahan
hidup, nihil citra diri/merasa tidak ada atau tidak berharga dan sebagainya) akan
mentas semua, pasti lepas semua, pasti pulih semua. Padahal pulih yang seperti apa dulu
kadang kita orang Kristen sendiri tidak mengetahui.
Iblis menawarkan level kesuksesan dan kebahagiaan adalah ketika kita bisa
memenuhi ekspektasi “dunia”/”duniawi”. Citra ideal dari keberhasilan dan kesuksesan
yang selalu ditunjukkan dan dijadikan standard oleh iblis adalah keberhasilan secara
duniawi. Kita bisa dikatakan sukses dan berhasil kalau kita bisa memiliki/menguasai
dunia ini. Memiliki segalanya di dunia ini. Siasat iblis begitu keji, sebab dengan
kepenuhannya kebutuhan atau kesuksesan duniawi bisa menjadi peluang manusia tidak
lagi menyembah Tuhan. Manusia melupakan Tuhan dan harta menjadi mammon, tujuan
dari kebahagiaan kita menggantikan Tuhan sendiri.
Berbeda dengan si-iblis, Citra ideal yang selalu di suguhkan oleh Tuhan Yesus
adalah kesederhanaan. Apa artinya memiliki segalanya tapi kita tidak bahagia. Tuhan
Yesus bukan tidak bisa memenuhi segala kebutuhannya, Tuhan Yesus sangat bisa kalua
hanya kebutuhan makan dan minum saja, jangankan makan dan minum, lebih daripada
itu pun Tuhan Yesus bisa. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan Yesus. Namun tidak
demikian yang diinginkan Tuhan Yesus. Dia lebih memilih kesederhanaan di hadapan
Allah dan mengajak kita untuk berlaku demikian juga. Apa artinya kita memiliki
segalanya akan tetapi tidak berguna bagi sesama, terlebih kepada Tuhan?
Toh sekalipun Tuhan Yesus telah menahaan lapar dan haus selama empat puluh
hari kenyataannya tidak mati. Karena apa? Secara biologis bisa saja mati, namun jika
Allah sendiri tidak menghendaki kematian Yesus, mbok seberat apapun tidak akan mati.
Hal itu membuktikan bahwa Allah sendiri yang bersama-sama dengan Kristus. Yesus
adalah Allah itu sendiri. Dia menentukan sendiri hidup dan matinya.
Kita tentu pernah dan tengah mengalami kesulitan itu, namun perlu kita ketahui
seberat apapun persoalan yang kita hadapi, kalau Tuhan tetap berkenan atas kehidupan
kita maka kita akan tetap hidup. Karena hidup dan mati kita ada di tangan Tuhan
sendiri. Justru ketika kita mendapatkan persoalan berat dan masih tetap hidup berarti
Tuhan tengah berjalan bersama-sama dengan kita.

3. PENUTUP
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan, banyak hal yang harus terjadi di dalam
kehidupan kita semata-mata untuk menguji kita. Sejauh mana kita dapat bertahan,
utamanya bertahan bersama-sama dengan Tuhan Yesus. Perlu dipahami bahwa ujian ini
perlu ada sebagai bukti bahwa kita memang layak dan berkualitas. Yha bagi sesame,
utamanya bagi kemuliaan nama Tuhan. Maka pada momen pra-paskah ini kita diajak
untuk menghayati kembali puasa Yesus, menjelang penderitaannya. Semua itu harus
terjadi agar genaplah keselamatan kita yang adalah orang-orang pilihan Allah. Teruslah
melangkah, seberat apapun cobaan yang kita alami, karena kita berjalan bersama-sama
dengan Allah. Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Anda mungkin juga menyukai