Anda di halaman 1dari 2

Apa yang dimaksud dengan Hukum Tabur Tuai?

Berpijak pada pernyataan Paulus dalam Galatia 6:7: “Jangan sesat”, dalam teks asli Alkitab
ditulis:  me planasthe (Μὴ πλανᾶσθε). Maka kita harus sungguh-sungguh berhati-hati terhadap
fakta penyesatan berkenaan dengan hukum ini. Dalam terjemahan Alkitab New International
Version diterjemahkan : be not deceive, dalam terjemahan Good News Bible diterjemahkan: do
not deceive your selves. Terjemahan bahasa Inggris tersebut bisa diartikan sebagai: Jangan
tertipu atau menipu diri sendiri.  Kata planasthe, dapat diterjemahkan “astray” yang berarti
sesat atau di luar jalur yang benar atau jalan yang salah.  Jadi kalimat me planasthe bisa
diterjemahkan “not led be astray”.

Pemikiran yang salah dalam diri kita itu merupakan potensi penyesatan yang harus diwaspadai.
Kalau Tuhan sendiri yang memperingatkan itu berarti suatu bahaya besar akibat penyesatan
tersebut. Oleh sebab itu betapa pentingnya kita mengerti kebenaran Firman Tuhan dan selalu
mengalami pembaharuan pikiran setiap hari (Roma 12:2). Hukum tabur tuai ini mirip dengan
konsep "karma" dalam suatu agama. Mirip bukan berarti sama persis. Hendaknya kita tidak
menyamakan. Dalam hukum karma tidak ada solusi penebusan oleh darah Tuhan Yesus, tetapi
dalam hukum tabur tuai masih ada penopangan, dimana Allah Bapa masih memakai tuaian yang
kita tabur (sekalipun salah) menjadi alat untuk menyempurnakan kita. Di tengah penderitaan
hasil taburan kita, selama kita masih mau mengasihi Tuhan, Dia akan menjadikan sarana untuk
menyempurnakan kita. Kecuali kalau sampai mati tidak mau bertobat, maka semua menjadi sia-
sia. Hukum tabur tuai adalah bahwa segala sesuatu yang kita lakukan mempunyai akibat.
Kenyataan ini berangkat dari 2 hal:

Pertama, Allah adalah Allah yang telah memberi kehendak pilihan bebas kepada manusia. Dan Ia
sendiri konsekwen dengan kebebasan yang telah diberikan itu. Sebagai buktinya, Allah
meletakkan pohon ujian di taman Eden. Oleh sebab itu

Nasib manusia ditangan manusia itu sendiri.

Kedua, Allah adalah Allah yang adil yang menuntut pertanggungjawaban. Oleh sebab itu
manusia adalah makhluk yang hidup dibawah bayang-bayang keadilan Allah. Itulah sebabnya 
Tuhan Yesus yang disalib untuk memenuhi hukum keadilan. Pelanggaran harus mendatangkan
hukuman. Dosa mendatangkan maut. Manusia yang berdosa harus menerima ganjaran. Tetapi
Tuhan Yesus yang telah menanggung ganjaran hukuman. Dalam hal  inilah yang memuaskan hati
Allah Bapa dalam menggenapi tuntutan keadilan Allah tersebut. Demikian pula dalam kenyataan
hidup ini sekarang dibumi selagi kita masih hidup. Apa yang kita alami ada dalam koridor hukum
tabur tuai. Orang yang bekerja keras pasti diberkati tetapi yang malas tidak pantas diberkati.
Dengan penjelasan  ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk yang
harus bertanggungjawab (Roma 14:12) atas hidupnya dihadapan Tuhan, yaitu atas semua
perbuatannya. Konsep takdir yang sering kita dengar dalam pergaulan bukanlah konsep Alkitab,
bahkan itu bertentangan dengan kebenaran Firman Tuhan. Manusia  bertanggungjawab atas
perbuatannya sendiri. Keadaan manusia bukanlah hasil dari penentuan nasib atau takdir. Oleh
karenanya dunia ini bukan panggung sandiwara, tetapi medan pergumulan antara memilih yang
jahat atau yang baik. Keberuntungan atau kemalangan. Kehidupan atau kebinasaan. Tuaian dari
apa yang kita tabur itu bisa kita tuai baik selama hidup dalam dunia  maupun sesudah mati (2Kor
5:10). Apa yang kita tuai persis seperti yang kita tabur. Perhitungan Allah tepat (a person will
reap exactly what he plants). Oleh sebab itu kita tidak boleh hidup ceroboh. Dalam Galatia 6:7
Alkitab berkata: “Allah tidak dapat dipermainkan”, (no one makes a fool of God, God is not
mocked). Manusia berurusan dengan Allah dan tidak dapat menghindarinya. Semua yang kita
lakukan dalam hidup ini menimbulkan reaksi dan tindakan Allah atas diri kita.

Anda mungkin juga menyukai