Anda di halaman 1dari 16

HUKUM TAURAT (Bagian 5)

1. Titah Ketujuh :
“JANGAN BERZINAH”
a. “Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan, Allahmu Kudus”, kata Tuhan Allah
Imamat 19:2 berkata, “Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan, Allahmu Kudus”. Ini adalah
sebuah penegasan yang sangat indah dari Tuhan Allah kepada kita umatNya. Ketika Tuhan
memerintahkan kita untuk kudus, sama seperti diriNya kudus, bukankah sesungguhnya
Tuhan Allah telah menganggap kita sebagai anakNya? Kita dianggap satu dengan Tuhan.
Sehingga, sebagaimana diriNya kudus, maka kita pun diminta untuk sama dengan Dia.
Tuhan kita adalah Tuhan yang sangat mencintai kekudusan dan kesucian. Maka, Tuhan
juga menginginkan umatNya suci seperti Dia. Jikalau umatNya yang dipilih dan ditebus
oleh Tuhan tidak lebih suci daripada mereka yang tidak mengenal Tuhan, maka habislah
kesaksian Kristen. Apa gunanya kita dibaptis dan kemudian menyaksikan iman jika hidup
kita tidak berubah? Apa gunanya juga gereja memperoleh anggota yang banyak sekali
tetapi hidup mereka tidak berubah? Apa gunanya ada orang Kristen di dunia ini jika hidup
kita lebih rusak, lebih brengsek, lebih berdosa dan lebih najis dari orang yang tidak
mengenal Tuhan Yesus? Apa gunanya Tuhan Yesus mencurahkan darah dan mati di kayu
salib tetapi di sisi lain, kita yang ditebusNya justru mempermainkan anugerah Tuhan itu?
Tuhan adalah suci dan kudus. Maka kesucian Tuhan itulah yang menjadi dasar kita
tidak boleh berzinah. Kesucian Tuhan itu yang menjadi tuntutan bagi kita yang dipanggil
untuk hidup suci. Engkau harus suci di dalam segala kelakukanmu, demikian Firman
Tuhan, karena Aku telah memanggil engkau suci adanya.
b. Kuasai Dirimu Untuk Tetap Suci
Manusia diciptakan jauh lebih bebas dari pada binatang. Binatang adalah makhluk
yang juga memiliki nafsu seks, nafsu makan, insting, emosi dan yang sejenisnya. Binatang
juga punya keinginan seperti manusia. Bedanya, binatang seperti sudah dikomputerisasi.
Jadi binatang hidup dengan agenda acara yang sama. Binatang tidak memiliki kebebasan
untuk mencoba ini dan itu. Jadi tidak ada kucing yang berencana mau liburan ke Amerika
dan memikirkan busana yang ingin dipakainya di sana. Binatang tidak memiliki fleksibilitas
dan kebebasan untuk mencoba sesuatu di luar instingnya. Binatang sudah deprogram
sedemikian rupa sehingga binatang itu kalau waktunya makan, dia cari makanan.
Sedangkan manusia tidak demikian. Manusia itu (kalau benar-benar manusia) dia
dikaruniai Tuhan untuk bisa tahan, bisa tunggu dan bisa malu. Karena manusia adalah
manusia. Manusia sangat special dalam penciptaan Tuhan. Manusia itu diberi keunikan,
khususnya dalam bidang seks. Manusia tidak diprogram. Manusia juga diciptakan dengan
design tubuh yang sangat berbeda dengan binatang, sehingga manusia satu-satunya
makhluk yang dapat menikmati hubungan seks secara maksimal. Maka, manusia harus

1
sangat-sangat bersyukur kepada Tuhan. Kalau itu tetap tidak cukup bagi kita dan manusia
memilih untuk berzinah, maka kita sudah sangat keterlaluan.
Sebagai manusia yang beradab, marilah kita menguasai diri kita untuk menunggu
sampai tiba waktunya. Kalau mau sukacita yang paling besar, maka tunggulah sampai
malam pertama. Sampai saat itu tiba, janganlah sembarangan membuka baju atau jangan
sembarangan mengunci kamar dengan seseorang yang belum tentu menjadi suami atau
istrimu. No Premartial Sex! Tidak ada seks pra nikah atau seks sebekum menikah. Kalau
kita benar-benar manusia, tetapi tidak mampu mengontrol diri kita, lalu kita mengatakan
mau jadi pemimpin dunia, itu omong kosong. Manusia yang tidak bisa mengendalikan
dirinya sendiri tidak memenuhi syarat untuk mengendalikan orang lain.
Maka, ketika Tuhan mengatakan dan memerintahkan kepada kita, “Jangan Berzinah”,
makna pertama dari perintah ini kepada kita adalah: Jangan coba-coba melakukan
hubungan seks sebelum waktunya (sebelum menikah). Jika kita manusia, maka kita pasti
bisa mengontrol keinginan kita. Jika kita tidak bisa menguasai diri dan mengontrol
keinginan kita, maka sesungguhnya nilai kemanusiaan kita sudah hilang. Kita memang
manusia, tetapi sudah lebih mirip ke binatang. Dan manusia yang tidak bisa mengontrol
dirinya sendiri, manusia yang tidak bisa menunggu dan menguasai dirinya, tidak pantas
menjadi pemimpin bagi orang lain. Karena dia adalah manusia yang tidak punya harkat
dan martabat yang membuat dia pantas dihormati dan diteladani.
c. Monogami dan Kesetiaan Terhadap Pasangan
Dalam hubungan dengan cinta, ada tiga hal yang saling terkait satu dengan yang
lainnya. Pertama, cinta yang sejati adalah cinta yang jujur dan tidak ada dusta di
dalamnya. Inilah ujian pertama terhadap cinta. Kedua, cinta yang sejati adalah cinta yang
murni dan suci. Seseorang yang benar-benar mencintai akan setia memelihara kesucian
demi yang dicintainya itu. Jadi jika kita sungguh-sungguh mencintai seseorang, kita tidak
akan sembarangan mencemarkan diri, lalu memberikan yang najis kepada orang yang kita
cintai tersebut. Ketiga, cinta yang sejati adalah cinta yang hanya tertuju pada satu sasaran
saja. Tidak ada kemungkinan bagi seseorang di dalam waktu yang sama mencintai dua
orang. Hal ini sudah ditegaskan oleh Tuhan Allah. Allah menciptakan manusia menurut
peta teladan Tuhan Allah. Nah, ketika Tuhan Allah mengatakan bahwa Dia adalah Esa dan
kita hanya diperbolehkan menyembah satu Tuhan saja dan mengasihi Dia dengan
segenap hati, jiwa dan kekuatan kita, maka bukankah ini sebenarnya perkara kesetiaan?
Kita hanya boleh menyembah satu Allah, maka kita juga hanya boleh mencintai satu
orang dengan cinta yang sejati.
Jadi perintah “Jangan Berzinah” ini hendak mengajak kita menjadi orang yang
mencintai dengan cinta sejati. Jangan mencintai secara sembarangan. Setialah dalam
berteman dan setialah dalam menjalani hubungan cinta, serta setialah dengan
pasanganmu, sampai maut memisahkan. Janganlah menjadi seseorang yang tega

2
mengkhianati teman, sahabat, perjanjian ataupun pasangan hidup kita. Jangan pula
menjadi manusia yang tega mengkhianati cinta kasih Tuhan terhadap kita.
Manusia sangat berbeda dari kerang. Anatomi tubuh kerang adalah: keras di luar dan
lembut di dalam. Sehingga setiap bersinggungan dengan kerang lain tubuhnya bisa pecah.
Tetapi tidak demikian dengan manusia. Manusia diciptakan Tuhan dengan daging di luar
dan tulang di dalam. Jadi manusia itu lembut di luar tetapi keras di dalam. Ini hendak
menegaskan bahwa kita sebagai manusia diminta untuk lemah lembut kepada setiap
orang. Sebagai manusia, kita bersikap fleksibel. Tetapi di sisi lain, sebagai manusia kita
juga harus keras di dalam. Kita harus keras terhadap prinsip kita. Kita tidak boleh
kompromi dan melacurkan prinsip hidup atau nilai-nilai hidup kita.
Sebagai orang Kristen, mari bersikap ramah terhadap setiap orang. Seperti yang sudah
disebut tadi, bahwa manusia itu keras di dalam : itu prinsip dan lembut di luar, itu
persahabatan. Namun di sisi lain, walaupun kita lembut di luar, kita sesungguhnya adalah
pribadi yang memiliki prinsip iman yang tidak akan pernah mau diajak kompromi
melakukan hal yang tidak benar. Maka, sebagai orang Kristen yang baik, kita tidak akan
berzinah dalam arti berkhianat, baik kepada teman, sahabat, perjanjian/janji dan
terutama kepada pasangan hidup yang sudah Tuhan berikan kepada kita.
Jadi, “Jangan Berzinah” juga berarti bertanggung-jawab. Apa yang sudah dipercayakan
pada kita, mari kita selesaikan dengan tuntas dan dengan hasil yang memuaskan. Jangan
kecewakan orang lain dengan kerja kita yang setengah-setengah. Itu berzinah juga.
d. Berzinah dan Penyakit Kelamin
Tuhan Allah adalah Tuhan yang penuh dengan anugerah. Tuhan memberikan tubuh
yang indah dan sempurna kepada manusia, sehingga manusia bisa menikmati kehidupan
seksual secara maksimal dengan pasangannya. Hal ini tidak dimiliki oleh ciptaan lain.
Namun, anugerah Tuhan selalu disertai dengan kewajiban. Manusia tidak boleh hanya
mau menerima anugerah saja, tetapi tidak mau menerima kewajiban. Jika kita tidak mau
memenuhi kewajiban dan hanya mau menerima anugerah Tuhan saja, maka hukuman
sudah menanti kita. Sehubungan dengan titah ketujuh ini, Tuhan mengijinkan penyakit
kelamin menghinggapi orang yang bergonta-ganti pasangan. Jangan mengira karena ada
obat yang dapat mencegah dan menyembuhkan penyakit kelamin lalu kita boleh
sembarnagan melampiaskan nafsu seksual kita dan tidak perlu menjaga kesucian. Jikalau
Tuhan sudah marah, maka manusia tidak bisa berbuat apa-apa.
Penyakit kelamin sifilis melanda Eropa dimulai dari sebuah kapal yang keliling dunia
dan dipimpin oleh seorang dari Spanyol yang bernama Magellan. Setelah dari Amerika
Selatan, akhirnya dia sampai di Filipina. Di Filipina terjadi peperangan dan Magellan
terbunuh. Lalu awak kapalnya terus mengemudikan kapal besar itu untuk berkeliling
dunia dan pulang Kembali ke Spanyol. Nah, ketika kapal itu sudah berlabuh, maka para
awak kapal itu berbaur dengan orang daratan Eropa. Dan malapetaka mulai terjadi karena

3
awak kapal dari Magellan ini sudah melacur ke mana-mana selama masa perjalanan
mereka keliling dunia. Sehingga mereka pulang ke Eropa sebagai pembawa bibit penyakit.
Maka, melalui satu kapal saja yang membawa bakteri sifilis masuk Eropa, 14 tahun
kemudian seluruh Eropa dari Timur ke Barat tertular penyakit kelamin. Tidak berhenti
sampai di situ, Tuhan juga membiarkan tidak ada obatnya sampai 500 tahun. Sehingga
orang yang mendapat penyakit kelamin menderita sakit dan malu yang luar biasa. Sakit
yang ditanggung oleh orang yang terkena penyakit kelamin double. Selain sakit fisik akibat
dari penyakit tersebut, juga sakit akibat menanggung malu yang tidak tertahankan. Orang
maklum kalau kita bahkan terkena cancer, namun begitu tahu kita terkena penyakit
kelamin, rasa malu kita sungguh tidak tertahankan.
Bahkan, yang malu bukan hanya diri kita sendiri. Melainkan seluruh keluarga kita.
Ingatkah kita tentang cerita hidup Raja Daud? Dia berzinah karena melihat Batsyeba
mandi. Akhirnya dia melakukan dosa lain, yaitu bersiasat membunuh suami Batsyeba
yang bernama Uria, agar Raja Daud bisa menikahi Batsyeba. Namun semuanya tidak
sesederhana yang dipikirkan Raja Daud. Tuhan menyaksikan semuanya dan Tuhan
kemudian menghukum Raja Daud. Bahkan Tuhan tidak hanya menghukum Raja Daud,
Tuhan juga menjatuhkan hukuman kepada keluarga Raja Daud. Empat anak Raja Daud
mati dengan tidak wajar. Itulah cambuk hukuman Tuhan. Rasa malu tidak hanya
menghinggapi individu yang berzinah, tetapi juga keluarga semua. Sehingga akibat malu
yang tidak tertahankan, keluarga bisa melakukan dosa-dosa lain yang berujung pada
malapetaka seperti yang menimpa anak-anak Daud.
Maka ingatlah baik-baik, jagalah kesetiaan. Orang yang setia kepada istri sendiri dan
hanya bersetubuh dengan suami sendiri, tak mungkin mendapatkan penyakit kelamin
seumur hidup mereka. Ini adalah suatu jaminan dan berkat dari Tuhan.
e. Berzinah Dimulai Dari Hati
Mari kita belajar dari Raja Daud. Ketika tanpa sengaja Raja Daud melihat Batsyeba
mandi, maka muncullah pikiran negatif dalam dirinya. Akhirnya, ketika pikiran negatif itu
tidak segera dimatikan, maka muncullah niat berzinah di hati Raja Daud. Maka, terjadilah
perzinahan yang membawa Raja Daud mengalami rentetan malapetaka dalam hidupnya.
Itu sebabnya Tuhan Yesus dengan tegas memperingatkan, bahwa zinah tidak hanya
terjadi ketika kita melakukannya, tetapi zinah bahkan sudah terjadi ketika kita berniat di
dalam hati untuk melakukannya. Tuhan Yesus berkata di Matius 5:28, “Tetapi Aku berkata
kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya , sudah
berzinah dengan dia di dalam hatinya.” Maka berhati-hatilah dengan mata dan hati kita.
Karena dari situlah zinah yang sebenarnya akan benar-benar terjadi. Jangan izinkan zinah
dalam hati barang sedikitpun, maka kita akan terbebas dari zinah yang sebenarnya.
Jadilah manusia yang bermartabat dengan cara hidup setia pada teman, sahabat, dan
pasangan kita, dan juga dengan cara setia menepati janji-janji kita. Amin.

4
2. Titah Kedelapan :
“JANGAN MENCURI”
a. Ketamakan, Kerakusan dan Kemalasan Sebagai Faktor Pendorong Pencurian
Sebelum kita membahas lebih jauh tentang berbagai jenis pencurian, maka baiklah
terlebih dahulu kita memahami faktor yang membuat orang melakukan tindak kejahatan
pencurian. Faktor itu adalah ketamakan dan kerakusan. Seseorang yang serakah karena
tamak (mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, termasuk mengambil yang bukan
miliknya hanya untuk disimpan) ataupun serakah karena rakus (mengambil yang bukan
miliknya untuk dihabiskan sendiri) akan membuat orang itu cepat atau lambat menjadi
pencuri. Maka, perintah ke-delapan ini harus kita patuhi sejak dini, yaitu mematikan
karakter tamak dan rakus dalam diri kita. Marilah kita mensyukuri apa yang sudah Tuhan
berikan kepada kita. Kalaupun kita ingin mendapatkan lebih, maka sadarilah dulu bahwa
Tuhan sesungguhnya sudah memberi kita apa yang kita butuhkan dalam Batasan cukup.
Sehingga kalaupun kita mencari lebih, kita tidak akan melakukannya dengan gelap mata
untuk menguasai sebanyak-banyaknya sampai orang lain tidak kebagian. Kita mencari
lebih hanya karena ada kebutuhan khusus yang penting yang membutuhkan dana lebih
daripada yang kita butuhkan dalam kehidupan normal.
Faktor lainnya yang membuat kita menjadi seorang pencuri adalah rasa malas. Orang
yang malas akan terus mencuri. Mulai dari mencuri dengan cara halus, yaitu meminta-
minta dari orang lain dengan alasan tidak punya, sampai mencuri dalam arti kasar, yaitu
terang-terangan mengambil yang bukan miliknya dengan cara mencuri, merampok,
menipu ataupun korupsi. Padahal Tuhan telah memerintahkan kita untuk bekerja keras.
Orang yang bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu, maka sesuatu itu akan
memberikan dia kepuasan dan kenikmatan. Sesuatu yang kita dapatkan dengan mudah
tidak akan pernah memberikan kita kepuasan yang sebenarnya. Bahkan kita cenderung
tidak tahu cara menghargai dan menikmati sesuatu yang kita dapatkan dengan cuma-
cuma tersebut.
Oleh karena itu, jadilah orang yang suka kerja keras. Jangan jadi pemalas yang akan
membuat kita menjadi pencuri (mencuri dengan cara meminta-minta atau jadi benalu
atau parasit bagi orang lain), jangan jadi pemalas yang membuat kita jadi tamak dan rakus
dalam hidup ini. Manusia yang tamak dan rakus tidak akan pernah merasa cukup dalam
hidup ini. Itulah yang membuat mereka menjadi pencuri.
b. Empat Contoh Pencurian Dalam Alkitab
Dalam hal ini, kita patut belajar dari empat kasus pencurian yang sangat terkenal
dalam Alkitab. Keempat kasus pencurian ini berbeda-beda caranya, namun lahir dari
faktor yang sama, yaitu ketamakan dan kerakusan. Itu sebabnya rasul Paulus berkata
kepada Timotius, “Akar segala kejahatan adalah cinta uang” (1 Tim. 6:10). Dari keempat
kasus ini, akibat yang mereka terima tidak sebanding dengan apa yang dia curi.

5
1. Pencurian Akhan
Ketika bangsa Israel menghadapi sebuah kota yang sangat kuat dengan tembok yang
tinggi yang bernama Yerikho, di luar dugaan mereka dapat mengalahkan kota itu dengan
sangat mudah. Yaitu hanya dengan mengelilingi kota itu dengan diam selama 6 hari
berturut-turut, dan membunyikan sangkakala dengan sekuat-kuatnya pada saat
mengelilingi yang ke tujuh kalinya. Maka, robohlah tembok Yerikho yang terkenal itu.
Bagaimana logika ini semua? Tidak ada penjelasan logisnya selain dari pengakuan :
Kemenangan ini adalah berkat pertolongan Tuhan.
Namun setelah mengalahkan kota Yerikho yang kuat itu, bangsa Israel justru kalah
melawan kota yang sangat kecil yang bernama Ai. Mengapa bisa begitu? Selidik punya
selidik, ternyata ada satu orang saja dari bangsa Israel yang melanggar janji kepada
Tuhan. Tuhan sudah memerintahkan agar apapun yang ditemui di kota yang ditaklukkan
agar dimusnahkan. Tetapi Akhan diam-diam mengambil barang berharga. Tujuannya
memang mulia, karena Akhan berkata dia mengambil itu untuk dipakai dalam rumah
Tuhan. Sebab barang sebagus itu sangat sayang dimusnahkan. Namun apapun alasannya,
itu tidak berarti di mata Tuhan. Akibatnya, bangsa Israel takluk dari bangsa Ai hanya
karena ulah satu orang yang rakus dan tamak. Akhan kemudian di bawa ke luar kota dan
dirajam di sana. Bisa kita bayangkan bagaimana bangkai tubuhnya menjadi makanan
burung pemakan bangkai. Sungguh kontras sekali. Bukannya membuat dia menjadi sehat
dan gemuk, tindakannya itu justru membuat Akhan kehilangan hidup dan seluruh tubuh.
2. Pencurian Raja Saul
Kasusnya tidak jauh berbeda dengan Akhan. Allah memerintahkan bangsa Israel
berperang melawan bangsa Amalek. Melalui nabi Samuel, Allah memerintahkan agar
bangsa Israel menghancurkan semua tentara Amalek dan membunuh semua bangsa
Amalek beserta dengan ternaknya dan membakar semua harta miliknya. Namun Raja Saul
justru melihat sapi-sapi yang tambun dan tertarik untuk memilikinya. Akibatnya Tuhan
marah. Melalui Nabi Samuel Tuhan berkata, “Yang Aku suruh kamu lakukan tidak kamu
lakukan dan kamu membuat perintah sendiri melawan perintahKu.” Akibatnya, Raja Saul
dihukum oleh Tuhan. Allah tidak berkenan lagi Saul menjadi raja atas Israel. Allah
mengijinkan Saul dan anaknya Yonathan tewas dalam sebuah pertempuran dan kemudian
memilih Daud untuk menggantikan Saul menjadi raja atas Israel.
3. Pencurian Yudas Iskariot
Inilah kasus pencurian yang paling disesalkan oleh seluruh orang Kristen. Sebab Yudas
Iskariot tega mencuri dengan cara menjual gurunya sendiri, yang adalah Tuhan dan
Juruselamat bagi umat manusia. Semua orang Kristen pasti pernah mengutuk perbuatan
Yudas Iskariot ini dalam kehidupan mereka. Maka konsekuensinya adalah, jika kita
mencuri maka kita akan menempatkan diri kita satu level dengan Yudas Iskariot, sang
pencuri dan sang pengkhianat tersebut.
6
Dengan mata kepala sendiri sebenarnya Yudas sudah melihat bagaimana segala
masalah selesai di hadapan Yesus. Selama tiga tahun bersama Yesus pun dia tidak pernah
mengalami kelaparan. Yudas melihat sendiri Yesus melakukan 35 kali mujizat yang luar
biasa, Yudas juga melihat bagaimana setiap kesulitan dapat mereka lalui bersama Yesus.
Yudas juga tahu bahwa Yesus adalah Anak Allah, sehingga seberapa berat pun kesulitan,
Yesus pasti bisa lolos. Mungkin di sinilah hitung-hitungan Yudas terjadi. Dia berpikir
bahwa Yesus pasti akan lolos dengan mudah. Dan dia akan dapat 30 keping uang perak
dengan cuma-cuma.
Ternyata Yudas salah perhitungan. Tuhan Yesus tidak mau melawan dan tidak
menghindar. Ia pasrah dibunuh di kayu salib berkat pengkhianatan muridNya yang tamak
dan serakah. Akibatnya Yudas menyesal tak tertahankan dan dia bunuh diri.
4. Ananias dan Safira
Kasus keempat ini tertulis dalam Kisah Para Rasul pasal 5. Sepasang suami istri berjanji
kepada Tuhan akan memberikan seluruh hasil penjualan tanah mereka sebagai
persembahan kepada Tuhan, melalui jemaat. Namun pada kenyataannya, mereka tidak
jadi mempersembahkan seluruh hasil penjualan tanah itu. Mereka menahan sebagian dan
mempersembahkan sisanya. Akibatnya, Allah marah. Melalui rasul Petrus Allah berkata
kepada mereka, “Kau bukan menipu manusia, engkau menipu Roh Kudus.” Dan mereka
berdua mati saat itu juga.
Sebenarnya Ananias dan Safira bisa memiliki seluruh hasil penjualan tanah mereka.
Tetapi karena mereka sudah berjanji kepada Tuhan untuk mempersembahkan semua,
maka mereka dihukum Tuhan akibat tidak melakukan apa yang sudah mereka janjikan
tersebut. Dari kisah ini kita belajar bahwa kita bahkan tidak boleh mencuri apa yang
menjadi milik Tuhan. Sebagian dari harta kita sesungguhnya adalah milik Tuhan. Apalagi
yang sudah pernah kita janjikan kepada Tuhan, haruslah kita melunasinya. Jangan
mencuri apa yang menjadi bagian Tuhan. Sebab Tuhan akan murka kepada kita.
c. Hukum Kedelapan Sebagai Dasar Etika
Hukum kedelapan, “Jangan mencuri” adalah dasar dari seluruh etika. Ini adalah
perintah yang sangat penting dari Allah Sang Pencipta langit, bumi dan manusia. Di dalam
perintah “Jangan Mencuri” ini Tuhan menegaskan bahwa ada hak asasi yang
memperbolehkan manusia untuk memiliki property, harta dan sebagainya secara penuh;
itu sebab kita harus menghargai hak milik orang lain. Kita mengetahui bahwa orang lain
sebagai manusia berhak memiliki sesuatu benda atau properti yang sah dan itu harus kita
hormati, karena jika tidak dunia akan menjadi kacau. Hukum ini juga sekaligus melindungi
hak asasi kita sendiri. Ketika setiap orang saling menghormati kepemilikan manusia
lainnya, maka dunia akan menjadi tempat yang sangat aman untuk ditempati. Maka
marilah dimulai dari diri kita menghormati hak dan milik orang lain, agar orang lain juga
menghormati hak dan milik kita.
7
d. Segalanya Adalah Milik Tuhan Adanya
Pada paspor setiap orang tertulis : Paspor ini adalah milik negara, bukan milik yang
memegang paspor. Paspor adalah milik negara, bukan milik kita, tetapi itu diserahkan
kepada kita. Kita boleh mempergunakan paspor itu ke mana saja kita pergi kalau diijinkan
oleh pemerintah yang bersangkutan. Namun paspor itu adalah milik negara. Sehingga
kalau kita melakukan suatu pelanggaran di luar negeri, maka kita akan tetap bisa diproses
hukum berdasarkan hukum negara yang memberikan paspor itu kepada kita.
Maka demikian jugalah prinsipnya dengan kita. Semua talenta, usia, karunia, uang dan
kesempatan, rumah, tanah dan seluruh harta yang kita miliki bukanlah milik kita, itu
adalah milik Tuhan. Maka, jangan biarkan ada satu hal kecilpun di mana Tuhan tidak
bertakhta atas seluruh hidup dan harta kita. Maka ketika kita memakai harta kita dan
hidup kita dengan hal yang tidak berkenan kepada Tuhan, maka kita telah mencuri hak
kepemilikan Tuhan atas hidup dan harta kita.
Pencurian memang dipahami sebagai Tindakan mengambil hak orang lain yang
didasari oleh sifat tamak atau rakus. Inilah tindakan pencurian dalam arti horizontal.
Namun sungguh amat dangkal jika kita hanya memaknai pencurian dalam taraf horizontal
ini saja. Pencurian yang paling fatal (kita belajar dari kasus pencurian di Alkitab di atas)
justru adalah pencurian dalam taraf vertical. Kita mempergunakan atau mengambil apa
yang menjadi hak Tuhan dengan sekehendak diri kita sendiri.
Oleh sebab itu, marilah kita menjaga hidup kita dari tindakan mencuri secara
horizontal dan vertikal. Mari kita memaksimalkan ruang dan waktu yang diberikan Tuhan
kepada kita dalam hidup ini. Memaksimalkan ruang berarti menyadari bahwa tidak ada
satupun tempat di dunia ini di mana kita bisa lepas dari pengawasan Tuhan.
Memaksimalkan waktu berarti memakai setiap detik waktu yang diberikan Tuhan untuk
melakukan kehendakNya. Ada orang yang umurnya panjang tetapi semuanya diisi dengan
kekosongan, kemalasan dan kebodohan seumur hidup. Ada orang yang umurnya pendek
tetapi diisi dengan bijaksana, dengan kerajinan dan dengan pemikiran-pemikiran seperti
bintang yang bercahaya untuk memberi pengaruh yang baik ke sekelilingnya. Kalau kita
memakai waktu hanya untuk kemauan diri kita sendiri, maka kita telah berdosa mencuri
waktu yang telah diberikan Tuhan kepada kita.
e. Mencuri Kemuliaan Tuhan
Akhirnya, kita juga harus sampai pada pemahaman atas tindakan mencuri menurut
pokok ini. Mencuri juga bisa dilakukan oleh manusia secara vertikal, walaupun itu
dilakukan dalam hubungan dengan manusia. Pencurian yang dimaksud adalah mencuri
kemuliaan Tuhan. Ini paling banyak dilakukan justru oleh orang-orang yang aktif dalam
pekerjaan Tuhan di dunia ini. Namun semuanya itu dilakukan bukan agar nama Tuhan
dimuliakan, melainkan agar namanyalah yang dimuliakan. Maka, biarlah semua kemuliaan
hanya bagi Tuhan saja. Soli Deo Gloria, Amin.

8
3. Titah Kesembilan :
“JANGAN BERBOHONG”
Hukum kesembilan adalah satu-satunya hukum tentang bagaimana berbicara.
Berbicara adalah salah satu hak yang paling besar yang Tuhan berikan kepada manusia.
Tidak ada satu pun ciptaan lain yang berbahasa seperti manusia. Tidak ada binatang yang
menggunakan bahasa, karena binatang tidak mengerti makna dan tidak mungkin
mengutarakan makna melalui suara yang mengandung Bahasa. Makna didasarkan dari
Firman, Firman adalah Logos dan Logos adalah Tuhan.
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang berbahasa, karena manusia adalah satu-
satunya makhluk yang boleh mengenal Firman dan yang dicipta menurut peta teladan
Allah. Semua fosil binatang yang telah ditemukan tidak memiliki tempat untuk tali suara.
Binatang hanya dapat memberikan suara yang keras untuk menyatakan sesuatu
kemarahan atau jika terancam bahaya. Manusia tidak demikian. Manusia bisa
mengutarakan cinta, kerinduan dan kesedihan melalui kalimat dengan suara kecil yang
lembut tetapi maknanya dalam sekali: itu adalah kata. Di belakang kata ada makna, di
belakang makna ada Firman dan Firman adalah Tuhan. Jadi manusia adalah satu-satunya
makhluk yang bisa mengutarakan isi hati dan pikirannya dan yang paling penting
berbicara tentang kehendak Tuhan.
Jika mulut kita berbicara tentang kepentingan diri kita saja, maka itu sesungguhnya
adalah suatu hal yang remeh. Jika mulut kita berbicara tentang sesuatu yang melawan
kebenaran (seperti berbohong), maka itu adalah suatu hal yang hina dan keji. Tetapi jika
kita berbicara tentang kalimat yang membangun orang lain, maka itu adalah suatu
perbuatan yang paling mulia. Maka, biarlah mulut kita menjadi suatu alat yang terhormat
di dalam tubuh kita ini. Yang membuat kita menjadi berkat bagi orang lain. Itu sebabnya
Hukum Kesembilan ini berkata : Jangan berdusta untuk mencelakakan sesamamu. Namun
sebenarnya tugas kita bukan sekedar tidak mengatakan kebohongan, tetapi lebih dari itu,
tugas kita adalah mengatakan kebenaran. Mengatakan kebenaran untuk membangun
orang lain dan untuk menjadi berkat bagi orang lain.
Mari kita membaca dengan baik Yakobus 3:3-10: “kita mengenakan kekang pada
mulut kuda, sehingga ia menuruti kehendak kita, dengan jalan demikian kita dapat juga
mengendalikan seluruh tubuhnya. Dan lihat saja kapal-kapal, walaupun amat besar dan
digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil
menurut kehendak jurumudi. Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari
tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapa pun
kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. Lidah pun adalah api; ia merupakan
suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita
sebagai suatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita,
sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka. Semua jenis binatang liar, burung-burung,
serta binatang-binatang menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan dan telah
9
dijinakkan oleh sifat manusia, tetapi tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah;
ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai dan penuh racun yang mematikan.
Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia
yang diciptakan menurut rupa Allah. Dari mulut seseorang, bisa keluarga berkat sekaligus
kutuk.” Kemudian, Amsal Salomo mengatakan demikian: “Hidup mati dikuasai lidah, siapa
suka menggemakannya, akan memakan buahnya” (Amsal 18:21).
Dari Firman tadi kita dapat menyimpulkan Firman Tuhan, bahwa jika kita bisa
menahan lidah, maka kita akan menjadi orang yang sempurna. Karena lidah seperti
nakhoda dan kemudi, meskipun kecil tetapi dapat mengakibatkan akibat yang besar
sekali. Setiap kapal perlu ada kemudi untuk menentukan arah, dan jika kemudi
dibandingkan secara skala dengan seluruh besarnya kapal, maka kelihatan sepele sekali,
tetapi itu yang akan menentukan. Demikian juga setir yang ada di dalam mobil.
Ukurannya kecil, tetapi setir ini menentukan hidup mati penumpang, menentukan arah
dan menentukan ke mana mobil ini akan pergi. Jika kita bisa mengendalikan setir ini
dengan benar, maka mobil itu akan selamat. Demikian juga jika seseorang bisa menahan,
mengendalikan dan menguasai lidahnya, maka seumur hidup dia akan berada di dalam
keamanan yang terjamin.
Yesus Kristus berkata di dalam Lukas 6:45, “Orang yang baik mengeluarkan barang
yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan
barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan
mulutnya, meluap dari hatinya.” Jika hati kita penuh dengan sesuatu, maka kita
mengeluarkannya melalui mulut kita. Pepatah orang Eropa berkata, “Tidak peduli engkau
berbicara apa, ketika engkau membuka mulut untuk membicarakan tentang orang lain
ataukah membicarakan tentang dirimu sendiri atau mengkritik orang lain, saat itu juga
engkau sedang memperkenalkan siapa dirimu.”
Filsafat Xenophon mengatakan, “Alam telah memberi kepada kita dua telinga dan dua
mata tetapi hanya satu mulut.” Itu bertujuan agar kita melihat dan mendengar lebih
banyak dan berbicara lebih sedikit. Kita diberi dua telinga supaya kita banyak-banyak
mendengar dan belajar, diberi dua mata supaya kita banyak-banyak melihat dan belajar,
dan diberi satu mulut supaya tidak banyak berkata dan menjadi cerewet. Ini benar-benar
bijaksana sekali. Orang cerewet dibenci oleh orang lain. Orang yang tidak banyak
berbicara, tetapi ketika dia berbicara maka semua orang mendengarkannya. Orang yang
bicara terus, lama-lama bicaranya mulai tidak beres dan orang-orang tidak akan
mendengarkannya.
Allah menciptakan kita dengan dua mata dan dua telinga tetapi hanya satu mulut,
supaya kita melihat yang baik dan yang jahat, mendengar yang benar dan yang tidak
benar, tetapi ketika kita berbicara kita hanya membicarakan kebenaran. Dari dasar inilah
kita mengerti Hukum Kesembilan.

10
Maka, kuasailah mulut kita. Sebab perkataan lebih besar kekuatannya daripada
kepalan tangan. Satu kalimat yang sudah keluar, empat ekor kuda pun tidak bisa
menariknya Kembali. Penyakit masuk dari mulut, kecelakaan keluar dari mulut. Apa yang
kita masukkan dari dalam mulut ini dapat membuat kita sehat ataupun sakit, dan apa
yang kita keluarkan dari mulut ini dapat mendatangkan kepada diri kita berkat atau kutuk.
Bukan hanya diri kita, perkataan kita juga dapat membuat orang terberkati atau pun
menderita.
Cepat Mendengar Lambat Berkata-kata
Dari pengalaman hidup kita mengetahui bahwa orang yang bicaranya banyak selalu
pengetahuannya sedikit. Orang yang berbicara terus selalu isinya kosong, karena di dalam
hidupnya dengan orang lain dia tidak memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
berbicara. Orang yang berbicara terus maka dia lebih sedikit mendengar; orang yang lebih
banyak mendengar berbicaranya lebih sedikit. Orang yang lebih banyak mendengar itu
lebih pintar, karena dengan lebih sedikit berbicara tidak memberikan lebih banyak waktu
dan kesempatan kepada orang lain untuk berbicara sehingga ia memiliki kesempatan
untuk belajar. Tetapi orang bodoh selalu ketakutan kalau sampai orang lain tidak tahu
bahwa ia pintar. Jadi dia akan berbicara terus untuk memamerkan kepintarannya yang dia
kira benar. Sebisa mungkin dia akan memonopoli pembicaraan, akibatnya setiap kali
berbicara hanya itu-itu saja. Dia mengira dengan berbicara terus dia akan dianggap pintar
dan tahu banyak. Jadi orang yang tidak banyak bicara akan menerima pengetahuan dari
orang lain, karena dia selalu memberi waktu kepada orang lain untuk mengeluarkan
sesuatu yang boleh diterimanya.
Maka, kuasailah dirimu. Jangan terlalu cepat mengatakan sesuatu. Pikirkan dulu baik-
baik apa yang akan kita katakan. Apakah yang akan kita katakan ini membangun? Karena
segala sesuatu diperbolehkan, tetapi tidak segala sesuatu membangun. Segala sesuatu
diperbolehkan, tetapi tidak segala sesuatu berguna. Segala sesuatu diperbolehkan, tetapi
tidak segala sesuatu memuliakan Tuhan. Maka pikirkanlah dahulu sebelum kita
mengatakan sesuatu. Bisa saja apa yang kita katakana itu benar. Tetapi tidak cukup cuma
itu. Kita juga harus memikirkan, “apakah ada gunanya ini kukatakan? Lebih besar gunanya
atau lebih besar negatifnya? Apakah yang kukatakan ini bisa membangun dia atau tidak?
Dan yang paling penting kita harus memikirkan, apakah yang akan kukatakan ini
memuliakan Tuhan atau tidak?
Itu sebabnya, kita lebih lambat berkata-kata daripada mendengar dan melihat.
Pasangan telinga tidak ada lagi, sebab telinga sudah satu pasang. Jadi kita pasti akan
mendengar yang baik dan yang jahat tanpa bisa menyaringnya. Demikian juga dengan
mata. Pasangan mata tidak ada, sebab mata sudah satu pasang. Itu sebabnya kita akan
melihat yang baik dan yang jahat tanpa bisa menyaringnya. Tetapi mulut, karena cuma
diciptakan satu, maka pasangannya adalah pikiran dan hati. Jadi mulut bisa menyaring

11
apa yang akan dikatakannya sebab dia berpasangan dengan pikiran dan hati. Sehingga
mulut dimungkinkan untuk mengatakan hanya yang benar saja. Tidak seperti mata dan
telinga yang tidak berdaya menolak yang jahat.

Motivasi Menjadi Berkat, Bukan Mencari Kepentingan Diri Sendiri


Jadi dari semua yang kita pelajari di atas tentang hukuk kesembilan, kita dapat
memahami bahwa Hukum Kesembilan bukan sekedar tentang boleh berbohong atau
tidak. Tetapi soal bagaimana perkataan kita bisa menjadi berkat bagi orang lain, bukan
justru mencelakai mereka.
Kita harus menjadi peribadi yang menghormati manusia lainnya karena kita sama-
sama diciptakan menurut peta teladan Allah. Maka, untung-ruginya orang lain sama
pentingnya dengan untung-ruginya diri kita. Keuntungan orang lain sama pentingnya
dengan keuntungan diri kita sendiri. Kalau kita hanya memikirkan keuntunga diri kita
sendiri saja dan dengan demikian tega mencelakai orang lain melalui perkataan kita, maka
kita adalah ciptaan yang sudah turun level dan kita bahkan lebih rendah dari binatang.
Oleh sebab itu, jangan berdusta. Jangan merugikan orang lain melalui perkataan kita
yang tidak benar. Mungkin, bisa saja kita berdusta secara tidak sengaja. Tidak ada niat
dari diri kita untuk secara sengaja berbohong tentang orang lain. Namun kenyataannya,
kita melakukan itu. Kita mengatakan sesuatu yang tidak benar tentang orang lain.
Mengapa ini bisa terjadi? Karena kita tidak terlebih dahulu memastikan kebenaran
sebuah cerita. Manusia zaman sekarang gampang sekali menelan sebuah cerita bulat-
bulat dan meneruskannya kepada orang lain. Padahal cerita yang didengarkan itu sudah
sangat jauh berbeda dari fakta yang terjadi. Oleh sebab itu, hati-hatilah menelan
informasi. Cek dan Ricek semua informasi yang kita terima. Pastikan dulu kita mengetahui
kebenarannya. Dan kalaupun kita sudah tahu kebenaran yang sesungguhnya, pikirkan
baik-baik apakah ada gunanya kita ikut meneruskan informasi tersebut. Apakah
membangun jika kita ikut meneruskan informasi itu. Siapa yang kita bangun? Ataukah
lebih banyak kerugiannya? Dan pastikan terlebih dahulu, apalah Tuhan dimuliakan ketika
kita meneruskan informasi tersebut?
Dengan demikian, kita meyelamatkan orang lain dari pencemaran nama baiknya.
Namun kita juga sedang menyelamatkan diri kita dari pencemaran nama kita sendiri. Dan
kita sedang menyelamatkan dunia dari berita bohong yang akan membuat hidup semua
orang sengsara. Dan terakhir, kita sedang ikut memuliakan Allah dan mendatangkan
Kerajaan Allah di dunia ini.
Maka, berhati-hatilah berkata-kata sesuatu, karena perkataan yang keluar dari mulut
kita kadang-kadang akan menjadi ikatan kita seumur hidup, yang berakibat penyesalan
tiada habisnya dan merupakan kecelakaan bagi orang lain. Semoga ini tidak terjadi dari
pihak kita. Sebab Tuhan Yesus (secara manusiawi) mati akibat dari fitnah keji dari
kelompok yang membencinya. Semoga kita tidak meneladani kebusukan itu. Amin.
12
4. Titah Kesepuluh :
“JANGAN MENGINGINI MILIK SESAMAMU”
Hukum kesepuluh berkata jangan mengingini rumah sesamamu, jangan mengingini
istrinya, jangan mengingini hamba-hambanya baik laki-laki maupun perempuan, jangan
mengingini lembunya atau keledainya, jangan mengingini apapun yang dimiliki
sesamamu. Hukum kesepuluh ini berbicara tentang niat, keinginan dan kehendak
manusia.
Apakah salah jika kita memiliki keinginan? Sama sekali tidak. Keinginan untuk menjadi
besar tidak pernah dilawan oleh Alkitab dan tidak pernah ditekan oleh Tuhan. Allah yang
menciptakan manusia menanamkan keinginan itu di dalam diri manusia. Yesus tidak
pernah mengatakan, “Jika kamu ingin menjadi besar maka Aku akan membinasakan
kamu.” Tetapi Yesus mengatakan, “Kalau engkau ingin menjadi besar, jadilah seorang
yang melayani orang lain.” Jadi engkau yang memiliki keinginan menjadi besar tidak
dibinasakan dan tidak dihentikan, melainkan engkau boleh mempunyai keinginan. Tetapi
keinginan itu harus diwujudkan dengan cara yang benar. Engkau ingin menjadi besar,
engkau ingin menjadi pemimpin, engkau ingin menjadi orang top, itu tidak apa-apa. Ke-
Kristenan tidak pernah meniadakan ambisi. Ambisi itu dari keinginan, tetapi keinginan itu
ada batasnya, ada metodenya dan ada jalan yang benar untuk mencapainya. Jika engkau
ingin menjadi besar, maka jadilah hamba bagi semua orang.
Di sini keseimbangan dibicarakan dalam Alkitab. Tidak ada yang salah jika kita
mempunyai keinginan. Tetapi keinginan itu harus disalurkan melalui jalur yang benar.
Kalau kita mau ke puncak, kita harus menaiki ribuan bahkan jutaan anak tangga dulu.
Kalau kita mau mahkota kita harus memikul salib dulu. Kalau kita mau menuju kehidupan,
tempuhlah jalan yang sempit dulu. Ini semua prinsip Alkitab.
Jadi tidak ada yang salah dengan keinginan. Alkitab tidak sependapat dengan paham
yang mengatakan “hilangkan semua keinginan”. Bahkan di sorga pun kita masih memiliki
keinginan, yaitu keinginan untuk bertemu dengan Tuhan dan keinginan untuk bertemu
Kembali dengan semua orang percaya. Jadi kita boleh memiliki keinginan, tetapi keinginan
itu harus dikuduskan. Inilah inti dari titah kesepuluh.

Keinginan Menjadi Tuan Atas Diri Manusia


Dalam filsafatnya, Plato membagi manusia menjadi tiga macam, salah satunya yaitu
manusia yang melakukan segala sesuatu mengikuti kemauannya. Orang semacam ini
adalah orang yang rendah. Kita bekerja dan berjuang hanya untuk hal yang kita ingini,
sehingga seumur hidup kita hanya melayani keinginan kita. Seumpama kita adalah sebuah
kereta, di depan kereta ada seekor kuda yang kuat sekali lalu membawa kereta ke sana ke
mari dengan kekuatan yang hampir tidak bisa dikendalikan, maka kuda itulah yang
diibaratkan sebagai kemauan. Plato mengatakan bahwa orang yang rendah adalah orang
yang dikuasai oleh kemauannya. Kemauannya menjadi arah, dorongan dan kekuatan yang
13
membawa dia ke mana saja dan dia terus menaati kemauannya tersebut. Mau mabuk
langsung pergi minum arak, mau mencuri langsung tangannya dipakai untuk mencuri,
mau refreshing langsung pergi tanpa membuat menabung dan membuat perencanaan
yang matang terlebih dahulu, dsb.
Kemauan menjadi pendorong, penguasa, pemimpin di dalam seluruh hidupnya. Itu
adalah ciri orang yang rendah. Plato mengatakan, “Kalau kemauan menjadi tuanmu, maka
kamu menjadi budak dari delusimu”. Jadi kalau kemauan itu yang memimpin kita, maka
hidup kita akan terus berjalan untuk melayani kemauan tersebut. Maka orang seperti ini
tidak akan pernah puas dalam hidupnya. Akibatnya, orang seperti ini tidak akan pernah
senang, tidak akan pernah bahagia dan tidak akan pernah merasa bahwa hidupnya
berarti, karena kemauan manusia tidak akan pernah ada habis-habisnya.
Inilah juga yang hendak diperingatkan oleh Titah Kesepuluh ini bagi kita oleh Tuhan.
Kalau kemauan menjadi tuan kita, maka kita tidak akan mungkin melayani dengan benar
sebab kita telah diperbudak olehnya. Akibatnya, kita sudah pasti tidak akan bisa
memuliakan Tuhan. Itu sebabnya, buah Roh yang terakhir (last but not least) menekankan
tentang pentingnya menguasai diri. Kita harus bisa menguasai diri kita dan segala
keinginan kita. Hanya orang yang bisa menguasai dirilah yang memiliki kemungkinan bisa
menguasai kemauannya, sedangkan orang yang tidak bisa mengontrol diri akan menjadi
budak dari kemauannya. Budak kemauan adalah budak yang paling rendah, karena
kemauan kita tidak ada hentinya dan sering tidak bisa dikendalikan. Sehingga kalau
sempat seseorang dikendalikan oleh kemauannya, orang itu sudah jauh terbenam dalam
dosa.

Doa Diperalat Untuk Memenuhi Keinginan


Saat ini banyak orang, khususnya orang Kristen mencampur-adukkan antara visi
dengan mimpi. Visi berbeda dengan mimpi. Visi bukan mimpi dan mimpi bukan visi. Visi
bukanlah apa yang ingin kita dapatkan atau kita capai. Kalau itu namanya bukan visi,
melainkan impian. Visi bukan keinginan pribadi kita. Visi adalah keadaan ideal yang
dikehendaki oleh Tuhan dan yang memang benar-benar terbaik bagi semua.
Sama halnya dengan doa. Seorang pengkhotbah pernah berkata: “Visualisasikan
doamu. Waktu engkau berdoa, tutup matamu, lalu engkau memvisualisasikan
keinginanmu. Engkau melihatnya dengan imajinasimu dan pakai itu untuk minta kepada
Tuhan, maka Tuhan akan memberikannya.”
Ini sungguh-sungguh khotbah yang salah. Memberikan pengertian yang menyesatkan
kepada umat. Jadi menurut si pengkhotbah, doa menjadi suatu pengutaraan keinginan
yang menjadi dorongan hidup kita. Kita ingin Tuhan yang ikut kita, maka ini sudah salah
total. Kita bukan ingin mengikuti Tuhan, tetapi kita ingin Tuhan ikut kita dan membungkus
niat busuk kita itu dengan istilah doa.

14
Agar doa dikabulkan, kita harus berdoa dengan iman. Tetapi dalam ajaran si
pengkhotbah di atas, yang disebut iman bukan berdasarkan Firman; menurut dia, iman itu
adalah “yakin,” jadi hanya berdasarkan ide positive thinking. Padahal Alkitab mengatakan
bahwa iman datang dari pendengaran dan pendengaran akan Firman Tuhan.
Sekarang ini, manusia ingin Tuhan yang taat sama dia, maka gereja yang seperti ini
laku. Ada gereja yang mengajarkan, “Jika engkau menginginkan Lamborghini, maka
bayangkan mobilnya, warnanya, nomor serinya, harganya, dsb., lalu mintalah kepada
Tuhan. Sehingga kemauan kita menjadi sesuatu dasar kita berdoa. Bagi Gereja seperti ini,
mereka sesungguhnya tidak suka Doa Bapa Kami. Karena Doa Bapa Kami mengatakan:
“Bukan kehendakku tetapi kehendak-Mu lah yang jadi.” Maka, berhati-hatilah dengan
ajaran seperti ini. Berhati-hatilah dengan apa yang kita minta dalam doa kita. Jangan
sampai doa kita adalah bentuk pemaksaan kepada Tuhan agar Tuhan mengabulkan
kemauan-kemauan kita. Bahkan ada orang yang sampai pergi ke bukit doa, hanya untuk
memaksa Tuhan taat kepadanya.
Gereja bukan tempat untuk memaksa Tuhan menuruti kemauan kita. Sebaliknya,
Gereja justru adalah tempat untuk mendengarkan kehendak Tuhan disampaikan dengan
sejelas-jelasnya berdasarkan Firman Tuhan dan tempat untuk mencari kehendak Tuhan
atas hidup kita.

Hukum Kesepuluh dan Kepemilikan


Hukum Kesepuluh berbicara tentang keinginan manusia. Manusia ada kemauan. Kalau
manusia ada kemauan, maka kemauan itu harus ada batasnya. Manusia ada hubungan
relasi antara pribadi dengan pribadi. Maka batas itu jangan dilanggar. Batasnya adalah:
jangan menginginkan kepunyaan orang lain. Maka perintah ini, selain berbicara tentang
keinginan, juga berbicara tentang hak memiliki. Jika itu kita langar, maka kita jatuh dalam
dosa.
Hukum Kesepuluh berkata, “Jangan mengingini rumah sesamamu, jangan mengingini
istrinya atau hambanya laki-laki atau hambanya perempuan, atau lembunya atau
keledainya atau apapun yang dipunyai sesamamu.” Yang dikatakan di sini sebenarnya
adalah: jangan mengingini, jangan tamak, jangan memiliki hati yang rakus yang ingin
mendapatkan sesuatu di luar batas yang kita berhak memiliki. Jika kita melewati batas,
maka kita melanggar hukum ini. Hukum Kesepuluh menjadi dasar di dalam memiliki
sesuatu sebagai hak legal. Dan inilah satu-satunya perintah yang mendasari perlindungan
hak asasi manusia di dalam kepemilikan.
Ajaran komunisme mengatakan semua memiliki semua, yaitu apa yang dimiliki oleh
saya, engkau boleh pakai, demikian juga sebaliknya. Hal ini ada baiknya karena ingin
menciptakan keadilan sosial dan kesamarataan hak manusia memiliki sesuatu. Tetapi jika
hal ini di-ekstrem-kan maka akan terjadi suatu kecelakaan besar dalam masyarakat.
Sistem ini akan membuat orang malas semakin malas dan orang rajin menjadi malas.
15
Orang-orang malas akan memakai metode ini untuk lari dari kewajiban bekerja keras.
Rasul Paulus berkata, “jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.” Kalimat Rasul
Paulus ini menyiratkan orang yang malas tidak boleh memiliki barang orang yang rajin.
Orang yang tidak bekerja biarlah dia lapar dan tidak makan. Inilah contoh tentang
memelihara kepemilikan seperti yang disebutkan di titah kesepuluh ini.

Bertanggung-jawab terhadap Harta dan Talenta Yang Tuhan Beri


Yesus Kristus berkata, “Yang diberi banyak akan dituntut banyak, yang diberi sedikit
akan dituntut sedikit.” Di sini Tuhan Yesus memberikan pengajaran tentang keadilan
dengan sangat baik. Yaitu keadilan yang berdasarkan tanggung-jawab kepada Allah.
Setelah kita diberi bakat atau talenta, maka kita harus mempertanggungjawabkan
kepemilikan talenta itu kepada Sang Pemberi Talenta.
Kita bersyukur kepada Tuhan karena yang disebut sebagai sesuatu keadilan di dalam
konsep Alkitab adalah prinsip keadilan dinamis, yaitu kita mendapat berapa banyak
talenta maka kita harus mempertanggung-jawabkan kepada Tuhan seberapa banyak
talenta yang Tuhan berikan kepada kita. Itu sebab di dunia ini ada orang yang lebih kaya
dan ada orang yang lebih miskin. Orang kaya harus mengetahui dari mana kekayaannya.
Jika ia meraih kekayaan dengan cara penipuan, kerakusan, ketidak-adilan, penindasan,
tipu muslihat, maka itu tidak bisa dibenarkan. Tetapi jika kita bekerja dengan rajin
sehingga kita memiliki banyak harta, maka itu diijinkan Tuhan dan orang lain tidak boleh
merampasnya. Dasar seperti inilah yang hendak ditekankan oleh Hukum Kesepuluh.

Penutup
Kita boleh memiliki sesuatu, tetapi kita tidak boleh menginginkan milik orang lain.
Berarti kepuasan hidup menjadi sesuatu tanda bahwa kita bersukacita kepada Tuhan yang
mengatur segala sesuatu. Memiliki sesuatu itu tidak salah, tetapi mengingini lebih banyak
dan mengingini milik orang lain itu salah. Antara milikmu dan milik orang lain ada
batasnya. Maka jangan melintasi batas itu, karena sewaktu engkau melintasi batas itu,
engkau melanggar hukum Tuhan.
Jika kita mengingkan uang orang lain, tanah orang lain atau istri orang lain, maka ini
semua membuktikan bahwa Allah kita sebenarnya bukan yang di sorga, melainkan allah
kita adalah seks, nafsu, kerakusan dan uang.
Sepuluh Hukum diberikan menjadi alat pemeliharaan keberlangsungan hidup umat
manusia. Sepuluh Hukum mengatur relasi Vertical dan Horizontal manusia, yaitu: relasi
manusia dengan Tuhan dan relasi manusia dengan sesamanya. Kiranya sebagai anak
Tuhan, kita menjaga relasi itu terus sampai Kristus datang Kembali. Semoga kita semua
menjadi umat pemenang, Amin.

16

Anda mungkin juga menyukai