Anda di halaman 1dari 3

E-book

Perkembangan BMT di Indonesia

Setiap umat manusia berhak untuk sejahtera. Meskipun dengan ukuran masing-masing namun tetap
saja kesejahteraan harus dipenuhi. Definisi sejahtera relatif, berbeda setiap individu. Individu satu
melihat dirinya sejahtera karena dia mendefinisikan sejahtera adalah hidup sederhana tanpa terlilit
hutang, sementara menurut individu lainnya dirinya merasa sejahtera karena pendapatan yang
diperolehnya selalu meningkat sehingga mampu membeli barang-barang mewah.

Terlepas dari definisi kesejahteraan yang beragam, pada hakikat- nya kesejahteraan bisa diukur secara
kuantitatif meskipun masih dengan keterbatasannya. Seperti yang digunakan BPS dalam laporan
tahunan- nya yang mengukur kesejahteraan masyarakat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan seperti
kesehatan dan gizi, pendidikan, kependudukan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan
dan lingkungan, kemiskinan, serta kebutuhan sosial lainnya. Dalam Islam sendiri dikenal dengan
maqashid syariah. Tujuan hidup manusia adalah falah atau singkatnya bahagia dunia dan akhirat.
Maqashid syariah terdiri dari lima hal yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. (H. 11)

Berbicara tentang BMT pasti akan membahas mengenai perkembangan BMT itu sendiri, bagaimana BMT
bisa bertahan di tengah masyarakat Indonesia hingga bagaimana sikap BMT terhadap isu keuangan
terkini, BMT sebagai salah satu produk lembaga keuangan. syariah bukan bank memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa dengan
keberadaan BMT mempengaruhi kesejahteraan masyarakat (Setyari, 2012). Kesejahteraan pasti akan
dihubungkan dengan kemiskinan. BMT secara empiris telah terbukti mampu mengurangi angka
kemiskinan (Adnan & Ajija, 2015).

Sejarah Baitul Maal wat Tamil (BMT) di Indonesia dimulai pada tahun 1984 yang dikembangkan oleh
para aktivis Masjid Salman ITB dengan mendirikan Koperasi Teknosa yang mencoba untuk menyalur- kan
pembiayaan khusus usaha kecil dengan prinsip syariah. Tahun 1988 muncul Koperasi Ridho Gusti, dan di
tahun 1992 muncul lembaga yang menggabungkan nama Baitul Maal dan Baitul Tamwil menjadi Baitul
Maal wat Tamvil (BMT) Insan Kamil

BMT memiliki dua fungsi utama, yakni sebagai baitul maal dan baitul tamil. Baitul maal berfungsi untuk
mengumpulkan dan menyalur- kan dana yang bersifat nonprofit, seperti zakat, infaq, dan sedekah.
Fungsi tersebut sama dengan fungsi kesejahteraan. Baitul tamil ber- fungsi untuk mengumpulkan dan
menyalurkan dana yang berorientasi pada profit, seperti menyalurkan pembiayan kepada anggota, dan
kegiatan produktif lainnya (Huda dan Heykal, 2010, hal. 363). Fungsi tersebut sama dengan fungsi
institusional.

Fungsi sosial mengajarkan bahwa manusia harus peduli terhadap kondisi sekitar. Masih banyak
masyarakat yang masuk dalam kategori mustahik sehingga perlu untuk dibantu. Sedangkan fungsi
institusional membantu masyarakat yang kelebihan dana agar dapat dimanfaatkan oleh yang
kekurangan dana untuk membangun usahanya sehingga mampu memperbaiki kondisi keuangan orang
tersebut. (H. 12) Selain itu, keberadaan BMT mengajarkan kepada masyarakat tentang ekonomi Islam
sehingga ada dakwah di dalamnya. Mengajarkan bahwa bunga itu haram dan menunjukkan eksistensi
lembaga keuangan syariah bukan bank di Indonesia.

Selain itu, keberadaan BMT sebagai lembaga keuangan bukan bank diharapkan mampu memberikan
kontribusi dalam pembangunan ekonomi. Todaro dan Smith (2003) menyatakan bahwa terdapat tiga
nilai pokok dalam keberhasilan pembangunan ekonomi negara, yaitu berkembangnya pemenuhan
kebutuhan pokok, berkembangnya rasa harga diri sebagai manusia, dan kebebasan dalam menentukan
pilihan. Ketiga nilai tersebut, terutama poin pertama terpenuhi setelah adanya BMT.

Keberadaan BMT di tengah-tengah masyarakat saat ini mem- berikan angin segar bagi masyarakat
terutama di pedesaan. Mereka yang tidak terjangkau perbankan atau memiliki pengalaman pahit
dengan perbankan akan mempertimbangkan menggunakan BMT. Adanya fungsi sosial diharapkan
memberikan dampak positif bagi masyarakat agar tidak hanya berorientasi pada dunia saja namun juga
akhirat.

Meski demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat Indo- nesia masih banyak yang beranggapan
bahwa BMT tidak ada bedanya dengan koperasi konvensional atau lembaga keuangan konvensional
lainnya. Banyak yang berpendapat bahwa sejatinya BMT adalah koperasi yang masih ada sistem bunga
di dalamnya yang kemudian hanya dikemas dalam packaging syariah dengan mencantumkan label
syariah di belakangnya. Kelompok tersebut berpandangan semua BMT dan koperasi adalah sama.
Pendapat tersebut pernah terjadi pada sebuah BMT di Surabaya yang mana seorang calon anggota BMT
beranggapan bahwa BMT tersebut adalah cabang dari BMT dekat kampung halamannya sehingga dia
bisa menyamakan kebiasaan bertransaksi dengan BMT tersebut sama dengan BMT di kampung
halamannya. Padahal kedua BMT tersebut berbeda. Memiliki aturan dan sistem yang berbeda. (H. 13)

Beralih ke segi kuantitas, sejauh ini masih belum ada angka pasti berapa jumlah BMT yang tesebar di
Indonesia. Diperkirakan di tahun 2006 ada sebanyak 3.200 dengan 3 juta anggota di Indonesia dan di
2010 diperkirakan ada sebanyak 5.200 BMT yang melayani 10 juta. anggota (Sakti, 2013). Menurut data
PBMT Ventura di tahun 2015 terdapat sekitar 4.500 yang melayani anggota kurang lebih 3,7 juta dengan
asset sebesar Rp 16 triliun. Angka pertumbuhan BMT di Indonesia yang terus mengalami peningkatan
menunjukkan semakin banyaknya penduduk Indonesia yang aware dengan Ekonomi Islam terutama
pada lembaga keuangan mikro Islam. Sehingga hal tersebut diharapkan mampu memperkuat
perekonomian umat.

Melihat geliat BMT di Indonesia yang semakin massif muncullah lembaga-lembaga pembina BMT yang
memiliki peran untuk men- dampingi dan memberikan layanan konsultasi dengan menyediakan
pelayanan capacity building, programs, IT facilities atau turut membantu menyalurkan dana bantuan
dari donatur untuk disalurkan kembali oleh BMT kepada anggota dalam bentuk pembiayaan. Lembaga-
lembaga tersebut seperti Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), Induk Koperasi Syariah
(INKOPSYAH), MICROFIN Indonesia, BMT CENTER, Asosiasi BMT Se-Indonesia (ABSINDO), Pusat Koperasi
Syariah (PUSKOPSYAH), dan Lembaga APEX. Manfaat lain yang dapat diambil selain kemudahan akses
keuangan oleh BMT adalah silaturrahim antar BMT.
Banyaknya jumlah BMT bukan menjadi jaminan akan terbebas dari tantangan. Banyak BMT yang
mengalami kegagalan dan kesuk- sesan. Masalah klasik yang juga masih dialami di semua lembaga
keuangan tak terkecuali lembaga keuangan syariah. Berbagai tantangan tersebut adalah sumber daya
manusia (SDM), penyalahgunaan skema linkage, pendapatan masyarakat yang rendah, budaya dan
preferensi menabung masyarakat, persaingan usaha, dan masalah syariah compliance (h. 14)

Anda mungkin juga menyukai