UNIVERSITAS PAMULANG
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
karunia, dan bimbingan-Nya kepada kami dalam penulisan makalah. Kami menyadari bahwa
tanpa penyertaan-Nya, makalah ini tidak akan terselesaikan dengan baik.
Makalah ini dibuat sebagai bahan ajar untuk kami dan pembaca sekaligus untuk memenuhi
Tugas Kelompok Mata Kuliah Hukum Perbankan dengan mengumpulkan makalah yang berjudul
“Ratusan Miliar Raib Akibat Tindak Pidana Pemalsuan Bilyet Deposito Nasabah BNI
Makassar”. Kami mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini, terutama kepada Ibu Serena Ghean Niagara SH., M.H. Selaku Dosen
Pengampu Mata Kuliah Hukum Perbankan yang telah memberikan bimbingan dan ilmunya
dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pasal 4 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 jo Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
2
Shelagh Heffernan, dikutip dari Jonker Sihombing, Penjaminan Simpanan Nasabah Perbankan (Bandung: PT.
Alumni, 2010), hlm. 2.
3
Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2015), hlm. 16.
atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan mengedarkan
alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.4
Perbankan merupakan sarana strategis dalam menunjang pembangunan nasional sektor ekonomi
dan keuangan. Bank merupakan fungsi utama dari perbankan yang merupakan lembaga
keuangan bagi perseorangan, badan-badan usaha swasta dan negara, bahkan termasuk lembaga
pemerintahan.5
Semakin berkembangnya fasilitas yang diterapkan perbankan untuk memudahkan pelayanan, itu
berarti semakin beragam dan kompleks juga teknologi yang dimiliki oleh suatu bank. Penerapan
suatu teknologi dalam bidang apapun termasuk bidang perbankan memang memiliki tujuan
untuk memudahkan operasional intern perusahaan selain itu juga untuk membantu memudahkan
pelayanan terhadap nasabah.
Dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 40 tentang Perbankan menyebutkan, “bank
wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam
hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal
44 A”. Apa yang dimaksud dengan rahasia bank pada Pasal 1 angka 28 Undang-Undang
Perbankan yang diubah adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan
dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.6
Bagi sebuah negara, kehadiran dunia perbankan begitu penting terutama dalam hal
perekonomian negara. Dapat dikatakan bahwa kemajuan suatu bank dapat dijadikan sebagai
tolok ukur bagi kemajuan suatu negara. Oleh karenanya, dalam menjalankan setiap kegiatan
usahanya, bank diharapkan harus selalu berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian, tidak
terkecuali pada pelaksanaan simpanan deposito. Akan menjadi sebuah masalah apabila bank
melaksanakan kegiatan usaha tanpa memperhatikan prinsip kehati-hatian sehingga mengabaikan
perlindungan dari nasabah bank tersebut. Dalam hla ini terdapat bermacam-macam tindak pidana
perbankan salah satunya adalah pencucian uang yang dilakukan oleh pegawai bank. Dalam hal
ini harus diamati bagaimana pertanggungjawaban Bank terhadap nasabah yang menjadi korban
kejahatan yang dilakukan oleh pegawai bank berupa pemalsuan bilyet deposito. Karena masih
banyak nasabah yang menjadi korban kejahatan oleh oknum pegawai bank.
PertanggungJawaban Bank telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang yang mengatur tentang Perbankan yaitu Undang-undang No.10 Tahun 1998
tentang Perbankan. Dalam Undang-undang tersebut di atur mengenai pemenuhan hak nasabah
dan pertanggungjawaban Bank sebagai pelaku usaha jasa keuangan. Pemenuhan hak nasabah
yang menjadi korban pemalsuan bilyet deposito berupa ganti rugi pengembalian dana nasabah
dan bunga yang sudah di atur dalam ketetapan undang-undang.
4
O.P. simorangkir, Kamus Perbankan, Cet. Ke-2 (Jakarta: Bina Aksara, 1989), Hlm. 33.
5
Zainal Asikin, Pokok-Pokok Hukum Perbankan di Indonesia, Cet. II (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm.
4.
6
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003),
hlm. 154
Dalam hal ini disimpulkan bahwa Bank sebagai pelaku usaha jasa keuangan telah melakukan
pemalsuan bilyet deposito yang di lakukan oleh oknum pegawai bank, berkewajiban melakukan
pertanggung jawaban berupa ganti kerugian terhadap dana nasabah karena prinsip dalam dunia
perbankan yaitu dilandasi oleh hubungan kepercayaan, yang lazimnya disebut fiduciary relation.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari dasar pemikiran sebagaimana diuraikan pada bagian latar belakang maka
masalah-masalah yang menjadi landasan penulisan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Tindak Pidana Pemalsuan Bilyet Deposito Nasabah BNI Makassar itu bisa
terjadi?
2. Bagaimana perlindungan hukum serta Bentuk Tanggung Jawab Bank BNI Atas Tindak
Pidana Pemalsuan Bilyet Deposito yang dilakukan oleh Pegawai Bank BNI Makassar?
7
Sybrandus Johannes Fockema Andreae, et. al. Indonesia & Dutch, Terjemahan Kamus Istilah Hukum Belanda-
Indonesia (Bandung: Bina Cipta, 1977), hlm 40.
8
O.P. simorangkir, Seluk Beluk Bank Komersial (Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 1998), hlm 10.
9
KBBI.web.id/bank diakses pada tanggal 05 Oktober 2021
10
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, edisi ke-6 (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), hlm 23.
11
Ibid
pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan
jalan mengedarkan alat-alat baru berupa uang giral.12
Abdul Rachman berpendapat mengenai pengertian bank, yaitu suatu jenis lembaga keuangan
yang melaksanakan berbagai jenis jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang,
pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga,
membiayai usaha perusahaan-perusahaan dan lain-lain.13
Frederic S. Mishkin, mengemukakan dalam bukunya The Economics Of Money, Banking, And
Financial Markets, bahwa Bankers are financial institution that accept money deposits and make
loans. Included under the term banks are firms such as comercial banks, savings and loan
associations, mutual savings banks, and credit unions.14
Perbankan pada umumnya adalah kegiatan dalam menjual-belikan mata uang, surat efek dan
instrumen-instrumen lainnya yang dapat diperdagangkan. Penerimaan deposito untuk
memudahkan penyimpanannya atau untuk mendapatkan bunga, dan atau perbuatan, pemberian
pinjaman-pinjaman dengan atau tanpa barang-barang tanggungan, penggunaan uang yang
ditempatkan atau diserahkan untuk disimpan. Pembelian, penjualan, penukaran atau penguasaan
atau penahanan alat pembayaran, instrumen yang dapat diperdagangkan, atau benda-benda
lainnya yang mempunyai nilai moneter secara langsung sebagai suatu kegiatan yang teratur.15
Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan Pasal 1 (2): “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hifup rakyat banyak”. Merujuk pada
Pasal 1 (1) UU Nomor 10 Tahun 1998: adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank
mencakup, kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
Berangkat dari pengertian di atas jelaslah bahwa usaha perbankan pada dasarnya suatu usaha
simpan pinjam demi dan untuk kepentingan pihak ketiga tanpa memerhatikan bentuk hukumnya
apakah perorangan ataukah badan hukum (recht person). Pengertian seperti itu tampaknya secara
historis dijumpai dalam UU Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan yang
memberikan pengertian bank sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah
memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Lembaga
keuangan adalah semua badan yang melalui kegiatan-kegiatannya di bidang keuangan, menarik
uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat.16
Dari pengertian-pengertian yang telah diuraikan, usaha perbankan haruslah didirikan dalam
bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum. Penegasan seperti itu dapat dilihat dalam
12
GM. Verryn Stuart dalam Thomas Suyatno dkk, Kelembagaan Perbankan (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
1993), hlm 1
13
Ibid
14
Frederic S. Mishkin, The Economics Of Money, Banking, and Financial Markets, Fourth Edition (Colombia
University,1995), hlm 9.
15
Santosa Sembiring, Hukum Perbankan (Bandung: Mandar Maju, 2012), hlm 1
16
Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2015), hlm 28.
ketentuan Pasal 21 UU Nomor 7 Tahun 1992 jo UU Nomor 10 Tahun 2008 yang menentukan
beberapa bentuk hukum bank yaitu: Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Daerah,
Koperasi dan Perseroan Terbatas.
Adapun sumber hukum perbankan di Indonesia diatur dalam berbagai peraturan perundang-
undangan, sebagai berikut:19
17
Muhammad Djumhana, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hlm 10.
18
Munir Fuadi, Hukum Perbankan Modern (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hlm 14.
19
Zainal Asikin, Op Cit, hlm 21-22
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 1992 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 182 Tahun 1998 selanjutnya disebut
UUP. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tidak menghapuskan atau mengganti
seluruh pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tetapi hanya
mengubah dan menambah beberapa pasal yang dianggap penting.
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, kemudian diubah dan
disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, yang selanjutnya
mengalami perubahan kembali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008
tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia menjadi Undang-Undang yakni menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2009.
c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, yang
kemudian mengalami perubahan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2004 yang kemudian disyahkan menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009.
d. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi
Bank.
f. Peraturan Bank Indonesia Nomor B/26/PBI/2006 tanggal 8 November 2006 tentang Bank
Perkreditan Rakyat.
g. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/1/PBI/2009 tanggal 27 Januari 2009 tentang Bank
Umum.
Selain itu terdapat faktor-faktor lain yang membantu pembentukan hukum perbankan, di
antaranya perjanjian-perjanjian yang dibuat antara bank dan nasabah; ajaran hukum melalui
peradilan yang termuat dalam putusan hakim (yurisprudensi); doktrin-doktrin hukum; dan
kebiasaan dan kelaziman yang berlaku dalam dunia perbankan.20
Dari sudut sifatnya, struktur kaidah hukum dapat dibedakan atas hukum imperatif (istilah
konvensional: hukum memaksa atau dwingend recht) dan hukum fakultatif (hukum mengatur
atau hukum pelengkap: regelend recht atau aanvullend recht). Pembedaan ini didasarkan pada
kekuatan sanksinya. Hukum memaksa itu adalah hukum yang dalam keadaan konkret tidak dapat
dikesampingkan oleh perjanjian (kontrak) yang dibuat oleh kedua belah pihak sendiri. Dengan
kata lain, hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus ditaati, hukum yang mempunyai
paksaan mutlak. Sedangkan hukum mengatur ialah hukum yang dalam keadaan konkret dapat
disisihkan oleh perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak. Bilamana kedua belah pihak dapat
menyelesaikan soal mereka dengan membuat sendiri peraturan, maka peraturan hukum yang
tercantum dalam pasal yang bersangkutan, tidak perlu dijalankan. Hukum mengatur biasanya
20
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, cet. Ke-2 (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2001), hlm 5
dijalankan apabila kedua belah pihak tidak membuat sendiri suatu peraturan atau membuat
sendiri suatu peraturan tetapi tidak lengkap. Hukum mengatur disebut juga hukum menambah.21
Sifat hukum perbankan di Indonesia merupakan hukum memaksa, artinya bank dalam
menjalankan usahanya harus tunduk dan patuh terhadap rambu-rambu yang telah ditetapkan
dalam Undang-Undang. Apabila rambu-rambu perbankan tadi dilanggar, Bank Indonesia
berwenang menindak bank yang bersangkutan dengan menjatuhkan sanksi administratif, seperti
mencabut izin usahanya. Walaupun demikian dalam rangka pengawasan intern, bank
diperkenankan membuat ketentuan internal bank sendiri (self regulation) dengan berpedoman
kepada kebijakan umum yang ditetapkan Bank Indonesia. Ketentuan internal bank sendiri ini
dimaksudkan sebagai standar atau ukuran yang jelas dan tegas dalam pengawasan internal bank,
sehingga bank diharapkan dapat melaksanakan kebijakannya sendiri dengan baik dan penuh
tanggung jawab.22
Prinsip-prinsip pokok penyempurnaan sistem perbankan nasional tersebut, lebih lanjut
dijabarkan dengan cakupan substansi meliputi:23
a. Asas, fungsi, dan tujuan perbankan Indonesia;
b. Jenis dan usaha bank;
c. Perizinan, bentuk hukum, dan kepemilikan bank;
d. Pembinaan dan pengawasan terhadap bank;
e. Kepengurusan bank;
f. Penggunaan tenaga asing pada bank;
g. Rahasia bank;
h. Ketentuan pidana dan sanksi administratif; dan dilengkapi pula dengan penjelasan umum
serta penjelasan pasal demi pasal.
Hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana adalah hubungan pinjam-meminjam
uang antara debitor (bank) dan kreditor (nasabah-penyimpan dana) yang dilandasi oleh
asas kepercayaan. Dengan kata lain, bahwa menurut undang-undang perbankan hubungan
antara bank dan nasabah penyimpan dana bukan sekadar hubungan kontraktual biasa
antara debitor dan kreditor yang diliputi oleh asas-asas umum dari hukum perjanjian,
tetapi juga hubungan kepercayaan yang diliputi asas kepercayaan. Secara eksplisit
undang-undang mengakui bahwa hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana
adalah hubungan kepercayaan, yang membawa konsekuensi bank tidak boleh hanya
memperhatikan kepentingan nasabah penyimpan dana.26
c. Asas Kerahasiaan
Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank merahasiakan
segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang
menurut kelaziman dunia perbankan (wajib) dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk
kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang
menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan memercayakan uangnya pada bank
atau memanfaatkan jasa bank apabila bank menjamin bahwa tidak akan ada
penyalahgunaan pengetahuan bank tentang simpanannya. Dengan demikian, bank harus
memegang teguh rahasia bank.27
25
Ibid hlm 16
26
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian
Kredit Bank di Indonesia (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm 167-168
27
Rachmadi Usman, Op Cit, hlm 17
antara bank atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan dana.
Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Perbankan yang telah diubah, tidak
seluruh aspek yang ditatausahakan bank merupakan hal-hal yang dirahasiakan. Walaupun
demikian, rahasia bank merupakan salah satu unsur yang harus dimiliki oleh setiap bank
dalam fungsinya sebagai lembaga kepercayaan masyarakat pengelola dana masyarakat.28
Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam
keadaan sehat, dengan kata lain agar selalu dalam keadaan likuid dan solvent. Dengan
diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan kadar kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu
menyimpan dananya di bank.31
Prinsip kehati-hatian ini harus dijalankan oleh bank bukan hanya karena dihubungkan
dengan kewajiban bank agar tidak merugikan kepentingan nasabah yang memercayakan
dananya kepada masyarakat, yaitu sebagai bagian dari sistem moneter yang menyangkut
kepentingan semua anggota masyarakat yang bukan hanya nasabah penyimpan dana dari
bank itu saja.32
4. Dana yang Bersumber dari Masyarakat Luas
Sebagai lembaga yang berorientasi bisnis, kegiatan bank sehari-hari tidak akan terlepas dari
bidang keuangan. Kegiatan perbankan yang paling pokok adalah membeli uang dengan cara
28
Ibid, hlm 18
29
Sutan Remy Sjahdeini, Op Cit, hlm 173
30
Rachmadi Usman, Op Cit, hlm 19
31
Ibid
32
Sutan Remy Sjahdeini, Op Cit, hlm 175
menghimpun dana dari masyarakat luas. Kemudian menjual uang yang berhasil dihimpun
dengan cara menyalurkan kembali kepada masyarakat melalui pemberian pinjaman atau kredit.
Kegiatan perbankan dalam praktiknya dibedakan sesuai dengan jenis bank tersebut. Setiap jenis
bank memiliki ciri dan tugas tersendiri dalam melakukan kegiatannya, misalnya dilihat dari segi
fungsi bank yaitu antara kegiatan bank umum dengan kegiatan bank perkreditan rakyat, jelas
memiliki tugas atau kegiatan yang berbeda.
Salah satu kegiatan atau usaha yang dijalankan perbankan di Indonesia berupa penghimpunan
dana, baik bank umum maupun bank prekreditan rakyat keduanya dapat melakukan kegiatan
penghimpunan dana. Jasa berupa penghimpunan dana dari masyarakat bisa dalam bentuk
simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya
yang disamakan dengan itu. Idealnya, dana dari masyarakat ini merupakan suatu tulang
punggung dari dana yang dikelola oleh bank untuk memperoleh keuntungan.33
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam dunia perbankan dana yang berasal dari masyarakat
luas ini terdiri dari:
a. Simpanan Giro
Secara umum giro adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya atau
dengan cara pemindah bukuan.34
Giro bisa juga dilakukan dalam mata uang asing tetapi terbatas hanya pada Bank Devisa.
Dalam pelaksanaannya, giro ditata-usahakan oleh bank dalam suatu rekening koran,
rekening ini pula yang digunakan untuk menatausahakan kredit yang diberikan kepada
nasabah, sebagai imbalan bagi seorang penyimpan uang dalam bentuk giro diberikan
bunga giro.35
b. Simpanan Deposito
Berdasarkan pengertian di atas, terdapat dua unsur yang terkandung dalam deposito:37
33
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm 169
34
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia. edisi ke-2 (Jakarta: Kencana, 2013), hlm 46
35
Muhammad Djumhana, Op Cit, hlm 169-170
36
Rachmadi Usman, Op Cit, 228
37
Hermansyah, Op Cit, hlm 47
1) Penarikan hanya dapat dilakukan dalam waktu tertentu, maka penarikan simpanan
dalam bentuk deposito hanya dapat dilakukan oleh si penyimpan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah penyimpan dengan bank.
2) Cara penarikan. Dalam hal ini apabila batas waktu yang tertuang dalam perjanjian
deposito tersebut telah jatuh tempo, maka si penyimpan dapat menarik deposito
tersebut atau memperpanjang dengan suatu waktu yang diinginkannya.
Mengenai jangka waktu deposito terdapat beberapa alternatif yang dapat dipilih oleh nasabah
penyimpan, yaitu:38
1) 1 (satu) bulan
2) 2 (dua) bulan
3) 3 (tiga) bulan
4) 6 (enam) bulan
5) 12 (dua belas) bulan
6) 24 (dua puluh empat) bulan
38
ibid
39
Ruddy Tri Santoso, Mengenal Dunia Perbankan (Yogyakarta: Andi Offset Yogyakarta, 1994), hlm 81
40
Hermansyah, Op Cit, hlm 48
41
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter dan Perbankan, edisi ke-5 (Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), hlm 75
d. Simpanan Tabungan
1) Penarikannya dengan syarat tertentu, yang berarti bahwa simpanan dalam bentuk
tabungan hanya dapat ditarik sesuai dengan persyaratan tertentu yang telah
disepakati oleh nasabah penyimpan dan bank. Misalnya, ada persyaratan bahwa
nasabah penyimpan dapat melakukan penarikan simpanan setiap waktu baik
dalam jumlah yang dibatasi atau tidak dibatasi, atau penarikannya hanya dapat
dilakukan dalam suatu jangka waktu tertentu.
2) Cara penarikannya. Penarikan simpanan dalam bentuk tabungan dapat dilakukan
secara langsung oleh si nasabah penyimpan atau orang lain yang dikuasakan
olehnya dengan mengisi slip penarikan yang berlaku di bank yang bersangkutan.
Namun demikian, penarikannya tidak dapat dilakukan dengan mempergunakan
cek, bilyet girom dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
42
Muhammad Djumhana, Op Cit, hlm 174
43
Hermansyah, Op Cit, hlm 48-49
44
Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank Dan Nasabah Terhadap Produk tabungan dan Deposito (Bandung:
PT. citra Aditya Bakti, 1995), Hal. 32
45
Ibid hal. 32
dengan produk perbankan yang ada, karena syarat dari suatu produk perbankan tidak
akan sama dengan syarat dari produk perbankan yang lain. Dalam produk perbankan
seperti tabungan dan deposito, maka ketentuan dan syarat-syarat umum yang berlaku
adalah ketentun-ketentuan dan syarat-syarat umum hubungan rekening deposito dan
rekening tabungan.
a) Hubungan Kotraktual
Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dengan nasabah adalah hubungan
kontraktual. Hal ini berlaku hampir pada semua nasabah, baik nasabah debitur, nasabah
deposan, ataupun nasabah non debitur-non deposan.
Terhadap nasabah debitur hubungan kontraktual tersebut berdasarkan atas suatu kontrak
yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemberi dana) dengan pihak debitur
(peminjam dana). Hukum kontrak yang menjadi dasar hubungan bank dengan nasabah
debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUHPerdata tentang kontrak (buku ketiga).
Sebab, menurut Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berkekuatan sama dengan undang-undang bagi kedua belah pihak.
Berbeda dengan nasabah debitur, maka untuk nasabah deposan atau nasabah non
debitur-non deposan, tidak terdapat ketentuan khusus yang mengatur untuk kontrak
jenis ini dalam KUHPerdata. Karena itu, kontrak-kontrak untuk nasabah seperti itu
hanya tunduk kepada ketentuanketentuan umum dari KUHPerdata mengenai kontrak.
Prinsip hubungan nasabah penyimpan dana dengan bank adalah hubungan kontraktual,
dalam hal ini hubungan krediturdebitur, dimana pihak bank berfungsi sebagai debitur
sedangkan pihak nasabah berfungsi sebagai pihak kreditur, prinsip hubungan seperti ini
juga tidak dapat diberlakukan secara mutlak.
46
Munir Fuadi, Hukum Perbankan Modern (Bandung: PT: Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 14
Pada prinsipnya hubungan antara nasabah penyimpan dana dengan bank adalah
hubungan kontraktual (hubungan kreditur debitur), maka tidak mengherankan jika
dalam praktek, sering kali pihak nasabah, terutama nasabah penyimpan dana tidak
mendapatkan perlindungan yang sewajarnya oleh sektor hukum.
1) Hubungan fidusia
2) Hubungan konfidensial
3) Hubungan bailor-bailee
4) Hubungan principal-agent
5) Hubungan mortgagor-mortgagee
6) Hubungan trustee-beneficiary
47
Try Widyono, Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia (Bandung: Ghalia Indonesia, 2006), hal. 24-
27
mewujudkan kepercayaannya itu dalam bentuk pengajuan aplikasi permohonan yang
dipercayanya. Hubungan antara bank dengan nasabah seringkali menunjuk pada berlakunya
ketentuan yang lebih luas dan ketentuan tersebut dinyatakan sebagai ketentuan yang lebih luas
dan ketentuan tersebut dinyatakan sebagai ketentuan yang berlaku dan merupakan bagian serta
satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan aplikasi tersebut.
48
http://artonang.blogspot.com/2014/12/pengertian-tindak-pidana-unsur-unsur.html diakses pada tanggal 5 Oktober
2021 pukul 13:35 wib.
49
Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan (Malang: UMM Press), hal 103.
perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu
diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan.50
50
Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal.59.
51
Amin Widhaha Tunggal, Memahami Seluk Beluk Pencucian Uang (Jakarta: HARVINDO, 2015). hal 3.
52
Irman S,Op.Cit,. hal 40.
53
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana 2006). Hlm 143
54
Ibid, Hlm 144
55
Ibid, Hlm 145
terhadap orang lain atas penarikan dan tersebut. Maka dari itu menurut hukum tidak hanya
kepentingan tetapi kehendak juga harus mendapatkan perlindungan.56
Bank merupakan lembaga perbankan, dimana lembaga yang sangat tergantung atas kepercayaan
dari masyakarat. Adanya kepercayaan yag diberikan oleh masyarakat kepada bank, menjadikan
bank harus menjalankan kegiatan usahanya dengan baik.57 Maka dari itu perbankan harus
memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat terutama bagi nasabah bank yang
bersangkutan. Perlindungan hukum ini diberikan untuk menghindari adanya kerugian yang
timbul dari adanya kegiatan usaha bank.58
Perlindungan hukum terhadap nasabah ini dikemukakan oleh Marulak Pardede bahwa sistem
perbankan di Indonesia terkait perlindungan nasabah penyimpan dapat dilakukan melalui dua
cara yaitu:59
a. Perlindungan secara implisit (implicit deposit protection)
Perlindungan ini dilakukan dengan cara pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, dan dapat
menghindarkan bank terhadap terjadinya kebangkrutan. Perlindungan ini diperoleh melalui:
1) Peraturan perundang-undangan dibidang perbankan
2) Perlindungan yang didhasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang dilakukan Bank
Indonesia
3) Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga khusunya dan
perlindungan terhadap sistem perbankan
4) Memelihara tingkat kesehatan bank
5) Melakuka usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian
6) Pemberian kredit dengan cara yang tidak merugikan dank dan kepentingan nasabah
7) Menyediakan infromasi risiko nasabah.
b. Perlindungan secara eksplisit (explicit deposit protection) Perlindungan ini dilakukan melalui
pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan. Maka dari itu apabila bank mengalami
kegagalan lembaga tersebut yang menjamin simpanan masyarakat.60
Perlindungan hukum bagi nasabah tentu melindungi kepentingan dari nasabah penyimpan dan
simpanannya yang disimpan disuatu bank tertentu terhadap suatu kerugian. 61 Berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap nasabah dibagi menjadi dua macam yaitu:62
1. Perlindungan Tidak Langsung
Perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan terhadap segala risiko
kerugian yang timbul dari adanya suatu kebijakan atau timbul dari kegiatan usaha yang
56
Sentosa sembiring, Hukum Perbankan. (Bandung: Mandar Maju 2012) Hlm 50.
57
Ibid.
58
Ibid, Hlm 80
59
Ibid.
60
Hermansyah, Op. Cit. Hlm 101
61
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2003, Hm 45
62
Hermansyah, Op. Cit, Hlm 146.
dilakukan oleh bank. Maka hal ini merupakan upaya dan tindakan pencegahan bersifat
internal dari bank yang bersangkutan.
2. Perlindungan Langsung
Perlindungan ini diberikan kepada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap
akan timbulnya risiko kerugian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank.
Namun dapat dilihat bahwa prinsip kepercayaan tercantum dalam Pasal 29 UU Perbankan yang
menyatakan bahwa bank sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat harus menempuh
cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang sudah
memberikan kepercayaan terkait dananya kepada bank. UU Perbankan dalam pasal 29 ayat (3)
dan ayat (4) memberikan perlindungan kepada nasabah penyimpan telah ditentukan sebagai
berikut, bahwa:63
Pasal 29 ayat (3): Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan
melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank
dan kepentingan nasabah yang memercayakan dananya kepada bank.
Pasal 29 ayat (4): Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai
kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan
melalui bank.
B. Detail Kasus Tindak Pidana Pemalsuan Bilyet Deposito Nasabah BNI Makassar
Kasus ini dimulai dari Nasabah BNI, Hendrik dan Heng Tao Pek Deposito yang melaporkan
depositonya diduga raib senilai Rp 20,1 miliar. Deposito itu ditabung di BNI cabang Peti Kemas
Pelabuhan Makassar. Keduanya mengaku tiap bulan aktif mengecek dana yang didepositokan
tersebut. Bahkan, per bulan nasabah mencetak aktivitas transaksi di buku tabungannya. Hendrik
menjelaskan, ia tertarik menempatkan uangnya di BNI karena ada iming-iming bunga deposito
sebesar 8,25 persen per bulan.
Dia lalu mentransfer uang total Rp 20,1 miliar dari Bank Maspion ke BNI lewat sistem RTGS.
Seluruh transaksinya diklaim legal dan ada buktinya. Setelah berulang kali mempertanyakan
nasib uang depositonya tak berbuah hasil, Hendrik melaporkan kasus ini ke polisi dan
pengadilan.
Menanggapi kasus ini, manajemen BNI menyatakan menghormati proses hukum yang sedang
berjalan. Namun BNI berkukuh bahwa kasus terjadi tersebut tidak ada atau tidak tercatat dalam
sistem bank. Bahwa pihak BNI menjunjung tinggi komitmen untuk menjaga seluruh dana yang
disimpan. BNI mengklaim telah menjamin bahwa dana nasabah yang tersimpan dalam kondisi
aman.
Sekretaris Perusahaan BNI Mucharom memberikan penjelasan terkait dana deposito hilang
melalui kuasa hukumnya yakni Ronny LD Janis. Ronny menyatakan telah menemukan adanya
dugaan Pemalsuan Bilyet Deposito di Kantor Cabang Makassar yang antara lain terkait dengan
bilyet deposito Andi Idris Manggabarani.
63
Ibid, Hlm 160
Terdapat tiga bilyet deposito BNI KC Makassar total senilai Rp 40 miliar tertanggal 01 Maret
2021. Berdasarkan investigasi dari klien BNI, bilyet deposito tersebut tidak pernah diterbitkan
oleh Kantor Cabang Makassar. Bilyet deposito yang dananya hilang itu juga sama sekali tidak
tercatat pada sistem Bank BNI. BNI juga tidak ditemukan adanya setoran dana nasabah untuk
pembukaan deposito tersebut.
Berdasarkan bukti dan fakta tersebut, kuat dugaan deposito tersebut palsu. Guna mengungkap
adanya dugaan pemalsuan bilyet deposito di Kantor Cabang Makassar tersebut, maka pihak BNI
berinisiatif melaporkan peristiwa tersebut kepada Bareskrim Polri pada tanggal 01 April 2021
agar dapat mengungkap pelaku dan para pihak terkait dan yang memperoleh manfaat dari
peristiwa pidana tersebut serta mempertanggungjawabkannya secara hukum.
Sampai dengan saat ini sejumlah nasabah BNI mengaku telah kehilangan dana deposito mereka
di kantor BNI cabang Makassar. Total, ada 9 bilyet deposito dengan jumlah dana Rp 110 miliar.
Dua proses hukum sedang berjalan. Untuk pidana, Bareskrim telah menetapkan 3 tersangka, di
mana salah satunya adalah Melati Bunga Sombe, pegawai BNI cabang Makassar. Melati diduga
telah melakukan pemalsuan bilyet deposito, dan terancam pidana perbankan hingga pencucian
uang.
Sementara untuk perdata, kantor BNI cabang Makassar juga menghadapi gugatan wanprestasi di
Pengadilan Negeri Makassar. Gugatan wanprestasi datang dari dua nasabah, yang bernama
Hendrik dan Heng Pao Tek. Walau sudah membawa perkara ini ke pengadilan, keduanya tetap
berharap uang mereka bisa segera dikembalikan. Sebab, dana tersebut untuk biaya orang tua
Hendrik, Heng Pao Tek, yang saat ini sakit-sakitan. Pihak BNI diminta segera bertanggung
jawab untuk mengembalikan uang kepada korban.
Menindaklanjuti laporan BNI itu, Bareskrim Polri saat ini masih melakukan proses Penyidikan
dan telah menetapkan MBS (pegawai BNI Makassar) sebagai tersangka kasus dana deposito
hilang di Bank BNI Makassar. Polisi juga melakukan penahanan terhadap tersangka.
Bareskrim Polri saat ini juga sedang melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang diduga
menerima aliran dana dari peristiwa pidana tersebut termasuk penelitian atas transaksi pada
rekening-rekening penerima dana, guna membuat terang peristiwa pidana ini.
Saat dikonfirmasi, kuasa hukum BNI, Ronny LD Janis membenarkan bahwa Melati memang
tidak bertindak sendirian dalam kasus dugaan pemalsuan 9 bilyet deposito senilai Rp 110 miliar
di kantor cabang Makassar, Sulawesi Selatan. Dari hasil penyidikan polisi, tersangka melakukan
perbuatannya bersama pihak lain di luar BNI. Itu sebabnya, BNI menggunakan pasal pencucian
uang saat melapor ke polisi. Agar terbuka siapa-siapa saja orang di luar BNI yang mendapatkan
manfaat dari perbuatan MBS (Melati Bunga Sombe). Akan tetapi, Ia menyebut BNI justru
melindungi kepentingan nasabah BNI dengan segera melaporkan Bareskrim Polri pada April
2021. Berdasarkan hasil penyidikan di polisi sampai saat ini, tidak ada atasan Melati yang
terlibat. MBS bertindak sendiri tanpa sepengetahuan atasannya.
Selain itu, berdasarkan hasil pengembangan penyidikan terkait kasus itu sendiri. Polisi telah
menetapkan dua tersangka lainnya. Melati adalah pegawai BNI yang ditetapkan menjadi
tersangka oleh Bareskrim Polri dalam kasus ini, bersama dua orang lainnya yaitu ST dan R. dari
hasil penyidikan diketahui MBS bekerja sama dengan pihak di luar BNI.
kepada tersangka yang lain sudah dilakukan penangkapan dan sudah tiba di Bareskrim, yang
diduga turut serta atau membantu tersangka MBS dalam melakukan aksinya. Menyiapkan bilyet,
rekening fiktif, Sebanyak dua orang sudah diamankan dan ditahan. Di tegaskan, bilyet giro yang
diterbitkan MBS dipastikan palsu. Hal ini diketahui dari bahan kertas yang digunakan bukan
merupakan produk BNI ada nomor register, registernya pun tidak tercatat, bilyet tersebut bukan
merupakan produk dari BNI.
Dalam hal ini Kepolisian akan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) untuk mencari aliran dana atau aset milik pelaku.
Penetapan tersangka tersebut berawal dari adanya Laporan Polisi (LP) dengan nomor
LP/B/0221/IV/2021/Bareskrim tanggal 1 April 2021 tentang dugaan Tindak Pidana Perbankan
dan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a dan huruf b dan ayat (2) huruf b
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan dan atau Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang dilakukan oleh tersangka atas nama MBS.
menunggu proses hukum yang saat ini sedang berjalan dan menahan diri untuk membuat
pernyataan-pernyataan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan pencemaran nama baik
dan/atau kabar bohong (hoax) yang mencemarkan BNI. Ia menyebut BNI sangat menjunjung
tinggi dan berkomitmen untuk menjaga dana nasabahnya sesuai prosedur perbankan yang
berlaku. Pelayanan BNI tetap berjalan normal dan BNI mengapresiasi nasabah yang tetap setia
bertransaksi dengan BNI. Kemudian BNI terus mengimbau agar nasabah mengaktifkan BNI
Mobile Banking, sehingga dapat memeriksa kondisi rekeningnya setiap saat, baik terkait dana
masuk maupun dana keluar serta transaksi-transaksi keuangan lainnya.
Manajemen BNI telah menyampaikan sikap yakni menunggu putusan pengadilan berkekuatan
hukum tetap alias inkracht sebelum membayar ganti rugi uang deposito yang hilang tersebut.
C. Analisis perlindungan hukum serta Bentuk Tanggung Jawab Bank BNI Atas Tindak
Pidana Pemalsuan Bilyet Deposito yang dilakukan oleh Pegawai Bank BNI Makassar
Bank merupakan lembaga perbankan, dimana lembaga yang sangat tergantung atas kepercayaan
dari masyakarat. Adanya kepercayaan yag diberikan oleh masyarakat kepada bank, menjadikan
bank harus menjalankan kegiatan usahanya dengan baik.64 Maka dari itu perbankan harus
memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat terutama bagi nasabah bank yang
bersangkutan. Perlindungan hukum ini diberikan untuk menghindari adanya kerugian yang
timbul dari adanya kegiatan usaha bank.
Dalam kasus ini Nasabah berhak mendapatkan Perlindungan secara eksplisit (explicit deposit
protection). Perlindungan ini dilakukan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin
simpanan. Maka dari itu apabila bank mengalami kegagalan lembaga tersebut yang menjamin
simpanan masyarakat.65
Perlindungan hukum bagi nasabah tentu melindungi kepentingan dari nasabah penyimpan dan
simpanannya yang disimpan disuatu bank tertentu terhadap suatu kerugian. 66 Berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap nasabah dibagi menjadi dua macam yaitu:67
1. Perlindungan Tidak Langsung
Perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan terhadap segala risiko
kerugian yang timbul dari adanya suatu kebijakan atau timbul dari kegiatan usaha yang
dilakukan oleh bank. Maka hal ini merupakan upaya dan tindakan pencegahan bersifat
internal dari bank yang bersangkutan.
2. Perlindungan Langsung
Perlindungan ini diberikan kepada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap
akan timbulnya risiko kerugian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank.
Namun dapat dilihat bahwa prinsip kepercayaan tercantum dalam Pasal 29 UU Perbankan yang
menyatakan bahwa bank sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat harus menempuh
cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang sudah
memberikan kepercayaan terkait dananya kepada bank. UU Perbankan dalam pasal 29 ayat (3)
64
Ibid.
65
Hermansyah, Op. Cit. Hlm 101
66
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2003, Hm 45
67
Hermansyah, Op. Cit, Hlm 146.
dan ayat (4) memberikan perlindungan kepada nasabah penyimpan telah ditentukan sebagai
berikut, bahwa:68
Pasal 29 ayat (3): Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan
melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank
dan kepentingan nasabah yang memercayakan dananya kepada bank.
Pasal 29 ayat (4): Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai
kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan
melalui bank.
Dalam hal ini Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a dan huruf b dan ayat (2)
huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan dan atau Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang dilakukan oleh tersangka atas nama
MBS dan dua rekannya.
Perlindungan hukum serta Bentuk Tanggung Jawab Bank BNI Atas Pemalsuan Bilyet Deposito
yang dilakukan oleh Pegawai Bank BNI Makassar adalah dengan mengganti kerugian yang
diderita nasabah. Namun pihak BNI akan menunggu proses hukum yang saat ini sedang berjalan
dan Manajemen BNI telah menyampaikan sikap yakni menunggu putusan pengadilan
berkekuatan hukum tetap alias inkracht sebelum membayar ganti rugi uang deposito yang hilang
tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perlindungan hukum terhadap deposan dalam pelaksanaan simpanan deposito terkait prinsip
kepercayaan pada Bank BNI Makassar dilakukan tidak hanya mendasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku, namun juga dengan pelaksanaan dual control pada simpanan
deposito dan peraturan-peraturan internal pada Bank BNI Makassar mengenai pelaksanaan
simpanan deposito yang diantaranya mengatur mengenai pembukaan rekening deposito, suku
68
Ibid, Hlm 160
bunga deposito dan pencairan simpanan deposito. Dari ketentuan-ketentuan tersebut, dapat
diketahui bahwa perlindungan hukum terhadap deposan dalam pelaksanaan simpanan deposito
diantaranya diperoleh melalui perjanjian pembukaan rekening simpanan deposito antara nasabah
dengan bank, kemampuan bank untuk menjaga rahasia bank, simpanan nasabah yang dijamin
oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan fasilitas yang disediakan oleh bank dalam
penanganan dan pengaduan nasabah.
Perkara Tindak Pidana Pemalsuan Bilyet Deposito yang dilakukan pegawai bank dengan
didasarkan pada Pencucian Uang yang dilakukan oleh pegawai Bank, dari kasus ini dapat
disimpulkan bahwa tindak pidana Pencucian Uang dapat dikenakan ke siapa saja apalagi
pegawai bank yang berhubungan dengan kegiatan transaksi uang (ekonomi). Dalam menjerat
tindak pidana Pencucian Uang biasanya sebelum tindak pidana Pencucian Uang terjadi akan
selalu didahului tindak pidana sebelumnya dalam kasus ini yakni pemalsuan Bilyet Deposito
Nasabah.
Namun dapat dilihat bahwa prinsip kepercayaan tercantum dalam Pasal 29 UU Perbankan yang
menyatakan bahwa bank sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat harus menempuh
cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang sudah
memberikan kepercayaan terkait dananya kepada bank. Dalam hal ini Sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a dan huruf b dan ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan atau Pasal
3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, yang dilakukan oleh tersangka atas nama MBS dan dua rekannya.
Perlindungan hukum serta Bentuk Tanggung Jawab Bank BNI Atas Pemalsuan Bilyet Deposito
yang dilakukan oleh Pegawai Bank BNI Makassar adalah dengan mengganti kerugian yang
diderita nasabah. Namun pihak BNI akan menunggu proses hukum yang saat ini sedang berjalan
dan Manajemen BNI telah menyampaikan sikap yakni menunggu putusan pengadilan
berkekuatan hukum tetap alias inkracht sebelum membayar ganti rugi uang deposito yang hilang
tersebut.
B. Saran
Demi melindungi dan memberdayakan nasabah, maka kegiatan perlindungan nasabah harus
lebih ditingkatkan kembali. Peningkatan kegiatan perlindungan nasabah ini dapat dilakukan
dengan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat, yang dapat dilakukan tidak hanya oleh
bank-bank pelaksana namun juga dapat pula dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan terkait
dengan produk-produk yang ditawarkan kepada masyarakat, keuntungan, risiko-risiko yang akan
dihadapi dan perlindungan hukum yang dapat dimiliki oleh nasabah. Dengan demikian,
masyarakat akan lebih selektif dalam menginvestasikan dana yang dimilikinya dan sebaliknya
bank pelaksana sebagai pelaku usaha jasa keuangan akan lebih meningkatkan kualitas produknya
dalam melayani dan memberikan perlindungan kepada nasabah terutama memberdayakan
pegawai-pegawai yang berbudi pekerti luhur. Sehingga diharapkan kasus-kasus terkait tindak
pidana yang dilakukan pegawai bank dalam menerapkan prinsip kepercayaan di dalam
melaksanakan kegiatan usahanya yang dapat merugikan nasabah dapat berkurang.
Dan juga pemerintah harus lebih memberikan pemahaman ke masyarakat khususnya akademisi,
karena menurut penulis pengetahuan yang baik tentang undang-undang ini juga akan memberi
dampak untuk mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang. Apalagi untuk
orang-orang yang kehidupan pekerjaannya sangat dekat sekali dengan kegiatan transaksi
keuangan hal ini diperlukan sebagai peringatan tentang tindak Pidana Pencucian Uang tersebut
dan dampaknya bagi nusa dan bangsa dan kelangsungan hidup negara.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku :
Andreae, Sybrandus Johannes Fockema, et. al. Indonesia & Dutch, Terjemahan Kamus Istilah
Hukum Belanda-Indonesia. Bandung: Bina Cipta. 1977.
Asikin, Zainal. Pengantar Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
2015.
Bako, Ronny Sautma Hotma. Hubungan Bank Dan Nasabah Terhadap Produk tabungan dan
Deposito. Bandung: PT. citra Aditya Bakti, 1995.
Djumhana, Muhammad. Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
1993.
Fuadi, Munir. Hukum Perbankan Modern. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1999
Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. edisi ke-2. Jakarta: Kencana. 2013
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. edisi ke-6. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
2002.
Mishkin, Frederic S. The Economics Of Money, Banking, and Financial Markets. Fourth Edition.
Colombia University. 1995.
Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Santoso, Ruddy Tri. Mengenal Dunia Perbankan. Yogyakarta: Andi Offset Yogyakarta. 1994.
Sembiring, Santosa. Hukum Perbankan. Bandung: Mandar Maju. 2012.
Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Intermedia. 1995.
Sihombing, Jonker. Penjaminan Simpanan Nasabah Perbankan. Bandung: PT. Alumni. 2010.
Simorangkir, O.P. Seluk Beluk Bank Komersial. Jakarta: Aksara Persada Indonesia. 1998.
Sjahdeini, Sutan Remy. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para
Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Jakarta: Institut Bankir Indonesia.
1993
Stuart, GM. Verryn dalam Thomas Suyatno dkk. Kelembagaan Perbankan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. 1993
Tongat. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan. Malang: UMM
Press.
Tunggal, Amin Widhaha. Memahami Seluk Beluk Pencucian Uang. Jakarta: HARVINDO, 2015.
Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Cet. Ke-2. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. 2001.
Utrecht, Ernst. Pengantar Dalam Hukum Indonesia, terjemahan oleh Moh. Saleh Djingdang.
Jakarta: PT. Ichtiar Baru dan Sinar Harapan. 1983.
Widjanarto. Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti
2003.
Widyono, Try. Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia. Bandung: Ghalia
Indonesia, 2006.
Peraturan Perundang-Undang :
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 jo Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Website :
KBBI.web.id/bank diakses pada tanggal 05 Oktober 2021
http://artonang.blogspot.com/2014/12/pengertian-tindak-pidana-unsur-unsur.html diakses pada
tanggal 5 Oktober 2021 pukul 13:35 wib.