Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH HUKUM PERBANKAN

“RATUSAN MILIAR RAIB AKIBAT TINDAK PIDANA PEMALSUAN


BILYET DEPOSITO NASABAH BNI MAKASSAR”

DOSEN PENGAMPU : SERENA GHEAN NIAGARA SH., M.H.

Disusun Oleh Kelompok 5 :

Anggita Melani Septiana (181010200949)

Devi Nuraeni (181010201098)

Ike Cisma Hergiman Putri (181010200738)

Zahra Ramadhania (181010200773)

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM

UNIVERSITAS PAMULANG

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
karunia, dan bimbingan-Nya kepada kami dalam penulisan makalah. Kami menyadari bahwa
tanpa penyertaan-Nya, makalah ini tidak akan terselesaikan dengan baik.

Makalah ini dibuat sebagai bahan ajar untuk kami dan pembaca sekaligus untuk memenuhi
Tugas Kelompok Mata Kuliah Hukum Perbankan dengan mengumpulkan makalah yang berjudul
“Ratusan Miliar Raib Akibat Tindak Pidana Pemalsuan Bilyet Deposito Nasabah BNI
Makassar”. Kami mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini, terutama kepada Ibu Serena Ghean Niagara SH., M.H. Selaku Dosen
Pengampu Mata Kuliah Hukum Perbankan yang telah memberikan bimbingan dan ilmunya
dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis berharap Makalah ini dapat memberi banyak manfaat bagi pembaca. Penulis juga


menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan.

Pamulang, 06 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Pendirian bank di Indonesia bertujuan untuk
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Industri perbankan memegang peranan penting untuk menyukseskan program pembangunan
nasional dalam rangka mencapai pemerataan pendapatan, menciptakan pertumbuhan ekonomi,
dan memelihara stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.1 Dengan
demikian, tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. Selain bertindak sebagai agen
pembangunan, bank sebagai entitas juga harus dapat mempertahankan kesinambungan usahanya
dengan senantiasa menjaga kemampuan untuk menciptakan hasil usaha yang dapat menambah
struktur pendanaan dan permodalannya.
Selain itu, bank sebagai lembaga utama di bidang keuangan juga diharapkan dapat menjaga
kepercayaan masyarakat atas simpanan yang ditanamkan kepadanya. Mengingat tugas tersebut
memiliki sifat yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, pengaturan atas industri
perbankan nasional mutlak diperlukan untuk menjaga keseimbangan di antara tugas-tugas di
atas. Dalam hal ini peranan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sebagai otoritas
perbankan nasional di tanah air menjadi sangat strategis. Oleh karena itu, menurut Shelagh
Heffernan bahwa bank adalah salah satu pemangku regulasi tertinggi karena kegagalan bank
akan menimbulkan biaya sosial yang tinggi berupa hilangnya peran bank sebagai lembaga
intermediasi dan transmisi dalam sistem pembayaran.2
Selanjutnya fungsi utama bank diatur dalam Pasal 3 UU No. 10 Tahun 1998: “Fungsi utama
perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”. Bank dapat
berfungsi sebagai penerima kredit, menyalurkan kredit, melakukan pembiayaan, investasi,
menerima deposito, menciptakan uang dan jasa-jasa lainnya seperti tempat penyimpanan barang-
barang berharga.3
Dengan demikian, bahwa bank sebagai salah satu lembaga keuangan memiliki peranan yang
penting dan besar dalam kehidupan masyarakat. Dalam menjalankan peranannya, maka bank
bertindak sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan untuk mensejahterakan
masyarakat banyak, dengan cara memberikan kredit, pembiayaan dan jasa-jasa lainnya. Adapun
dalam memberikan kredit, pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dilakukan dengan modal sendiri,

1
Pasal 4 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 jo Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
2
Shelagh Heffernan, dikutip dari Jonker Sihombing, Penjaminan Simpanan Nasabah Perbankan (Bandung: PT.
Alumni, 2010), hlm. 2.
3
Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2015), hlm. 16.
atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan mengedarkan
alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.4
Perbankan merupakan sarana strategis dalam menunjang pembangunan nasional sektor ekonomi
dan keuangan. Bank merupakan fungsi utama dari perbankan yang merupakan lembaga
keuangan bagi perseorangan, badan-badan usaha swasta dan negara, bahkan termasuk lembaga
pemerintahan.5
Semakin berkembangnya fasilitas yang diterapkan perbankan untuk memudahkan pelayanan, itu
berarti semakin beragam dan kompleks juga teknologi yang dimiliki oleh suatu bank. Penerapan
suatu teknologi dalam bidang apapun termasuk bidang perbankan memang memiliki tujuan
untuk memudahkan operasional intern perusahaan selain itu juga untuk membantu memudahkan
pelayanan terhadap nasabah.
Dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 40 tentang Perbankan menyebutkan, “bank
wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam
hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal
44 A”. Apa yang dimaksud dengan rahasia bank pada Pasal 1 angka 28 Undang-Undang
Perbankan yang diubah adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan
dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.6
Bagi sebuah negara, kehadiran dunia perbankan begitu penting terutama dalam hal
perekonomian negara. Dapat dikatakan bahwa kemajuan suatu bank dapat dijadikan sebagai
tolok ukur bagi kemajuan suatu negara. Oleh karenanya, dalam menjalankan setiap kegiatan
usahanya, bank diharapkan harus selalu berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian, tidak
terkecuali pada pelaksanaan simpanan deposito. Akan menjadi sebuah masalah apabila bank
melaksanakan kegiatan usaha tanpa memperhatikan prinsip kehati-hatian sehingga mengabaikan
perlindungan dari nasabah bank tersebut. Dalam hla ini terdapat bermacam-macam tindak pidana
perbankan salah satunya adalah pencucian uang yang dilakukan oleh pegawai bank. Dalam hal
ini harus diamati bagaimana pertanggungjawaban Bank terhadap nasabah yang menjadi korban
kejahatan yang dilakukan oleh pegawai bank berupa pemalsuan bilyet deposito. Karena masih
banyak nasabah yang menjadi korban kejahatan oleh oknum pegawai bank.
PertanggungJawaban Bank telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang yang mengatur tentang Perbankan yaitu Undang-undang No.10 Tahun 1998
tentang Perbankan. Dalam Undang-undang tersebut di atur mengenai pemenuhan hak nasabah
dan pertanggungjawaban Bank sebagai pelaku usaha jasa keuangan. Pemenuhan hak nasabah
yang menjadi korban pemalsuan bilyet deposito berupa ganti rugi pengembalian dana nasabah
dan bunga yang sudah di atur dalam ketetapan undang-undang.

4
O.P. simorangkir, Kamus Perbankan, Cet. Ke-2 (Jakarta: Bina Aksara, 1989), Hlm. 33.
5
Zainal Asikin, Pokok-Pokok Hukum Perbankan di Indonesia, Cet. II (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm.
4.
6
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003),
hlm. 154
Dalam hal ini disimpulkan bahwa Bank sebagai pelaku usaha jasa keuangan telah melakukan
pemalsuan bilyet deposito yang di lakukan oleh oknum pegawai bank, berkewajiban melakukan
pertanggung jawaban berupa ganti kerugian terhadap dana nasabah karena prinsip dalam dunia
perbankan yaitu dilandasi oleh hubungan kepercayaan, yang lazimnya disebut fiduciary relation.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari dasar pemikiran sebagaimana diuraikan pada bagian latar belakang maka
masalah-masalah yang menjadi landasan penulisan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Tindak Pidana Pemalsuan Bilyet Deposito Nasabah BNI Makassar itu bisa
terjadi?
2. Bagaimana perlindungan hukum serta Bentuk Tanggung Jawab Bank BNI Atas Tindak
Pidana Pemalsuan Bilyet Deposito yang dilakukan oleh Pegawai Bank BNI Makassar?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Berdasarkan pada pokok permasalahan yang ditulis, maka tujuan yang ingin dicapai dari
penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memahami terkait bagaimana Tindak Pidana Pemalsuan Bilyet Deposito Nasabah
BNI Makassar itu bisa terjadi.
2. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum serta Bentuk Tanggung Jawab Bank
BNI Atas Tindak Pidana Pemalsuan Bilyet Deposito yang dilakukan oleh Pegawai Bank
BNI Makassar.

D. Manfaat Sasaran Penulisan Makalah


Selain tujuan daripada penulisan makalah, perlu pula diketahui bersama bahwa manfaat yang
diharapkan dari penulisan makalah ini adalah dapat menambah khazanah keilmuan terutama di
bidang Hukum Perbankan dan semoga keberadaan Makalah Hukum Perbankan ini dapat
memberi masukan bagi semua pihak.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Perbankan


1. Pengertian Bank
Perbankan merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara. Bank merupakan lembaga
keuangan yang menjadi tempat bagi perusahaan, badan-badan pemerintah dan swasta, maupun
perorangan menyimpan dana-dananya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang
diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem
pembayaran bagi semua sektor perekonomian.
Menurut kamus istilah hukum Fockema Andreae yang dimaksud dengan bank ialah: suatu
lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan dalam menerima dan memberikan
uang dari dan kepada pihak ketiga. Berhubung dengan adanya cek yang hanya dapat diberikan
kepada bankier sebagai tertarik, maka bank dalam arti luas adalah orang atau lembaga yang
dalam pekerjaannya secara teratur menyediakan uang untuk pihak ketiga.7
Menurut O.P. Simorangkir, bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang
bertujuan memberikan kredit dan jasa. Adapun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan
modal sendiri ataupun dengan dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan
mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang.8
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bank adalah badan usaha di bidang keuangan yang
menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa dalam lalu
lintas pembayaran dan peredaran uang.9
Menurut Kasmir,10 bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima
simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk
menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala bentuk pembayaran dan setoran seperti
pembayaran listrik, telepon, air, pajak, biaya pendidikan dan pembayaran lainnya. Bank
merupakan lembaga keuangan menyediakan jasa, berbagai jasa keuangan, bahkan di negara maju
bank merupakan kebutuhan utama bagi masyarakat setiap kali melakukan transaksi, 11 selanjutnya
ada beberapa pengertian bank menurut: G.M Verryn Stuart, mengatakan bahwa Bank adalah
suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat

7
Sybrandus Johannes Fockema Andreae, et. al. Indonesia & Dutch, Terjemahan Kamus Istilah Hukum Belanda-
Indonesia (Bandung: Bina Cipta, 1977), hlm 40.
8
O.P. simorangkir, Seluk Beluk Bank Komersial (Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 1998), hlm 10.
9
KBBI.web.id/bank diakses pada tanggal 05 Oktober 2021
10
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, edisi ke-6 (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), hlm 23.
11
Ibid
pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan
jalan mengedarkan alat-alat baru berupa uang giral.12
Abdul Rachman berpendapat mengenai pengertian bank, yaitu suatu jenis lembaga keuangan
yang melaksanakan berbagai jenis jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang,
pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga,
membiayai usaha perusahaan-perusahaan dan lain-lain.13
Frederic S. Mishkin, mengemukakan dalam bukunya The Economics Of Money, Banking, And
Financial Markets, bahwa Bankers are financial institution that accept money deposits and make
loans. Included under the term banks are firms such as comercial banks, savings and loan
associations, mutual savings banks, and credit unions.14
Perbankan pada umumnya adalah kegiatan dalam menjual-belikan mata uang, surat efek dan
instrumen-instrumen lainnya yang dapat diperdagangkan. Penerimaan deposito untuk
memudahkan penyimpanannya atau untuk mendapatkan bunga, dan atau perbuatan, pemberian
pinjaman-pinjaman dengan atau tanpa barang-barang tanggungan, penggunaan uang yang
ditempatkan atau diserahkan untuk disimpan. Pembelian, penjualan, penukaran atau penguasaan
atau penahanan alat pembayaran, instrumen yang dapat diperdagangkan, atau benda-benda
lainnya yang mempunyai nilai moneter secara langsung sebagai suatu kegiatan yang teratur.15
Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan Pasal 1 (2): “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hifup rakyat banyak”. Merujuk pada
Pasal 1 (1) UU Nomor 10 Tahun 1998: adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank
mencakup, kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
Berangkat dari pengertian di atas jelaslah bahwa usaha perbankan pada dasarnya suatu usaha
simpan pinjam demi dan untuk kepentingan pihak ketiga tanpa memerhatikan bentuk hukumnya
apakah perorangan ataukah badan hukum (recht person). Pengertian seperti itu tampaknya secara
historis dijumpai dalam UU Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan yang
memberikan pengertian bank sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah
memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Lembaga
keuangan adalah semua badan yang melalui kegiatan-kegiatannya di bidang keuangan, menarik
uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat.16
Dari pengertian-pengertian yang telah diuraikan, usaha perbankan haruslah didirikan dalam
bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum. Penegasan seperti itu dapat dilihat dalam

12
GM. Verryn Stuart dalam Thomas Suyatno dkk, Kelembagaan Perbankan (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
1993), hlm 1
13
Ibid
14
Frederic S. Mishkin, The Economics Of Money, Banking, and Financial Markets, Fourth Edition (Colombia
University,1995), hlm 9.
15
Santosa Sembiring, Hukum Perbankan (Bandung: Mandar Maju, 2012), hlm 1
16
Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2015), hlm 28.
ketentuan Pasal 21 UU Nomor 7 Tahun 1992 jo UU Nomor 10 Tahun 2008 yang menentukan
beberapa bentuk hukum bank yaitu: Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Daerah,
Koperasi dan Perseroan Terbatas.

2. Dasar Hukum Perbankan


Hukum perbankan merupakan hukum yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan
perbankan. Untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai pengertian hukum
perbankan tidaklah cukup hanya dengan memberikan suatu rumusan yang demikian. Oleh karena
itu, perlu dikemukakan beberapa pengertian hukum perbankan dari para ahli hukum.
Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut hukum perbankan (Banking Law) yakni
merupakan seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan,
yurisprudensi, doktrin dan lain-lain. Sumber hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan
sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh
suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, para pihak
yang terkait dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank,
eksistensi bank, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut.17
Ruang lingkup dari pengaturan hukum perbankan adalah sebagai berikut:18
a. Asas-asas perbankan, seperti norma efisiensi, keefektifan, kesehatan bank,
profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan, hubungan,
hak dan kewajiban bank.
b. Pera pelaku bidang perbankan, seperti dewan komisaris, direksi dan karyawan, maupun
pihak terafiliasi. Mengenai bentuk badan hukum pengelola, seperti PT, Persero,
Perusahaan Daerah, Koperasi atau perseroan terbatas. Mengenai bentuk kepemilikan,
seperti milik pemerintah, swasta, patungan dengan asing atau bank asing.
c. Kaidah-kaidah perbankan yang khusus diperuntukkan untuk mengatur perlindungan
kepentingan umum dari tindakan perbankan, seperti pencegahan persaingan yang tidak
sehat, antitrust, perlindungan nasabah, dan lain-lain.
d. Yang menyangkut dengan struktur organisasi yang berhubungan dengan bidang
perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter, Bank Sentral, dan lain-lain.
e. Yang mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh bisnisnya
bank tersebut, seperti pengadilan, sanksi, insentif, pengawasan, prudent banking, dan
lain-lain.

Adapun sumber hukum perbankan di Indonesia diatur dalam berbagai peraturan perundang-
undangan, sebagai berikut:19

17
Muhammad Djumhana, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hlm 10.
18
Munir Fuadi, Hukum Perbankan Modern (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hlm 14.
19
Zainal Asikin, Op Cit, hlm 21-22
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 1992 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 182 Tahun 1998 selanjutnya disebut
UUP. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tidak menghapuskan atau mengganti
seluruh pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tetapi hanya
mengubah dan menambah beberapa pasal yang dianggap penting.
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, kemudian diubah dan
disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, yang selanjutnya
mengalami perubahan kembali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008
tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia menjadi Undang-Undang yakni menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2009.
c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, yang
kemudian mengalami perubahan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2004 yang kemudian disyahkan menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009.
d. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi
Bank.
f. Peraturan Bank Indonesia Nomor B/26/PBI/2006 tanggal 8 November 2006 tentang Bank
Perkreditan Rakyat.
g. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/1/PBI/2009 tanggal 27 Januari 2009 tentang Bank
Umum.
Selain itu terdapat faktor-faktor lain yang membantu pembentukan hukum perbankan, di
antaranya perjanjian-perjanjian yang dibuat antara bank dan nasabah; ajaran hukum melalui
peradilan yang termuat dalam putusan hakim (yurisprudensi); doktrin-doktrin hukum; dan
kebiasaan dan kelaziman yang berlaku dalam dunia perbankan.20

Dari sudut sifatnya, struktur kaidah hukum dapat dibedakan atas hukum imperatif (istilah
konvensional: hukum memaksa atau dwingend recht) dan hukum fakultatif (hukum mengatur
atau hukum pelengkap: regelend recht atau aanvullend recht). Pembedaan ini didasarkan pada
kekuatan sanksinya. Hukum memaksa itu adalah hukum yang dalam keadaan konkret tidak dapat
dikesampingkan oleh perjanjian (kontrak) yang dibuat oleh kedua belah pihak sendiri. Dengan
kata lain, hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus ditaati, hukum yang mempunyai
paksaan mutlak. Sedangkan hukum mengatur ialah hukum yang dalam keadaan konkret dapat
disisihkan oleh perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak. Bilamana kedua belah pihak dapat
menyelesaikan soal mereka dengan membuat sendiri peraturan, maka peraturan hukum yang
tercantum dalam pasal yang bersangkutan, tidak perlu dijalankan. Hukum mengatur biasanya

20
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, cet. Ke-2 (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2001), hlm 5
dijalankan apabila kedua belah pihak tidak membuat sendiri suatu peraturan atau membuat
sendiri suatu peraturan tetapi tidak lengkap. Hukum mengatur disebut juga hukum menambah.21
Sifat hukum perbankan di Indonesia merupakan hukum memaksa, artinya bank dalam
menjalankan usahanya harus tunduk dan patuh terhadap rambu-rambu yang telah ditetapkan
dalam Undang-Undang. Apabila rambu-rambu perbankan tadi dilanggar, Bank Indonesia
berwenang menindak bank yang bersangkutan dengan menjatuhkan sanksi administratif, seperti
mencabut izin usahanya. Walaupun demikian dalam rangka pengawasan intern, bank
diperkenankan membuat ketentuan internal bank sendiri (self regulation) dengan berpedoman
kepada kebijakan umum yang ditetapkan Bank Indonesia. Ketentuan internal bank sendiri ini
dimaksudkan sebagai standar atau ukuran yang jelas dan tegas dalam pengawasan internal bank,
sehingga bank diharapkan dapat melaksanakan kebijakannya sendiri dengan baik dan penuh
tanggung jawab.22
Prinsip-prinsip pokok penyempurnaan sistem perbankan nasional tersebut, lebih lanjut
dijabarkan dengan cakupan substansi meliputi:23
a. Asas, fungsi, dan tujuan perbankan Indonesia;
b. Jenis dan usaha bank;
c. Perizinan, bentuk hukum, dan kepemilikan bank;
d. Pembinaan dan pengawasan terhadap bank;
e. Kepengurusan bank;
f. Penggunaan tenaga asing pada bank;
g. Rahasia bank;
h. Ketentuan pidana dan sanksi administratif; dan dilengkapi pula dengan penjelasan umum
serta penjelasan pasal demi pasal.

3. Asas-Asas Hukum Perbankan


Perbankan dalam melaksanakan kemitraannya dengan nasabah, perlu dilandasi dengan beberapa
asas hukum (khusus), yaitu:
a. Asas Demokrasi Ekonomi
Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam pasal 2 Undang-Undang Perbankan yang
diubah. Pasal tersebut menyatakan, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
Berarti, fungsi dan usaha perbankan diarahkan untuk melaksanakan prinsip-prinsip yang
terkandung dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.24

b. Asas Kepercayaan (Fiduciary Principle)


21
E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, terjemahan oleh Moh. Saleh Djingdang (Jakarta: PT. Ichtiar Baru
dan Sinar Harapan, 1983), hlm 28-30
22
Rachmadi Usman, Op Cit, hlm 6
23
Ibid, hlm 12
24
Rachmadi Usman, Op Cit, hlm 14
Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi
dengan oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabahnya. Bank terutama bekerja
dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga
setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan
mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Kemauan masyarakat untuk
menyimpan sebagian uangnya di bank, semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa
uangnya akan dapat diperolehnya kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai
dengan yang diperjanjikan dan disertai dengan imbalan. Apabila kepercayaan nasabah
penyimpan dana terhadap suatu bank telah berkurang, tidak tertutup kemungkinan akan
terjadi rush terhadap dana yang disimpannya. Berbagai faktor dapat menyebabkan
ketidakpercayaan nasabah terhadap suatu bank.25

Hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana adalah hubungan pinjam-meminjam
uang antara debitor (bank) dan kreditor (nasabah-penyimpan dana) yang dilandasi oleh
asas kepercayaan. Dengan kata lain, bahwa menurut undang-undang perbankan hubungan
antara bank dan nasabah penyimpan dana bukan sekadar hubungan kontraktual biasa
antara debitor dan kreditor yang diliputi oleh asas-asas umum dari hukum perjanjian,
tetapi juga hubungan kepercayaan yang diliputi asas kepercayaan. Secara eksplisit
undang-undang mengakui bahwa hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana
adalah hubungan kepercayaan, yang membawa konsekuensi bank tidak boleh hanya
memperhatikan kepentingan nasabah penyimpan dana.26

c. Asas Kerahasiaan
Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank merahasiakan
segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang
menurut kelaziman dunia perbankan (wajib) dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk
kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang
menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan memercayakan uangnya pada bank
atau memanfaatkan jasa bank apabila bank menjamin bahwa tidak akan ada
penyalahgunaan pengetahuan bank tentang simpanannya. Dengan demikian, bank harus
memegang teguh rahasia bank.27

Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 merahasiakan keadaan keuangan


nasabah penyimpan dan nasabah debitor. Kedua nasabah bank ini dilindungi oleh rahasia
bank. Sedangkan Undang-Undang Perbankan yang diubah membatasi rahasia bank hanya
tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan dana saja. Pasal 40 Undang-Undang
perbankan yang diubah menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan informasi mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya. Ketentuan rahasia bank ini dapat dikecualikan
dalam hal tertentu, yakni untuk kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank,
peradilan pidana, perkara perdata antara bank dan nasabahnya, tukar menukar informasi

25
Ibid hlm 16
26
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian
Kredit Bank di Indonesia (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm 167-168
27
Rachmadi Usman, Op Cit, hlm 17
antara bank atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan dana.
Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Perbankan yang telah diubah, tidak
seluruh aspek yang ditatausahakan bank merupakan hal-hal yang dirahasiakan. Walaupun
demikian, rahasia bank merupakan salah satu unsur yang harus dimiliki oleh setiap bank
dalam fungsinya sebagai lembaga kepercayaan masyarakat pengelola dana masyarakat.28

Keterikatan bank terhadap ketentuan atau kewajiban merahasiakan keadaan keuangan


nasabahnya menunjukkan bahwa hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana
dilandasi oleh asas kerahasiaan. Oleh karena itu, hubungan antara bank dan nasabah
penyimpan adalah hubungan kerahasiaan.29

d. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)


Asas kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan
fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka
melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam Pasal
2 Undang-Undang Perbankan yang telah diubah, bahwa perbankan Indonesia dalam
melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip
kehati-hatian. Kemudian disebutkan pula dalam Pasal 29 Undang-Undang Perbankan
yang diubah bahwa bank wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-
hatian (ayat (2)) dan bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya wajib menempuh cara-cara yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah yang memercayakan dananya kepada bank
(ayat (3)).30

Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam
keadaan sehat, dengan kata lain agar selalu dalam keadaan likuid dan solvent. Dengan
diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan kadar kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu
menyimpan dananya di bank.31

Prinsip kehati-hatian ini harus dijalankan oleh bank bukan hanya karena dihubungkan
dengan kewajiban bank agar tidak merugikan kepentingan nasabah yang memercayakan
dananya kepada masyarakat, yaitu sebagai bagian dari sistem moneter yang menyangkut
kepentingan semua anggota masyarakat yang bukan hanya nasabah penyimpan dana dari
bank itu saja.32
4. Dana yang Bersumber dari Masyarakat Luas
Sebagai lembaga yang berorientasi bisnis, kegiatan bank sehari-hari tidak akan terlepas dari
bidang keuangan. Kegiatan perbankan yang paling pokok adalah membeli uang dengan cara

28
Ibid, hlm 18
29
Sutan Remy Sjahdeini, Op Cit, hlm 173
30
Rachmadi Usman, Op Cit, hlm 19
31
Ibid
32
Sutan Remy Sjahdeini, Op Cit, hlm 175
menghimpun dana dari masyarakat luas. Kemudian menjual uang yang berhasil dihimpun
dengan cara menyalurkan kembali kepada masyarakat melalui pemberian pinjaman atau kredit.
Kegiatan perbankan dalam praktiknya dibedakan sesuai dengan jenis bank tersebut. Setiap jenis
bank memiliki ciri dan tugas tersendiri dalam melakukan kegiatannya, misalnya dilihat dari segi
fungsi bank yaitu antara kegiatan bank umum dengan kegiatan bank perkreditan rakyat, jelas
memiliki tugas atau kegiatan yang berbeda.
Salah satu kegiatan atau usaha yang dijalankan perbankan di Indonesia berupa penghimpunan
dana, baik bank umum maupun bank prekreditan rakyat keduanya dapat melakukan kegiatan
penghimpunan dana. Jasa berupa penghimpunan dana dari masyarakat bisa dalam bentuk
simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya
yang disamakan dengan itu. Idealnya, dana dari masyarakat ini merupakan suatu tulang
punggung dari dana yang dikelola oleh bank untuk memperoleh keuntungan.33
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam dunia perbankan dana yang berasal dari masyarakat
luas ini terdiri dari:
a. Simpanan Giro

Secara umum giro adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya atau
dengan cara pemindah bukuan.34

Giro bisa juga dilakukan dalam mata uang asing tetapi terbatas hanya pada Bank Devisa.
Dalam pelaksanaannya, giro ditata-usahakan oleh bank dalam suatu rekening koran,
rekening ini pula yang digunakan untuk menatausahakan kredit yang diberikan kepada
nasabah, sebagai imbalan bagi seorang penyimpan uang dalam bentuk giro diberikan
bunga giro.35

b. Simpanan Deposito

Pengertian deposito (depostio berjangka) disebutkan dalam pasal 1 angka 7 Undang-


Undang Perbankan yang telah diubah. Deposito adalah simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan
dengan bank. Jadi penarikan simpanan deposito waktunya sudah ditentukan sesuai
dengan perjanjian antara nasabah penyimpan dan bank pada saat pembukaan deposito
yang bersangkutan.36

Berdasarkan pengertian di atas, terdapat dua unsur yang terkandung dalam deposito:37

33
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm 169
34
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia. edisi ke-2 (Jakarta: Kencana, 2013), hlm 46
35
Muhammad Djumhana, Op Cit, hlm 169-170
36
Rachmadi Usman, Op Cit, 228
37
Hermansyah, Op Cit, hlm 47
1) Penarikan hanya dapat dilakukan dalam waktu tertentu, maka penarikan simpanan
dalam bentuk deposito hanya dapat dilakukan oleh si penyimpan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah penyimpan dengan bank.
2) Cara penarikan. Dalam hal ini apabila batas waktu yang tertuang dalam perjanjian
deposito tersebut telah jatuh tempo, maka si penyimpan dapat menarik deposito
tersebut atau memperpanjang dengan suatu waktu yang diinginkannya.
Mengenai jangka waktu deposito terdapat beberapa alternatif yang dapat dipilih oleh nasabah
penyimpan, yaitu:38
1) 1 (satu) bulan
2) 2 (dua) bulan
3) 3 (tiga) bulan
4) 6 (enam) bulan
5) 12 (dua belas) bulan
6) 24 (dua puluh empat) bulan

c. Simpanan Sertifikat Deposito


Sertifikat deposito adalah simpanan berjangka atas pembawa yang dengan izin Bank
Indonesia dikeluarkan oleh bank sebagai bukti simpanan yang dapat diperjual-belikan
atau dipindah-tangankan kepada pihak ketiga. Sertifikat deposito dapat diterbitkan oleh
bank umum dan bank pembangunan, hanya dalam bentuk rupiah saja dan setelah
memperoleh persetujuan dari direksi Bank Indonesia.39

Sertifikat deposito mempunyai 2 (dua) unsur, yaitu:40

1) Berbentuk deposito bersertifikat, yang berarti bahwa bentuknya berbeda dengan


deposito berjangka. Deposito berjangka dikeluarkan atas nama, sedangkan
sertifikat deposito dikeluarkan atas tunjuk.
2) Dapat dipindah-tangankan, bahwa dengan dikeluarkannya sertifikat deposito
dalam bentuk atas tunjuk, maka bukti penyimpanannya dapat dipindah-tangankan
kepada pihak lain.
Bentuk simpanan sertifikat deposito ini, belum begitu sepopuler deposito berjangka dan
tabungan. Oleh karena itu, dana perbankan yang bersumber dari jenis simpanan ini relatif lebih
kecil dibanding dengan sumber dana lainnya. Kurang populernya sertifikat deposito sebagai
instrumen simpanan oleh masyarakat antara lain disebabkan oleh adanya ketentuan yang
mengharuskan bank-bank memperoleh izin lebih dahulu dari Bank Indonesia. Pemberian izin
tersebut antara lain dikaitkan dengan persyaratan ringan kesehatan bank yang harus dipenuhi.41

38
ibid
39
Ruddy Tri Santoso, Mengenal Dunia Perbankan (Yogyakarta: Andi Offset Yogyakarta, 1994), hlm 81
40
Hermansyah, Op Cit, hlm 48
41
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter dan Perbankan, edisi ke-5 (Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), hlm 75
d. Simpanan Tabungan

Pengertian tabungan disebutkan dalam pasal 1 angka 9 Undang-Undang Perbankan yang


telah diubah. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro,
dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.42

Tabungan mempunyai dua unsur, yaitu:43

1) Penarikannya dengan syarat tertentu, yang berarti bahwa simpanan dalam bentuk
tabungan hanya dapat ditarik sesuai dengan persyaratan tertentu yang telah
disepakati oleh nasabah penyimpan dan bank. Misalnya, ada persyaratan bahwa
nasabah penyimpan dapat melakukan penarikan simpanan setiap waktu baik
dalam jumlah yang dibatasi atau tidak dibatasi, atau penarikannya hanya dapat
dilakukan dalam suatu jangka waktu tertentu.
2) Cara penarikannya. Penarikan simpanan dalam bentuk tabungan dapat dilakukan
secara langsung oleh si nasabah penyimpan atau orang lain yang dikuasakan
olehnya dengan mengisi slip penarikan yang berlaku di bank yang bersangkutan.
Namun demikian, penarikannya tidak dapat dilakukan dengan mempergunakan
cek, bilyet girom dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.

5. Hubungan Hukum antara Pihak Bank dan Nasabah Penyimpan Dana


Hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang paling terkait, yaitu hukum
dan kepercayaan. Suatu bank hanya bisa melakukan kegiatan dan mengembangkan usaha
perbankannya, apabila masyarakat “percaya” untuk menempatkan uangnya, pada produk-produk
perbankan yang ada pada bank tersebut. Berdasarkan kepercayaan masyarakat tersebut, bank
dapat memobilisir dana dari masyarakat, untuk ditempatkan pada banknya dan bank akan
memberikan jasa-jasa perbankan.44
Berdasarkan dua fungsi utama dari suatu bank, yaitu fungsi pengerahan dana dan penyaluran
dana, maka terdapat dua hubungan hukum antara bank dan nasabah yaitu:45
1. Hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana
Artinya bank menempatkan dirinya sebagai peminjam dana milik masyarakat (para
penanam dana). Bentuk hubungan hukum antara bank dan nasabah menyimpan dana,
dapat terlihat dari hubungan hukum yang muncul dari produk-produk perbankan, seperti
deposito, tabungan, giro, dan sebagainya. Bentuk hubungan hukum itu dapat tertuang
dalam bentuk peraturan bank yang bersangkutan dan syarat-syarat umum yang harus
dipatuhi oleh setiap nasabah penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut harus disesuaikan

42
Muhammad Djumhana, Op Cit, hlm 174
43
Hermansyah, Op Cit, hlm 48-49
44
Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank Dan Nasabah Terhadap Produk tabungan dan Deposito (Bandung:
PT. citra Aditya Bakti, 1995), Hal. 32
45
Ibid hal. 32
dengan produk perbankan yang ada, karena syarat dari suatu produk perbankan tidak
akan sama dengan syarat dari produk perbankan yang lain. Dalam produk perbankan
seperti tabungan dan deposito, maka ketentuan dan syarat-syarat umum yang berlaku
adalah ketentun-ketentuan dan syarat-syarat umum hubungan rekening deposito dan
rekening tabungan.

2. Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur


Artinya bank sebagai lembaga penyedia dana bagi para debiturnya. Bentuknya dapat
berupa kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi, atau kredit usaha kecil. Dari
segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dengan bank terdiri dari dua bentuk
yaitu:46

a) Hubungan Kotraktual
Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dengan nasabah adalah hubungan
kontraktual. Hal ini berlaku hampir pada semua nasabah, baik nasabah debitur, nasabah
deposan, ataupun nasabah non debitur-non deposan.

Terhadap nasabah debitur hubungan kontraktual tersebut berdasarkan atas suatu kontrak
yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemberi dana) dengan pihak debitur
(peminjam dana). Hukum kontrak yang menjadi dasar hubungan bank dengan nasabah
debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUHPerdata tentang kontrak (buku ketiga).
Sebab, menurut Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berkekuatan sama dengan undang-undang bagi kedua belah pihak.

Berbeda dengan nasabah debitur, maka untuk nasabah deposan atau nasabah non
debitur-non deposan, tidak terdapat ketentuan khusus yang mengatur untuk kontrak
jenis ini dalam KUHPerdata. Karena itu, kontrak-kontrak untuk nasabah seperti itu
hanya tunduk kepada ketentuanketentuan umum dari KUHPerdata mengenai kontrak.

Prinsip hubungan nasabah penyimpan dana dengan bank adalah hubungan kontraktual,
dalam hal ini hubungan krediturdebitur, dimana pihak bank berfungsi sebagai debitur
sedangkan pihak nasabah berfungsi sebagai pihak kreditur, prinsip hubungan seperti ini
juga tidak dapat diberlakukan secara mutlak.

Terdapat tiga tingkatan dari pemberlakuan hubungan kontraktual kepada hubungan


antara nasabah penyimpan dana dengan pihak bank, yaitu sebagai berikut :

1) Sebagai hubungan bank dan nasabah penyimpan;


2) Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari hanya sekedar
hubungan debitur-kreditur;
3) Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak yang tersirat.

46
Munir Fuadi, Hukum Perbankan Modern (Bandung: PT: Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 14
Pada prinsipnya hubungan antara nasabah penyimpan dana dengan bank adalah
hubungan kontraktual (hubungan kreditur debitur), maka tidak mengherankan jika
dalam praktek, sering kali pihak nasabah, terutama nasabah penyimpan dana tidak
mendapatkan perlindungan yang sewajarnya oleh sektor hukum.

b) Hubungan Non Kontraktual


Hubungan Non Kontraktual Selain hubungan kontraktual, adanya hubungan hukum
yang lain antara pihak bank dengan pihak nasabah, terutama dengan nasabah deposan
dengan nasabah non deposan-non debitur. Ada enam jenis hubungan hukum antara bank
dengan nasabah selain dari hubungan kontraktual sebagaimana yang disebutkan di atas,
yaitu:

1) Hubungan fidusia
2) Hubungan konfidensial
3) Hubungan bailor-bailee
4) Hubungan principal-agent
5) Hubungan mortgagor-mortgagee
6) Hubungan trustee-beneficiary

Berhubung hukum di Indonesia tidak dengan tegas mengakui hubungan-hubungan tersebut,


maka hubunganhubungan tersebut baru dapat dilaksanakan jika disebutkan dengan tegas dalam
kontrak untuk hal tersebut. Atau setidaktidaknya ada kebiasaan dalam praktek perbankan untuk
mengakui eksistensi kedua hubungan tersebut. Misalnya dalam hubungan dengan lembaga trust
yang merupakan salah satu kegiatan perbankan, mesti ada kebijaksanaan bank yang
bersangkutan dengan lembaga trust tersebut, juga dibutuhkan pengakuan dalam kontrak-kontrak
trust seperti yang diinginkan kedua belah pihak.
Nasabah bank wajib memberitahukan oleh bank setiap perubahan policy yang signifikan yang
dapat mempengaruhi accountnya pihak nasabah atau mempengaruhi jasa bank yang selama ini
diberikan oleh bank. Apabila bank memberikan jasa pengiriman uang untuk kepentingan
nasabahnya, maka dalam hal ini akan menempatkan posisinya sebagai “pelaksana amanat” dari
nasabahnya.
Hubungan formal antara nasabah dengan bank terdapat pada formulir-formulir yang telah diisi
oleh nasabah dan disetujui oleh bank. Formulir-formulir itu berisi tentang permohonan atau
perintah atau kuas pada bank. Formulir tersebut pada umumnya dibuat oleh bank. Dalam
formulir tersebut akan saling menunjuk ketentuan yang berkaitan dengan transaksi yang
dikehendaki oleh nasabah. Masing-masing formulir tersebut pada hakikatnya merupakan bagian
dari satu-kesatuan yang tidak terpisahkan.47
Nasabah yang mengisi formulir permohonan, perintah, atau kuasa kepada bank pada dasarnya
merupakan tindak lanjut dari kepercayaan masyarakat pada bank. Nasabah atau konsumen

47
Try Widyono, Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia (Bandung: Ghalia Indonesia, 2006), hal. 24-
27
mewujudkan kepercayaannya itu dalam bentuk pengajuan aplikasi permohonan yang
dipercayanya. Hubungan antara bank dengan nasabah seringkali menunjuk pada berlakunya
ketentuan yang lebih luas dan ketentuan tersebut dinyatakan sebagai ketentuan yang lebih luas
dan ketentuan tersebut dinyatakan sebagai ketentuan yang berlaku dan merupakan bagian serta
satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan aplikasi tersebut.

6. Pengertian Tindak Pidana


Dalam kepustakaan, tindak pidana tidak ditemukan pengertian yang seragam tentang tindak
pidana. Masing-masing ahli merumuskan pengertian tindak pidana berdasarkan alam pikiran
yang berpengaruh pada saat para ahli tersebut merumuskan pengertian tindak pidana. Itulah
sebabnya, sehingga belum ada pengertian tindak pidana yang disepakati sebagai pengertian yang
lengkap dan sempurna.
Pengertian tindak pidana menurut Simons ialah suatu tindakan atau perbuatan yang diancam
dengan pidana oleh undang-undang hukum pidana, bertentangan dengan hukum pidana dan
dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab atas tindakannya
dan oleh undang-undang hukum pidana telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat
dihukum. Van Hamel juga sependapat dengan rumusan tindak pidana dari Simons, tetapi
menambahkan adanya “sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum”.
Jadi, pengertian tindak pidana menurut Van Hamel meliputi lima unsur, sebagai berikut :
1. Diancam dengan pidana oleh hukum,
2. Bertentangan dengan hukum,
3. Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan (schuld),
4. Seseorang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya,
5. Sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum.
Menurut E.Utrecht, pengertian tindak pidana dengan isilah peristiwa pidana yang sering juga ia
sebut delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan (handelen atau doen positif) atau suatu
melalaikan (natalen-negatif), maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan
atau melalaikan itu).48
Menurut Pompe dalam hukum positif strafbaarfeit tidak lain adalah feit tindakan yang diancam
pidana dalam ketentuan undang-undang, namun Pompe juga mengatakan bahwa dalam hukum
positif, sifat melawan hukum dan kesalahan bukanlah syarat mutlak untuk adanya tindak
pidana.49
Arti luas dari pengertian tindak pidana itu sendiri yakni perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang
siapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah

48
http://artonang.blogspot.com/2014/12/pengertian-tindak-pidana-unsur-unsur.html diakses pada tanggal 5 Oktober
2021 pukul 13:35 wib.
49
Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan (Malang: UMM Press), hal 103.
perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu
diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan.50

7. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang


Beberapa pengertian/definisi pencucian uang antara lain:
1. Perbuatan dalam hal menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan,
mengibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan,
atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga
merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah olah menjadi harta kekayaan
yang sah.
2. Setiap proses yang digunakan untuk mengubah identitas dari uang yang diperoleh
secara ilegal (tidak sah) sehingga tampak bersal dari sumber yang sah secara legal.
3. Tindakan kriminal untuk mengubah uang yang diperoleh secara ilegal (atau uang yang
legal digunakan untuk tujuan yang tidak legal), melalui serangkaian transaksi untuk
menyulitkan upaya pelacakan oleh aparat hukum.51
Pencucian Uang telah didefinisikan sebagai “penggunaan uang yang diperoleh dari
aktivitas ilegal dengan menutupi identitas individu yang memperoleh uang tersebut dan
mengubahnya menjadi aset yang terlihat seperti diperoleh dari sumber yang sah”.
Secara sederhana ialah suatu proses untuk membuat uang kotor terlihat bersih.52

8. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah


Prof. Dr. Satjipto, S.H., mengatakan hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara
mengalokasikan kekuasaan yang diberikan kepadanya untuk bertindak dalam rangka
kepentingannya tersebut. Pengalokasian ini dilakukan secara terukur, dalam artian ditentukan
keluasan dan kedalamannya.53 Kekuasaan ini disebut hak, maka dair itu adanya hak tentu
menimbulkan suatu kewajiban. Kewajiban ini timbul dari adanya hak yang menjadi kekuasaan
tesebut. Hak dan kewajiban ini sangatlah berkaitan antara keduanya.54
Bank mempunyai kewajiban untuk melakukan sesuatu, apabila perbuatan bank tersebut tertuju
pada suatu nasabah maka bank telah menjalankan kewajibannya. Disisi lain adanya hak yang
menjadi unsur perlindungan dan kepentingan ini muncul.55 Hak nasabah dalam hal ini tentu
mendapatkan perlindungan, dan berkuasa atas melakukan penarikan dana dan memberi kuasa

50
Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal.59.
51
Amin Widhaha Tunggal, Memahami Seluk Beluk Pencucian Uang (Jakarta: HARVINDO, 2015). hal 3.
52
Irman S,Op.Cit,. hal 40.
53
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana 2006). Hlm 143
54
Ibid, Hlm 144
55
Ibid, Hlm 145
terhadap orang lain atas penarikan dan tersebut. Maka dari itu menurut hukum tidak hanya
kepentingan tetapi kehendak juga harus mendapatkan perlindungan.56
Bank merupakan lembaga perbankan, dimana lembaga yang sangat tergantung atas kepercayaan
dari masyakarat. Adanya kepercayaan yag diberikan oleh masyarakat kepada bank, menjadikan
bank harus menjalankan kegiatan usahanya dengan baik.57 Maka dari itu perbankan harus
memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat terutama bagi nasabah bank yang
bersangkutan. Perlindungan hukum ini diberikan untuk menghindari adanya kerugian yang
timbul dari adanya kegiatan usaha bank.58
Perlindungan hukum terhadap nasabah ini dikemukakan oleh Marulak Pardede bahwa sistem
perbankan di Indonesia terkait perlindungan nasabah penyimpan dapat dilakukan melalui dua
cara yaitu:59
a. Perlindungan secara implisit (implicit deposit protection)
Perlindungan ini dilakukan dengan cara pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, dan dapat
menghindarkan bank terhadap terjadinya kebangkrutan. Perlindungan ini diperoleh melalui:
1) Peraturan perundang-undangan dibidang perbankan
2) Perlindungan yang didhasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang dilakukan Bank
Indonesia
3) Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga khusunya dan
perlindungan terhadap sistem perbankan
4) Memelihara tingkat kesehatan bank
5) Melakuka usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian
6) Pemberian kredit dengan cara yang tidak merugikan dank dan kepentingan nasabah
7) Menyediakan infromasi risiko nasabah.
b. Perlindungan secara eksplisit (explicit deposit protection) Perlindungan ini dilakukan melalui
pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan. Maka dari itu apabila bank mengalami
kegagalan lembaga tersebut yang menjamin simpanan masyarakat.60
Perlindungan hukum bagi nasabah tentu melindungi kepentingan dari nasabah penyimpan dan
simpanannya yang disimpan disuatu bank tertentu terhadap suatu kerugian. 61 Berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap nasabah dibagi menjadi dua macam yaitu:62
1. Perlindungan Tidak Langsung
Perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan terhadap segala risiko
kerugian yang timbul dari adanya suatu kebijakan atau timbul dari kegiatan usaha yang

56
Sentosa sembiring, Hukum Perbankan. (Bandung: Mandar Maju 2012) Hlm 50.
57
Ibid.
58
Ibid, Hlm 80
59
Ibid.
60
Hermansyah, Op. Cit. Hlm 101
61
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2003, Hm 45
62
Hermansyah, Op. Cit, Hlm 146.
dilakukan oleh bank. Maka hal ini merupakan upaya dan tindakan pencegahan bersifat
internal dari bank yang bersangkutan.
2. Perlindungan Langsung
Perlindungan ini diberikan kepada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap
akan timbulnya risiko kerugian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank.
Namun dapat dilihat bahwa prinsip kepercayaan tercantum dalam Pasal 29 UU Perbankan yang
menyatakan bahwa bank sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat harus menempuh
cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang sudah
memberikan kepercayaan terkait dananya kepada bank. UU Perbankan dalam pasal 29 ayat (3)
dan ayat (4) memberikan perlindungan kepada nasabah penyimpan telah ditentukan sebagai
berikut, bahwa:63
Pasal 29 ayat (3): Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan
melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank
dan kepentingan nasabah yang memercayakan dananya kepada bank.
Pasal 29 ayat (4): Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai
kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan
melalui bank.

B. Detail Kasus Tindak Pidana Pemalsuan Bilyet Deposito Nasabah BNI Makassar
Kasus ini dimulai dari Nasabah BNI, Hendrik dan Heng Tao Pek Deposito yang melaporkan
depositonya diduga raib senilai Rp 20,1 miliar. Deposito itu ditabung di BNI cabang Peti Kemas
Pelabuhan Makassar. Keduanya mengaku tiap bulan aktif mengecek dana yang didepositokan
tersebut. Bahkan, per bulan nasabah mencetak aktivitas transaksi di buku tabungannya. Hendrik
menjelaskan, ia tertarik menempatkan uangnya di BNI karena ada iming-iming bunga deposito
sebesar 8,25 persen per bulan.
Dia lalu mentransfer uang total Rp 20,1 miliar dari Bank Maspion ke BNI lewat sistem RTGS.
Seluruh transaksinya diklaim legal dan ada buktinya. Setelah berulang kali mempertanyakan
nasib uang depositonya tak berbuah hasil, Hendrik melaporkan kasus ini ke polisi dan
pengadilan.
Menanggapi kasus ini, manajemen BNI menyatakan menghormati proses hukum yang sedang
berjalan. Namun BNI berkukuh bahwa kasus terjadi tersebut tidak ada atau tidak tercatat dalam
sistem bank. Bahwa pihak BNI menjunjung tinggi komitmen untuk menjaga seluruh dana yang
disimpan. BNI mengklaim telah menjamin bahwa dana nasabah yang tersimpan dalam kondisi
aman.
Sekretaris Perusahaan BNI Mucharom memberikan penjelasan terkait dana deposito hilang
melalui kuasa hukumnya yakni Ronny LD Janis. Ronny menyatakan telah menemukan adanya
dugaan Pemalsuan Bilyet Deposito di Kantor Cabang Makassar yang antara lain terkait dengan
bilyet deposito Andi Idris Manggabarani.
63
Ibid, Hlm 160
Terdapat tiga bilyet deposito BNI KC Makassar total senilai Rp 40 miliar tertanggal 01 Maret
2021. Berdasarkan investigasi dari klien BNI, bilyet deposito tersebut tidak pernah diterbitkan
oleh Kantor Cabang Makassar. Bilyet deposito yang dananya hilang itu juga sama sekali tidak
tercatat pada sistem Bank BNI. BNI juga tidak ditemukan adanya setoran dana nasabah untuk
pembukaan deposito tersebut.
Berdasarkan bukti dan fakta tersebut, kuat dugaan deposito tersebut palsu. Guna mengungkap
adanya dugaan pemalsuan bilyet deposito di Kantor Cabang Makassar tersebut, maka pihak BNI
berinisiatif melaporkan peristiwa tersebut kepada Bareskrim Polri pada tanggal 01 April 2021
agar dapat mengungkap pelaku dan para pihak terkait dan yang memperoleh manfaat dari
peristiwa pidana tersebut serta mempertanggungjawabkannya secara hukum.
Sampai dengan saat ini sejumlah nasabah BNI mengaku telah kehilangan dana deposito mereka
di kantor BNI cabang Makassar. Total, ada 9 bilyet deposito dengan jumlah dana Rp 110 miliar.
Dua proses hukum sedang berjalan. Untuk pidana, Bareskrim telah menetapkan 3 tersangka, di
mana salah satunya adalah Melati Bunga Sombe, pegawai BNI cabang Makassar. Melati diduga
telah melakukan pemalsuan bilyet deposito, dan terancam pidana perbankan hingga pencucian
uang.
Sementara untuk perdata, kantor BNI cabang Makassar juga menghadapi gugatan wanprestasi di
Pengadilan Negeri Makassar. Gugatan wanprestasi datang dari dua nasabah, yang bernama
Hendrik dan Heng Pao Tek. Walau sudah membawa perkara ini ke pengadilan, keduanya tetap
berharap uang mereka bisa segera dikembalikan. Sebab, dana tersebut untuk biaya orang tua
Hendrik, Heng Pao Tek, yang saat ini sakit-sakitan. Pihak BNI diminta segera bertanggung
jawab untuk mengembalikan uang kepada korban.
Menindaklanjuti laporan BNI itu, Bareskrim Polri saat ini masih melakukan proses Penyidikan
dan telah menetapkan MBS (pegawai BNI Makassar) sebagai tersangka kasus dana deposito
hilang di Bank BNI Makassar. Polisi juga melakukan penahanan terhadap tersangka.
Bareskrim Polri saat ini juga sedang melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang diduga
menerima aliran dana dari peristiwa pidana tersebut termasuk penelitian atas transaksi pada
rekening-rekening penerima dana, guna membuat terang peristiwa pidana ini.

Lalu berdasarkan keterangan kepolisian


Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Helmy
Santika mengungkapkan peran MBS, pegawai BNI cabang Makassar, yang jadi tersangka dalam
kasus hilangnya dana deposito nasabah Bank BNI. 
Helmy mengatakan, pada pertengahan Juli 2019, MBS menawarkan nasabah RJ dan AN untuk
membuka deposito di BNI cabang Makassar dengan bunga 8,25 persen dan mendapatkan bonus
lainnya. Tawaran ini juga MBS berikan kepada nasabah HN dan IMB pada sekitar Juli 2020.
Dengan cara dana terlebih dahulu dimasukkan ke rekening bisnis di BNI cabang Makassar atas
nama para deposan. Kemudian, tersangka MBS menyerahkan slip kepada para nasabah untuk
ditandatangani dengan alasan akan dipindahkan ke rekening deposito. Namun, Dana yang ada di
rekening bisnis deposan ditarik dan dalam waktu yang bersamaan disetorkan ke rekening yang
sudah disiapkan oleh tersangka MBS dan kawan-kawan, di antaranya terdapat rekening fiktif
atau bodong.
Andi Idris Manggabarani telah mengetahui bahwa Melati Bunga Sombe, pegawai PT Bank
Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI kantor cabang Makassar, Sulawesi Selatan, ditetapkan
polisi sebagai tersangka. Melati menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan 9 bilyet
deposito dengan nilai Rp 110 miliar.
Andi merupakan pengusaha properti dan salah satu nasabah yang mengaku kehilangan deposito
senilai Rp 45 miliar. Hanya saja, Andi tidak percaya bahwa Melati yang hanya sebagai pegawai
bagian umum bekerja melakukan pemalsuan ini sendirian.
Andi mencurigai ada manajemen BNI yang langsung terlibat hal ini bisa terjadi karena ada
permufakatan jahat.
Sebelumnya, kasus ini mencuat setelah beberapa nasabah di BNI Makassar mengaku
kehilangan deposito. BNI menyebut deposito mereka tidak tercatat di sistem dan melapor ke
polisi pada 1 April 2021. Hasilnya, Bareskrim Polri menetapkan Melati dan dua orang lainnya
sebagai tersangka. Tapi, polisi belum menjelaskan jabatan dua tersangka lainnya.
Andi kemudian bercerita bahwa dirinya telah puluhan tahun menjadi nasabah BNI. Bahkan
rekening untuk kebutuhan proyek properti hingga hotel miliknya, dibuka di BNI. Andi pun
mengaku pernah bertemu dengan Melati dan kepala kantor cabang bertamu ke kantornya.
Singkat cerita pada Juli 2020, Andi meminta BNI untuk menempatkan dana miliknya di
tabungan ke rekening deposito. Andi tidak menjelaskan apakah bunga yang tinggi yang
ditawarkan menjadi salah satu alasannya untuk membuka rekening deposito. Ia hanya menyebut
bahwa kondisi ekonomi yang belum pulih menjadi alasan dirinya menetapkan dana tersebut di
deposito. Kata Andi, ia sama sekali tidak mentransfer dana baru dari bank lain ke rekening
deposito tersebut. Ia hanya meminta pihak bank untuk memindahkan dana miliknya yang sudah
ada di BNI ke rekening deposito. Sampai akhirnya pada Februari 2021, Andi tidak bisa
mencairkan deposito Rp 45 miliar miliknya untuk keperluan bisnis.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus, Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Helmy Santika
mengatakan Melati awalnya menawarkan deposito dengan bunga 8,25 persen kepada para
nasabah, termasuk Andi. Setelah disetujui, Melati terlebih dahulu memasukkan dana nasabah ke
rekening bisnis di BNI Makassar atas nama para pemilik deposito.
Lalu, Melati menyerahkan slip kepada para deposan untuk ditandatangani dengan alasan akan
dipindahkan ke rekening deposito. Sementara itu, Melati dan rekan bisnisnya telah menyiapkan
sejumlah rekening bodong untuk menampung dana nasabah. Dana yang ada di rekening deposan
ditarik dalam waktu yang Bersama.
Penyidik Bareskrim menemukan 13 rekening bodong. Sebanyak 7 rekening bodong atas nama
PT AAU, 2 untuk ARM, 2 untuk IN, 1 untuk PT A, dan 1 lagi untuk HN. PT AAU tak lain
adalah PT Anugrah Aset Utama, yang dipimpin Andi. Andi juga baru tahu dananya dipindah ke
rekening bodong ini dari penyidik Bareskrim saat pemeriksaan.
Hal inilah yang membuat Andi curiga. Sebab, tidak mungkin Melati yang hanya pegawai bagian
umum bisa menyetujui perpindahan dana miliaran ke rekening bodong tersebut sendirian.
Masalahnya, BNI menemukan kejanggalan dalam bilyet deposito yang dikantongi Andi. Salah
satunya, seluruh bilyet deposito hanya berupa cetakan hasil scan, bukan blanko resmi yang
dikeluarkan bank. Seluruh bilyet tidak juga tidak diteken pejabat bank yang sah. Bahkan, bilyet
atas nama PT AAU, perusahaan Andi pun, nomor serinya tidak tercetak jelas, huruf kabur, atau
buram.

Saat dikonfirmasi, kuasa hukum BNI, Ronny LD Janis membenarkan bahwa Melati memang
tidak bertindak sendirian dalam kasus dugaan pemalsuan 9 bilyet deposito senilai Rp 110 miliar
di kantor cabang Makassar, Sulawesi Selatan. Dari hasil penyidikan polisi, tersangka melakukan
perbuatannya bersama pihak lain di luar BNI. Itu sebabnya, BNI menggunakan pasal pencucian
uang saat melapor ke polisi. Agar terbuka siapa-siapa saja orang di luar BNI yang mendapatkan
manfaat dari perbuatan MBS (Melati Bunga Sombe). Akan tetapi, Ia menyebut BNI justru
melindungi kepentingan nasabah BNI dengan segera melaporkan Bareskrim Polri pada April
2021. Berdasarkan hasil penyidikan di polisi sampai saat ini, tidak ada atasan Melati yang
terlibat. MBS bertindak sendiri tanpa sepengetahuan atasannya.
Selain itu, berdasarkan hasil pengembangan penyidikan terkait kasus itu sendiri. Polisi telah
menetapkan dua tersangka lainnya. Melati adalah pegawai BNI yang ditetapkan menjadi
tersangka oleh Bareskrim Polri dalam kasus ini, bersama dua orang lainnya yaitu ST dan R. dari
hasil penyidikan diketahui MBS bekerja sama dengan pihak di luar BNI. 
kepada tersangka yang lain sudah dilakukan penangkapan dan sudah tiba di Bareskrim, yang
diduga turut serta atau membantu tersangka MBS dalam melakukan aksinya. Menyiapkan bilyet,
rekening fiktif, Sebanyak dua orang sudah diamankan dan ditahan. Di tegaskan, bilyet giro yang
diterbitkan MBS dipastikan palsu. Hal ini diketahui dari bahan kertas yang digunakan bukan
merupakan produk BNI ada nomor register, registernya pun tidak tercatat, bilyet tersebut bukan
merupakan produk dari BNI.
Dalam hal ini Kepolisian akan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) untuk mencari aliran dana atau aset milik pelaku.
Penetapan tersangka tersebut berawal dari adanya Laporan Polisi (LP) dengan nomor
LP/B/0221/IV/2021/Bareskrim tanggal 1 April 2021 tentang dugaan Tindak Pidana Perbankan
dan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a dan huruf b dan ayat (2) huruf b
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan dan atau Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang dilakukan oleh tersangka atas nama MBS.
menunggu proses hukum yang saat ini sedang berjalan dan menahan diri untuk membuat
pernyataan-pernyataan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan pencemaran nama baik
dan/atau kabar bohong (hoax) yang mencemarkan BNI. Ia menyebut BNI sangat menjunjung
tinggi dan berkomitmen untuk menjaga dana nasabahnya sesuai prosedur perbankan yang
berlaku. Pelayanan BNI tetap berjalan normal dan BNI mengapresiasi nasabah yang tetap setia
bertransaksi dengan BNI. Kemudian BNI terus mengimbau agar nasabah mengaktifkan BNI
Mobile Banking, sehingga dapat memeriksa kondisi rekeningnya setiap saat, baik terkait dana
masuk maupun dana keluar serta transaksi-transaksi keuangan lainnya.
Manajemen BNI telah menyampaikan sikap yakni menunggu putusan pengadilan berkekuatan
hukum tetap alias inkracht sebelum membayar ganti rugi uang deposito yang hilang tersebut.

C. Analisis perlindungan hukum serta Bentuk Tanggung Jawab Bank BNI Atas Tindak
Pidana Pemalsuan Bilyet Deposito yang dilakukan oleh Pegawai Bank BNI Makassar
Bank merupakan lembaga perbankan, dimana lembaga yang sangat tergantung atas kepercayaan
dari masyakarat. Adanya kepercayaan yag diberikan oleh masyarakat kepada bank, menjadikan
bank harus menjalankan kegiatan usahanya dengan baik.64 Maka dari itu perbankan harus
memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat terutama bagi nasabah bank yang
bersangkutan. Perlindungan hukum ini diberikan untuk menghindari adanya kerugian yang
timbul dari adanya kegiatan usaha bank.
Dalam kasus ini Nasabah berhak mendapatkan Perlindungan secara eksplisit (explicit deposit
protection). Perlindungan ini dilakukan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin
simpanan. Maka dari itu apabila bank mengalami kegagalan lembaga tersebut yang menjamin
simpanan masyarakat.65
Perlindungan hukum bagi nasabah tentu melindungi kepentingan dari nasabah penyimpan dan
simpanannya yang disimpan disuatu bank tertentu terhadap suatu kerugian. 66 Berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap nasabah dibagi menjadi dua macam yaitu:67
1. Perlindungan Tidak Langsung
Perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan terhadap segala risiko
kerugian yang timbul dari adanya suatu kebijakan atau timbul dari kegiatan usaha yang
dilakukan oleh bank. Maka hal ini merupakan upaya dan tindakan pencegahan bersifat
internal dari bank yang bersangkutan.
2. Perlindungan Langsung
Perlindungan ini diberikan kepada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap
akan timbulnya risiko kerugian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank.
Namun dapat dilihat bahwa prinsip kepercayaan tercantum dalam Pasal 29 UU Perbankan yang
menyatakan bahwa bank sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat harus menempuh
cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang sudah
memberikan kepercayaan terkait dananya kepada bank. UU Perbankan dalam pasal 29 ayat (3)

64
Ibid.
65
Hermansyah, Op. Cit. Hlm 101
66
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2003, Hm 45
67
Hermansyah, Op. Cit, Hlm 146.
dan ayat (4) memberikan perlindungan kepada nasabah penyimpan telah ditentukan sebagai
berikut, bahwa:68
Pasal 29 ayat (3): Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan
melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank
dan kepentingan nasabah yang memercayakan dananya kepada bank.
Pasal 29 ayat (4): Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai
kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan
melalui bank.
Dalam hal ini Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a dan huruf b dan ayat (2)
huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan dan atau Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang dilakukan oleh tersangka atas nama
MBS dan dua rekannya.
Perlindungan hukum serta Bentuk Tanggung Jawab Bank BNI Atas Pemalsuan Bilyet Deposito
yang dilakukan oleh Pegawai Bank BNI Makassar adalah dengan mengganti kerugian yang
diderita nasabah. Namun pihak BNI akan menunggu proses hukum yang saat ini sedang berjalan
dan Manajemen BNI telah menyampaikan sikap yakni menunggu putusan pengadilan
berkekuatan hukum tetap alias inkracht sebelum membayar ganti rugi uang deposito yang hilang
tersebut.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perlindungan hukum terhadap deposan dalam pelaksanaan simpanan deposito terkait prinsip
kepercayaan pada Bank BNI Makassar dilakukan tidak hanya mendasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku, namun juga dengan pelaksanaan dual control pada simpanan
deposito dan peraturan-peraturan internal pada Bank BNI Makassar mengenai pelaksanaan
simpanan deposito yang diantaranya mengatur mengenai pembukaan rekening deposito, suku

68
Ibid, Hlm 160
bunga deposito dan pencairan simpanan deposito. Dari ketentuan-ketentuan tersebut, dapat
diketahui bahwa perlindungan hukum terhadap deposan dalam pelaksanaan simpanan deposito
diantaranya diperoleh melalui perjanjian pembukaan rekening simpanan deposito antara nasabah
dengan bank, kemampuan bank untuk menjaga rahasia bank, simpanan nasabah yang dijamin
oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan fasilitas yang disediakan oleh bank dalam
penanganan dan pengaduan nasabah.
Perkara Tindak Pidana Pemalsuan Bilyet Deposito yang dilakukan pegawai bank dengan
didasarkan pada Pencucian Uang yang dilakukan oleh pegawai Bank, dari kasus ini dapat
disimpulkan bahwa tindak pidana Pencucian Uang dapat dikenakan ke siapa saja apalagi
pegawai bank yang berhubungan dengan kegiatan transaksi uang (ekonomi). Dalam menjerat
tindak pidana Pencucian Uang biasanya sebelum tindak pidana Pencucian Uang terjadi akan
selalu didahului tindak pidana sebelumnya dalam kasus ini yakni pemalsuan Bilyet Deposito
Nasabah.
Namun dapat dilihat bahwa prinsip kepercayaan tercantum dalam Pasal 29 UU Perbankan yang
menyatakan bahwa bank sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat harus menempuh
cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang sudah
memberikan kepercayaan terkait dananya kepada bank. Dalam hal ini Sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a dan huruf b dan ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan atau Pasal
3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, yang dilakukan oleh tersangka atas nama MBS dan dua rekannya.
Perlindungan hukum serta Bentuk Tanggung Jawab Bank BNI Atas Pemalsuan Bilyet Deposito
yang dilakukan oleh Pegawai Bank BNI Makassar adalah dengan mengganti kerugian yang
diderita nasabah. Namun pihak BNI akan menunggu proses hukum yang saat ini sedang berjalan
dan Manajemen BNI telah menyampaikan sikap yakni menunggu putusan pengadilan
berkekuatan hukum tetap alias inkracht sebelum membayar ganti rugi uang deposito yang hilang
tersebut.

B. Saran
Demi melindungi dan memberdayakan nasabah, maka kegiatan perlindungan nasabah harus
lebih ditingkatkan kembali. Peningkatan kegiatan perlindungan nasabah ini dapat dilakukan
dengan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat, yang dapat dilakukan tidak hanya oleh
bank-bank pelaksana namun juga dapat pula dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan terkait
dengan produk-produk yang ditawarkan kepada masyarakat, keuntungan, risiko-risiko yang akan
dihadapi dan perlindungan hukum yang dapat dimiliki oleh nasabah. Dengan demikian,
masyarakat akan lebih selektif dalam menginvestasikan dana yang dimilikinya dan sebaliknya
bank pelaksana sebagai pelaku usaha jasa keuangan akan lebih meningkatkan kualitas produknya
dalam melayani dan memberikan perlindungan kepada nasabah terutama memberdayakan
pegawai-pegawai yang berbudi pekerti luhur. Sehingga diharapkan kasus-kasus terkait tindak
pidana yang dilakukan pegawai bank dalam menerapkan prinsip kepercayaan di dalam
melaksanakan kegiatan usahanya yang dapat merugikan nasabah dapat berkurang.
Dan juga pemerintah harus lebih memberikan pemahaman ke masyarakat khususnya akademisi,
karena menurut penulis pengetahuan yang baik tentang undang-undang ini juga akan memberi
dampak untuk mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang. Apalagi untuk
orang-orang yang kehidupan pekerjaannya sangat dekat sekali dengan kegiatan transaksi
keuangan hal ini diperlukan sebagai peringatan tentang tindak Pidana Pencucian Uang tersebut
dan dampaknya bagi nusa dan bangsa dan kelangsungan hidup negara.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku :
Andreae, Sybrandus Johannes Fockema, et. al. Indonesia & Dutch, Terjemahan Kamus Istilah
Hukum Belanda-Indonesia. Bandung: Bina Cipta. 1977.
Asikin, Zainal. Pengantar Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
2015.
Bako, Ronny Sautma Hotma. Hubungan Bank Dan Nasabah Terhadap Produk tabungan dan
Deposito. Bandung: PT. citra Aditya Bakti, 1995.
Djumhana, Muhammad. Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
1993.
Fuadi, Munir. Hukum Perbankan Modern. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1999
Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. edisi ke-2. Jakarta: Kencana. 2013
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. edisi ke-6. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
2002.
Mishkin, Frederic S. The Economics Of Money, Banking, and Financial Markets. Fourth Edition.
Colombia University. 1995.
Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Santoso, Ruddy Tri. Mengenal Dunia Perbankan. Yogyakarta: Andi Offset Yogyakarta. 1994.
Sembiring, Santosa. Hukum Perbankan. Bandung: Mandar Maju. 2012.
Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Intermedia. 1995.
Sihombing, Jonker. Penjaminan Simpanan Nasabah Perbankan. Bandung: PT. Alumni. 2010.
Simorangkir, O.P. Seluk Beluk Bank Komersial. Jakarta: Aksara Persada Indonesia. 1998.
Sjahdeini, Sutan Remy. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para
Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Jakarta: Institut Bankir Indonesia.
1993
Stuart, GM. Verryn dalam Thomas Suyatno dkk. Kelembagaan Perbankan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. 1993
Tongat. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan. Malang: UMM
Press.
Tunggal, Amin Widhaha. Memahami Seluk Beluk Pencucian Uang. Jakarta: HARVINDO, 2015.
Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Cet. Ke-2. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. 2001.
Utrecht, Ernst. Pengantar Dalam Hukum Indonesia, terjemahan oleh Moh. Saleh Djingdang.
Jakarta: PT. Ichtiar Baru dan Sinar Harapan. 1983.
Widjanarto. Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti
2003.
Widyono, Try. Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia. Bandung: Ghalia
Indonesia, 2006.
Peraturan Perundang-Undang :
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 jo Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Website :
KBBI.web.id/bank diakses pada tanggal 05 Oktober 2021
http://artonang.blogspot.com/2014/12/pengertian-tindak-pidana-unsur-unsur.html diakses pada
tanggal 5 Oktober 2021 pukul 13:35 wib.

Anda mungkin juga menyukai