Anda di halaman 1dari 22

Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Tamantirto

Jl. Brahwijaya, Geblagan, Tamantirto, Kec. Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah


Istimewa Yogyakarta 55223

Nama : Laili Hidayatus Sholeha

NIM : 20210430238

Mata Kuliah : Sistem Keuangan

Dosen Pengampu : Dr. Dimas Bagus Wiranatakusuma,


Se.,M.Ec., CIB.,CRM.,CRP., CPF

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

TAHUN 2023/2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. Sejarah Lahirnya Bank BRI (1895)

Bank Rakyat Indonesia merupakan kelanjutan dari Bank Priyayi yang berada di
Purwokerto, Bank ini dirintis pertama kali oleh seorang Patih di Purwokerto
bernama Raden Aria Wirjaatmadja(Surat Kabar Bataviaasch Nieuwsblad, 15
Maret 1909) pada tahun 1894 tetapi disahkannya tepat pada 16 Desember 1895
(Suharto, 1988, p. 29) dengan nama “Hulp en Spaarbank der Inlandsche
Bestuurs Ambtenaren” atau Bank Bantuan dan Tabungan Pegawai Pemerintahan
Bangsa Indonesia (Suharto, Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia, 1987, p. 7)
atau lebih di kenal dengan sebutan Bank Priyayi. Bank tersebut memberikan
pinjaman kepada para pegawai negeri bangsa Indonesia dan juga kepada para
tukang serta petani dengan tujuan membebaskan mereka dari jeratan rentenir dan
pelepas uang. Raden Aria Wirjaatmadja adalah sosok yang berjasa dalam
pendirian lembaga perkreditan bagi rakyat kecil, selain dikenal sebagai seorang
Patih yang baik di Kabupaten Banyumas, ia juga dikenal sebagai pegawai yang
ahli dalam keuangan. Di dalam surat kabar yang beredar berbahasa Belanda “De
Vader van het Lanbo uwcrediet” (Surat Kabar Bataviaasch Nieuwsblad, 15 Maret
1909) menyebutnya sebagai Bapak Kredit Pertanian. Jasanya dalam pendirian
lembaga keuangan ini dinilai sangat bermanfaat bagi masyarakat pedesaan
terutama Purwokerto, selain dibantu oleh pegawai pribumi Raden Patih juga
dibantu oleh pegawai - pegawai Pemerintah bangsa Eropa terutama dalam
bidang organisasi. Mengingat pada saat itu sulit bagi pribumi untuk
mendirikan badan atau organisasi yang resmi dan diakui. 16 Desember 1895,
Empat orang pegawai mendatangi seorang notaris untuk memulai sebuah
pekerjaan besar dalam perjalanan kaum pribumi, yaitu: mendirikan bank.
Empat orang pegawai itu adalah: Raden Aria Wirjaatmadja yang menjabat
sebagai Patih Purwokerto, Raden Atma Sapradja sebagai Ondercollecteur
(Wakil Pengumpul Pajak) di Afdeling Purwokerto, Raden Atma Soebrata
sebagai Wedana Distrik Purwokerto dan Raden Djaja Soemitra sebagai Wedana
Kelas Satu Purwokerto, Distrik dan Afdeling Purwokerto. (IIP D. Yahya, 2018, p. 3).
Kondisi kesejahteraan masyarakat pada abad XIX dan awal abad XX yang
mengalami kemunduran terutama di daerah pedesaan pulau Jawa dan Madura
membuat orang - orang Indonesia semakin melarat. Keadaan seperti ini membuat
masyarakat terdesak untuk membutuhkan kredit atau pinjaman demi bertahan
hidup. Namun, untuk memperoleh kredit tersebut pada waktu itu hanya bisa
didapat dari para rentenir/ pelepas uang dan pengijon dengan bunga yang
sangat besar, yaitu: hampir 100% setahun. (Suharto, Bank Perkreditan
Rakyat di Indonesia, 1987, p. 7) Pemerintah Kolonial sendiri telah menentukan
bunga yang harus ditanggung debitur dalam hubungan utang - piutang di
Indonesia melalui Staatsblad 1880 Nomor 83.

Kondisi perekonomian masyarakat Banyumas pada waktu itu yang


melatarbelakangi
lahirnya bank ini. Keadaan ekonomi masyarakat yang rata-rata bermata
pencaharian sebagai petani mendapat perhatian dari Sang Patih. Karena pada
masa itu, banyak pegawai pemerintah dan petani yang terlibat pinjam
meminjam dengan para rentenir. Tingginya bunga pinjaman yang diberikan oleh
rentenir membuat masyarakat menjadi terlilit hutang yang semakin banyak
(Suharto, Sejarah Pendirian Bank Pengkreditan Rakyat, 1988, p. 29).
Menurut Van Deventer dengan makin melaratnya orang-orang Indonesia,
terutama petaninya, maka dimana-mana di Pulau Jawa dan Madura kebutuhan
kredit mereka akan meningkat. Apabila sekali mereka terjerumus dalam jeratan
uang makin lama akan terbenam makin dalam (Marjanto Danusaputro, 1997,
p.16).
Hal tersebut lah yang mendorong Raden Aria Wirjaatmadja pada saat itu untuk
mendirikan suatu badan atau organisasi yang dapat membantu masyarakat dari
jeratan para pelepas uang yang semakin menyiksa rakyat. Selain desakan
kebutuhan hidup, pajak yang ditarik oleh Pemerintah Belanda juga menjadi
faktor yang membuat para penduduk pedesaan terutama pulau Jawa (kelompok
masyarakat terbesar di Indonesia) meminjam kepada rentenir. Kewajiban
membayar pajak baik berupa hasil bumi atau uang tunai telah menjadi beban
ekonomi bagi pribumi. Permasalahan penduduk desa lainnya sehubungan
dengan masalah keuangan semakin bertambah akibat kebiasaan hidup mereka
yang cenderung boros dan kurang mampu mengatur keuangannya (Suharto, Bank
Perkreditan Rakyat di Indonesia, 1987, p. 12).
Terlihat saat sang Patih menghadiri pesta sunatan anak sahabatnya yang begitu
mewah, tradisi pesta seperti itu sudah berkembang dan dianggap lumrah oleh
masyarakat desa walaupun mereka harus menjual sawah, tanah ataupun
meminjam kepada para rentenir untuk mencukupi biaya yang dibutuhkan.
Keprihatinan Raden Aria Wirjaatmadja semakin besar ketika beliau
menghadiri pesta sunatan anak seorang guru. Sebagaimana lazimnya sebuah
pesta, acara ini
Hingga pada akhirnya, Raden Aria Wirjaatmadja tertarik untuk melakukan
penyeledikan mengenai utang pegawai pemerintah kepada para pelepas uang. Para
pelepas uang pada waktu itu kebanyakan dari pedagang Arab, Cina dan Eropa.
Berdasarkan hasil penyelidikannya Raden Patih menunjukkan bahwa hutang
seluruh pegawai pada waktu itu mencapai f 30.000,-. (Suharto, 100 Tahun BPR di
Indonesia, 1996, p. 12) Melihat kondisi tersebut, Raden Patih membuat gagasan
untuk membuat badan usaha yang bergerak dalam simpan pinjam yang
diharapkan badan tersebut dapat memberikan pinjaman kepada pemerintah dan
petani dengan bunga yang rendah, sehingga membuat masyarakat Banyumas pada
waktu itu bisa terlepas dari jeratan pelepas uang. Di dalam mendirikan bank tersebut,
Raden Patih membutuhkan modal yang tidak sedikit. Modal pendirian bank
Priyayi tersebut berawal dari dana pribadi yang beliau miliki “schuld afkoop”,
yaitu membayarkan utang para priyayi yang terjerat utang pada lintah darat
(Suharto, Mengenal Bank Perkereditan Rakyat Indonesia, 1985, p. 8). Usaha
mengumpulkan modal juga di dukungan oleh keluarga Raden Patih seperti
menjual perhiasan istri-nya dan mengurangi uang jajan anak-anaknya demi
mewujudkan gagasanmulia tersebut(Bapak Poerwito, 2019). Namun, uang yang
terkumpul masih dirasa kurang untuk membantu para pegawai pemerintah
untuk lepas dari rentenir, hingga dengan persetujuan atasannya memberikan
izin untuk menggunakan uang kas masjid sebesar f 4.000,-(Suharto, Mengenal
Bank Perkereditan Rakyat Indonesia, 1985, p. 8). Aktivitas kredit yang dilakukan
Raden Patih ini semakin berkembang bukan hanya memberikan pinjaman kepada
pegawai pemerintahan saja tetapi semua lapisan masyarakat Banyumas, seperti:
petani, nelayan, pengkraji dan tukang. Lembaga ini dinilai sangat membatu
seluruh lapisan masyarakat karena pinjaman tersebut diberikan dengan bunga yang
rendah dan waktu pengembalian yang cukup lama. Hal inilah yang membuat
kondisi perekonomian masyarakat Banyumas membaik karena terlepas dari jeratan
pelepas uang. Hingga kesulitan mulai terjadi saat aktivitas penggunaan dana kas
masjid untuk dana pinjaman masyarakat tersebut terdengar juga oleh
Pemerintah Hindia Belanda. Pada tanggal 22 April 1894 Pemerintah Hindia
Belanda menegaskan kembali bahwa dana masjid hanya boleh digunakan untuk
keperluaan keagamaan. Pemerintah Belanda menuntut Raden Patih untuk
mengembalikan dana kas masjid sebesar f 4.000,-. Hal itu memberatkan Raden Patih
karena pada saat itu dana kas masjid masih berada ditangan para nasabah.
Pengembalian dana kas masjid dalam waktu dekat tentu saja merupakan masalah
yang cukup serius yang dihadapi oleh Raden Patih (Suharto, Mengenal Bank
Perkereditan Rakyat Indonesia, 1985, p. 29). Masyarakat Purwokerto yang
mendengar berita tersebut merasa simpati dengan apa yang dialami oleh Raden
Patih. Raden patih merupakan sosok yang sangat dikagumi dan dicintai oleh
rakyatnya. Hingga masyarakat Purwokerto berusaha membantunya dengan
mengumpulkan dana agar dapat mengembalikan dana masjid dengan segera.
Simpati tersebut bukan hanya datang di kalangan pribumi saja tetapi juga
kalangan Eropa yang ikut mengumpulkan dana tersebut. Tanpa perlu waktu
yang lama, masyarakat Purwokerto berhasil mengumpulkan dana untuk
membantu Raden Patih Aria Wirjaatmadja. Dana lebih yang dikumpulkan
masyarakat dijadikan modal awal untuk mengembangkan lembaga perkreditan
ini agar dapat membantu lebih banyak orang. Lembaga rintisan Raden Aria
Wirjaatmadja semakin berkembang dan masih eksis sampai sekarang dalam
dunia perbankan di Indonesia. Tepat setiap tanggal 16 Desember diperingati sebagai
hari lahirnya BRI. Bank Rakyat Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang
dan berliku, lembaga yang lahir sebagai bagian sejarah dari berbagai masa baik
Pemerintahan Belanda, Pendudukan Jepang maupun Pemerintah Indonesia. Saksi
bisu mata rantai sejarah perjuangan bangsa Indonesia hingga melahirkan nilai
nasionalisme. Pergantian nama, fungsi maupun peran kerap kali terjadi seiring
pemerintahan dan kebijakan yang berlaku pada saat itu. Mulai dari Pendirian di
tahun 1895 dengan nama Bank Priyayi, yang kemudian di lebur dalam Bank Rakyat
pada tahun 1897, dan selanjutnya diambil alih oleh pemerintah Belanda pada
tahun 1934 dengan nama Algemeen Volkscredietbank(AVB), dan terjadi
perubahan nama menjadi Syomin Ginko pada saat pendudukan Jepang di tahun
1942-1945, hingga pada akhirnya dinasionalisasikan menjadi BRI oleh Pemerintah
RI pada tahun 1946 dan masih eksis sampai hari ini. (Hikmah, 2020)

PT BRI (Persero) yang didirikan sejak tahun1895 didasarkan pelayanan pada


masyarakat kecil sampai tetap konsisten, yaitu dengan focus pemberian fasilitas
kredit kepada golongan pengusaha kecil. Hal ini antara lain tercermin pada
perkembangan penyaluran KUK pada tahun 1994 sebesar Rp. 6.419,8 milyar yang
meningkat menjadi Rp 8.231,1 milyar pada tahun 1995 dan pada tahun 1999 sampai
dengan bulan September sebesar Rp. 20.466 milyar.

Seiring dengan perkembangan dunia perbankan yang semakin pesat maka sampai
saat ini Bank Rakyat Indonesia mempunyai unit kerja yang berjumlah 4.447 buah,
yang terdiri dari 1 Kantor Pusat BRI, 12 Kantor Wilayah, 12 Kantor Inspeksi/SPI,
170 Kantor Cabang (Dalam Negeri), 145 Kantor Cabang Pembantu, 1 Kantor
Cabang Khusus, 1 New York Agency, 1 Caymand Island Agency, 1 Kantor
Perwakilan Hongkong, 40 Kantor Kas Bayar, 6 Kantor Mobil Bank, 193 P.Point,
3.075 Bri Unit Dan 357 Pos Pelayanan Desa. Dalam hal ini Pt. BRI Cabang
Makassar Somba Opu unit perintis adalah termasuk salah satu kantor cabang
pembantu yang telah ada.

Melihat perkembangan saat ini Bank Rakyat Indonesia (BRI) telah meluncurkan
suatu inovasi layanan yaitu BRI API, BRIAPI merupakan layanan dari BRI (Bank
Rakyat Indonesia) yang bertujuan untuk menjawab kebutuhan akan layanan dari
perbankan yang mudah dan cepat. BRIAPI merupakan salah satu bentuk
perkembangan perbankan di era digital dalam wujud Application Programming
Interface (API) atau antarmuka pemrograman aplikasi yang dapat memudahkan
integrasi pihak dari aplikasi pihak ketiga terhadap layanan dari BRI.
Hadirnya BRIAPI bertujuan agar segala transaksi perbankan dari perusahaan dan
institusi pada zaman digital ini bisa menjadi lebih mudah diakses dan lancar.
Beberapa produknya antara lain BRI Direct Debit, BRIZZI, transfer antar BRI, tarik
tunai tanpa kartu, BRIVA, transfer ke bank lain, serta QRIS.
Visi bank Bri sendiri ialah Menjadi The Most Valuable Banking Group di Asia
Tenggara dan Champion of Financial Inclusion, Misi bank BRI sendiri sebagai
berikut:
1. Memberikan Yang Terbaik
Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan
kepada segmen mikro, kecil, dan menengah untuk menunjang peningkatan
ekonomi masyarakat
2. Menyediakan Pelayanan Yang Prima
Memberikan pelayanan prima dengan fokus kepada nasabah melalui sumber
daya manusia yang profesional dan memiliki budaya berbasis kinerja
(performance-driven culture), teknologi informasi yang handal dan future ready,
dan jaringan kerja konvensional maupun digital yang produktif dengan
menerapkan prinsip operational dan risk management excellence
3. Bekerja dengan Optimal dan Baik
Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihak yang
berkepentingan (stakeholders) dengan memperhatikan prinsip keuangan
berkelanjutan dan praktik Good Corporate Governance yang sangat baik
BAB II

BAGIAN ISI

A. Mekanisme Kerja Bank BRI

BRI unit adalah Bank yang melaksanakan fungsinya yaitu menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau dalam bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup orang banyak. Dalam menjalankan usahanya, unit kerja Bank BRI berada
dibawah Kantor Cabang.
Kegiatan yang dilakukan Bank BRI Unit antara lain sebagai berikut :
1. Melayani produk simpanan dan jasa seperti Giro, Deposito, Tabungan, Transfer
dan jasa lainnya.
2. Melayani peminjaman sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Melayani permohonan dan memutus pinjaman sesuai wewenang yang
diberikan.
4. Melakukan kegiatan administrasi lainnya termasuk pembukuan,
5. nota pembukuan, bukti pembukuan dan pelaporan unit kerja.
6. Melakukan transaksi tunai, pemindah bukuan, dan kliring.
7. Melakukan kegiatan pengimputan data nasabah secara on-line melalui sistem
BRINETS, agar data nasabah dapat diakses secara langsung dan ditransit ke
host (kantor pusat BRI).
Produk dan jasa Bank BRI merupakan sumber dana Bank BRI. Sumber dana bank
dalam menghimpun dana dan untuk membiayai operasinya, dan hal tersebut sesuai
dengan fungsi bank. Produk dan jasa Bank BRI adalah giro, deposito, tabungan,
transfer, pinjaman.
Nilai jual utama suatu perusahaan adalah produknya, dengan produk yang baik maka
pembeli akan lebih tertarik untuk mengambil keputusan pembelian atas produk tersebut.
Produk yang baik semestinya sesuai dengan harapan pengguna, maka dari itu sebelum
perusahaan meluncurkan produknya perlu dilakukan riset yang lebih mendalam terlebih
dahulu. Menurut Kotler dan Amstrong (2017: 31) menjelaskan bahwa “... product is only a
tool to solve a consumer problem”. Jadi, produk merupakan alat atau sesuatu hal yang
merupakan jawaban atau solusi atas masalah kebutuhan dari konsumen, maka dalam
penciptaan produk haruslah melihat permasalahan atau kebutuhan konsumen (Oscar &
Megantara, 2020)
Menurut Norman (2002), jasa terdiri dari tindakan dan interaksi yang merupakan
kontak sosial. Jasa lebih dan sekadar hasil sesuatu yang terhalang , dan jasa
merupakan interaksi sosial antara produsen dan konsumen (Kelly, 2020).
Mekanisme kerja bank BRI sangat bergantung pada prinsip kerja bank konvensional
Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang perubahan
atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalambentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Di Indonesia, menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan
Rakyat. Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 menyebutkan
bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian bank umum pada
pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dengan menghilangkan kalimat
“dan atau berdasarkan prinsip syariah”, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
Sebagaimana disebutkan di dalam UU Nomor. 7 1992, Di Indonesia bank dibedakan
menjadi 2 jenis bank dengan masing-masing usahanya (Yusriadi, 2022) yaitu:
Bank Umum Dalam Menurut ketentuan pasal usaha bank umum meliputi :
a. Mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan, sertifikat
deposito, simpanan giro, deposito berjangka, dan atau bentuk lainnya yang
disamakan dengan itu.
b. Menyalurkan kredit.
c. Membuat surat pengakuan hutang.
d. Menjual, membeli, dan menjamin atas resiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nesabahnya yaitu :
1. Surat-surat wesel diantaranya wesel yang diakseptasi oleh bank yang
waktu berlakunya tidak lebih lama dan pada kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud.
2. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa
berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-
surat dimaksud.
3. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah
4. Sertifikat bank Indonesia (SBI)
5. Obligasi
6. Surat dagang jangka waktu sampai dengan 1 tahun.
e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah.
f. Meminjam dana dari, menempatkan dana pada, atau meminjamkan dana
kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi,
wesel unjuk, cek atau sarana lainnya
g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.
h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan
suatu kontrak.
j. Melakukan penempatan dana dari nasabah ke nasabah lainnya dalam
bentuk berharga yang tidak tercatat di bursa efek (Neldawaty, 2018).
k. Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam
bal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan
agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
l. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip madin
keuntungan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan
pemerintah.
m. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
B. Produk yang ditawarkan oleh BRI
Sebagai Lembaga Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang merupakan bank
konvensional menawarkan beberapa produk jasa keuangan mulai dari simpanan, pinjaman,
sampai dengan investasi. Produk yang ditawarkan di bagi menjadi 2 yaitu untuk individu
dan UMKM berikut Produk yang ditawarkan oleh Bank BRI:
A. Individu
1. Simpanan
a. Tabungan
b. Deposito
c. Giro
2. Pinjaman
a. KPR
b. Briguna
3. Layanan Perbankan
a. Pembayaran Bill
b. Jasa Penerimaan Setoran
c. Transaksi Online
d. Brifast Remittance
e. Transfer & LLG
4. Investasi
a. DPLK
b. Reksadana SBN Ritel
c. Rekening Dana Nasabah
B. UMKM
1. Simpanan
a. Tabungan
b. Deposito
c. Giro
2. Pinjaman
a. Micro
b. Kecil & Menengah
c. Pinjaman Program
3. Trade Finance & Service
a. Import & Export
b. Standby (L/C)
c. Bros
d. SKBDN
e. Money Changer
BAB III

PEMBAHASAN

A. Tantangan dan Solusi yang di hadapi BRI pada era saat ini
Era digital ditandai dengan adanya kemajuan teknologi yang pesat baik di tingkat
global maupun nasional di berbagai sektor, diantaranya yaitu sektor keuangan dan
Fintech (Rungkat et al., 2019). Hal tersebut sejalan dengan tuntutan pengguna jasa
keuangan yang menginginkan pelayanan cepat, mudah, nyaman dan aman.
Perkembangan teknologi menjadi peluang sekaligus tantangan di industri keuangan
dengan berbagai inovasi terbaru (Muqorobin et al., 2021). Peluang untuk
menciptakan pembaharuan pelayanan yang lebih efektif dan efisien serta tantangan
terkait keamanan sistem operasional. Sistem keamanan data merupakan salah satu
hal yang cukup penting untuk memastikan bahwa data yang tertera atau digunakan
terintegrasi dan atas persetujuan pihak terkait. (Wang et al., 2020) menyebutkan
bahwa Open Banking memiliki peluang sekaligus tantangan bagi perbankan di
seluruh dunia terutama yang berkaitan dengan pengelolaan data.

Era digital banking 4.0 menjadi peluang bagi perbankan di tanah air untuk lebih
berinovasi memberikan layanan kepada nasabah. Inovasi tersebut dibutuhkan untuk
menyikapi persaingan seiring pesatnya pertumbuhan financial technology (fintech).
Namun, di sisi lain era digital banking 4.0 juga menghadirkan sejumlah tantangan,
oleh karena itu perbankan dituntut untuk lebih adaptif terhadap perkembangan era
digital banking 4.0.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor yang


mempengaruhi pola sistem perekonomian. Perekonomian yang pada konstruksi
awalnya dibangun dengan sederhana dan tradisional, kemudian berkembang secara
akseleratif yang bahkan melahirkan inovasi-inovasi di bidang teknologi, yang mana
salah satu pilar penyokongnya adalah Financial Technology (Ulya & Musyarri,
2020)

Di Indonesia, badan pengatur seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) telah mengumumkan pembangunan Sistem Gerbang Pembayaran
Indonesia atau Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) dengan juga meluncurkan
regulatory sandbox untuk fintech pada tahun 2016 dan pada tahun 2019, blue print
SPI 2025 resmi diluncurkan ke publik (Panggabean, 2021). OJK juga memberikan
izin kepada 152 platform P2P atau fintech lending Indonesia per Desember 2020
(Panggabean, 2021).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut perbankan Indonesia menghadapi


setidaknya tiga tantangan dalam layanan perbankan digital. Yakni, mengevaluasi
percobaan layanan perbankan digital (BI) Bank Indonesia dari sisi sistem informasi
perbankan, kesiapan jaringan, edukasi dan pengamanan konsumen.(Tambunan &
Padli Nasution, 2022)

Perkembangan layanan perbankan digital yang dikutip dari www.ojk.go.id didorong


oleh hal-hal sebagai berikut ini:

1. Adanya perkembangan teknologi informasi yang pesat;


2. Perubahan gaya hidup masyarakat sesuai perkembangan teknologi informasi;
3. Adanya kebutuhan masyarakat terhadap layanan perbankan yang efektif, efisien,
dapat diakses dari manapun dan kapanpun, komprehensif, serta mudah;
4. Kompetisi industri perbankan untuk memberikan layanan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat; dan
5. Kebutuhan perbankan terhadap operasional yang efisien dan terintegrasi

Sebagai salah satu sektor ekonomi dalam roda peredaran uang negara, perbankan
wajib meningkat dan menaati kebutuhan pasar. Bank wajib selalu menjadi pilihan
pertama bagi individu untuk melaksanakan pembayaran dan aktivitas ekonomi
lainnya. Untuk memperoleh maksud dan tujuan tersebut, bank harus terus
melangsungkan perubahan sesuai dengan kebutuhannya dan memberikan keringanan
bagi nasabahnya untuk melaksanakan segala aktivitas perekonomian. Teknologi
aplikasi dalam perbankan disebut digital banking, yaitu layanan perbankan yang
menggunakan teknologi digital untuk melengkapi keperluan nasabah dan
melaksanakan ekonomi digital yang diinginkan. Perbankan digital yang
dikembangkan selama ini meliputi ATM, internet banking, mobile banking, video
banking, telephone banking dan SMS banking. Sebagian bank juga pernah
memperkenalkan layanan perbankan tanpa cabang, terutama diarahkan untuk
masyarakat yang tidak memiliki akses perbankan (Tambunan & Padli Nasution,
2022).

Sebagai gambaran mengenai layanan digital banking di Indonesia, saat ini bisa
melihat dua contoh produk yang telah diluncurkan oleh Bank BRI Indonesia. BRI
mengembangkan sebuah sistem yang disebut BRIAPI (BRI Application
Programming Interface). Sistem ini memungkinkan pihak ketiga (E-commerce,
fintech, startup digital, dll) untuk dapat berkolaborasi dan mengintegrasikan layanan
dan produk perbankan dari Bank BRI, dengan mudah dan cepat, sehingga dapat
menciptakan layanan baru yang lebih customer centric(Mutiasari, 2020).

Selain itu Bank BRI juga secara resmi meluncurkan layanan virtual assistant chat
yang diberi nama SABRINA (Smart BRI New Assistant). SABRINA dihadirkan
sebagai sebuah terobosan baru untuk memenuhi kebutuhan nasabah melalui layanan
yang cepat, akurat, aman, dan nyaman. Jika dulu nasabah perlu menunggu antrian
untuk mendapatkan layanan, nasabah kini dimudahkan, cukup dengan chatting
bersama SABRINA. Nasabah tidak perlu mendatangi kantor BRI ataupun menelepon
CallBRI, SABRINA siap memberikan pelayanan secara langsung (Mutiasari, 2020).

Di Indonesia, transaksi Open Banking melalui fitur Application Programming


Interface (API) semakin meningkat meskipun standarisasinya masih diproses oleh
Bank Indonesia (BI) (Hutauruk, 2020). Berbagai macam bank mengembangkan
sistem ini untuk dapat mengikuti permintaan pasar. Misalnya PT Bank Rakyat
Indonesia, Tbk (BRI) memiliki mitra sebanyak 222 perusahaan yang terdiri dari
fintech, instansi pemerintah, marketplace, ride hailing, perusahaan non-digital, dan
universitas yang sudah dapat menggunakan BRIAPI untuk mendukung transaksi
perbankan secara digital (Hutauruk, 2020).

Ada berbagai macam pemasalahan yang dihadapi dunia perbankan dalam


menjalankan aktifitas utamanya maupun dalam menawarkan jasa dari
produkproduknya. Selain pertimbangan mengenai tinggi rendahnya suku bunga dari
setiap bank dalam memberikan modal pinjaman, ada juga permasalahan mengenai
ketersediaan produk yang ada dari setiap bank, karena tidak semua bank dapat
memberikan produk-produk yang sama yang menjamin meningkatnya taraf hidup
masyarakat Ada juga permasalahan mengenai fasilitas umum yang ada dalam suatu
gedung dari bank-bank tersebut. Bahkan ada juga permasalahan yang timbul pihak
perbankan itu sendiri mengenai Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang
berkompeten dalam pelayanan terhadap para nasabah (Fadilla et al., 2021).

Pernyataan diatas sesuai dengan apa yang diluncurkan oleh BRIAPI pada webnya,
BRIAPI pada websitenya menuliskan tentang ada 9 tantangan yang dihadapi oleh
industri perbankan pada saat ini yaitu :

1. ResikoPerlindungan Data Pribadi


Tantangan yang pertama pada perbankan era digital adalah rawannya
perlindungan data pribadi. Seperti yang diketahui, untuk mendaftarkan diri dan
melakukan registrasi pada aplikasi perbankan digital, diperlukan identitas data
nasabah yang valid. Data nasabah ini wajib untuk terlindungi dengan baik agar
tidak bocor dan disalahgunakan.
2. Resiko Strategis Investasi di Bidang IT
Perkembangan digital tentu memerlukan investasi di bidang IT yang bertujuan
untuk mengembangkan sumber daya agar dapat mencapai tujuan yang
diharapkan. Namun, hal ini memerlukan strategi yang tepat dan terukur agar
investasi dapat mencapai potensi maksimalnya dan tidak menimbulkan
kerugian.
3. Risiko Serangan Siber
Serangan siber adalah salah satu tantangan besar dalam perkembangan
perbankan digital di Indonesia. Sebuah organisasi yang menaungi teknologi
perkembangan perbankan digital sudah selayaknya mampu menghalau serangan
siber dengan teknologi yang terbaru.
4. Kesiapan Organisasi
Penting bagi sebuah organisasi untuk memiliki sumber daya suportif serta
memiliki pemahaman industri yang mendalam agar tantangan perbankan di era
digital dapat teratasi dengan baik.
5. Resiko Kebocoran Data Nasabah
Pihak bank perlu menjaga keamanan data nasabah guna menghindari kebocoran
data. Dari sisi nasabah, mereka pun harus selalu berhati-hati dan melindungi
data diri mereka sebaik mungkin.
6. Penyalahgunaan Teknologi
Penting untuk memahami bagaimana cara kerja sebuah aplikasi atau layanan
digital perbankan online agar menghindari penipuan yang memanfaatkan
perkembangan teknologi. Oleh karena itu, nasabah perlu menjaga data pribadi,
misalnya password, pin, dan One Time Password (OTP) untuk mencegah
oknum yang tidak bertanggung jawab dalam memanfaatkan data tersebut.
7. Risiko Penggunaan Pihak Keiga
Risiko penyalahgunaan data dari pihak ketiga juga menjadi salah satu tantangan
perbankan di era digital. Namun, berkat regulasi dan pengawasan yang ketat,
risiko ini dapat diatasi sedini mungkin.
8. Infrastruktur Jaringan Komunikasi
Tantangan perbankan di era digital selanjutnya adalah belum tersebarnya
jaringan komunikasi secara merata pada setiap daerah. Hal ini disebabkan
sebagian besar daerah di Indonesia belum memiliki infrastruktur perkembangan
teknologi yang mendukung.
9. Regulasi Perbankan Dari Pemerintah
Dari sisi pemerintah, mereka juga perlu untuk selalu meninjau dan
mengakomodasi pengembangan layanan berbasis digital secara cepat.
Pengembangan regulasi yang baikterkait produk dan kelembagaan dapat
mendukung industri perbankan, khususnya sebagai upaya percepatan
transformasi digital perbankan.

Dari kesembilan tantangan tersebut BRIAPI menanggapinya dengan serius berikut


BRIAPI menjawab tantangan perbankan di era digital:

1. Mulai Intergrasi dengan mudah


Sangat mudah bagi pemilik platform digital untuk terintegrasi dengan BRIAPI. Alur
integrasi hingga alur operasional sistemnya jelas. Anda bisa mendaftar melalui
situs Developer Portal BRIAPI atau dengan menghubungi helpdesk BRIAPI
2. Proses Integrasi yang cepat
Proses aplikasi integrasi BRIAPI sangat cepat. Anda hanya perlu melakukan
empat langkah mudah untuk mengintegrasi BRIAPI:

 Daftarkan perusahaan Anda untuk mendapatkan akses sandbox BRIAPI.


 Tentukan produk API yang ingin digunakan dan dikembangkan di
aplikasi menggunakan sandbox.
 Verifikasi dokumen oleh tim BRIAPI.
 Siap terintegrasi dengan BRIAPI!

3. Keamanan Terjamin
Segala data yang dipertukarkan antara BRI dengan pihak ketiga melalui
BRIAPI dijamin keamanannya menggunakan berbagai jenis enkripsi. Data tidak akan
bocor apalagi disalahgunakan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. BRIAPI juga
terus memperbarui sistem keamanan dengan mengacu kepada best practice dan standar
keamanan internasional.
4. Kepatuhan terhadap regulasi
BRIAPI telah mematuhi keamanan sistem informasi sesuai dengan ketentuan Standar
Nasional API Pembayaran yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI).
5. Manajemen Risiko
BRIAPI mengikuti alur operasional dari BRI terkait manajemen risiko perbankan guna
mengantisipasi risiko dan ancaman cybersecurity. BRI bahkan menggunakan AI untuk
memahami pola fraud dan threats sehingga mampu melakukan tindakan preventif dan
responsif secara cepat dan tepat terhadap berbagai upaya pencurian data.
6. Reputasi
Sebagai lembaga mikro terbesar di Asia, BRI menjadikan keamanan nasabah
dan reputasi sebagai prioritas. Berbagai upaya dilakukan untuk menjamin
keamanan nasabah, baik dari segi people, process, dan technology.

Berdasarkan hasil survey penulis dengan pimpinan BRI Unit Trimurti diketahui bahwa
jika untuk produk tentu permasalahan yang muncul itu terkait dari pilihan nasabah,
apakah nasabah berminat atau tidak menggunakan produk tersebut, jika untuk dari BRI
Unit sendiri yang ditemukan adalah bagaimana caranya BRI meningkatkan pelayanan
dan bertransformasi dengan kondisi perbankan di era digital dimana saat ini nasabah
mulai ingin sesuatu yang serba digital atau digitalisasi, untuk itu BRI melakukan
Transformasi besar di perkembangan sekarang.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjabaran diatas diketahui bahwa saat ini bank-bank baik konvensional
maupun syairah sedang mengalami permasalahan yang sama dimana perkembangan
pada era digitalisasi memaksa setiap bank untuk bertransformasi dan beradaptasi
dengan cepat pada era perkembangan saat ini, seperti hal nya bank BRI yang
langsung meluncurkan BRI API (BRI Application Programming Interface) dan
SABRINA (Smart BRI New Assistant) dimana kedua hal ini merupakan jawaban atas
tantangan perubahan yang ada, selanjutnya BRI API juga telah menjawab 9
tantangan yang berdasar dari Otoritas Jasa Keuangan dimana untuk perkembangan
saat ini di era digitalisasi industri perbankan memiliki sembilan tantangan yang harus
segera dijawab karena sangat berhubungan dengan kepuasan nasabah. BRI juga
merupakan bank BUMN yang terus memberikan pelayanan dan pengembangan
produk yang sangat dekat dengan masyarakat sehingga jika tidak cepat beradaptasi
dan berinovasi BRI bisa akan dikalahkan oleh Bank-Bank Konvensional lain.

B. Saran
1. Bank BRI harus mengembangkan terus aplikasi Mobile Banking karena untuk
saat ini masyarakat lebih suka transaksi melalui Mbanking
2. Mulai mendigitalisasi segala pelayanan yang bisa dilakukan secara digital.
3. Merancang strategi baru untuk memasarkan dan mengenalkan kepada
masyarakat bahwa BRI memiliki sistem yang dapat menjamin data nasabah,
karena pada era digitalisasi ini kebocoran data privasi sangat di khawatirkan oleh
masyarakat.
Daftar Pustaka.

Fadilla, Choiriyah, & Aravik, H. (2021). Islamic Marketing: Konsep, Filosofi dan
Implementasi. Yogyakarta: Deepublish

Hikmah, C. N. (2020). Bank Pemerintah Pertama Republik Indonesia Pelengkap


Kemerdekaan: Nasionalisasi Bank Rakyat Indonesia di Purwokerto (1946-1950). Jurnal
Sejarah dan Pendidikan Sejarah, Vol.2(No.1), 31-36.

Hutauruk, D. M. (2020). Manfaatkan fitur API, transaksi open banking terus meningkat.
Keuangan Kontan. https://keuangan.kontan.co.id/news/manfaatkan-fitur-api-
transaksi-open-banking-terus-meningkat
Kelly, T. P. M. F. (2020). Pemasaran Jasa. In Angewandte Chemie International
Edition, 6(11), 951–952.
Lupita, V., & Ayuning Lestari, W. (2020). “Strategi Bank BRI
DalamMenjagaLikuiditas di Masa Pandemi COVID-19” “BRI’s Strategy in
Maintaining Liquidity in the Pandemic COVID-19.” Jurnal Kompetitif Bisnis Edisi
COVID-19, 1(1), 35–43.
Muqorobin, M. M., Anggraini, A., Rahmawati, A. D., Yohanes, D., & Ifkarina, F. D.
(2021). Pengaruh Open Banking berbasis Open API terhadap Eksistensi
Perbankan. Maksimum, 11(2), 75. https://doi.org/10.26714/mki.11.2.2021.75-84
Mutiasari, A. I. (2020). Perkembangan Industri Perbankan Di Era Digital. Jurnal
Ekonomi Bisnis Dan Kewirausahaan, 9(2), 32–41.
https://doi.org/10.47942/iab.v9i2.541
Neldawaty, R. (2018). Perbandingan Kinerja Bank Syariah Dan Bank Konvensional.
Journal Development, 6(1), 61–69. https://doi.org/10.53978/jd.v6i1.92
Nugraha, R., & Bayunitri, B. I. (2020). The influence of internal control on fraud
prevention (Case study at Bank BRI of Cimahi City). International Journal of
Financial, Accounting, and Management, 2(3), 199-211.
Oscar, B., & Megantara, H. C. (2020). Pengaruh Atribut Produk terhadap Keputusan
Pembelian Produk Muslim Army. Jurnal Bisnis Dan Pemasaran, 10(1), 1–12.
https://ejurnal.poltekpos.ac.id/index.php/promark/article/view/717
Putri, A. M., & Iradianty, A. (2020). Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan
Perbankan Syariah Dengan Perbankan Konvensional 2015-2019. Jurnal Mitra
Manajemen, 4(8), 1103-1117.
Rindiyawati, A., & Arifin, J. (2019). Determinan pengungkapan corporate social
responsibility pada industri perbankan. Jurnal Akuntansi Dan Bisnis, 19(1), 1.
Rungkat, S., Subianto, Wake, D., & Smith, J. (2019). Indonesia’s Fintech Lending:
Driving Economic Growth Through Financial Inclusion. Fintech Series, June, 24.
https://www.pwc.com/id/en/fintech/PwC_FintechLendingThoughtLeadership_Exe
cutiveSummary.pdf
Rusydiana, A. S., Laila, N., & Sudana, S. (2019). Efisiensi dan produktivitas industri
perbankan pada sistem moneter ganda di Indonesia. Jurnal Siasat Bisnis, 50-66.
Shabri, H. (2022). Transformasi Digital Industri Perbankan Syariah Indonesia. El-Kahfi|
Journal of Islamic Economics, 3(02), 1-7.
Sintha, L. (2020). Kinerja Efisiensi Industri Perbankan Indonesia: Bank Pembangunan
Daerah. Jurnal Mitra Manajemen, 6(1), 1–10.
https://journal.universitassuryadarma.ac.id/index.php/jmm/article/download/
538/504
Suot, L. Y., Koleangan, R. A. M., & Palandeng, I. D. (2020). Analisis Rasio Keuangan
dalam Memprediksi Kondisi Financial Distress pada Industri Perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal EMBA : Jurnal Riset Ekonomi,
Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 8(1), 501–510.
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/emba/article/view/27800
Tambunan, R. T., & Padli Nasution, M. I. (2022). Tantangan dan Strategi Perbankan
Dalam Menghadapi Perkembangan Transformasi Digitalisasi di Era 4.0. Sci-Tech
Journal, 2(2), 148–156. https://doi.org/10.56709/stj.v2i2.75
Ulya, N., & Musyarri, F. (2020). Reformulasi Pengaturan Mengenai Financial
Technology Dalam Hukum Positif Di Indonesia. Arena Hukum, 13(3), 479–500.
https://doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2020.01303.5
Winasis, S., & Riyanto, S. (2020). Transformasi digital di industri perbankan indonesia:
impak pada stress kerja karyawan. IQTISHADIA Jurnal Ekonomi & Perbankan
Syariah, 7(1), 55-64.
Yusriadi. (2022). Bank syariah dan konvensional ( Suatu Analisis Perbedaan dan
Prinsip-prinsipnya ). Syarah Jurnal Hukum Islam Dan Ekonomi, 11(1), 1–15.
https://journal.iainlhokseumawe.ac.id/index.php/syarah/article/view/293/274
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai