Anda di halaman 1dari 10

RESUME KELOMPOK 3

Nama Kelompok :

1. Sertu Fredy S

2. Sertu Dedid Eka Rangga

3. Sertu M. Habibi

4. Serda Naufal S.U

5. Serda Pernando S.

BAHAN BAKAR GAS METANA DAN HIDROGEN

A. Perbedaan antara Gas Metana dan Hidrogen (Kimia dan Fisika)

 Gas Metana

Metana adalah hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas dengan rumus

kimia CH4. Metana murni tidak berbau, tapi jika digunakan untuk keperluan

komersial, biasanya ditambahkan sedikit bau belerang untuk mendeteksi kebocoran

yang mungkin terjadi. Sebagai komponen utama gas alam, metana adalah

sumber bahan bakar utama. Pembakaran satu molekul metana

dengan oksigen akan melepaskan satu molekul CO2 (karbondioksida) dan dua

molekul H2O (air).

CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O


 Untuk Reaksi Kimia Gas Metana

Reaksi-reaksi utama pada metana adalah pembakaran, pembentukan ulang

uap menjadi syngas, dan halogenasi. Secara umum, reaksi metana sulit dikontrol.

Oksidasi sebagian menjadi metanol, misalnya, merupakan reaksi yang agak sulit

untuk dilakukan karena reaksi kimia yang terjadi tetap membentuk karbon

dioksida dan air meskipun jumlah oksigen yang tersedia tidak mencukupi. Enzim

metana monooksigenase dapat digunakan untuk memproduksi metanol dari metana,

tapi karena jumlahnya yang terbatas maka tidak dapat digunakan dalam reaksi skala

industri.

Pada reaksi pembakaran metana, ada beberapa tahap yang dilewati. Hasil

awal yang didapat adalah formaldehida (HCHO atau H2CO). Oksidasi formaldehid

akan menghasilkan radikal formil (HCO), yang nantinya akan menghasilkan karbon

monoksida (CO):

CH4 + O2 → CO + H2 + H2O

H2 akan teroksidasi menjadi H2O dan melepaskan panas. Reaksi ini berlangsung

sangat cepat, biasanya bahkan kurang dari satu milisekon.

2 H2 + O2 → 2 H2O

Akhirnya, CO akan teroksidasi dan membentuk CO2 samil melepaskan panas.

Reaksi ini berlangsung lebih lambat daripada tahapan yang lainnya, biasanya

membutuhkan waktu beberapa milisekon.

2 CO + O2 → 2 CO2

Hasil reaksi akhir dari persamaan diatas adalah:


CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O (ΔH = −891 kJ/mol (dalam kondisi temperatur dan

tekanan standar))

 Gas Hidrogen

Hidrogen (bahasa Latin: hydrogenium, dari bahasa Yunani: hydro:

cairan, genes: membentuk) merupakan unsur kimia pada tabel periodik yang

memiliki simbol H dan nomor atom 1. Pada suhu dan tekanan standar, hidrogen

tidak berwarna, tidak berbau, bersifat non-logam, bervalensi tunggal, dan

merupakan gas diatomik yang paling gampang terbakar. Dengan massa

atom 1,00794 amu, hidrogen merupakan unsur teringan di dunia.

Hidrogen juga merupakan unsur paling melimpah dengan persentase persangkaan

75% dari total massa unsur dunia semesta. Biasanya bintang dibuat oleh hidrogen

dalam kondisi plasma. Senyawa hidrogen relatif langka dan jarang dijumpai secara

alami di bumi, dan biasanya dibuat secara industri dari berbagai

senyawa hidrokarbon seperti metana. Hidrogen juga bisa dibuat dari cairan melewati

bagian elektrolisis, namun bagian ini secara komersial lebih mahal daripada produksi

hidrogen dari gas dunia.

Isotop hidrogen yang paling banyak dijumpai di dunia merupakan protium,

yang inti atomnya hanya mempunyai proton tunggal dan tanpa neutron. Senyawa

ionik hidrogen bisa bermuatan positif (kation) ataupun negatif (anion). Hidrogen bisa

membentuk senyawa dengan biasanya unsur dan bisa dijumpai

dalam cairan dan senyawa-senyawa organik. Hidrogen paling penting dalam reaksi

asam basa yang mana banyak reaksi ini melibatkan pertukaran proton antar molekul

terlarut. Oleh karena hidrogen merupakan satu-satunya atom netral yang persamaan


Schrödingernya bisa diselesaikan secara analitik, kajian pada energetika dan ikatan

atom hidrogen memainkan peran yang paling penting dalam

perkembangan mekanika kuantum.

 Sifat kimia

Kelarutan dan karakteristik hidrogen dengan berjenis-jenis logam merupakan

subyek yang paling penting dalam bidang metalurgi (karena perapuhan hidrogen

bisa terjadi pada biasanya logam dan dalam riset pengembangan cara yang terjamin

untuk meyimpan hidrogen sbg bahan bakar. Hidrogen sangatlah larut dalam

berbagai senyawa yang terdiri dari logam tanah nadir dan logam transisidan bisa

dilarutkan dalam logam kristal maupun logam amorf. Kelarutan hidrogen dalam

logam disebabkan oleh distorsi setempat ataupun ketidakmurnian dalam kekisi

hablur logam.

Gas hidrogen paling gampang terbakar dan akan terbakar pada konsentrasi

serendah 4% H2 di udara lepas sama sekali. Entalpi pembakaran hidrogen

merupakan -286 kJ/mol[12]. Hidrogen terbakar menurut persamaan kimia:

2 H2(g) + O2(g) → 2 H2O(l) + 572  kJ (286 kJ/mol)

Ketika dicampur dengan oksigen dalam berbagai perbandingan, hidrogen meledak

seketika disulut dengan api dan akan meledak sendiri pada temperatur

560 °C. Lidah api hasil pembakaran hidrogen-oksigen murni memancarkan

gelombang ultraviolet dan hampir tidak terlihat dengan mata telanjang. Oleh karena

itu, sangatlah sulit mendeteksi terjadinya kebocoran hidrogen secara visual.

Kasus meledaknya pesawat Hindenburg merupakan salah satu contoh terkenal dari

pembakaran hidrogen.[15] Karakteristik yang lain dari api hidrogen merupakan nyala

api cenderung menghilang dengan cepat di udara, sehingga kerusakan dampak


ledakan hidrogen lebih ringan dari ledakan hidrokarbon. Dalam kasus kecelakaan

Hidenburg, dua pertiga dari penumpang pesawat selamat dan biasanya kasus

meninggal disebabkan oleh terbakarnya bahan bakar diesel yang tiris.

H2 bereaksi secara langsung dengan unsur-unsur oksidator yang lain. Ia bereaksi

dengan spontan dan hebat pada suhu kamar dengan klorin dan fluorin,

menghasilkan hidrogen halida berupa hidrogen klorida dan hidrogen fluorida.

Aras tenaga elektron

Bayangan atom hidrogen yang menampakkan diameter atom dua kali lebih akbar

dari jari-jari model Bohr(citra tidak berskala). Aras tenaga kondisi dasar elektron

pada atom hidrogen merupakan −13.6 eV, yang ekovalen dengan foton ultraviolet

persangkaan 92 nm. Aras tenaga hidrogen bisa dihitung dengan cukup akurat

memakai model atom Bohr yang menggambarkan elektron beredar mengelilingi

proton dengan analogi Bumi beredar mengelilingi Matahari. Oleh karena

diskretisasi momentum sudut yang dipostulatkan pada awal mekanika kuantum oleh

Bohr, elektron pada model Bohr hanya bisa menempati jarak-jarak tertentu saja dari

proton dan oleh karena itu hanya beberapa energi tertentu saja yang diperbolehkan.
Deskripsi atom hidrogen yang lebih akurat didapatkan dengan perlakuan mekanika

kuantum murni memakai persamaan Schrödinger atau dengan perumusan integral

lintasan Feyman untuk menghitung rapat kementakan elektron di sekitar proton.

B. proses produksi gas metana dan hydrogen

Proses pembuatan biogas dengan langkah langkah sebagai berikut:

1. Mencampur kotoran sapi dengan air sampai terbentuk lumpur dengan

perbandingan 1:1 pada bak penampung sementara. Bentuk lumpur akan

mempermudah pemasukan kedalam digester

2. Mengalirkan lumpur kedalam digester melalui lubang pemasukan. Pada pengisian

pertama kran gas yang ada diatas digester dibuka agar pemasukan lebih mudah dan

udara yang ada didalam digester terdesak keluar. Pada pengisian pertama ini

dibutuhkan lumpur kotoran sapi dalam jumlah yang banyak sampai digester penuh.

3. Melakukan penambahan starter (banyak dijual dipasaran) sebanyak 1 liter dan isi

rumen segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas

digester 3,5 - 5,0 m 2. Setelah digester penuh, kran gas ditutup supaya terjadi proses

fermentasi.

4. Membuang gas yang pertama dihasilkan pada hari ke-1 sampai ke-8 karena yang

terbentuk adalah gas CO2. Sedangkan pada hari ke-10 sampai hari ke-14 baru

terbentuk gas metan (CH4) dan CO2 mulai menurun. Pada komposisi CH4 54% dan

CO2 27% maka biogas akan menyala.


5. Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk menyalakan api pada

kompor gas atau kebutuhan lainnya. Mulai hari ke-14 ini kita sudah bisa

menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau seperti

bau kotoran sapi. Selanjutnya, digester terus diisi lumpur kotoran sapi secara

kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal.

Pengolahan kotoran ternak menjadi biogas selain menghasilkan gas metan untuk

memasak juga mengurangi pencemaran lingkungan, menghasilkan pupuk organik

padat dan pupuk organik cair dan yang lebih penting lagi adalah mengurangi

ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak bumi yang tidak bisa

diperbaharui.

C. Nilai Kalor Gas Metana Dan Hidrogen Apabila Digunakan Sebagai BBM

  Alternatif pemanfaatan bahan bakar selain BBM adalah gas bumi. Sebagai

negara yang mempunyai cadangan sumber gas bumi yang cukup besar, sudah

selayaknya apabila Indonesia memanfaatkan sumber energi tersebut secara optimal

dan tidak lagi diorientasikan untuk ekspor. Optimalisasi pemanfaatan bahan bakar

gas di dalam negeri, dapat mengurangi subsidi BBM sekaligus mengurangi beban

keuangan negara. Salah satu jenis bahan bakar gas untuk kendaraan bermotor yang

dapat digunakan di Indonesia adalah Compressed Natural Gas (CNG). CNG

merupakan bahan bakar gas yang dibuat dengan melakukan kompresi methana

(CH4) hingga tekanan + 200 bar. CNG disimpan dan didistribusikan dalam bejana

tekan berbentuk silinder. Komposisi CNG umumnya sebagian besar atau

sekitar  90% terdiri dari gas methana (CH4), gas ethana (C2H6), dan hidrokarbon
lainnya serta beberapa impurities. Berat jenis CNG lebih ringan dibandingkan

dengan berat jenis udara, yaitu sekitar 0,55-0,80 dibandingkan dengan 1 sehingga

apabila terjadi kebocoran akan menguap ke atas atau ke atmosfir. CNG mempunyai

nilai oktan kurang lebih sekitar 120, nilai kalor pembakaran antara 9.000-11.000

Kcal/ Kg atau ± 38-47 MJ/Kg. Bahan bakar gas (CNG) memiliki beberapa

keunggulan, antara lain pilihan bahan bakar murah bagi masyarakat, ramah

lingkungan karena bahan bakar gas memiliki unsur utama metana dan etana yang

mempunyai perbandingan jumlah atom hidrogen terhadap atom karbon yang lebih

tinggi. Selain itu proses pemurnian bahan bakar gas tidak menggunakan TEL (zat

adiktif untuk meningkatkan angka oktan).

D. Tantangan Penggunaan Bahan Bakar Gas Di Masa Datang

Penggunaan energi tidak pernah lepas dari keberlangsungan hidup manusia,

karenanya tantangan untuk memenuhi kebutuhan energi akan selalu membayangi

kehidupan manusia di masa depan. Terlebih lagi, tantangan akan energi dalam

skala global untuk 50 tahun mendatang adalah memenuhi kebutuhan lebih dari 2

miliar orang secara global. Diperkirakan permintaan energi pada saat itu akan

mencapai dua kali lipat dari permintaan energi saat ini. Badan Energi Internasional

telah memproyeksikan bahwa hampir 80 persen dari energi dunia akan terus

dipasok oleh bahan bakar fosil pada tahun 2050. Bahan bakar ini berlimpah dan

terjangkau. Dalam konteks pemenuhan kebutuhan energi, fokusnya adalah pada

akses dan keterjangkauan namun tidak mengorbankan tanggung jawab lingkungan.

Karena itu, gas alam digadang-gadang sebagai enabler yang bijaksana guna

memenuhi keberlanjutan energi baik sekarang dan juga di masa depan. Listrik
berbahan bakar gas alam dapat memenuhi ekspansi kebutuhan energi. Gas ini juga

mampu menyediakan kapasitas baru yang diperlukan untuk meningkatkan dan

variasi pasokan serta permintaan akan energi listrik. Di samping itu, melalui

penyebaran canggih gas alam lewat teknologi, tidak hanya biaya supply chain untuk

pembangkit listrik saja, tetapi juga efisiensi dan dampak lingkungan yang pada

akhirnya meningkat. Seperti halnya di Amerika Serikat. Gas alam telah

menyebabkan pertumbuhan kapasitas pembangkit baru. Penggunaan gas alam

menyebabkan tersedianya akses bahan bakar pembangkit yang efektif dan

ekonomis. Bagaimana dengan energi terbarukan? Memang gagasan penggunaan

energi terbarukan ketimbang menggunakan energi fosil adalah gagasan penting.

Namun dalam konteks pemenuhan energi global, energi terbarukan belum dapat

memenuhinya. Konteks penyebaran energi pada skala global adalah menyediakan

akses energi kepada mereka yang membutuhkan. Tentunya perlu integrasi yang

dioptimalkan dari berbagai pilihan energi, bukan terpacu pada pilihan satu atau yang

lain. Optimasi ini hanya dapat dicapai jika ditambah dengan kapasitas yang

diperlukan, fleksibilitas sistem, dan keandalan pasokan yang memenuhi kebutuhan

keberlanjutan energi. Karena itu, penggunaan energi terbarukan hanya akan dicapai

jika aksesnya benar-benar ditingkatkan. Dan tentunya energi tersebut dapat

dijangkau dengan biaya yang kompetitif.


DAFTAR PUSTAKA

"Methane Emissions? Don't Blame Plants", ScienceNOW, 14 January 2009

"Plants do emit methane after all". New Scientist. 2 December 2007

Wesley H. Bernskoetter, Cynthia K. Schauer, Karen I. Goldberg and Maurice Brookhart

"Characterization of a Rhodium(I) σ-Methane Complex in Solution" Science 2009, Vol. 326, pp. 553–

556. doi:10.1126/science.1177485

 Rogers, H. C. (1999). "Hydrogen Embrittlement of Metals". Science 159 (3819): 1057–

1064. doi:10.1126/science.159.3819.1057. Accessdate used without URL

 Kirchheim, R. (1988). "Hydrogen solubility and diffusivity in defective and amorphous

metals". Progress in Materials Science 32 (4): 262–325. doi:10.1016/0079-6425(88)90010-

2. Accessdate used without URL

Dziadecki, John (2005). "Hindenburg Hydrogen Fire".

http://spot.colorado.edu/~dziadeck/zf/LZ129fire.htm. Diakses pada 16-01-2007.

https://migas.esdm.go.id/post/read/Diversifikasi-BBM-ke-Bahan-Bakar-Gas-Pada-Sektor-

Transportasi

Anda mungkin juga menyukai