Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

SEJARAH DAN KEBUDAYAAN DESA CIJATI


Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Sastra Nusantara
Dosen Pengampu : Dr (Cand) Hendry Sugara, M.Pd

Disusun Oleh :

Rizka Ahmad Fadilah NPM : P120206334


Daniel Fikri Al NPM : P120206256
Dimas Iqbal Royyan F NPM : P120206246
Sigit Pramudita NPM : P120206435
Rian Aditya Rachman NPM : P120206306
M. Syarif Rosidin NPM : P120206241
Agit Agustina NPM : P120206292

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
YASIKA MAJALENGKA
2021/2022
KATA PENGHANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan pula dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Sejarah dan Kebudayaan Desa Cijati yang terletak di Kec/Kab. Majalengka.
Tidak lupa kami berterima kasih kepada semua pihak yang ikut mensupport dalam
penyusunan makalah ini, terutama kepada Dr (Cand) Hendry Sugara, M.Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah Sastra Nusantara ini, baik dukungan moriel maupun materiel.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya dari sejarah tersebut.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat inspirasi terhadap pembaca.

Majalengka, 3 Desember 2021

Penyusun

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sastra adalah ungkapan ekspresi manusia berupa karya tulisan atau lisan
berdasarkan pemikian, pendapat, pengalaman, hingga ke perasaan dalam bentuk
imajinatif, cerminan kenyataan atau data asli yang dibuat dalam kemasan estetis melalui
media bahasa. Pengertian di samping diperkuat oleh Sumardjo dan Saini ( 1997:3 ) yang
erpendapat bahwa satra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,
pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret
yang membangkitkan pesona dengan alata bahasa.
Sastra nusantara tidak memiliki bukti empiris, karena disebarkan melalui mulut ke
mulut. Namun, apabila sastra nusantara memiliki bukti empiris maka disebut dengan
sastra modern. Menurut Koentjaraningrat (2005 : 20) Sastra merupakan salah satu jenis
kesenian selain seni musik, seni rupa, seni patung, seni menggambar, dan seni
pertunjukan. Sastra Daerah adalah ciptaan masyarakat pada masa lampau atau
mendahului penciptaan sastra Indonesia modern
Penyusun berkeyakinan Cerita Rakyat Desa Cijati memiliki nilai lihur budaya
bangsa. Hal ini disebabkan suatu cerita rakyat yang dituturkan biasanya berkaitan erat
dengan daerahnya. Penyusun ingin mengetahui bagaimana nilai budaya yang terkandung
dalam cerita rakyat tersebut. Sebelum itu penyusun mengkaji terlebih dahulu aspek
struktur dari cerita. Pengkajian sastra berupa cerita di mulai dari strukturnya terlebih
dahulu. Dengan demikian hal –hal dapat memudahkan penyusun dalam menemukan dan
mendeskripsikan budaya yan terkandung dalam cerita tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Profil Desa Cijati ?
2. Bagaimana Asal Usul Desa Cijati ?
3. Bagaimana Kebudayaan Desa Cijati ?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Untuk Mengetahui asal – usul desa cijati
2. Untuk Mengetahui Kebudayaan desa cijati
3. Agar menambah ilmu pengatahuan dan wawasan bagi pembaca

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. PROFIL DESA CIJATI


Cijati yang sekarang menjadi sebuah kelurahan ikut mewarnai Kota Majalengka
sebagai ibukota kabupaten dengan adat istiadatnya, sekaligus sebagai daerah penyangga
ibukota Kabupaten Majalengka. Ada beberapa bidang diantaranya :
1. Bidang Pemerintahan
Penduduk Cijati sekitar 4.600, luas wilayah 224.493 yang tersebar di 5 lingkungan
diantaranya : Lingkungan Dahlia, Lingkungan Melati, Lingkungan Raharja, Pusaka
Indah dan Sukajaya ) dan 10 RW 26 RT.
2. Bidang Sosial Ekonomi
Masyarakat cijati sangat terkenal dengan gotong royongnya hajatan, kematian dan
membangun rumah, terbukti lagi dengan pembangunan fisik berbasis swadaya
terlaksana sukses. Ini terbukti kepedulian masyarakat cijati sangat peduli lingkungan.
Mata pencaharian masyarakat cijati beragam diantaranya : Bertani, Buruh, Pedagang,
PNS, Wiraswasta, industri rumah tangga. Bahkan industri rumah tangga yang sudah
menembus pasar nasional yaitu :
 Produksi makanan kreasi “ Produk Ibu Popon “
 Produksi Suttle Cock “ Hade “ Bapak Dayat
3. Bidang Pendidikan
Kemajuan bidang pendidikan, khususnya pendidikan agama islam sangat pesat. Kita
maklumi bahwa cijati tumbuh yang berpangkal dari berdirinya pondok pesantern
yang terus berkembang sampai sekarang, di antaranya telah berdiri :
 Madrasah Diniyah Awaliyah sejak Tahun 1964
 Yayasan Darul Falah Cijati sejak Tahun 1983
 Berdirinya Madrasah Tsanawiyah Tahun 1983
 Berdirinya Madrasah Aliyah Tahun 1983
 Ponpes Darul Hikmah Kompleks Makam Embah Hj. Siti Fatimah 1996
Dalam pendidikan umum Kelurahan Cijati menyediakan fasilitas lengkap dari SDN,
SLTP, dan SLTA

4
4. Kuwu / Lurah dari Masa ke Masa
Perkembangan cijati yang asalnya merupakan hutan lebat menjadi sebuah kampong
dan sekarang menjadi sebuah Kelurahan yang sangat ramai dengan jumlah
penduduknya hamper 5.000 jiwa. Cijati mulai ditetapkan menjadi desa pada zaman
penjajahan belanda. Tepatnya pada tahun 1820 M. Nama – nama kuwu dan lurah
cijari dari sejak berdiri sampai sekarang :
 Embah Ngabdui Tirta Saestu 1820 – 1850
 Kuwu Walim 1850 – 1875
 Kuwu Jayi 1875 – 1890
 Kuwu Wangsa 1890 – 1897
 Kuwu Haji Ma’rug 1897 – 1912
 Kuwu K.H Jakarsih 1912 – 1935
 Kuwu Ismail 1935 – 1948
 Kuwu Muhyi 1948 – 1949
 Kuwu Emed Suharja 1949 – 1950
 Kuwu Sabun Bunyamin 1950 – 1954
 Kuwu A. Sudja’I 1954 – 1964
 Kuwu Bayi Al-Iyi 1964 – 1980
 Kuwu Abhari 1980 – 1987
 Kuwu Semod 1987 – 2000
 Lurah Taufik Budiawan, S, Sos. 2000 – 2005
 Lurah Drs. Uwo Djuhro 2005 – 2009
 Lurah Dhana Rukmana, S, Sos. 2009 – 2018
 Lurah Bendi Supriadi, S, Sos. 2018 – Sekarang

5
B. SEJARAH ASAL – USUL DESA CIJATI
Nama desa cijati sangat erat kaitannya dengan kehadiran Embah Hj. Siti Fatimah
yang menjadi nenek moyang penduduk desa ini. Kisaran tahun 1690 ( Abad ke XVII )
kehadiran di tempat yang sekarang Desa/Kelurahan Cijati Embah Hj. Siti Fatimah yang
berasal dari Demak keturunan Kesepuluh dari Raden Fatah Sultan Demak. Untuk lebih
jelasnya silsilah beliau sebagai berikut :

Sultan Abdul Fatah ( Raden Fatah ) Sultan Demak

1. Pangeran Trenggono ( Putra )


2. Sunan Prowoto ( Putra )
3. Pangeran Waragil ( Putra )
4. Pangeran Brengos ( Putra )
5. Kiai Jaya Dikrama ( Putra )
6. Adipati Pasir ( Putra )
7. Kiai Naya Kerti ( Putra )
8. Pangeran Marta Singa ( Putra )
9. Nyi Langgeng Lanyi ( Putri )
10. Siti Fatimah ( Putri )
Ada dua versi kehadiran Embah Siti Fatimah datang ke tempat cijati yaitu :
 Versi Pertama : Beliau mengikuti suaminya yang bernama Embah Abdul Kodir
Putra dari Embah Abdul Muhyi ( Pamijahan Tasikmalaya ). Mereka membuka
pesantren dalam rangka penyebaran Agama Islam di suatu tempat di pinggir kali
cideres yang diberi nama Cijati.
 Versi Kedua : Beliau berangkat dari keraton demak untuk mencari obat guna
menyembuhkan penyakit kulit yang telah lama dideritnya. Beliau mendapat
ilapat, berupa petunjuk suara tanpa rupa ( Ghaib ) itu menyuruh Fatimah untuk
mengikuti arah cahaya tersebut, maka diikutilah petunjuk gaib itu. Dan
berhentilah Fatimah di tempat di mana cahaya itu berada, yaitu di pinggir sebuah
kali dan hilangnya cahaya tersebut. Tiba – tiba dilihatnya sebuah sumur ( sumber
air ) yang keluar dari bawah pepohonan jati yang sangat besar yang pada waktu
itu kampong itu masih hutan lebat. Beliau tertarik oleh air yang jernih, untuk

6
mandi dan mengambil wudhu. Betapa beliau tercengang ketika selesai mandi
penyakit yang di deritanya sudah cukup lama tiba – tiba jadi sembuh dan kulitnya
menjadi bersih seperti tidak ada bekas luka apapun. Setelah Fatimah sembuh dari
penyakitnya itu dan mengasingkan dirinya dari keramaian keraton, berkat khasiat
cai jati dari sumur Cikalamayan, beliau berniat menetap di tempat itu untuk
selama-lamanya, tidak akan kembali ke istana, bahkan konon Beliau benci
kehidupan keraton yang penuh kemewahan tapi mengekang dan membosankan.
Itulah sebabnya beliau tidak senang mendengar bunyi gamelan yang biasa
dibunyikan untuk menyemarakan suasana keraton dan melarang anak cucunya
membunyikannya. Siapa yang berani melanggarnya akan menanggung akibatnya.
Pada suatu hari, singgahlah di pondok Fatimah seorang pemuda yang sedang
berkelana berasal dari Tasikmalaya bernama Abdul Kodir putra Embah Abdul
Muhyi Pamijahan. Melihat keelokan rupa Fatimah, tertarik hati Abdul Kodir
kepadanya. Demikian pula Fatimah terhadap pemuda yang bernama Abdul Kodir.
Dan akhirnya atas kesepakatan mereka serta orang tua kedua belah pihak, mereka
menikah untuk membangun rumah tangga yang tentram. Setelah melangsungkan
pernikahan, mereka mendirikan sebuah pesantren yang santri-santrinya
berdatangan dari mana-mana. Dari pernikahan itu mereka dikaruniai 2 (dua)
orang puteri, yaitu :
1. Nyi Soiman dipangil demikian karena ditikah oleh seorang yang bernama
Soimah putera Embah Salamodin dari Babakanjawa.
2. Nyi Da’i. Dari Nyi Soiman

Itulah Embah Haji Siti Fatimah menurunkan anak cucu yang menjadi inti
penduduk Desa Cijati akan menjadi penerus perjuangannya dalam menyebarkan
agama Islam melalui pendidikan pondok pesantren sampai sekarang.
Kesinambungan pesantren di Desa Cijati adalah berkat kesinambungan para
pengasuh (para kiyainya). Setelah Embah Abdul Kodir wafat di Tasikmalaya dan
dimakamkan di Desa Sukapancar Kabupaten Tasikmalaya (yang namanya
diabadikan jalan utama di Kelurahan Cijati). Pimpinan pesantren diteruskan oleh
menantunya Kiyai Soiman yang bernama Puteri Kiyai Soiman. Kiyai Embah
Nurhisyam, yang berasal dari Situraja Sumedang yang dulunya ingin menuntut

7
ilmu agama (masantren) wafat. Pimpinan pesantren dilanjutkan oleh putranya
yang bernama Kiyai Irfa’i. Selanjutnya pengasuh pesantren disambung oleh Kiyai
Abdullah putra Kiyai Irfa’i. Kiyai Abdullah wafat. Pimpinan pesantren
dilanjutkan oleh KH. Muhammad Alwi satu-satunya yang bernama KH. Mahfudz.
Kini Pondok Pesantren di Kelurahan Cijati dikelola oleh para putra Kiyai H.
Mahfudz. Itulah sebabnya Kelurahan Cijati sampai sekarang terkenal sebagai
daerah santri (Pesantren). Sampai akhirnya Air mujarab yang keluar dari pohon
jati itu namanya Cai Jati ( Cijati ), yang kemudian menjadi kampong dan desa ini
sampai sekarang. Adapun sumur yang berkhasiat itu dinamai sumur Cikalamayan.
Sumur itu yang terletak di tebing pinggir kali Cideres kutang lebih 150 meter
jauhnya di sebelah barat makam beliau sekarang, sampai sekarang sumur itu
masih dianggap keramat.

C. KEBUDAYAAN DESA CIJATI


Dalam sebuah perkampungan atau desa ada yang namanya kebudayaan, dan
kebudayaan itu sudah tertanam dalam benak mereka untuk menjaganya dari leluhur
sebelum mereka lahir, sampai sekarang kebudayaan itu masih terjaga dan di perkuat oleh
Masyarakat Kelurahan Cijati diantaranya :
1. Bubur Sura
Bubur sura adalah suatu kebudayaan yang telah menjadi kebiasaan atau terdisi di
masyarakat Kelurahan Cijati dari sejak nenek moyang, dan bubur sura ini dilakukan
pada setiap tanggal 1 muharam (bulan sura) atau lebih dikenal dengan tahun baru
islam.
2. Ngapem
Ngapem atau lebih dikenal kue apem ini suatu kebudayaan atau tradisi di masyarakat
Kelurahan Cijati dari sejak nenek moyang, dan Ngapem ini dilakukan pada setip hari
Rabu trakhir pada bulan Sya’ban.
3. Nikahan ( Nganjang )
Nganjang atau lebih sering disebut dengan berkunjung ke sesuatu tempat ini sudah
menjadi kebudayaan di Masyarakat Kelurahan Cijati dari sejak nenek moyang, ketika
sudah menikah dan besok nya ada tradisi nganjang ketempat mempelai wanita.

8
Dan ada juga larangan serta Mitos di Kelurahan Cijati itu di antaranya :

1. Tidak boleh ada gamelan : Karena nenek moyang atau leluhur di Kelurahan cijati
tidak suka dengan suara gamelan seperti cerita di atas tersebut dijelaskan bahwa
Embah Hj Siti Fatimah Berasal dari kerajaan demak dan keluarlah dari kerjaan
tersebut karena membuatnya tidak nyaman dengan keaadan disana.
2. Tidak boleh memelihara kuda yang berwana hitam atau putih : Karena Embah HJ.
Siti Fatimah yang berasal dari kerajaan demak dan disana banyak pasukan kuda untuk
menjadi kendaraan mereka dari situlah beliau tidak suka dengan keberadaan kuda
tersebut. Dan konon katanya jika ada kuda yang berwarna hitam/putih itu kuda dan
orang yang membawanya akan mengalami kerasukan yang sangat parah.
3. Tidak boleh menggunakan Goong ketika bermain musik : Nah sudah dijelaskan diatas
juga bahwa Embah Hj. Siti Fatimah tidak suka dengan suara gamelan tersebut dan
jika ada goong tersebut konon katanya goong itu akan pecah dengan sendirinya.
4. Tidak boleh berbicara sompral : Karena Embah Hj. Siti Fatimah itu adalah salah
satunya keturunan kerajaan demak yang mengembara untuk menyembuhkan
penyakitnya dan menyebarkan ajaran agama islam pada waktu itu. Ada istilah “ Islam
Suci Bersih “ dari situlah larangan itu timbul.

9
SUMBER

Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Lurah dan Semua Pihak atas partisipasinya dalam
penyelesaian Leafet ini. terlebih kepada Bapak Dedi Ruhaedi, S.Ag Putra dari Didi Muhdi Alm.,
( Keturunan Embah Hj. Siti Fatimah ), Kuncen Makam Embah Hj. Siti Fatimah yang telah
memberikan sedikit cerita tentang asal-usul Cijati.

10

Anda mungkin juga menyukai