Anda di halaman 1dari 3

Bina Swadaya

Semiskin-miskinnya rakyat pasti punya potensi yang jika diberdayakan akan bisa membawa mereka
menuju kemandirian dan kesejahteraan. Keyakinan yang bercampur dengan kepedulian tinggi
terhadap kemiskinan, khususnya kemiskinan di kalangan petani di pedesaan, menarik Bambang
muda untuk bergerak memberdayakan petani. Langkah nyatanya itu dimulai dengan keaktifannya di
organisasi Ikatan Petani Pancasila yang berdiri pada 1958, dan merupakan cikal bakal Bina Swadaya.

Bina Swadaya berdiri pada tanggal 24 Mei 1967 yang didirikan oleh 3 pimpinan IPP yaitu Bambang
Ismawan (Ketua), Sudirman (Wakil Ketua), dan Sayogo (Sekjen) dengan modal Rp10.000 dan
sumbangan dari notaris berupa pembebasan biaya pendirian notaris. Kini Bina Swadaya berkembang
menjadi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terbesar di Indonesia yang telah melatih lebih dari
10.000 pemimpin komunitas dan membidani lahirnya lebih dari 12.000 kelompok swadaya
masyarakat dengan anggota total lebih dari 3,5 juta orang. Bina Swadaya telah menjadi lembaga
yang mandiri dengan omzet mencapai Rp200 miliar per tahun dan mempekerjakan lebih dari 1.000
karyawan (Kontan, 2011).

Bambang Ismawan selalu bercita-cita agar Bina Swadaya dapat memberdayakan masyarakat secara
mandiri. Ia menanamkan semangat kewirausahaan sosial kepada seluruh jajaran lembaga. Oleh
karena itu, misi menghapuskan kemiskinan dan ketidakberdayaan kelompok masyarakat pengusaha
mikro perlu didukung dengan kegiatan bisnis.

Dalam perkembangannya, Bina Swadaya memiliki 17 Perseroan Terbatas dan memfasilitasi


pengembangan koperasi yang bergerak di bidang penerbitan buku dan majalah tentang pertanian
dan keterampilan, bidang keuangan mikro, jasa konsultasi, dan wisata alternatif. Kegiatan bisnis
tidak saja menjadi sumber dana dari kegiatan misi sosial, tetapi berkaitan erat dengan upaya
menjalankan misi sosialnya yaitu pemberdayaan masyarakat. Bambang ingin misi sosial Bina
Swadaya menyatu ke dalam kegiatan bisnisnya. Oleh karenanya, Bina Swadaya tidak akan terjun
dalam kegiatan bisnis yang tidak ada unsur pemberdayaan masyarakat. Misalnya, penerbit yang
termasuk dalam grup Bina Swadaya tidak akan menerbitkan buku yang tidak membawa nilai
pemberdayaan.

Di dalam Bina Swadaya kegiatan sosial dan bisnis, keduanya berkaitan, melebur, dan bersinergi,
saling menguatkan.

Inovasi memang merupakan kekuatan Bina Swadaya yang menyebabkan lembaga ini berkembang
dan mendapatkan kebesaran Namanya.

Sangat banyak inovasi yang sudah dilakukan oleh Bina Swadaya, namun yang paling popular adalah
penerbitan Majalah Trubus. Trubus awalnya hanya sebuah majalah sederhana dalam bentuk
stensilan dengan jangkauan wilayah terbatas. Pada waktu itu tidak ada satu pun media yang khusus
membahas isu-isu pertanian karena pertanian dianggap sebagai isu masa lampau. Tidak banyak yang
tertarik untuk menggarap isu ini karena dinilai tidak menguntungkan. Kalangan agroindustri pun
tidak berminat beriklan di Trubus.

selama 14 tahun pertama diterbitkan, Trubus terus mengalami kerugian. Kala itu, sebagian besar
biaya penerbitan ditutup dari donasi dan hibah. Break even point baru tercapai ketika memasuki
tahun penerbitan ke-15.

BMT Beringharjo
Mursida Rambe bersama dua orang temannya, yakni Ninawati dan Nazny Yenny, mendirikan BMT di
Pasar Beringharjo. Pada tanggal 31 Desember 1994, secara informal akhirnya BMT Beringharjo
didirikan di Masjid Muttaqien. Sementara itu, secara formal didirikan pada tanggal 21 April 1995
bersama 17 BMT lain yang difasilitasi oleh Dompet Dhuafa. Pada tahun 1997 barulah BMT
Beringharjo memiliki badan hukum resmi sebagai Koperasi Jasa Keuangan Syariah.

Pada awal berdiri, jumlah angggota BMT Beringharjo 20 orang dengan modal awal satu juta rupiah.
Pada bulan Juli 2013, aset BMT Beringharjo mencapai Rp74,4 miliar dengan 117 karyawan dan
sekitar 38.000 anggota yang dilayani. Pada tahun 2015, BMT Beringharjo telah memiliki 12 cabang
dan 3 cabang pembantu BMT di lima provinsi di Indonesia, serta 1 cabang pelayanan di Hongkong
untuk memfasilitasi kebutuhan layanan keuangan tenaga kerja Indonesia.

Ada beberapa alasan mengapa Mursida Rambe dan kedua temannya memilih mendirikan BMT di
Pasar Berigharjo. Pertama, Pasar Beringharjo merupakan pasar terbesar di kota Yogyakarta. Jadi,
potensi ekonominya cukup besar. Kedua, pedagang di Pasar Beringharjo banyak yang terpaksa
meminjam uang dari rentenir karena rumitnya prosedur peminjaman uang di lembaga formal seperti
bank. Ketiga, Pasar Beringharjo memiliki masjid besar bernama Masjid Muttaqien. Masjid ini
merupakan tempat kondusif untuk memperkenalkan konsep BMT yang saat itu masih asing di
telinga orang awam.

Pada masa awal berdirinya BMT Beringharjo, tidak banyak lembaga keuangan yang mau
meminjamkan dana kepada para pedagang di pasar tradisional. Pada saat itu, hanya para rentenir
dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang menjadi pesaing utama BMT Beringharjo. Rentenir menjadi
salah satu pesaing terbesar BMT Beringharjo karena mereka memiliki kelebihan utama, yakni dapat
menyediakan dana yang sangat cepat untuk para pedagang. Saat itu BMT Beringharjo sebenarnya
membutuhkan dana sebesar Rp3 juta, namun modal awal yang ada hanya sebesar Rp1 juta. Dengan
kondisi itu, BMT Beringharjo hanya mampu memberikan pinjaman kepada para pedagang sebesar
ribuan rupiah. Namun, pemahaman akan kebutuhan para pedagang tradisional untuk memperoleh
dana cepat membuat BMT Beringharjo berkomitmen untuk memberikan dana yang cepat pula
seperti halnya rentenir.

Melalui kegiatan inti tersebut, BMT Beringharjo berhasil memperbaiki kebiasaan para pedagang
pasar tradisional. Jika sebelumya para pedagang tersebut lebih suka meminjam kepada rentenir
dengan bunga yang menjerat leher, kini mereka memilih untuk meminjam dari lembaga syariah yang
menawarkan sistem bagi hasil. Perubahan tersebut secara lokal terbukti pada para pedagang kecil di
Malioboro yang lebih dari 82%-nya telah menjadi anggota BMT Beringharjo. Yang lebih mengagetkan
lagi, beberapa rentenir akhirnya ikut menabung di BMT Beringharjo.

Dampak kehadiran BMT Beringharjo juga dirasakan secara nasional. Pada tahun 1990-an tidak
banyak lembaga keuangan yang bersedia melirik para pengusaha ultramikro sebagai nasabah.
Namun, berkat berbagai upaya dari BMT termasuk BMT Beringharjo pola sistemik tersebut dapat
diubah. Terbukti bahwa melayani masyarakat kecil tidak merugikan, malah menguntungkan sehingga
bisa berkembang. Kini, pesaing BMT Beringharjo semakin banyak. Sekitar 30 bank dan lembaga
keuangan mulai tertarik untuk memperebutkan target market yang sama dengan BMT Beringharjo.

Asgar Muda

Dengan penuh keyakinan, pada tahun 2007 Ia menggagas Asgar Muda alias “Aseli Garut Muda”
untuk menjadi penggerak dan pemberdaya perekonomian di kampung halamannya.
Asgar Muda memiliki misi untuk menumbuh kembangkan semua potensi sumber daya manusia
pemuda Garut agar memiliki dan menjaga nilai-nilai kepribadian dan budaya Garut (nilai kegarutan)
guna memunculkan komitmen mengabdi terhadap daerahnya.

Anda mungkin juga menyukai