Anda di halaman 1dari 20

RANCANGAN LAPORAN

“ Jl. RA Wiryatmaja / Jalan Bank “

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 :
Dimas Hafizh Purwoko ( 9 )
Meka Mellania Safira ( 16 )
Steivi Fernanda Hadrian ( 29 )
Nurul Maulidya ( 23 )
Aif Wicaksono ( 2 )
Alfian Saputra ( 3 )
SMA NEGERI 4 PURWOKERTO

TAHUN PELAJARAN 2022/20255


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaian laporan yang berjudul “ R.A Wiryatmaja “.

Adapun tujuan dari penulisan laporan ini, adalah untuk mengetahui sejarah
tokoh yang dijadikan nama jalan tersebut. Selain itu, laporan ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi para penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu Guru yang telah
menjadi pembimbing kami dalam setiap proses hingga kami dapat membuat
laporan ini, sehingga kami sendiri juga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kami tentang sejarah nama jalan di Purwokerto. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atau rekan-rekan yang telah ikut
bekerja sama untuk dapat menghasilkan laporan yang telah kami buat ini.

September 2022, SMA Negeri 4 Purwokerto


BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah adalah ilmu yang menyelidiki perkembangan peristiwa
dan kejadian-kejadian di masa lampau. Dalam bahasa Yunani, sejarah
disebut juga dengan historia yang berarti mengusut, pengetahuan yang
diperoleh melalui penelitian. Istilah sejarah secara harafiah berasal
dari bahasa Arab, yaitu sajaratun yang artinya pohon.
B. Tujuan
` Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah
tokoh dan alasan mengapa nama tokoh tersebut dijadikan nama jalan
di Purwokerto.
C. Pelaksanaan
Hari/Tanggal : minggu , 04 September 2022
Waktu : 09.00-11.00
Tempat : Jl.Ra Wiryaatmaja dan Museum BRI
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Biodata R.A Wiryatmaja


Raden Bei Aria Wirjaatmadja lahir pada Agustus 1831 di
Adireja ibukota daerah Kabupaten Banyumas. Raden Aria
Wiriatmadja lahir dari pasangan Raden Ngabehi Dipadiwirja (Kepala
Demang Prajurit Ayah) dengan anak dari Mas Ngabehi Kertajaya
(Surakarta) di Adireja, Banyumas Agustus 1893. Beliau merupakan
turunan ke-9 dari Kanjeng Adipati Mrapat Jaka Kahiman. Patih
R.Aria Wirjaatmaja, wafat pada tanggal 11 Maret 1909 M, dalam usia
78 tahun, sebab beliau lahir bulan Agustus 1831M. Patih R.Aria
Wijaatmaja memiliki 18 putra dan putri yang telah berkembang
menjadi 100 orang cucu, 550 buyut dan 3000 canggah. Nasab leluhur
Patih R.Aria Wirjaatmadja, ternyata bersambung kepada Sang
Adipati Mrapat Jaka Kahiman, Pendiri Kadipaten Banyumas. Pesan
yang selalu disampakain kepada anak cucunya adalah agar mereka
selalu dekat dan mengabdi untuk kepentingan rakyat sesuai dengan
bakat, kecakapan dan ketrampilan masing-masing.
B. Sejarah Tempat
.
Alkisah pada suatu ketika pada tahun 1894, Patih Arya
Wiryaatmaja menghadiri undangan pesta khitanan seorang guru.
Tentu bagi guru tersebut merupakan suatu kehormatan besar, bisa
didatangi oleh Kanjeng Patih. Tidak disebutkan apakah Sang Bupati
Kanjeng Purwokerto juga diundang dan hadir dalam acara hajatan
anak lelaki kesayangan guru tersebut.
Tetapi yang membuat Sang Patih terhenyak dan bertanya-tanya
selama hadir dalam acara itu adalah dari mana guru itu memperoleh
biaya untuk bisa menyelenggarakan pesta yang begitu meriah? Gajih
seorang guru gubernemen pada saat itu hanyalah sekitar 75
gulden/bulan. Sedang gajih seorang mantri guru sekitar 150 gulden
per bulan.
Penasaran dengan teka-teki itu, Sang Patih mencoba melakukan
penyelidikan. Beberapa hari setelah selesai hajatan, guru tadi
dipanggil. Ternyata hasil investigasi Sang Patih membuat dirinya
terhenyak. Guru itu ternyata mendapatkan beaya untuk
menyelenggarakan perayaan hajatan dengan cara meminjam kepada
seorang rentenir China dengan bunga sangat tinggi. Sang Patih pun
menduga pastilah banyak para pegawai gubernemen yang terjerat
menjadi mangsa lintah darat sehingga bernasib malang seperti guru
itu.
Akhirnya Sang Patih memberikan solusi. Ditawarkannya
pinjaman dengan bunga rendah guna melunasi hutang guru tersebut.
Jangka waktu pelunasannya pun cukup panjang, yakni 20 bulan,
sehingga cicilan bulanannya sangat ringan dan terjangkau oleh
kemampuan gajih sang guru.

Dengan senang hati guru itu menyutujui tawaran Sang Patih.


Patih Wirjaatmadja pun menggunakan uang pribadinya untuk
melunasi hutang guru tersebut, sehingga hutangnya beralih kepada
Sang Patih. Dengan uluran tangan ini, guru itu pun terbebas dari
jeratan rentenir.

Patih Wirjaatmaadja menduga tidak hanya guru tersebut yang


terjerat hutang rentenir dan Sang Patih yang berhati mulia itu berniat
tidak ingin hanya menolong guru itu saja. Memang setelah melakukan
penelitian secara seksama, terlihat fakta memprihatinkan. Banyak di
antara pejabat pangreh praja dan pegawai negeri Pribumi terlibat
hutang dengan bunga tinggi dan menghadapi kesulitan dalam
pengangsurannya.

Kebetulan Sang Patih adalah aktivis masjid. Dia dikenal sebagai


ahli keuangan yang cakap. Maka Patih Wirjaatmadja pun mendapat
kepercayaan untuk mengelola uang kas masjid dengan jumlah
mencapai 4000 gulden. Bayangkan, gajih seorang bupati saat itu
sekitar 1000 gulden. Dengan gambaran itu, dapat disimpulkan bahwa
masjid yang dikelola Sang Patih itu cukup makmur.

Dengan terlebih dahulu minta ijin atasannya, Patih


Wirjaatmadja memperluas penggunaan kas masjid itu untuk
dipinjamkan kepada para pegawai negeri, para petani, dan tukang
yang terjerat hutang. Selanjutnya untuk menampung angsuran dari
para peminjam uang kas masjid itu, Patih Wirjaatmadja membentuk
lembaga semacam bank yang diberi nama " DE
POERWOKERTOSCHE HULPEN SPAARBANK DER
INLANDSCHE HOOFDEN " (Bank Bantuan dan Simpanan Milik
Pribumi Purwokerto).

Dengan demikian gagasan Patih Wirjaatmadja menggunakan


dana talangan uang pribadi dan kas masjid untuk dipinjamkan dengan
angsuran bunga ringan tersebut, pelan-pelan berkembang menjadi
aktivitas semacam kegiatan perbankan. Yakni aktivitas membantu
pembiayaan bagi rakyat pribumi yang memerlukannya. Secara tidak
sadar, Sang Patih telah mengawali dan merintis kegiatan awal "Bank
Perkreditan Rakyat"Hindia Belanda.
Atasan Sang Patih yang khawatir penggunaan uang kas masjid
akan menimbulkan protes dari para ulama dan pemuka agama daerah
Banyumas, misalnya dengan alasan uang kas masjid hanya boleh
digunakan untuk kepentingan masjid, dengan cekatan segera turun
tangan. Dikeluarkan Surat Perintah tanggal 21 April 1894 agar Sang
Patih secepatnya mengembalikan uang kas masjid tersebut.

Namun atasan Sang Patih, seorang Belanda yang memiliki


pandangan maju yang telah terpengaruh gagasan dan ide-ide
pencerahan. Dia dapat memahami maksud dan tujuan baik Sang Patih,
kecakapan dan juga kejujurannya, sehingga dia segera turun tangan
untuk menyelamatkan proyek rintisan Sang Patih. Akhirnya setelah
konsultasi dengan Tuan Residen, dia menyebarkan surat edaran untuk
mengumpulkan "dana penolong" guna menyelamatkan proyek Sang
Patih. Ternyata surat edaran itu mendapat sambutan luar biasa. Bukan
hanya kaum birokrat pribumi saja yang berpartisipasi. Orang Eropa
yang duduk dalam Pemerintahan Hindia Belanda, banyak juga yang
ikut berpartisipasi. Akhirnya dalam waktu singkat dapat terkumpullah
dana lebih dari 4000 gulden.

Dana itu segera digunakan untuk mengembalikan kas masjid.


Kemudian sisa dana yang terkumpul dari masyarakat Purwokerto itu,
termasuk sumbangan orang-orang Eropa, dimanfaatkan untuk
meneruskan "kegiatan bank" yang telah dirintis oleh Patih
Wirjaatmadja. Dengan modal dana itu, ditambah uang hasil angsuran
para peminjam uang kas masjid, maka pada tanggal 16 Desember
1895, didirikanlah secara resmi bank perkreditan rakyat pertama di
Hindia Belanda dengan nama :

" HULP EN SPAARBANK DER INLANDSCHE BESTUURS


AMBTENAREN " (Bank Bantuan dan Simpinan Milik Pegawai
Pangreh Praja Berkebangsaan Pribumi).

Bank tersebut kemudian berkembang manjadi cikal bakal Bank


Rakyat Indonesia (BRI), dan tanggal 16 Desember 1895 dijadikan
sebagai hari kelahiran BRI. Atas jasa-jasanya tersebut di atas, maka
Patih Wirjaatmadja dikenal sebagai "Bapak Perkreditan Rakyat".
Tanggal 16 Desember 2015 ini, genap BRI berusia 120 tahun.
Dirgayahu 120 tahun BRI, yang dilahirkan hasil kreatifitas Wong
Banyumas tempo doeloe, Raden Arya Wiryaatmaja, Patih Kabupaten
Purwokerto.

C. Sejarah Tokoh

Cerita ini bermula dari cerita seorang lelaki kelahiran Adireja,


Banyumas, 1831. Sesuai dengan namanya, RA Wiraatmadja adalah
seorang keturunan darah biru. Meski demikian, pria ini sempat
bekerja sebagai juru tulis Belanda di Banjar Negara. Berkat kerajinan
dan kecerdasannya, dia naik pangkat hingga berhasil jadi patih di
Purwokerto tahun 1879. RA Wiraatmadja masih mengemban jabatan
ini hingga pensiun di tahun 1907.

Sebagai perintis dan pionir bank perkreditan rakyat. Patih


Wirjaatmadja memasuki masa pensiun setelah selama lebih dari 50
tahun menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada pemerintah
secara patuh dan jujur. Pada usia enam puluh tahun dia dianugrahi
sebutan "Rangga" dan kemudian "Raden Arya".

Sedangkan di kalangan masyarakat luas ia dikenal dengan


sebutan "Kyai Patih". Dalam perkembangan selanjutnya, berkat jasa-
jasa Patih Wirjaatdadja di bidang perkoperasian, pada tahun 1989
Patih Raden Arya Wiryaatmaja mendapat penghargaan "HATTA
NUGRAHA" dari DEKOPIN besama-sama dengan tokoh koperasi
lainnya yaitu Margono Djojohadikoesoemo.

Namun sebenarnya, ada bakat dan sumbangan Patih Raden


Arya Wiryaatmaja yang mulai dilupakan orang Banyumas, yakni
Patih Raden Arya Wiryaatmaja sebagai perintis penyusun kitab Babad
Banyumas, yang kemudian menjadi dasar bagi penyusunan kitab
Babad Banyumas yang lain.

Banyak orang menduga, penulisan Babad Banyumas yang


dilakukan Wiryaatmaja hanyalah suatu peristiwa insidental saja. Atau
peristiwa tidak sengaja. Tetapi kalau dilihat dari jalur leluhurnya,
ternyata pada diri Patih Raden Arya Wiryaatmaja mengalir juga darah
penggemar dan peminat sastra babad dan sastra Jawa. Istri
Wiryaatmaja berasal dari lingkungan Kraton Surakarta, suatu
lingkungan yang tidak pernah asing dengan sastra babad dan fungsi
sastra babad sebagai pelestari sekaligus pencipta mitos pada kerajaan-
kerajaan Jawa dengan sistem kekuasaan tradisional.

Wiryaatmaja sendiri lahir pada bulan Agustus 1831, bertepatan


dengan proses pembentukan Karesidenan Banyumas, sesudah daerah
mancanegara barat dari Kraton Surakarta itu diambil alih Pemerintah
Hindia Belanda sebagai ganti ongkos memadamkan Perang
Diponegoro ( 1825 – 1830 M), yang berakhir dengan kemenangan
Belanda dengan koalisinya. Pada usia 21 tahun, Wiryaatmaja diangkat
menjadi juru tulis seorang controlir Belanda di Banjar. Tiga tahun
kemudian dia diangkat jadi mantri polisi di Bawang distrik
Singamerta. Karirnya terus menanjak, sehingga tahun 1873, dia sudah
menduduki jabatan kursi wedana asal istrinya, yakni Wedana Adireja,
setelah sebelumnya selama tujuh tahun jadi Wakil Wedana Batur.
Tahun 1875 dia dipindahkan menjadi Wedana Banyumas. Tetapi
empat tahun kemudian, tahun 1879 M, Wiryaatmaja sudah
menduduki jabatan puncak, yakni diangkat Pemerintah Hindia
Belanda sebagai Patih Kabupaten Purwokerto ( 1879 - 1907 M).

Sumbangan Patih Raden Wiryaatmaja di dunia sastra


babad, dilakukannya pada tahun 1898 M, ditengah-tengah
kesibukannya sebagai seorang patih, pengurus masjid dan pengawas
proyek perkreditan rakyat yang dirintisnya. Di tengah-tengah hingar
bingar kesibukannya sebagai punggawa kadipaten, ternyata Sang
Patih masih bisa menyempatkan diri menulis sebuah kitab Babad
Banyumas, yang ditulisnya atas perintah tuan wakil Residen
Banyumas.

Karya Babad Banyumas tulisan Raden Arya Wiryaatmaja, telah


diteliti oleh Prof.Dr.Sugeng Priyadi,M.Hum, dan dinilai sebagai suatu
karya rintisan sastra Babad Banyumas yang kemudian berkembang
menjadi karya tradisi besar atau arus utama sastra babad daerah
Banyumas. Tugasnya sebagai seorang penulis sastra babad yaitu
memotivasi, melakukan rintisan dan meletakan landasan, dasar dan
fondasi bagi penulisan Babad Banyumas yang lebih mendekati fakta
sejarah. Generasi peneruslah yang dia harapkan mampu melakukan
rekonstruksi ilmiyah kapan Kabupaten Banyumas didirikan.
D. Pakaian R.A Wiryamaja dan Keluarganya

Pakaian ini digunakan oleh Raden Aria Wiryatmaja untuk keperluan


Sehari – hari ( Pakaian Harian ).

Pakaian ini digunakan untuk menghadiri upacara – upacara resmi


dalam kegiatan dinas Pejabat Pemerintah.
Pakaian ini merupakan pakaian milik Raden Aria Wiryatmaja serta
istrinya. Pakaian ini merupakan pakaian yang dipakai untuk menghadiri
upacara – upacara resmi dalam kegiatan Dinas Pejabat Pemerintah.
Pakaian ini merupakan pakaian milik Ibu R.A Wiryatmaja yang
digunakan untuk menghadiri upacara – upacara resmi.

Pakaian ini merupakan pakaian R.A Wiryatmaja yang digunakan


untuk kegiatan sehari hari.
E. Lampiran Foto Replika di Museum BRI
F. Lampiran Foto Kegiatan
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Adanya Museum Bank Rakyat Indonesia ( BRI ) menjadikan


sejarah tempat dan tokoh pendiri BRI tidak hilang begitu saja,
mengingat banyaknya kegiatan simpan pinjam yang dipermudah
karena adanya Bank Rakyat Indonesia. Mulai dari mata uang
jaman dulu, alat pencetak uang hingga replika kejadian masa lalu
pun ada di Museum BRI.

2. Saran

Seharusnya Museum BRI dan masyarakat sekitar bekerjasama


membuat acara atau kegiatan yang menarik agar anak anak muda
jaman sekarang berkunjung ke Museum BRI dan melihat sejarah
berdirinya Museum BRI dan tokohnya, agar sejarah berdirinya
BRI dan jasa R.A Wiryatmaja tidak hilang atau terlupakan dimasa
depan.
SEKIAN TERIMAKASIH !

Anda mungkin juga menyukai