Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai industri yang relatif baru bertumbuh, industri keuangan

syariah nasional perlu ditopang oleh fungsi riset dan pengembangan yang

berkualitas agar produk dan jasa keuangan syariah dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat yang semakin beragam, berdaya saing, dan

memiliki efisiensi yang baik dan pada akhirnya dapat berkontribusi secara

optimal untuk dalam perekonomian nasional.

Perkembangan lembaga keuangan syariah dimulai semenjak

lahirnya Bank Muamalat pada tahun 1992. Hingga Desember 2015

terdapat 12 bank syariah, jumlah unit usaha syariah 22 dengan total asset

sebesar Rp.296,26 triliun.1 Market share perbankan syariah telah

mencapai angka Rp. 296,262 dari total aset bank secara nasional sebesar

6.428.845.2 Hal ini telah menjadi suatu perkembangan yang sangat

signifikan mengingat umur dari lembaga keuangan syariah di Indonesia

yang masih terhitung muda.

Lembaga keuangan syariah yang juga mengalami perkembangan

cukup signifikan saat ini adalah Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS).

1
Statistik Perbankan Syariah per Desember 2015
2
Siaran Pers OJK, OJK dan Perbankan Syariah Gelar EXPO iB Vaganza 2015, No. SP-
02/DNKJKS/OJK/01/2015
Koperasi syariah mulai banyak di perbincangkan kalangan masyarakat

ketika menyikapi pertumbuhan baitul maal waat tanwil di indonesia.3

Kendati awalnya hanya merupakam KSM syariah ( kelompok

swadya masyarakat syariah) namun demikian BMT memiliki kinerja

layaknya sebuah bank. Diklasifikasikan BMT sebagai KSM guna

menghindari jeratan hukum sebagai bank gelap. Dalam UU nomor 7 tahun

1992 tentang perbankan menyebutkan bahwa segala kegiatan dalam

bnetuk penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan

distribusi dalam bentuk kredit harus berbentuk bank. Maka berdirilah

beberapa LPSM (Lembaga Pengembangan Swadya Masyarakat) ynag

memayungi BMT. BMT memilik basis kegiatan ekonomi rakyat dengan

falsafalah yang sama yaitu dari anggota, oleh anggota, dan utk anggota.

Berdasarkan UU RI Nomor 25 tahun 1992, BMT berhak menggunakan

badan hukum koperasi.4

Dalam perkembangan jumlah KJKS per april 2012 adalah sekitar

4.117 unit dengan jumlah anggota sekitar 762 ribu dan total aset mencapai

Rp.5-8 triliun.5 Perkembangan yang pesat tersebut antara lain disebabkan

modal awal yang dibutuhkan dalam pendirian KJKS BMT berkisar 5-20

juta dan segmentasi dari pembiayaan KJKS BMT yang berfokus pada

usaha ekonomi mikro. Hal ini memicu perkembangan KJKS BMT yang

3
ibid
4
ibid
5
Sugianto,http://www.depkop.go.id/index.php?=com_content&view=article&id=948:den
yut-koperasi-syariah&catid=54:bind-berita-kementrian&Itemid=98, diakses pada 20/10/2015
pukul 06.12
sangat besar disebabkan ekonomi mikro merupakan sektor yang sangat

besar di indonesia. Juga, sejalan dengan program ABSINDO dalam upaya

mendirikan 10.000 BMT diseluruh Indonesia untuk membumikan lembaga

keuangan syariah yang dekat dengan masyarakat.6

Meskipun demikian, banyak BMT yang rugi dan berhenti

beroperasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ali Sakti, BMT

pertama di Indonesia yakni BMT Teknosa. Dengan modal kurang lebih Rp

34 juta dengan jumlah nasabah sebanyak 18 orang, Baitul Tamwil

Teknosa ini sempat mencapai aset Rp 1,4 miliar dengan nasabah sebanyak

300 orang, namun karena kondisi buruk dari pembiayaan bermasalah

nasabahnya BMT ini akhirnya tutup pada tahun 1989. Survey yang

dilakukan pada BMT di daerah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah

yang dilakukan pada tahun 2013 di tiga provinsi besar di Pulau Jawa

meliputi 150 BMT yang tersebar di 23 kabupaten dan kotamadya di

wilayah Jawa Barat, 118 BMT di 35 kabupaten dan kotamadya di wilayah

Jawa Tengah dan 128 BMT di 22 kabupaten dan kotamadya di wilayah

Jawa Timur ditemukan banyak sekali BMT yang sudah tidak beroperasi

atau bahkan tutup. Hal tersebut memperlihatkan bahwa untuk dapat

menjaga eksistensi sebuah BMT diperlukan usaha yang sangat keras agar

dapat bertahan dan berkontribusi bagi umat.7

6
Amin Aziz, Tata Cara Pendirian BMT, (Jakarta : PKES Publishing) 2006, hal. 2
7
Ali Sakti, Pemetaan Kondisi dan Potensi BMT: Kemitraan dalam Rangka Memperluas
Pasar & Jangkauan Pelayanan Bank Syariah kepada Usaha Mikro, Jurnal al-Muzaraah, Vol. I,
No. 1, 2013, hal. 1
Ada dua faktor utama yang menyebabkan terjadinya kegagalan

BMT yaitu:8

1. Kurangnya persiapan SDM (pengelola) baik pengetahuan

maupun keterampilan dalam mengelola BMT terutama dalam

pengguliran biaya. Contohnya: banyaknya pembiayaan yang

tidak tertagih (pembiayaan macet) adalah penyebab terbesar

dari gagalnya usaha BMT.

2. Lemahnya pengawasan pengurus pada pengelolaan terutama

dalam manajemen dana juga kurangnya rasa memiliki ( peduli )

pada BMT.jika kesehatan BMT tidak hanya diketahui oleh para

pengelola, tetapi juga dimengerti dan disadari kepentingannya

oleh para pengurus, para pemkrasa/pendiri, para anggota dan

tokoh-tokoh masyarakat pendukung BMT, insyaAllah akan ada

tindakan/prakarsa dari berbagai pihak itu untuk membicarakan

permasalahan-permasalahan yang ada.

Selain itu juga disebabkan BMT tersebut tidak sehat secara

penilaian melalui laporan keuangan. Indikitor yang strategis dalam rangka

memperbaiki kualitas kinerja pada BMT adalah kemampuan untuk

mengetahui bagaimana tingkat kesehatan pada kinerja keuangan pada

BMT dengan melakukan evaluasi dalam penilaian tingkat kesehatan BMT.

BMT yang tidak mampu dalam mengoperasikan dan pengelolaannya akan

berakibat kurang sehat nya keuangan pada BMT tersebut. Oleh karena itu,

Mardin idris, Ringkasan Hasil Penelitian Analisis Tingkat Kesehatan Kinerja LKs-
8

BMT(aspek non keuangan) di DIY,Jurnal LOGIKA, Vol 9:10 (maret 2003)


BMT harus mampu mengidentifikasi atau mengatasi masalah yang timbul

pada keuangan. Salah satu faktor yang mungkin mengakibatkan kurang

berkembangannya BMT yaitu produk-produk penjualan jasa yang terbatas.

Penilaian kesehatan BMT dilakukan dengan memperhatikan

peraturan kesehatan koperasi yang dikeluarkan oleh kementerian negara

koperasi usaha kecil dan menengah republik indonesia nomor

07/Per/Dep.6/IV/2016 tentang pedoman penilaian kesehatan koperasi

simpan pinjam pembiayaan syariah dan unit simpan pinjam pembiayaan

syariah koperasi. Hal ini mutlak dilakukan agar lembaga keuanagn mikro

syariah terhindar dari ancaman likuidasi. Penilaian keseehatan BMT dapat

ditinjau dari dua aspek yaitu aspek jasadiyah yang terdiri dari kinerja

keuangan dan kelembagaan serta manajemen, dan pada aspek ruhiyah

yang terdiri dari visi, misi, kesepakatan sosial, rasa memiliki yang kuat

dari pelaksanaan prinsip-prinsip sosial. Sistem penilaian kesehatan

lembaga keuangan dan didunia intyernational meliputi capital

(permodalan), aset (kualitas aktiva produktif), managemant (manajemen),

earning (efisiensi), likuidity dan syariah complience (kepatuhan prinsip

syariah) atau disebut dengan CAMELS. BMT yang mampu memenuhi

kriteria kesehatan yang terdapat di dalam metode CAMELS dapat

tergolong kedalam BMT yang sehat dan mampu beroperasi dengan baik.

Di Sumatera Barat BMT juga berkembang dibuktikan dengan

daerah padang terdapat BMT berjumlah 114. Salah satu BMT tersebut

adalah BMT At Taqwa Muhammadiyah. BMT At Taqwa telah berdiri 9


September 1996 dengan modal awal sebesar Rp 2.701.00. Hingga saat ini

telah terdapat 7 cabang yaitu Belimbing, Pasar Raya Siteba, Pasar Alai,

Bandar Buat, Lubuk Buaya, Pasar Raya Padang dan Sungai Rumbai

Dhamasraya. Berdasarkan audit akuntan publik Ahmad Rasyid, aset KJKS

BMT At Taqwa sampai akhir tahun 2014 lalu mencapai Rp 31

miliar. Dibandingkan tahun 2012, terjadi peningkatan sangat signifikan

yang hanya Rp 12 miliar atau rata-rata pertumbuhan aset 50,56 persen

setiap tahunnya. Sisa hasil usaha (SHU) per akhir 2014 mencapai Rp 650

juta sebelum zakat. Sedangkan masyarakat yang memanfaatkan KJKS

BMT At Taqwa mencapai 15.600 orang. Asset mencapai Rp 31 miliar dan

memiliki kantor permanen seharga Rp 1,8 miliar.9 Beberapa data diatas

menunjukkan bahwa semenjak berdiri pada tahun 1996 hingga saat ini

BMT At Taqwa mampu bertahan dan berkembang menjadi lembaga

intermediasi bagi masyarakat kelas mikro dan mampu bersaing dengan

lembaga keuangan lainnya. Melihat perkembangan yang dialami oleh

BMT at Taqwa maka diperlukan penelitian secara lebih mendalam

berkaitan dengan kesehatan BMT at Taqwa berdasarkan Permenkop NO.

07/Per/Dep.6/IV/2016 agar didapatkan penghitungan matematis mengenai

tingkat kesehatan yang dimilki oleh BMT at Taqwa.

Dengan judul ANALISIS KINERJA KEUANGAN MENGENAI

TINGKAT KESEHATAN PADA BMT TAQWA MUHAMMADIYAH

DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAMELS.

9
Rommi Delfiano, Padang Ekspress Koperasi Syariah BMT At Taqwa,
http://m.padek.co/detail.php?news=22132 diakses pada 17 Mei 2015 pukul 08.55
B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disusun di ambil

pemasalahan sebuah permasalahan yaitu dengan menentukan tingkat

kesehatan pada BMT Taqwa Muhammadiyah menggunakan metode

Camels yaitu Capital agency, asset quality, management, rentabilitas,

likuibility dan syariah complience.

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada metode CAMELS metode Camels yaitu

Capital agency, asset quality, management, rentabilitas, likuibility dan

syariah complience.

D. PERUMUSAN Masalah

Bagaimana tingkat kesehatan BMT Taqwa Muhammadiyah apabila

dilihat dari aspek modal, kualitas aktiva produktif, manajemen, efisinsi,

likuiditas dan syariah complience (kepatuhan prinsip syariah).

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka

tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat kesehatan BMT Taqwa

Muhammadiyah menggunakan metode CAMELS yang terdiri dari capital,

aset, quality, management, efisiensi, liquidity dan syariah complience.

Dengan standar penilaian tingkat kesehatan koperasi jasa keuangan (SK

Menkop. No.07/Per/Dep.6/IV/2016.

F. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan dan manfaat sebagai

berikut:

1. Bagi penulis

Penelitian ini diharpakan memberikan pemahaman yang lebih

mendalam mengenai analisis kinerja keuangan mengenai tingkat

kesehatan lembaga keuangan mikro syariah di BMT TAQWA

MUHAMMADIYAH.

2. Bagi IAIN IB Padang

Sedangkan bagi IAIN IB Padang, Hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi positif menambah pembendaharaan

pengetahuan bagi pembaca dan sebagai informasi tambahan untuk

penelitian selanjutnya

3. Bagi BMT TQWA MUHAMMADIYAH

Bagi BMT TAQWA MUHAMMADIYAH, penelitian ini diharpkan

dapat digunakan sebagai tolak ukur bagi para pengambil kebijakan

dalam mengevaluasi dan menentukan arah pengembangan BMT

TAQWA MUHAMMADIYAH dimasa yang akan datang.

G. Sistematis penulisan skripsi

Skripsi ini disusun lima (5) bab dengan sistematika penulisan

sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini meliputi: latar belakang masalah, perumusan masalah,

pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistem

penulisan skripsi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan tentang pengertian BMT, tujuan BMT, fumgsi BMT,

peran BMT, badan hukum BMT, peran BMT dalam usaha pergerakan

mikro, tinjauan kesehatan BMT, pentingnya kesehatan BMT, faktor-faktor

yang mempengaruhi penilaian, pengertian laporan keuanagan, analisis

CAMELS.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini meliputi tentang desaian penelitian, sumber data, metode analisis

data, definisi operasional variabel.

BAB IV ANALISIS DATA PEMBAHASAN

Bab ini memuat tentang deskripsi data, analisis data dan pengujian

hipotesis dan pembahsan.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan, keterbatasan penelitian dan saran.

Anda mungkin juga menyukai